Anda di halaman 1dari 17

Bab 7

Pemantapan Kelestarian Sumber Daya Manusia

1. Kesehatan dan Keselamatan Kerja Karyawan

https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/202-pentingnya-k3-keselamatan-dan-kesehatan-kerja-
dalam-meningkatkan-produktivitas-kerja

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi
produktivitas karyawan. Resiko kecelakaan serta penyakit akibat kerja sering terjadi karena program K3
tidak berjalan dengan baik. Hal ini dapat berdampak pada tingkat produktivitas karyawan. Pada
umumnya kecelakaan kerja disebabkan oleh dua faktor yaitu manusia dan lingkungan. Faktor manusia
yaitu tindakan tidak aman dari manusia seperti sengaja melanggar peraturan keselamatan kerja yang
diwajibkan atau kurang terampilnya pekerja itu sendiri. Sedangkan faktor lingkungan yaitu keadaan
tidak aman dari lingkungan kerja yang menyangkut antara lain peralatan atau mesin-mesin.

Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang benarbenar menjaga keselamatan dan kesehatan
karyawannya dengan membuat aturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja yang dilaksanakan
oleh seluruh karyawan dan pimpinan perusahaan. Perlindungan tenaga kerja dari bahaya dan penyakit
akibat kerja atau akibat dari lingkungan kerja sangat dibutuhkan oleh karyawan agar karyawan merasa
aman dan nyaman dalam menyelesaikan pekerjaannya. Tenaga kerja yang sehat akan bekerja produktif,
sehingga diharapkan produktivitas kerja karyawan meningkat. Memperhatikan hal tersebut, maka
program K3 dan produktivitas kerja karyawan menjadi penting untuk dikaji, dalam tujuannya mencapai
visi dan misi perusahaan. Ravianto (1990) menyatakan bahwa produktivitas sebagai efisiensi dari
pengembangan sumber daya untuk menghasilkan keluaran. Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa
produktivitas merupakan rasio yang berhubungan dengan keluaran (output) terhadap satu atau lebih
dari keluaran tersebut. Lebih spesifik, produktivitas adalah volume barang dan jasa yang sebenarnya
digunakan secara fisik pula.

Keselamatan kerja menunjukkan pada kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau
kerugian di tempat kerja (Mangkunegara, 2000). Sedangkan menurut Suma’mur (1996) keselamatan
kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, alat kerja, proses pengolahannya, landasan
tempat kerja dan lingkungan serta caracara melakukan pekerjaan. Dalam hal ini, keselamatan kerja
menyangkut peralatan yang dipakai oleh karyawan dalam bekerja, guna melindunginya dari resiko-
resiko tertentu agar terhindar dari kecelakaan kerja.

Menurut Mangkunegara (2000) Program kesehatan kerja menunjukkan pada kondisi yang bebas dari
gangguan fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan. Resiko kesehatan
merupakan faktorfaktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan.
Lebih lanjut, Suma’mur (1996) menerangkan bahwa kesehatan kerja bertujuan guna mewujudkan
tenaga kerja sehat, produktif dalam bekerja, berada dalam keseimbangan yang mantap antara kapasitas
kerja, beban kerja dan keadaan lingkungan kerja, serta terlindungi dari penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan dan lingkungan kerja.
Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan
kajian yang penting agar dapat meningkatkan produktifias kerja karyawan. Bila perusahaan secara
khusus memperhatikan K3 maka, karyawan dapat bekerja dengan aman, tentram dan produktif dalam
bekerja.

2. Analisis Kesehatan dan Keselamatan Kerja

https://www.endurra.co.id/artikel/analisis-keselamatan-kerja-jsa/

Analisis keselamatan kerja atau JSA merupakan sistem identifikasi potensi bahaya di tempat kerja yang
dapat dianalisa dan dicatat.

JSA adalah metode yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi, menganalisa dan mencatat setiap
langkah dalam melakukan pekerjaan tertentu, berkaitan dengan potensi bahaya keselamatan dan
kesehatan yang ada, serta menentukan tindakan untuk mencegah atau mengurangi bahaya / risiko.

Penerapan JSA

Job Safety Analysis dapat diterapkan pada beberapa jenis pekerjaan / tempat kerja. Prioritas utamanya
adalah jenis pekerjaan sebagai berikut :

0.Pekerjaan dengan tingkat bahaya / risiko tertinggi.

0.Pekerjaan dengan potensi bahaya berat atau cedera atau sakit, bahkan jika tidak ada riwayat
kecelakaan sebelumnya.

0.Pekerjaan di mana salah satu kesalahan sederhana manusia yang bisa menyebabkan kecelakaan atau
cedera parah.

0.Pekerjaan yang baru beroperasi atau telah mengalami perubahan dalam proses dan prosedurnya.

Hal-hal yang dilakukan dalam penerapan JSA antara lain :

1.Identifikasi bahaya yang berhubungan dengan setiap pekerjaan yang berpotensi menimbulkan bahaya.

2. Menentukan bagaimana mengendalikan bahaya.

3. Melengkapi setiap area kerja dengan rambu-rambu peringatan (signboard).

4.Berkonsultasi dengan pihak OSHA dalam pengembangan prosedur dan aturan kerja yang khusus untuk
setiap pekerjaan.

C. Sebab-sebab dan Kerugian Kecelakaan

https://www.prudential.co.id/id/Informasi-untuk-Anda/artikel-asuransi-jiwa/proteksi-keuangan/5-
faktor-penyebab-kecelakaan-kerja-yang-harus-anda-waspadai/

5 Faktor Penyebab Kecelakaan Kerja yang Harus Anda Waspadai


Kecelakaan kerja merupakan kejadian tidak terduga dan tidak dikehendaki yang bisa mengakibatkan
sakit, luka, serta kerugian terhadap lingkungan dan manusia. Ada berbagai hal yang bisa menjadi faktor
penyebab kecelakaan kerja.

