Anda di halaman 1dari 5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Metode Role Playing

Role Playing atau bermain peran adalah sejenis permainan gerak yang
didalamnya ada tujuan, aturan, dan edutainment (Fogg, 2011). Role Playing
sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar
membayangkan dirinya seolah-olah berada diluar kelas dan memainkan peran
orang lain.

Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui


pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi
dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankan diri sebagai tokoh
hidup atau benda mati. Perminan ini pada umamunya dilakukan lebih dari satu
orang, bergantung pada apa yang diperankan. Pada strategi Role Playing, titik
tekannya terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke
dalam suatu situasi permasalahan yang secara nyata dihadapi. Siswa
diperlakukan sebagai subjek pembelajaran yang secara aktif melakukan
praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab) bersama teman-temannya
pada situasi tertentu. Strategi Role Playing juga diorganisasi berdasarkan
kelompok-kelompok siswa yang heterogen. Masing-masing kelompok
memperagakan/menampilkan scenario yang telah disiapkan guru. Siswa diberi
kebebasan berimprovisasi, namun masih dalam batas-batas scenario.

Menurut Joyce, Weil, dan Calhoun (2009), Role Playing bertujuan untuk :

1). Mengeksplorasi perasaan siswa

2). Mentransfer dan mewujudkan pandangan mengenai perilaku, nilai, dan


persepsi siswa

3). Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan tingkah laku

4). Mengeksplorasi materi pelajaran dalam cara yang berbeda

6
B. Keunggulan Metode Role Playing

Ada beberapa keunggulan yang bisa diperoleh siswa dengan menggunakan


strategi Role Playing ini. Diantaranya adalah :

a. Dapat memberi kesan pembelajaran dan tahan lama dalam ingatan siswa

b. Bisa menjadi pengalaman belajar menyenangkan yang sulit untuk


dilupakan

c. Membuat suasana kelas menjadi lebih dinamis dan antusias

d. Membangkitkan gairah dan semangat optimism dalam diri siswa serta


menumbuhkan rasa kebersamaan

e. Memungkinkan siswa untuk terjun lansung memerankan sesuatu yang


akan dibahas dalam proses belajar

C. Pemahaman Peserta Didik


Beberapa pemahaman telah didefinisikan oleh para ahli. Menurut Nana
Sudjana, pemahaman adalah hasil belajar, misalnya peserta didik dapat
menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri atas apa yang dibaca atau
didengarnya, memberi contoh lain dari yang dicontohkan guru dan
menggunakan petinjuk penerapan pada kasus lain.
Sementara Benjamin S. Bloom mengatakan bahwa pemahaman adalah
kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu
itu diketahui dan diingat. Jadi, dapat disimpulkan bahwa seorang siswa
dikatakan memahami sesuatu apabila dapat memberikan penjelasan atau
memberi uraian yang lebih rinci tentang hal yang dia pelajari dengan
menggunakan bahasanya sendiri. Lebih baik lagi apabila siswa dapat
memberikan contoh atau mensinergikan apa yang dia pelajari dengan
permasalahan-permasalahan yang ada di sekitarnya.
Nana Sudjana (1992: 24) menyatakan bahwa pemahaman dapat dibedakan
kedalam 3 kategori, yaitu : (1) tingkat terendah adalah pemahaman
terjemahan, mulai dari menerjemahkan dalam arti yang sebenarnya,

