Anda di halaman 1dari 25

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

TEORI ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENDERITA THYPOID

Fasilitator:
Lono Wijayanti,M.Kep

Oleh:
Erliana Cesaria

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2020

i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunianya kepada kami sehingga
kami berhasil menyelesaikan laporan praktik Keperawatan
Medikal Bedah ini yang alhamdulillah dengan tepat waktu.
Laporan ini berisikan tentang informasi “Teori Asuhan
Keperawatan Pada Penderita Thypoid”.
Laporan ini di tulis dengan bahasa yang sederhana
berdasarkan berbagai literatur tertentu dengan tujuan untuk
mempermudah pemahaman mengenai teori yang dibahas.
Kendati demikian, tak ada gading yang tak retak. Penulis
menyadari bahwa dalam laporan ini terdapat kekurangan dan
kelemahan, oleh karena itu penulis terbuka dengan senang hati
menerima kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak
demi perbaikan dan penyempurnaan laporan ini.
Akhirnya, penulis berharap semoga laporan ini dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak.

Surabaya, 16 April 2020

Penulis

ii
iii

iii
BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Hipertens
1. Definisi Thypoid
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan
infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan
minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang
yang terinfeksi kuman salmonella (Bruner and Sudart, 2001).
Demam thypoid adalah infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu,
gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Mansjoer, 2000)

2. Anatomi Fisiologi
a. Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang
terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan
pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui
vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan
air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna).
b.  Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang
terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong
(jejunum). Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari
usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum
Treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak
terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari
yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari
terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
c. Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah
bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum)
dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus
halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus
kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan
mesenterium.
d. Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus.
Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan
terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu.
Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi

1
2

menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu. Diagram ileum dan


organ-organ yang berhubungan.
e. Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus
buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.
f. Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah
anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta
bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada
mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora
memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki
sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai
cacing.
g. Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.
Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.
Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan
membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi
rongga abdomen).
h. Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah
sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja
disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika
kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul
keinginan untuk buang air besar (BAB). Anus merupakan lubang di ujung
saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian
anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari
usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses
dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang
merupakan fungsi utama anus
3. Etiologi
Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri salmonella
thypi. Bakteri salmonella typhi adalah berupa basil gram negatif, bergerak
dengan rambut getar, tidak berspora, dan mempunyai tiga macam antigen
yaitu antigen O (somatik yang terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida),
antigen H (flegella), dan antigen VI. Dalam serum penderita, terdapat zat
(aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. Kuman tumbuh pada
suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-41°C (optimum 37°C)
dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor pencetus lainnya adalah lingkungan,
3

sistem imun yang rendah, feses, urin, makanan/minuman yang


terkontaminasi, fomitus, dan lain sebagainya.
4. Manifestasi Klinis
Masa tunas 7-14 hari, selama inkubasi ditemukan gejala prodromal
( gejala awal tumbuhnya penyakit/gejala yang tidak khas )
·    Perasaan tidak enak badan
·    Nyeri kepala
·    Pusing
·    Diare
·    Anoreksia
·    Batuk
·    Nyeri otot
·    Muncul gejala klinis yang lain
Demam berlangsung 3 minggu. Minggu pertama: demam ritmen,
biasanya menurun pagi hari, dan meningkat  pada sore dan malam hari
dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan
mual, batuk, epistasis, diare, perasaan tidak enak di perut. Minggu kedua :
demam, bradikardi,. Minggu ketiga: demam mulai turun secara
berangsur-angsur, gangguan pada saluran pencernaan, lidah kotor yaitu
ditutupi selaput kecoklatan kotor, ujung dan tepi kemerahan, jarang
disertai tremor, hati dan limpa membesar yang nyeri pada perabaan,
gangguan pada kesadaran, kesadaran yaitu apatis-samnolen. Gejala
lain ”RESEOLA” ( bintik-bintik kemerahan karena emboli hasil dalam
kapiler kulit ) ( Kapita selekta, kedokteran, jilid 2 ).
5. Komplikasi Thypoid
Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
Komplikasi extra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma
uremia hemolitik.
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu :hepatitis, kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan
arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
4