Dengan mengetahui penyebab tersebut, setiap pekerja bisa melakukan tindakan pencegahan sebelum
terjadi kecelakaan kerja. Apa saja faktor penyebab tersebut? Berikut 5 di antaranya yang perlu
diwaspadai!

Perilaku Karyawan

Hal utama yang kerap menyebabkan masalah saat bekerja yakni perilaku manusia dalam hal ini adalah
karyawan. Pasalnya, ada berbagai kekeliruan yang mungkin saja terjadi pada seseorang sehingga
menuntut ketelitian dalam bekerja. Misalnya, karyawan yang kurang berhati-hati dan malah
membahayakan dirinya sendiri saat bekerja, terlebih lagi untuk para pekerja lapangan.

Tidak Adanya Pelatihan Keselamatan

Selain itu, setiap karyawan wajib mendapatkan pelatihan keselamatan terlebih dahulu agar terhindar
dari kondisi yang tidak diinginkan. Hal ini pun menjadi tugas sebuah perusahaan untuk memberikan
pelatihan.

Kondisi Lingkungan Kerja

Faktor penyebab kecelakaan kerja bisa bersumber dari suhu udara tempat kerja, lantai licin, serta
kebisingan. Seluruh hal ini terkait dengan kondisi lingkungan kerja perusahan yang harus dibenahi.

Bekerja Tanpa Peralatan Keselamatan

Beberapa jenis pekerjaan sering kali menggunakan peralatan khusus dalam bekerja. Alat-alat tersebut
bertujuan untuk menjamin keselamatan para pekerjanya. Bekerja tanpa peralatan keselamatan pun
dapat menimbulkan kecelakaan kerja.

Bahan Pekerjaan

Siapa sangka bahwa bahan-bahan berat dan berisiko bisa menjadi salah satu aspek kecelakaan kerja?
Kondisi ini biasanya berlaku di industri manufaktur sehingga diperlukan aturan standar operasional agar
karyawan bisa bekerja dengan aman.

D. Pemeliharaan Tenaga kerja

http://gioakram13.blogspot.com/2013/05/pemeliharaan-tenaga-kera_5036.html?m=1
Pemeliharaan atau maintenance merupakan tanggung jawab setiap pimpinan. Pemeliharaan SDM yang
disertai dengan ganjaran (reward system) akan berpengaruh terhadap jalannya organisasi. Tujuan
utama dari pemeliharaan adalah untuk membuat orang yang ada dalam organisasi betah dan bertahan,
serta dapat berperan secara optimal. Sumber daya manusia yang tidak terpelihara dan merasa tidak
memperoleh ganjaran atau imbalan yang wajar, dapat mendorong pekerja tersebut keluar dari
organisasi atau bekerja tidak optimal.

Pemeliharaan SDM pada dasarnya untuk memperhatikan dan mempertimbangkan secara seksama
hakikat manusianya. Manusia memiliki persamaan disamping perbedaan, manusia mempunyai
kepribadian, mempunyai rasa, karya, karsa dan cipta. Manusia mempunyai kepentingan, kebutuhan,
keinginan, kehendak dan kemampuan, dan manusia juga mempunyai harga diri. Hal-hal tersebut di
atas harus menjadi perhatian pimpinan dalam manajemen SDM. Pemeliharaan SDM perlu diimbangi
dengan sistem ganjaran (reward system), baik yang berupa finansial, seperti gaji, tunjangan, maupun
yang bersifat material seperti; fasilitas kendaraan, perubahan, pengobatan, dll dan juga berupa
immaterial seperti ; kesempatan untuk pendidikan dan pelatihan, dan lain-lain. Pemeliharaan dengan
sistem ganjaran ini diharapkan dapat membawa pengaruh terhadap tingkat prestasi dan produktitas
kerja.

E. Membangun Komunikasi kepada Karyawan

http://www.mpssoft.co.id/blog/hrd/menjalin-komunikasi-yang-efektif-dengan-karyawan/

Menjalin komunikasi yang efektif dengan karyawan adalah pekerjaan yang sulit bagi manajer. Mulai dari
promosi, hingga kinerja karyawan yang rendah, pengunduran diri dan banyak lagi. Sampai-sampai
seorang manajer sering merasa seperti “Apa Lagi Selanjutnya?”.

Tidak ada yang terlahir untuk memimpin, kita membuat kesalahan setiap hari dan belajar dari kesalahan.
Sementara tugas manajer adalah untuk memastikan para karyawan tahu apa yang mereka harus
lakukan, bagaimana karyawan mau mendengarkan anda.

Mari kita analisa alasan anda, mengapa begitu khawatir tentang menjalin komunikasi dengan karyawan
tentang masalah yang akan terjadi:

-.Anda takut akan membuat mereka merasa bersalah

-.Anda takut konsekuensi dari percakapan tersebut

-.Anda takut menerima sebuah penolakan

Namun anda dapat melakukan hal terbaik untuk tetap berada di kondisi yang menguntungkan. Jangan
biarkan satu interaksi buruk merusak hubungan kerja anda karena akan berisiko merusak reputasi anda
sebagai manajer.
F. Dasar-dasar Komunikasi

https://www.google.com/amp/s/bamkafmipa45.wordpress.com/2010/03/11/dasar-dasar-komunikasi-
pengertian-komunikasi/amp/

Kata atau istilah komunikasi (dari bahasa Inggris “communication”),secara etimologis atau menurut asal
katanya adalah dari bahasa Latin communicatus, dan perkataan ini bersumber pada kata communis
Dalam kata communis ini memiliki makna ‘berbagi’ atau ‘menjadi milik bersama’ yaitu suatu usaha yang
memiliki tujuan untuk kebersamaan atau kesamaan makna.