7
mengartikan dan menerapkan prinsip-prinsip, (2) tingkat kedua adalah
pemahaman penafsiran yaitu menghubungkan bagian-bagian terendah dengan
yang diketahui berikutnya atau menghubungkan beberapa bagian grafik
dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan yang tidak pokok dan (3)
tingkat ketiga merupakan tingkat pemaknaan ektrapolasi. Memiliki
pemahaman tingkat ektrapolasi berarti seseorang mampu melihat dibalik yang
tertulis, dapat membuat estimasi, prediksi berdasarkan pada pengertian dan
kondisi yang diterangkan dalam ide-ide atau simbol, serta kemempuan
membuat kesimpulan yang dihubungkan dengan implikasi dan
konsekuensinya.
Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang
berhubungan dengan ingatan atau pengenalan terhadap pengetahuan dan
informasi serta pengembangan keterampilan intelektual. Menurut Taksonomi
Bloom (penggolongan) ranah kognitif ada enam tingkatan, yaitu:
1. Pengetahuan: merupakan tingkat terendah dari ranah kognitif. Menekankan
pada proses mental dalam mengingat dan mengungkapkan kembali informasi-
informasi yang telah siswa peroleh secara tepat sesuai dengan apa yang telah
mereka peroleh sebelumnya. Informasi yang dimaksud berkaitan dengan
simbol-simbol, terminologi dan peristilahan, fakta- fakta, keterampilan dan
prinsip-prinsip.
2. Pemahaman: berisikan kemampuan untuk memaknai dengan tepat apa yang
telah dipelajari tanpa harus menerapkannya.
3. Aplikasi: pada tingkat ini seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan
gagasan, prosedur, metode, rumus, teori sesuai dengan situasi konkrit.
4. Analisis: seseorang akan mampu menganalisis informasi yang masuk dan
membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih
kecil untuk mengenali pola atau hubungannya, dan mampu mengenali serta
membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah kondisi yang rumit.
5. Sintesis: seseorang ditingkat sintesa akan mampu menjelaskan struktur atau
pola dari sebuah kondisi yang sebelumnya tidak terlihat, dan mampu

8
mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi
yang dibutuhkan.
6. Evaluasi: kemampuan untuk memberikan penilaian berupa solusi, gagasan,
metodologi dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada
untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.
Ranah afektif berkenaan dengan sikap, terdiri dari lima aspek yaitu
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi.
Sedangkan ranah psikomotor berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak, ada enam aspek yakni gerakan reflek, keterampilan
gerakan dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan atau ketepatan, gerakan
keterampilan kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.

D. Hakikat pembelajaran PKn

Sesuai dengan ketentuan pasal 37 UU No. 20 tahun 2003 menyatakan bahwa


pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik
menjadi warga negara yang baik, untuk menjadikan bangsa yang berkarakter
pancasialis, sehingga PKn (Pendidikan Kewarganegaraan) merupakan salah
satu mata pelajaran yang wajib diajarkan di sekolah dasar. Dalam menjalani
misi sosio akademisnya, PKn berperan menumbuh kembangkan kompetensi
siswa dalam aspek kecakapan akademisnya terutama dalam pengembangan
kemampuan berpikir kritis, analisis, reflektif, menemukan sendiri dan
memecahkan masalah serta bertanggung jawab yang berkaitan dengan
pengembangan kesadaran hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam menjalankan misi sosio kulturalnya PKn berkewajiban
memberikan fasilitas kepada siswa untuk mempraktekan pengetahuan,
nilai-nilai, dan keterampilan yang telah dimilikinya untuk dapat
disumbangkan pada berbagai bentuk partisipasi sosial kemasyarakatan
sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan siswa. Siswa dalam hal
ini dapat berpartisipasi aktif dalam beberapa bentuk pengabdian kepada
masyarakat. Pendidikan kewarganegaraan merupakan salah satu mata
pelajaran yang dapat membentuk diri yang beragam dari segi agama, sosio,

9
cultural, bahasa, usia, untuk menjadi warga negara yang cerdas, terampil dan
karakter yang dilandasi oleh UUD 1945.
Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Depdiknas (2005:34), bahwa
Pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang secara umum
bertujuan untuk mengembangkan potensi individu warga negara Indonesia,
sehingga memiliki wawasan, sikap, dan keterampilan kewarganegaraan yang
memadai dan memungkinkan untuk berpartisipasi secara cerdas dan
bertanggung jawab dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Jelas bagi kita bahwa PKn bertujuan mengembangkan potensi
individu warganegara, Untuk mencapai visi, misi dan tujuan PKn tersebut,
seorang guru hendaknya mampu merancang pembelajaran di kelas secara
kreatif, dan inovatif.

10

Anda mungkin juga menyukai