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan kasus febris typhoid
menurut Corwin (2000) antara lain:
1.    Pemeriksaan Leukosit
Pada febris typhoid terhadap ileumopenia dan limfobrastis relatif tetap
kenyataan leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kasus febris typhoid
jumlah leukosit pada sediaan darah tepi pada berada dalam batas normal,
walaupun kadang-kadang terikat leukositanis tidak ada komplikasi
berguna untuk febris typhoid.
2.    Pemeriksaan SGOT dan SGPT
Sering kali meningkat tetapi kembali normal setelah sembuhnya febris
typhoid, kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan pembatasan
pengobatan.
3.    Biakan Darah
Bila biakan darah (+) memastikan febris typhoid tetapi biakan (-) tidak
menutup kemungkinan akan terjadi febris typhoid. Hal ini karena hasil
biakan darah bergantung pada beberapa faktor, yaitu :
a)   Tekhnik pemeriksaan laboratorium.
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang
lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang
digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam
tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
b)   Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu
pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu
kambuh biakan darah dapat positif kembali.
c)    Vaksinasi di masa lampau.
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan
antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia
sehingga biakan darah negatif.
d)   Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti
mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
biakan mungkin negatif.
4.    Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
5

uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien
yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi,
klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
·      Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari
tubuh kuman).
·      Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari
flagel kuman).
·      Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari
simpai kuman)
Pada orang normal, aglutinin O dan H positif. Aglutinin O bisa sampai
1/10 sedangkan aglutinin H normal bisa 1/80 atau 1/160.
1/10. 1/80, 1/160 ini merupakan titer atau konsentrasi. Pada orang normal
tetap ditemukan positif karena setiap waktu semua orang selalu terpapar
kkuman Salmonella. Tes widal dikatakan positif jika H 1/800 dan O 1/400.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
typhoid.

7. Pencegahan Thypoid
Pencegahan terhadap Thypoid adalah dengan
memperbaiki sanitasi, pengobatan karier dan vaksinasi.
Tindakan sanitasi harus dilakukan untuk mencegah
kontaminasi makanan dan air oleh hewan pengerat/hewan
lain yang mengeluarkan salmonella. Hewan terna, daging,
telur yang akan dikonsumsi harus dimasak dengan
matang. Karier tidak boleh bekerja sebagai pemegang
makanan dan harus melakukan tindakan pencegahan
higienitas yang ketat.
8. Patofisiologi Thypoid
1. Kuman masuk kedalam mulut melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh Salmonella (biasanya
>10.000 basil kuman). Sebagian kuman dapat
dimusanhkan oleh asam lambung dan sebagian
lagimasuk ke usus halus. Jika respon imunitas humoral
mukosa (igA) usus kurang baik, maka basil Salmonella
akan menembus sel epitel dan selanjutnya menuju
6

lmina propia dan berkembang biak di jaringan limfoid


plak peyeri di ileum distaldna kelenjar getah bening
mesenterika.
2. Jaringan limfoid plak payeri dan kelenjar getah bening
mesenterika mengalami hiperplasia. Basil tersebut
masuk ke aliran darah melalui ductus thoracicus dan
menyebar ke seluruh organ retikulo endotatial tubuh,
terutama hati, sumsum tulang, dan limfa melalui
sirkulasi portar dari usus.
3. Hati membesar(hepatomegali) dengan infiltrasi limfosit,
zat plasma, dan sel mononuclear. Terdapat juga
nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali). Di
organ ini kuman Salmonella Thypy berkembang biak
dan masuk sirkulasi darah lagi, sehingga
mengakibatkan bakterimia kedua yang disertai tanda
dan gejala infeksi sitemik (demam, malaise, mialgia,
sakit perut, instabilitas vaskuler, dan gangguan mental
koagulasi).
4. Pendarahan saluran cernaterjadi akibat erosi pembuluh
darah di sekitar plak peteri yang sedang mengalami
nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini
berlangsung hingga kelapisan otot, serosa usus, dan
mengakibatkan perforasi usus. Endotoksin basil
menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dpat
mengakitabkan komplikasi, seperti gangguan
neuropsikiatrik kardiovaskuler, pernapasan dan
gangguan lainnya. Pada minggu pertama timbulnya
penyakit, yerjadi hiperplasia plak peyeri, disusul
kemudian terjadi nekosis pada minggu kedua dan
ulserasi plak peyeri pada minggu ke tiga. Selanjutnya
dalam minggu ke empat akan terjadi proses
penyembuhan ulkus dengan meninggalkan jaringan
7