Komunikasi secara terminologis merujuk pada adanya proses penyampaian suatu pernyataan oleh
seseorang kepada orang lain. Jadi dalam pengertian ini yang terlibat dalam komunikasi adalah manusia.
Karena itu merujuk pada pengertian Ruben dan Steward(1998:16) mengenai komunikasi manusia yaitu:

Human communication is the process through which individuals –in relationships, group, organizations
and societies—respond to and create messages to adapt to the environment and one another. Bahwa
komunikasi manusia adalah proses yang melibatkan individu-individu dalam suatu hubungan, kelompok,
organisasi dan masyarakat yang merespon dan menciptakan pesan untuk beradaptasi dengan
lingkungan satu sama lain.

G. Penganjuran Penggunaan Komunikasi Terbuka

https://cerdasco.com/komunikasi-terbuka/

Secara umum, open communication atau komunikasi terbuka adalah jenis komunikasi di mana semua
pihak mampu mengekspresikan ide satu sama lain, seperti dalam percakapan atau debat. Dalam sebuah
perusahaan, karyawan memiliki informasi lengkap tentang organisasi, dan didorong untuk bertukar ide
dan tujuan dengan manajemen. Dalam hal ini, pimpinan berbagi semua jenis informasi di seluruh
perusahaan dan di semua tingkatan, melintasi batas fungsional dan hierarkis.

Beberapa manfaat komunikasi terbuka termasuk transparansi, pembangunan tim, dan peningkatan laba.
Di tempat kerja, komunikasi semacam ini membangun kepercayaan, menciptakan perasaan memiliki,
dan menghasilkan umpan balik yang bermanfaat.

H. Manajemen Sistem Komunikasi

https://erpandsima.blogspot.com/2014/09/sistem-manajemen-komunikasi.html?m=1

Menurut Kaye (1994), kelahiran subdisiplin manajemen komunikasi tidak terlepas dari adanya tuntutan
untuk lebih membumikan ilmu komunikasi di tataran dunia nyata. Manajemen komunikasi lahir karena
adanya tuntutan umtuk menjembatani antara teoritisi komunikasi dengan praktisi komunikasi. Para
teoritisi menghadapai keterbatasan dalam mengaplikasikan pengetahuan yang dimilkinya. Sementara
para praktisi komunikasi mengalami keterbatasan pada rujukan teoritis atau ilmu komunikasi.

Manajemen komunikasi adalah proses penggunaan berbagai sumber daya komunikasi secara terpadu
melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan unsur-unsur komunikasi
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. (Parag Diwan (1999)).

Manajemen komunikasi adalah proses pengelolaan sumber daya komunikasi yang ditujukan untuk
meningkatkan kualitas dan efektivitas pertukaran pesan yang terjadi dalam berbagai konteks
komunikasi. (Antar Venus).

Komunikasi memiliki hubungan yang erat sekali dengan kepemimpinan, bahkan dapat dikatakan bahwa
tiada kepemimpinan tanpa komunikasi. Apalagi syarat seorang pemimpin selain ia harus berilmu,
berwawasan kedepan, ikhlas, tekun, berani, jujur, sehat jasmani dan rohani, ia juga harus memiliki
kemampuan berkomunikasi, sehingga Rogers (1969:180) mengatakan “Leadership is Communication.
Kemampuan berkomunikasi akan menentukan berhasil tidaknya seorang pemimpin dalam
melaksanakan tugasnya.

Setiap pemimpin (leader) memiliki pengikut (follower) guna menetralisir gagasannya dalam rangka
mencapai tujuan tertentu. Disinilah pentingnya kemampuan berkomunikasi bagi seorang pemimpin,
khususnya dalam usaha untuk mempengaruhi prilaku orang lain. Inilah hakekatnya dari suatu
manajemen dalam organisasi. Menajemen sering juga didefinisikan sebagai seni untuk melaksanakan
suatu pekerjaan melalui orang lain. Para manejer mencapai tujuan organisasi dengan cara mengatur
orang lain untuk melaksanakan tugas apa saja yang mungkin diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut
(Stoner, 1996:7).

Manajemen dibutuhkan oleh semua organisasi, karena tanpa manajemen, semua usaha akan sia-sia dan
pencapaian tujuan akan lebih sulit. Paling kurang ada tiga alasan utama mengapa manajemen itu
dibutuhkan.

1. Untuk mencapai tujuan. Manajemen dibutuhkan untuk mencapai tujuan suatu organisasi dan pribadi.

2. Untuk menjaga keseimbangan diantara tujuan-tujuan, sasaran-sasaran dan kegiatan-kegiatan dari


pihak yang berkepentingan dalam organisasi, seperti pemilik dan karyawan, maupun kreditur,
pelanggan, konsumen, supplier, serikat kerja, assosiasi perdagangan, masyarakat dan pemerintah.

3. Untuk mencapai efisiensi dan efektivitas.

H. Stress

Stres kerja dapat muncul dengan mudah, terlebih ketika banyak pekerjaan kantor menumpuk yang
harus segera diselesaikan oleh karyawan di tempat kerja. Gejala stres juga bisa muncul ketika hubungan
interpersonal karyawan dengan atasan dan rekan kerja tidak berjalan dengan baik. Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) bahkan mengungkapkan bahwa 40% karyawan mengalami kesulitan tidur akibat stress
kerja sepanjang tahun 2018 ini.
Padahal, jika karyawan yang bersangkutan tidak dapat beristirahat dengan baik akan berpengaruh
terhadap produktivitasnya di kantor. Untuk itu, sebagai seorang Human Resource, Anda perlu mencari
tahu cara menghilangkan stres agar karyawan dapat memaksimalkan potensinya selama berada di
tempat kerja. WHO juga menyebutkan bahwa cara mengatasi stres kerja dapat dibagi menjadi dua, yaitu
secara individu dan organisasi.

I. Gejala-gejala Stress

1.Sulit berkonsentrasi

Gejala awal yang biasanya ditunjukkan oleh karyawan yang mengalami stres kerja adalah sulit
berkonsentrasi, terlebih untuk jangka waktu yang cukup panjang. Biasanya akan ada penurunan kinerja
dari karyawan tersebut. Tak jarang karyawan yang stres akan membuat kesalahan pada pekerjaan
kantor yang tergolong mudah diselesaikan. Beberapa bahkan tidak bisa memenuhi deadline yang telah
diberikan oleh atasan.

Cara mengatasi stres kerja yang demikian dapat dimulai dari pendekatan secara personal kepada
karyawan bersangkutan. Biasanya, stres menyerang pribadi yang tertutup dan sulit mengutarakan isi
hatinya. Untuk itu, cobalah untuk mendekati mereka di luar jam kerja. Ajak ia berbicara, tetapi jangan
langsung membahas tentang kemungkinan stres yang menimpanya karena bisa-bisa ia akan merasa
diintervensi. Anda bisa memulainya dengan mengajak ngopi bersama atau jalan-jalan, misalnya, lalu
jadilah pendengar yang baik. Namun, jika ternyata masalah dipicu oleh sistem kerja atau pendelegasian
tugas yang tidak seimbang dari atasan, maka perlu diadakan evaluasi agar mencegah stress kerja pada
karyawan lainnya.

2.Mudah frustrasi

Saat dirundung beban kerja berkepanjangan, tak jarang karyawan justru mudah merasa putus asa. Ia
juga mudah frustrasi atas pekerjaan kantor yang menjadi tanggung jawabnya. Apalagi jika upah yang
diterima setiap bulan tidak sesuai dengan jerih payah karyawan yang bersangkutan. Tentu saja hal ini
harus segera didiskusikan kembali dengan atasan agar upah diberikan sesuai dengan beban pekerjaan.

Namun, jika ternyata penyebab stres berasal dari dalam diri karyawan itu sendiri, inilah saat yang tepat
untuk Anda memberikan pujian yang dapat meningkatkan motivasi kerja mereka selama berada di
kantor. Dengan begitu, karyawan akan merasa lebih dihargai dan bersemangat dalam menyelesaikan
seluruh pekerjaan kantor. Cara lain juga bisa dilakukan dengan rutin mengadakan outing kantor,
misalnya saat akhir tahun. Tak hanya dapat merekatkan hubungan antar karyawan supaya lebih kompak,
outing juga bisa membantu mereka agar lebih fresh sehingga beban kerja dan stres akan terangkat.

3.Kondisi emosi kurang stabil

Terkadang gejala stres kerja yang dialami karyawan juga ditunjukan dengan kondisi emosi yang kurang
stabil. Misalnya, karyawan menjadi mudah tersinggung, marah, atau bahkan sering bermuram diri
selama jam kerja. Kelabilan kondisi emosi ini tidak bisa dianggap remeh karena akan berpengaruh pada
produktivitas karyawan tersebut juga rekan-rekan kerja lainnya. Oleh karena itu, Anda wajib
mengadakan stress management training.

Pada kegiatan stress management training, karyawan diminta untuk menghadiri kelas-kelas relaksasi,
pengaturan waktu, dan pelatihan mengenai kemampuan asertif. Melalui pelatihan ini karyawan
biasanya akan diberikan pelajaran mengenai apa itu stres, sumber-sumber stres kerja, dampak stres
terhadap kesehatan, dan kemampuan personal yang dapat digunakan untuk mengatasi stres di tempat
kerja.

4. Sering mengajukan cuti sakit

Perlu diketahui jika stres kerja dapat menyebabkan karyawan mengalami insomnia alias sulit tidur di
malam hari. Tak heran jika metabolisme dan daya tahan tubuhnya semakin menurun dari hari ke hari.
Jika sudah semakin parah, karyawan tersebut akan sering mengajukan cuti sakit untuk bisa berobat dan
beristirahat sejenak dari rutinitas pekerjaan kantor sehari-hari. Keadaan ini umumnya dipicu ketika
beban kerja yang diterima karyawan tersebut terlampau berat.

Dengan demikian, sebagai HR di perusahaan, Anda perlu mengadakan organizational development


untuk memperbaiki sistem kerja dan manajemen di dalam perusahaan. Kegiatan ini harus melibatkan
karyawan dan atasan secara langsung, sebab membutuhkan pengembangan budaya kerja yang lebih
suportif dan friendly. Hal ini penting dilakukan sehingga karyawan dapat menyelesaikan pekerjaan
kantor secara maksimal dengan suasana kerja yang lebih menyenangkan.

Untuk bisa benar-benar mengatasi stres kerja yang dialami karyawan, Anda harus terlebih dahulu
melihat apa yang menjadi sumber stres yang dialami oleh seseorang. Hal ini dapat Anda lakukan dengan
mengidentifikasi masalah apa yang dialami oleh karyawan dan apa yang menjadi akar permasalahan
tersebut. Coba selenggarakan wawancara dengan karyawan untuk mengetahui apa yang menjadi inti
permasalahnya.

J. Sebab-sebab dari Stress

https://www.google.com/amp/s/m.kumparan.com/amp/iklan-mitoz/hal-hal-yang-membuat-karyawan-
stress-di-tempat-kerja

1. Stres karena pekerjaanya tidak dihargai

Sering kali karyawan yang telah bekerja dengan keras tidak mendapatkan apresiasi yang setimpal
dengan pekerjaan yang dilakukannya. Tak jarang karyawan yang sudah melakukan kerja keras
mengobankan banyak hal demi pekerjaannya, seperti mengorbankan waktu yang seharusnya ia gunakan
untuk menghabiskannya bersama keluarga dan menghorbankan kesehatan yang seharusnya tetap dijaga
malah tidak mendapatkan pengakuan dan kompensasi yang setimpal.

Untuk mengatasi hal tersebut tentunya anda harus bisa lebih peka terhadap situasi yang ada dikantor.
Anda harus melihat karyawan mana yang memang benar-benar bekerja dengan keras dan karyawan
mana yang hanya berpura-pura. Ketika anda melihat dan mengetahui karyawan yang telah bekerja keras
maka anda harus memberikan apresiasi dan kompensasi yang sesuai dengan kinerja yang diberikannya.