parut.
Sedangkan penularan Salmonella Thypi dapat
ditularkan melalui berbabgai cara yang dikenal dengan
5F yaitu Food, Fingers, Fomitus,Fly,Feces.

9. Pathway Thypoid
8

10. Penatalaksanaan Thypoid


1. Perawatan umum dan nutrisi
Penderita demam thypoid dengan gambaran klinis yang
jelas, sebaiknya dirawat di rumah sakit atau sarana
pelayanan kesehatan lainnya.
Tujuan dari perawatan adalah :
a. Optimalisasi pengobatan dan mempercepat
penyembuhan
b. Observasi terhadap perjalanan penyakit
c. Minimalisasi komplikasi
d. Isolasi untuk menjamin pencegahan terhadap
pencemaran dan kontaminasi
 Tirah baring
Pasien harus tirah baring sampai minimal 7 hari bebas
demam atau kurang lebih 14 hari. Maksud tirah baring
adalah untuk mencegah terjadinya perdarahan usus
atau perfosrasi usus.
 Diet
Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup.
9

Sebaiknya rendah serat untuk mencegah perdarahan


dan perforasi. Diet untuk penderita thypoid diklasifikasi
kan atas diet cair, bubur lunak, tim dan nasi biasa.
 Nutrisi (cairan)
Penderita harus mendapat terapi cairan yang cukup
baik secara oral maupun parenteral. Pemberian
parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat ,
ada komplikasi, sulit makan dan penurunan kesadaran.
2. Terapi Simptomatik
Terapi simptomatik dapat diberikan dengan
pertimbangan untuk memeperbaiki keadaan umum
penderita (vitamin, antipiretik, antiemetik)
3. Terapi Definitif
Terapi definitid yang diberikan adalah pemberian
atibiotik seperti (Kloramfenikol, Ampicillin, Amoxixilin,
Kotrimoxazole).
Bila pemberian antibiotik lini pertama dinilai tidak
efektif, dapat diganti dengan pemberian antibiotik lini
ke dua (Ceftriaxone, Cefixime, Kuinolon)
Bila penderita dengan riwayat pernah menderita
thypoid predisposisi, maka pengobatan pertama adalah
pemberian antibiotik lini kedua
.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah pertama dari proses
keperawatan melalui kegiatan pengumpulan data atau
perolehan data yang akurat dapat pasien guna
mengetahui berbagai permasalahan yang ada, (Azmi
Alimul, 2010). Hal-hal yang perlu dikaji pada tahapan ini
adalah:
a. Identitas pasien
10

Hal-hal yang perlu dikaji pada bagian ini yaitu antara


lain: Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Agama,
Status mental, Suku, Keluarga atau orang terdekat,
Alamat, Nomor Regristasi.
b. Sirkulasi
Gejala: riwayat tekanan darah, hipotensi postural,
takikardi, perubahan warna kulit, suhu dingin.
c. Keluhan utama
Keluahan utama demam tjypoid adalah panas atau
demam yang tidak turun, nyeri perit, ppusing, mual,
muntah, anorexia, diare serta penurunan kesadaran
d. Integritas Ego
1) Gejala: riwayat perubahan kepribadian, ansietas,
depresi, factor stress.
2) Tanda: letupan suasana hati, gelisah, penyempitan
kontineu perhatian, tangisan yang meledak, otot
muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan
pola bicara.
e. Eliminasi
Gejala: gangguan ginjal saat ini atau yang lalu.
f. Makanan atau Cairan
1) Gejala: makanan yang disukai yang dapat mencakup
makanan tinggi garam, lemak dan kolesterol.
2) Tanda: berat badan normal atau obesitas, adanya
edema.
g. Neurosensori
1) Gejala: keluhan pusing, sakit kepala, berdenyut sakit
kepala, gangguan penglihatan, episode epistaksis.
2) Tanda: perubahan orientasi, penurunan kekuatan
genggaman, perubahan retinal optic.
h. Nyeri atau Ketidaknyamanan
Gejala: angina, nyeri hilang timbul pada tungkai,sakit
11