2. Stres karena aturan yang terlalu ketat

Tidak jarang karyawan merasa stres disebabkan oleh aturan-aturan yang teralalu mengikat dan
membatasi karyawan. Padahal peraturan dibuat agar karyawan dapat bekerja dengan lebih serius
sehingga meningkatkan produktivitasnya, tetapi pada kenyataannya aturan yang terlalu mengikat malah
akan membuat karyawan menjadi terbatasi dan tidak bisa mengembangkan ide serta gagasan yang
dimilikinya.

Untuk mengatasi hal ini anda dapat mengevaluasi aturan-aturan yang sebelumnya sudah ditetapkan.
Dengan mendengarkan saran karyawan anda dapat menjadikan aturan menjadi lebih felksibel dan tidak
membuat karyawan menjadi stres.

3. Stres yang diakibatkan Banyaknya Beban Pekerjaan dan waktu kerja

Karyawan akan mengalami stres jika bekerja terus bekerja tanpa ada jeda waktu yang cukup. Karyawan
yang selalu diberikan jam kerja tinggi akan terlihat selalu sibuk dari awal datang kekantor hingga jam
pulang kerja. Bahkan tak jarang mereka selalu bekerja lembur demi menyelesaikan target kerja yang
diberikan oleh kantor. Pekerjaan yang tidak kunjung habis akan membuat kondisi mental dan fisik akan
terganggu. Untuk mengatasi stres tersebut, anda sebagai pimpinan harus dapat mengatur jam kerja
yang sesuai dan tidak terlalu memaksa karyawan untuk terus bekerja tanpa henti.

4. Stres karena sering di bully oleh rekan kerja

Tidak semua orang memiliki mental baja dan tahan dengan ejekan-ejekan yang sering dilontarkan
kepadanya. Apalagi jika sampai dicemooh di hadapan rekan kerja yang lain. Mental yang rendah akan
menyebabkan karyawan yang di bully menjadi orang yang tertutup, tidak bersemangat dalam bekerja
dan tentu saja menjadi mudah stres. Untuk mengatasi masalah seperti ini anda dapat memerintahkan
divisi HRD untuk melihat karyawan mana yang memberi tindakan tidak terpuji pada karyawan lain.

5. Merasa tersingkir dari karyawan lain

Tak jarang ada karyawan yang merasa tersingkirkan dengan karyawan lain, misalnya saat sama-sama
mampu untuk menyelesaikan target yang telah diberikan tetapi yang mendapatkan bonus hanya rekan
kerjanya saja. Tentunya hal ini akan menimbulkan kecemburuan bagi karyawan yang tidak mendapat
bonus. Biasanya karyawan yang merasa tersingkirkan dari rekan kerjanya akan selalu menyendiri ketika
rekan kerjanya berkumpul.

Solusi untuk mengatasi ini adalah dengan memberikan bonus yang sama rata dengan rekan kerja yang
lain. Tidak lupa juga untuk memberikan motivasi kerja agar karyawan tersebut bersemangat saat
bekerja. Anda dapat menyarankan karyawan tersebut untuk lebih membuka diri kepada karyawan lain
agar dapat menumbuhkan ikatan antar rekan kerja yang baik.
J. Stress dan Prestasi Kerja

http://kumpulantugasdili.blogspot.com/2009/03/hubungan-stres-dan-prestasi-kerja.html?m=1

Menurut Newstrom (1993:201) ”Stres dapat membantu atau fungsional, tetapi juga dapat berperan
salah (disfunctional) atau merusak prestasi kerja”. Secara sederhana hal ini berarti bahwa stres
mempunyai potensi untuk mendorong atau mengganggu pelaksanaan kerja, tergantung seberapa besar
tingkat stres. Bila tidak ada stres, tantangan-tantangan kerja juga tidak ada, dan prestasi kerja
cenderung rendah. Sejalan dengan meningkatnya stres, prestasi kerja cenderung naik,karena stres
membantu karyawan untuk mengerahkan segala sumber daya dalam memenuhi berbagai persyaratan
atau kebutuhan pekerjaan. Bila stres telah mencapai ”puncak”, yang dicerminkan kemampuan
pelaksanaan kerja harian karyawan, maka stres tambahan akan cenderung tidak menghasilkan
perbaikan kerja.

Akhirnya, menurut Newstrom (1993:201) ”Bila stres menjadi terlalu besar, prestasi kerja akan mulai
menurun, karena stres menggangu pelaksanaan pekerjaan”. Karyawan akan mulai kehilangan
kemampuannya untuk mengendalikannya dan menjadi tidak mampu mengambil keputusan. Akibatnya
adalah prestasi kerja menjadi nol, dan karyawan mengalami gangguan, menjadi sakit dan tidak kuat lagi
bekerja, putus asa, keluar atau melarikan diri dari pekerjaan, dan mungkin diberhentikan.

Model stres dalam bekerja dan prestasi kerja tersebut menggambarkan tinggi rendahnya stres, keadaan
stabil dan prestasi kerja. Apabila stres terus bertambah mencapai titik keatas maka kemampuan kerja
mencapai titik nol. Karyawan mengalami burnout jika stres bertambah terus dan berlangsung lama
sehingga prestasi kerja menurun. Menurut Sondang Siagian (2003:301) ”burnout adalah suatu kondisi
mental dan emosional serta kelelahan fisik karena stres yang berlanjut dan tidak teratasi”. Jika hal ini
terjadi, dampaknya terhadap prestasi kerja akan bersifat negatif. Stres dalam keadaan ini akan
merugikan perusahaan karena akan mempengaruhi prestasi kerja karyawan, menimbulkan absensi, dan
kecelakaan kerja.

K. Ambang Stress

https://text-id.123dok.com/document/7wq222jq1-ambang-stres-kerja-dampak-stres-kerja.html

Setiap orang memiliki batas toleransi terhadap situasi stres. Tingkat stres yang dapat diatasi oleh
seseorang sebelum perasaan stres terjadi disebut sebagai ambang stres. Pada orang tertentu akan
mudah sekali merasa sedih atau kecewa karena masalah yang sepele namun sebaliknya, beberapa orang
justru bersikap dingin, cuek, tenang, dan santai. Hal ini disebabkan kepercayaan diri mereka atas
kemampuan untuk mengatasi stres. Mereka hanya merasa sedikit stres sekalipun sumber stres mereka
besar Seperti telah diungkapkan diatas, setiap orang memiliki reaksi terhadap stres yang berbeda beda.
Meyer Friedman dan Rosenman dalam Munandar 2008:400 membedakan dua tipe pegawai dalam
menghadapi stres kerja. Kedua tipe tersebut adalah: a. Tipe A Pegawai tipe A digambarkan sebagai
pegawai yang memiliki derajat dan intensitas tinggi untuk ambisi, dorongan untuk pencapaian
achievement dan pengakuan recognition, kebersaingan competitiveness dan keagresifan. Pegawai tipe A
memiliki paksaan untuk bekerja lebih, selalu bergelut dengan batas waktu, dan sering menelantarkan
aspek-aspek lain dari kehidupan seperti keluarga, kejaran sosial social pursuits, kegiatan-kegiatan waktu
luang dan rekreasi b. Tipe B Orang tipe B merupakan mereka yang lebih dapat bersikap santai dan
tenang easygoing. Mereka menerima situasi yang ada dan bekerja dengan situasi tersebut dan bukan
berkompetisi. Orangorang seperti ini bersikap santai sehubungan dengan tekanan waktu, sehingga
mereka cenderung kurang mempunyai masalah yang berkaitan dengan stres.

L.Tindakan SDM Dalam Mengurangi Stress (Personel Actions Reduce Stress)

http://mgt-sdm.blogspot.com/2013/03/mengatasi-stres-kerja.html?m=1

Keith Davis dan John W. Newstrom, (Mangkunegara, 2005:28-29) mengemukakan bahwa “Four
approaches that of ten involve employee and management cooperation for stress management are
social support, meditation, biofeedback and personal wellness programs”, ada empat pendekatan
terhadap stres kerja yakni sebagai berikut:

a. Pendekatan dukungan sosial, dilakukan melalui aktivitas yang bertujuan memberikan kepuasan
sosial kepada karyawan, misalnya bermain game dan bercanda;

b. Pendekatan biofeedback, dilakukan melalui bimbingan medis yakni melalui bimbingan dokter,
psikiater, dan psikolog, sehingga diharapkan karyawan dapat menghilangkan stres yang dialaminya;

c. Pendekatan kesehatan pribadi, merupakan pendekatan preventif sebelum terjadinya stres. Dalam
hal ini karyawan secara periode waktu yang kontinyu memeriksa kesehatan, melakukan relaksasi otot,
pengaturan gizi, dan olahraga secara teratur;

d. Pendekatan meditasi, dilakukan melalui penenangan pikiran, dzikir, dan olah raga pernafasan.

Menurut T.D. Jick dan R. Payne (Basalamah, 2004), ada tiga cara pokok yang dapat digunakan untuk
menghadapi stres, yaitu:

a. Memperlakukan symptom dari stres, yakni cara ini dapat membantu orang yang mengalaminya,
misalnya dengan menyediakan konsultasi, dan sebagainya.

b. Ganti orang yang mengalami stres, yakni dengan mengurangi kerentanan serta agar lebih baik
dalam bereaksi atau mengalami stres. Cara ini disebut pula dengan istilah self-management of stres,
yang antara lain meliputi senam kebugaran, diet, pengelolaan waktu yang lebih baik, dukungan dari
keluarga, kolega atau dukungan sosial, dan sebagainya.

c. Ganti atau hilangkan faktor-faktor yang menimbulkan stres, yakni untuk menghilangkan, melemahkan
atau mengganti faktor-faktor yang dapat menimbulkan stres, misalnya dengan mengurangi kebisingan,
polusi, dan sebagainya.

M. Program Konseling

https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/253-konseling-kerja-bagi-karyawan
Komalasari, dkk (2011) menyatakan bahwa konseling adalah bentuk pertolongan yang berfokus pada
kebutuhan dan tujuan individu. Dalam hal ini konseling berperan untuk dapat membantu individu dalam
memahami kebutuhannya dan mencapai suatu tujuan yang lebih baik. Sementara itu, Hartono dan
Soedarmadji (2013) mendefinisikan bahwa konseling adalah suatu pelayanan profesional yang diberikan
oleh konselor kepada konseli secara tatap muka, agar konseli dapat mengembangkan perilakunya ke
arah yang lebih baik. Pengertian ini menekankan bahwa konseling dilakukan secara tatap muka untuk
mek membantu konseli kepada perilaku yang lebih baik.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut, pengertian konseling bagi karyawan adalah suatu kegiatan yang
dilakukan dengan tatap muka antara konselor dan konseli untuk membantu konseli mengatasi
permasalahan yang dialami dalam pekerjaannya.

Tujuan Konseling Kerja bagi Karyawan

Hartono dan Soedarmadji (2014) menjelaskan secara umum tujuan konseling bagi karyawan adalah agar
konseli dapat mengubah perilakunya ke arah yang lebih maju (progressive behavior changed). Melalui
terlaksananya tugas-tugas perkembangan secara optimal, kemandirian, dan kebahagiaan hidup.