kepala oksipital berat, nyeri abdomen.


i. Pernapasan
1) Gejala: dispnea yang berkaitan dengan aktivitas,
takipnea, ortopnea, dispnea nocyural proksirnal,
batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok.
2) Tanda: distress respirasi atau penggunaan otot
aksesoris pernapasan, bunyi napas tambahan,
sianosis.
j. Keamanan
1) Gejala: gangguan koordinasi, cara jalan.
2) Tanda: episode parestesia unilateral transien,
hipotensi postural
k. Pembelajaran atauPenyuluhan
Gejala: factor resiko keluarga: hipertensi, aerosklerosis,
penyakit jantung, DM, penyakit ginjal, factor resiko
etnik: penggunaan pil KB atau hormone.
2. Diagnosa keperawatan
a. Hipertemi ditandai dengan peningkatan suhu tubuh
b. defisit nutrisi ditandai dengan perubahan status nutrisi
c. Nyeri ditandai dengan peningkatan skala tingkat nyeri
12

3. Intervensi Keperawatan

Tabel 1.2 Intervensi Keperawatan


No Standar Diagnosa Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi
. Keperawatan Indonesia Indonesia (SLKI) Keperawatan Indonesia
(SDKI) (SIKI)
1. Hipertermi Tingkat infeksi Perawatan hipertermi

Definisi: Definisi : Tindakan


Suhu tubuh meningkat diatas Derajat infeksi berdasarkan observasi 1. Berikan penjelasan
rentang normal tubuh atau bersumber informasi kepada klien dan keluarga
tentang peningkatan suhu
Penyebab Kriteria hasil: tubuh
1. dehidrasi 1. kebersihan tangan meningkat 2. R/ agar klien dan keluarga
2. terpapar lingkungan panas 2. kebersihan badan meningkat mengetahui sebab dari
3.proses penyakit (mis, 3. demam menurun peningkatan suhu dan
infeksi,kanker) 4. kemerahan menurun membantu mengurangi
4. ketidaksesuaian pakaian 5. nyeri menurun kecemasan yang timbul.
dengan suhu lingkungan 6. bengkak menurun 3. Anjurkan klien
5. peningkatan laju 7. vesikel menurun menggunakan pakaian
metabolisme 8. cairan berbau busuk menurun tipis dan menyerap
6. respon trauma 9. sputim berwarna hijau menurun keringat
7. aktivitas berlebihan 10.drainase piurulen menurun 4. R/ untuk menjaga agar
8. penggunaan inkubator 11.periode malaise menurun klien merasa nyaman,
12.periode menggigil menurun pakaian tipis akan
Gejala dan Tanda Mayor 13.gangguan kognitif menurun membantu mengurangi
a. Subjektif 14.kadar sel darah putih membaik penguapan tubuh.
(Tidak tersedia) 15.kultur darah membaik 5. Batasi pengunjung
b. Objektif 16.nafsu makan membaik 6. R/ agar klien merasa
Suhu tubuh di atas normal tenang dan udara di
13