Corey (dalam Hartono dan Soedarmadji, 2014) merincikan tujuan konseling kerja sebagai berikut:

a. Konseli lebih menyadari diri, bergerak ke arah kesadaran yang lebih penuh atas kehidupan batinnya,
dan menjadi kurang melakukan penyangkalan dan pendistorsian.

b. Konseli menerima tanggung jawab yang lebih besar atas siapa dirinya, menerima perasaannya sendiri,
menghindari tindakan menyalahkan lingkungan dan orang lain atas keadaan dirinya, dan menyadari
bahwa sekarang dia bertanggung jawab untuk apa yang dilakukannya.
c. Konseli menjadi lebih berpegang kepada kekuatan-kekuatan batin dan pribadinya sendiri,
menghindari tindakan-tindakan memainkan peran orang yang tak berdaya, dan menerima kekuatan
yang dimilikinya untuk mengubah kehidupannya sendiri.

d. Konseli memperjelas atas masalah-masalah yang dihadapinya, dan menemukan dalam dirinya sendiri
penyelesaian-penyelesaian bagi konflik-konflik yang dialaminya.

e. Konseli menjadi lebih terintegrasi serta menghadapi, mengakui, menerima, dan menangani aspek-
aspek dirinya yang terpecah dan diingkari, dan mengintegrasi semua perasaan dan pengalaman ke
dalam seluruh hidupnya.

f. Konseli belajar mengambil resiko yang akan membuka pintu-pintu ke arah cara-cara hidup yang baru
serta menghargai kehidupan dengan ketidakpastiannya, yang diperlukan bagi pembangunan landasan
untuk pertumbuhan.

g. Konseli menjadi lebih mempercayai diri serta bersedia mendorong dirinya sendiri untuk melakukan
apa yang dipilih untuk dilakukannya.

h. Konseli menjadi lebih sadar atas alternatif-alternatif yang mungkin serta bersedia memilih bagi dirinya
sendiri dan menerima konsekuensi-konsekuensi dari pilihannya.

Dengan dilakukannya konseling kerja bagi karyawan, maka dapat membantu karyawan dalam mengatasi
permasalahan kerja yang dihadapi dan membantu perusahaan untuk mencari jalan keluar atas setiap
permasalahan yang dialami karyawan, sehingga karyawan dapat bekerja dengan baik, optimal serta
memberikan keuntungan bagi perusahaan.

N. Cooperative Counselling

http://riffain.blogspot.com/2012/09/konseling-industri.html?m=1

Non-directive counseling yang murni dilakukan oleh karyawan tidak banyak digunakan karena biaya
yang mahal dan keterbatasan lainnya. Directive counseling tidak terlalu disukai karena tidak tepat untuk
situasi konseling saat ini. Untuk mengatasi dua tipe konseling yang ekstrim di atas, ada semacam
penggabungan kedua tipe konseling tersebut yang dinamakan cooperative counseling. Cooperative
counseling tidak seluruhnya client-centered counseling atau counselor-centered, tetapi merupakan
kerjasama saling menguntungkan antara konselor dan karyawan untuk menerapkan perbedaan
pandangan pengetahuan dan nilai terhadap masalah. Hal ini ditetapkan sebagai diskusi yang saling
menguntungkan tentang masalah emosional karyawan dan usaha kerja sama untuk membangun kondisi
yang akan memulihkan karyawan. Cooperative counseling dimulai dengan menggunakan tehnik
mendengarkan non-directive counseling: tetapi ketika interview berkembang, manager memainkan
peran yang lebih positif daripada memainkan peran konselor non-directive. Manager menawarkan
pengetahuan dan insight yang dipunyainya, mendiskusikan situasi dari pandangan yang luas dari
organisasi kemudian memberikan pandangan yang berbeda dengan karyawan sebagai perbandingan.
Secara umum, manager dalam perannya sebagai konselor cooperative menerapkan empat fungsi
konseling yaitu reassurance, communications, emotional release dan clarify thinking. Dalam konseling,
karyawan lebih banyak berbicara sedangkan konselor lebih banyak mendengarkan. Konselor lebih
berperan sebagai alat untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

O. Disiplin

https://ekonomimanajemen.blogspot.com/2009/01/disiplin-kerja.html?m=1

Disiplin adalah kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasional. Secara


etiomologis, kata “disiplin” berasal dari kata Latin “diciplina” yang berarti latihan atau pendidikan
kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat (Moukijat 1984).

Pengertian disiplin dikemukakan juga oleh Nitisemito (1988), yang mengartikan disiplin sebagai suatu
sikap, perilaku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari perusahaan, baik tertulis maupun tidak
tertulis.

Dari beberapa pengertian di atas, disiplin terutama ditinjau dari perspektif organisasi, dapat dirumuskan
sebagai ketaatan setiap anggota organisasi terhadap semua aturan yang berlaku di dalam organisasi
tersebut, yang terwujud melalui sikap, perilaku dan perbuatan yang baik sehingga tercipta keteraturan,
keharmonisan, tidak ada perselisihan, serta keadaan-keadaan baik lainnya.

Menurut Nitisemito (1988) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya perilaku disiplin
kerja, yaitu: tujuan pekerjaan dan kemampuan pekerjaan, teladan pimipin, kesejahteraan, keadilan,
pengawasan melekat (waskat), sanksi hukum, ketegasan, dan hubungan kemanusiaan.

Perilaku disiplin karyawan merupakan sesuatu yang tidak muncul dengan sendirinya, tetapi perlu
dibentuk. Oleh karena itu, pembentukan perilaku disiplin kerja, menurut Commings (1984) dapat
dilakukan melalui dua cara, yaitu:

1) Preventive dicipline

Preventive dicipline merupakan tindakan yang diambil untuk mendorong para pekerja mengikuti atau
mematuhi norma-norma dan aturan-aturan sehingga pelanggaran tidak terjadi. Tujuannya adalah untuk
mempertinggi kesadaran pekerja tentang kebijaksanan dan peraturan pengalaman kerjanya.

2) Corrective discipline
Corrective discipline merupakan suatu tindakan yang mengikuti pelanggaran dari aturan-aturan, hal
tersebut mencoba untuk mengecilkan pelanggaran lebih lanjut sehingga diharapkan untuk prilaku
dimasa mendatang dapat mematuhi norma-norma peraturan.