dalam ruangan tidak


terasa panas.
7. Observasi TTV tiap 4 jam
Gejala dan Tanda Minor sekali
a. Subjektif 8. R/ tanda-tanda vital
(tidak tersedia) merupakan acuan untuk
b. Objektif mengetahui keadaan
1. Kulit merah umum pasien
2. Kejang 9. Anjurkan pasien untuk
3. Takikardia banyak minum
4. Takipnea 10.R/ peningkatan suhu
5. Kulit terasa hangat tubuh mengakibatkan
penguapan tubuh
Kondisi Klinis Terkait meningkat sehingga perlu
1. Proses infeksi diimbangi dengan asupan
2. hipertiroid cairan yang banyak
3. stroke 11. Memberikan kompres
4. dehidrasi hangat
5. trauma 12.R/ untuk membantu
6. prematuritas menurunkan suhu tubuh
13.Kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian tx
antibiotik dan antipiretik
14.R/ antibiotik untuk
mengurangi infeksi dan
antipiretik untuk
menurangi panas.
2. defisit nutrisi Status Nutrisi Meningkatkan status nutrisi
dan Eduksi diet
Definisi: Definisi:
14

Asupan nutrisi tidak cukup Keadekuatan asupan nutrisi untuk Meningkatkan status nutrisi
untuk memenuhi kebutuhan memenuhi kebutuhan metabolisme 1. Jelaskan pada klien dan
metabolisme keluarga tentang manfaat
Ekspektasi: Membaik
Penyebab
makanan/nutrisi
1. Ketidakmampuan menelan Kriteria Hasil: 2. R/ untuk meningkatkan
makan 1. Porsi makan yang dihabiskan pengetahuan klien tentang
2. Ketidakmampuan mencerna meningkat nutrisi sehingga motivasi
makan 2. Kekuatan otot mengunyah
untuk makan
3. Ketidakmampuan meningkat
mengabsorbsi nutrient 3. Kekuatan otot menelan meningkat meningkat.
4. Peningkatan kebutuhan 4. Serum albumin meningkat 3. Timbang berat badan klien
metabolisme 5. Verbalisasi keinginan untuk setiap 2 hari.
5. Faktor ekonomi (mis finasial meninglkatkan nutrisi
4. R/ untuk mengetahui
tidak mencukupi) 6. Pengetahuan tentang pilihan
6. Faktor psikologis makanan sehat meningkat peningkatan dan penurunan
7. Pengetahuan tentang pilihan berat badan.
Gejala dan Tanda Mayor minuman sehat meningkat 5. Beri nutrisi dengan diet
a. Subjektif 8. Pengetahuan tentang standar lembek, tidak mengandung
(tidak tersedia) asupan nutrisi yang tepat meningkat
b. Objektif 9. Penyiapan dan penyimpanan banyak serat, tidak
Berat badan menurun makanan yang aman merangsang, maupun
minimal 10% dibawah rentang 10. Perasaan cepat kenyang menimbulkan banyak gas dan
ideal. menurun dihidangkan saat masih hangat
11. Nyeri abdomen menurun
Gejala dan Tanda Minor 12. Berat badan membaik 6. R/ untuk meningkatkan
c. Subjektif 13. IMT membaik asupan makanan karena
1. Cepat kenyang setelah 14. Nafsu makan membaik mudah ditelan
makan 7. Beri makanan dalam porsi
2. Kram/nyeri abdomen
kecil dan frekuensi sering.
15

3. Nafsu makan menurun 8. R/ untuk menghindari mual


dan muntah.
d. Objektif
1. Bising usus hiperaktif
9. Kolaborasi dengan dokter
2. Otot pengunyah lemah untuk pemberian antasida dan
3. Otot menelan lemah nutrisi parenteral
4. Membran mukosa pucat 10. R/ antasida mengurangi rasa
5. Sariawan
mual dan muntah. Nutrisi
6. Serum albumin turun
7. Rambut romtok berlebihan parenteral dibutuhkan
8. Diare terutama jika kebutuhan
nutrisi per oral sangat kurang
Kondisi Klinis Terkait Edukasi Diet (I.12369)
1. Stroke Tindakan:
2. Parkinson Observasi
3. mobius syndrome 1. Identifikasi kemampuan
4. Cerebral palsy pasien dan keluarga menerima
5. Cleft lip informasi
6. Cleft palate 2. Identifikasi tingkat
7. Amytropic lateral sclerosis pengetahuan saat ini
8. Kerusakan neuro muskuler 3. Identifikasi kebiasaan pola
9. Luka bakar makan saat ini dan masa lalu
10. Kanker 4. Identifikasi persepsi pasien
11. Infeksi dan keluarga tentang diet
12. AIDS yang diprogramkan
13. Penyakit Crohn’s Terapeutik
14. Enterocolitis 5. Persiapkan materi, media, dan
15. Fibrosis kistik alat peraga
6. Berikan kesempatan pasien
dan keluarga bertanya
16