Pada dasarnya, tujuannya semua disiplin adalah agar seseorang dapat bertingkah laku sesuai dengan
apa yang disetujui oleh perusahaan. Dengan kata lain, agar seseorang dapat melakukan penyesuaian
sosial dengan baik.

Namun demikian, ketika bekerja, seorang karyawan dapat menampilkan perilaku yang tidak disiplin.
Gibson dkk. (1988) mengemukakan beberapa perilaku karyawan tidak disiplin yang dapat dihukum
adalah keabsenan, kelambanan, meninggalkan tempat kerja, mencuri, tidur ketika bekerja, berkelahi,
mengancam pimpinan, mengulangi prestasi buruk, melanggar aturan dan kebijaksanaan keselamatan
kerja, pembangkangan perintah, memperlakukan pelanggaran secara tidak wajar, memperlambat
pekerjaan, menolak kerja sama dengan rekan, menolak kerja lembur, memiliki dan menggunakan obat-
obatan ketika bekerja, merusak peralatan, menggunakan bahasa atau kata-kata kotor, pemogokan
secara ilegal.

P. Bentuk-bentuk Disiplin

https://www.e-jurnal.com/2013/09/bentuk-bentuk-disiplin-kerja.html?m=1

Menurut Siagian (1999) dalam bukunya “Manajemen Sumber Daya Manusia” mengemukakan bahwa
bentuk-bentuk disiplin kerja dalam suatu organisasi/perusahaan dibagi 2 (dua) bentuk, yaitu:

Disiplin Preventif

Disiplin Preventif adalah Tindakan yang mendorong para pegawai untuk taat dan patuh terhadap
berbagai ketentuan yang berlaku dan mematuhi standar-standar yang telah ditetapkan. Artinya, melalui
penjelasan pola, sikap, tindakan dan perilaku yang diinginkan dari setiap anggota, organisasi diusahakan
pencegahan jangan sampai pegawai melakukan hal yang negatif.

Agar sikap kedisiplinan itu kokoh dan bertahan dalam tiap individu, perusahaan perlu memperhatikan
tiga hal, yaitu:

Perusahaan harus menanamkan perasaan memiliki terhadap organisasi dalam diri setiap pegawai, sebab
secara logika seseorang tidak mungkin akan merusak miliknya sendiri.

Para pegawai harus diberi penjelasan tentang ketentuan-ketentuan yang wajib ditaati dan standar yang
harus dipenuhi.

Para pegawai harus bisa mendisiplinkan pribadinya dalam rangka mematuhi peraturan/ketentuan yang
berlaku dalam organisasi/perusahaan.

Disiplin Korektif
Disiplin Korektif adalah pendisiplinan yang dilakukan apabila ada pegawai yang nyata melakukan
pelanggaran atas ketentuan yang berlaku atau gagal memenuhi standar yang telah ditetapkan maka
kepadanya diberikan sanksi disipliner. Berat atau ringannya suatu sanksi dilihat dari pelanggaran apa
yang dilakukannya.

Q. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kedisiplinan

Adanya disiplin kerja dalam perusahaan akan membuat karyawan dapat menjalankan tugas-tugas yang
dibebankan kepadanya dengan baik. Karyawan yang disiplin dan patuh terhadap norma-norma yang
berlaku dalam perusahaan dapat meningkatkan produktivitas dan prestasi kerja karyawan yang
bersangkutan. Pada dasarnya fungsi- fungsi yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan suatu
perusahaan antara lain (Malayu Hasibuan, 2000: 192) :

1. Tujuan dan kemampuan

Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan. Tujuan yang akan dicapai
harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Tujuan
(pekerja) yang dibebankan kepada setiap karyawan harus sesuai dengan kemampuan masing-masing
karyawan, jika pekerja di luar kemampuan karyawan tersebut atau jauh di bawah kemampuan karyawan
maka kesungguhan kedisiplinan karyawan rendah.

2. Teladan pemimpin

Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawan karena pimpinan dijadikan
teladan dan panutan oleh para bawahannya atau para karyawan/karyawati. Dengan teladan pimpinan
yang baik, kedisiplinan karyawan pun akan ikut baik tetapi jika teladan pimpinan kurang baik (kurang
disiplin), karyawan pun akan kurang disiplin atau tidak disiplin.

3.Balas jasa

Balas jasa berperan penting untuk menciptakan kedisiplinan karyawan yang artinya semakin besar balas
jasa semakin baik kedisiplinan karyawan dan sebaliknya jika balas jasa kecil kedisiplinan karyawan
menjadi rendah.

4. Keadilan

Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan sifat manusia yang selalu
merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia lainnya. Dengan keadilan yang
baik akan menciptakan kedisiplinan yang baik pula.
5. Kepengawasan Melekat (Waskat)

Waskat merupakan tindakan nyata dan efektif untuk mencegah/mengetahui kesalahan, membetulkan
kesalahan, memelihara kedisiplinan, meningkatkan prestasi kerja dalam mendukung terwujudnya tujuan
perusahaan, karyawan dan masyarakat.

6. Sanksi hukuman

Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan, dengan sanksi hukuman
yang semakin berat karyawan dan akan semakin takut melanggar peraturan perusahaan dan sikap,
perilaku indisipliner atau tidak disiplin karyawan akan berkurang.

7. Ketegasan

Ketegasan pimpinan untuk menegur dan menghukum setiap karyawan yang indisipliner atau tidak
disiplin akan mewujudkan kedisiplinan yang baik pada perusahaan tersebut. Sikap tegas dari seorang
pimpinan sangat dibutuhkan dalam setiap perusahaan yang ada.

8. Hubungan kemanusiaan

Terciptanya human relationship yang serasi akan mewujudkan lingkungan dan suasana kerja yang
nyaman. Kedisiplinan karyawan akan tercapai apabila hubungan kemanusiaan dalam perusahaan
tersebut baik.

Anda mungkin juga menyukai