7. Sediakan rencana makan


tertulis, jika perlu
Edukasi
8. Jelaskan tujuan kepatuhan
diet terhadap kesehatan
9. Informasikan makanan yang
diperbolehkan dan dilarang
10.Anjurkan mengganti bahan
makanan sesuai dengan diet
yang diprogramkan
11.Anjurkan melakukan olahraga
sesuai toleransi
12.Rekomendasikan resep
makanan yang sesuai dengan
diet, jika perlu
3. Nyeri Akut Tingkat Nyeri (L.08066) Perawatan Nyeri (I.08238)

Definisi: Definisi: Definisi:


Pengalaman sensorik atau Pengalaman sensorik atau emosionalMengidentifikasi dan mengelola
emosional yang berkaitan yang berkaitan dengan kerusakan pengalaman sensorik atau
dengan kerusakan jaringan jaringan aktual atau fungsional emosional dengan onset
aktual atau fungsional, dengan dengan onset mendadak ataumendadak atau lambat dan
onset mendadak atau lambat lambat dan berintensitas ringan berintensitas ringan hingga
dan berintnsitas ringan hingga hingga berat dan konsisten. berat dan konsisten.
berat yang berlangsung Tindakan
kurang dari 3 bulan Ekspektasi: Menurun Observasi
1. Identifikasi lokasi,
Penyebab Kriteria Hasil: karakteristik, durasi, frekwensi,
1. Agen pencedera fisiologis 1. Kemampuan menuntaskan kualitas, intensitas nyeri
(inflamasi, inskemia, aktivitas 2. Identifikasi skala nyeri
17

neoplasma) 3. Identivikasi respon nyeri


2. Agen pencedera kimiawi Keterangan: non verbal
(terbakar, bahan kimia 1 = Menurun 4. Identifikasi faktor yang
2 = Cukup Menurun memperberat dan memperingan
iritan)
3 = Sedang nyeri
3. Agen pencedera fisik 4 = Cukup Meningkat 5. Identifikasi pengetahuan
(abses, amputasi, 5 = Meningkat dan keyakinan tentang nyeri
terbakar,terpotong, 6. Identifikasi pengaruh
mengangkat berta, operasi, 2. Keluhan nyeri budaya terhadap respon nyeri
trauma) 3. Meringis 7. Identifikasi pengaruh nyeri
4. Sikap protektif terhadap kualitas hidup
Gejala dan Tanda Mayor 5. Gelisah 8. Monitor keberhasilan
a. Subjektif 6. Kesulitan tidur terapi komplementer yang sudah
1. Mengeluh nyeri 7. Menarik diri diberikan
b. Objektif 8. Berfokus pada diri sendiri 9. Monitor efek samping
1. Tampak meringis 9. Diaforesis penggunaan analgetik
2. Bersikap protektif 10. Perasaan depresi (tertekan) Terapeutik
3. Geliusah 11. Perasaan takut mengalami 1. Berikan teknik non
4. Frekwensi nadi cedera berulang farmakologis untuk mengurangi
meningkat 12. Anoreksia rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
5. Sulit tidur 13. Perineum terasa tertekan akupresur, terapi musik,
14. Uterus teraba membulat biofeedback, terapi pijat, aroma
Gejala dan Tanda Minor 15. Ketegangan otot terapi, teknik imajinasi
a. Subjektif 16. Pupil dilatasi terbimbing, kompres hangat
(tidak tersedia) 17. Muntah atau dingin, terapi bermain)
b. Objektif 18. Mual 2. Kontrol lingkungan yang
1. Tekanan darah memperberat rasa nyeri (mis.
meningkat Keterangan: Suhu ruangan, pencahayaan,
2. Pola napas berubah 1 = Meningkat dan kebisingan)
3. Nafsu makan berubah 2 = Cukup Meningkat 3. Fasilitasi istirahat tidur
18

4. Proses berpikir terganggu 3 = Sedang 4. Pertimbangkan jenis dan


5. Menarik diri 4 = Cukup Menurun sumber nyeri dalam pemilihan
6. Berfokus pada diri sendiri 5 = Menurun strategi meredakan nyeri
7. Diaforesis Edukasi
19. Frekwensi nadi 1. Jelaskan penyebab,
Kondisi Klinis Terkait 20. Pola napas periode, dan pemicu nyeri
1. Kondisi pembedahan 21. Tekanan darah 2. Jelaskan strategi
2. Cedera traumatis 22. Proses berpikir meredahkan nyeri
3. Infeksi 23. Fokus 3. Anjurkan memonitor nyeri
4. Sindroma koroner akut 24. Fungsi berkemih secara mandiri
5. glaucoma 25. Perilaku 4. Anjurkan menggunakan
26. Nafsu makan analgesik secara tepat
27. Pola tidur 5. Anjurkan teknik non
farmakologis untuk mengurangi
Keterangan: rasa nyeri
1 = Memburuk Kolaborasi
2 = Cukup Memburuk 1. Kolaborasi pemberian
3 = Sedang analgetik, jika perlu
4 = Cukup Membaik
5 = Membaik
19

4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian

kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu

pasien dari masalah atau status kesehatan yang

dihadapinya kestatus kesehatan yang lebih baik yang

menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Ukuran

intervensi keperawatan yang diberikan kepada pasien

dengan lingkungan, pengobatan, tindakan untuk

memperbaiki kondisi, tindakan untuk keluarga pasien atau

tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul

dikemudian hari. Untuk kesuksesan pelaksanaan

implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana

keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan

kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan

interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan

tindakan.

Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Nikmatur Rohmah

& Saiful Walid, 2014).

Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat

pada kebutuahn pasien, faktor-faktor lain yang mempunyai

kebutuhan keperawatan, strategi implementasi

keperawatan dan kegiatan komunikasi.

5. Evaluasi
20

Evaluasi adalah penilaian dengan cara

membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil diamati)

dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap

perencanaan (Nikmatur Rohmah & Saiful Walid, 2014).

Melalui kegiatan evaluasi, kita dapat menilai capaian

tujuan yang diharapkan dan tujuan yang telah dicapai oleh

keluarga. Apabila tercapai sebagian atau timbul masalah

keperawatan baru, kita perlu melakukan pengkajian lebih

lanjut, memodifikasi rencana, atau mengganti dengan

rencana yang lebih sesuai dengan kemampuan keluarga.

Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana:

S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan

secara subjektif oleh keluarga setelah diberikan

implementasi keperawatan.

O : Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh

perawat menggunakan pengamatan yang objektif.

A : Merupakan analisis perawat setelah mengetahui

respon subjektif dan objektif.

P : Perencanaan lanjutan setelah dilakukan tindakan

keperawatan.
21

DAFTAR PUSTAKA

Brunners & Suddart, (2002), Buku Ajar Keperawatan, Edisi 8,


Penerbit EGC, Jakarta

Elizabeth J. Corwin.(2009).Buku Saku Patofisiologis Corwin.


Jakarta: Aditya Media.

Muttaqin, Arif,2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan. Jakarta:


Salemba Medika.

Nurarif, A.H. dan Kusuma. N (2015). APLIKASI Asuhan


Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC
NOC Jogjakarta: Medication.

Padila.2013. Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta:
Dewan Pengurus PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan


Indonesia Definisi dan Kriteria hasil Kepreawatan.
Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.
22

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis


Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator Diagnostik.
Jakarta: Dewan Pengurus PPNI.

Anda mungkin juga menyukai