Anda di halaman 1dari 4

Inisiasi 7

Seringkali kita bingung untuk menentukan jenis pajak yang dikenakan atas
suatu transaksi apakah termasuk PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 4 ayat (2) final.
Transaksi yang paling sering adalah sewa. Biasanya setiap ada sewa, untuk
urusan pajaknya yang muncul pertama kali terlintas di benak kita adalah PPh
Final.
Sesuai dengan:

Pasal 23 ayat (1) Huruf C Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No.
17 Tahun 2000. 

UU diatas dinyatakan bahwa Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan


nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan
pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan,
bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada
Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak
yang wajib membayarkan dikenakan sebesar 15% dari perkiraan penghasilan
neto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta.
Bisa dikatakan bahwa sewa yang dikenakan PPh Pasal 23 ini adalah
sewa selain tanah dan/atau bangunan.
Untuk mempertegas perbedaan ini marilah kita lihat peraturan yang mengatur
tentang sewa/pengalihan hak atas tanah dan bangunan.

Bagaimana tatacara pemotongan dan pembayaran pajaknya?


Pelunasan PPh Pasal 23 melalui mekanisme pemotongan oleh pemotong
pajak.

Siapa Saja yang ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 23?


Yang wajib memotong Pajak PPh Pasal 23 atas sewa adalah :
1. Subjek Pajak badan dalam negeri termasuk yayasan dan bentuk usaha
tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;
2. Wajib Pajak dalam negeri orang pribadi yang ditunjuk sebagai
pemotong PPh Pasal 23 sesuai dengan ketentuan dalam Keputusan
Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-50/PJ./1994 tanggal 27 Desember
1994.
3. Badan Pemerintah;
4. Penyelenggara kegiatan

Kapan disetor dan dilaporkan?

1. Memotong Pajak Penghasilan yang terutang pada saat pembayaran


atau terutangnya sewa, tergantung peristiwa mana lebih dahulu terjadi,
kemudian
2. Menyetor Pajak penghasilan yang terutang ke Bank Persepsi atau
Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwin
berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dan
3. Melaporkan pemotongan dan penyetoran Pajak penghasilan yang
terutang ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 (dua
puluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau
terutangnya sewa;

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR KEP - 227/PJ./2002 tanggal


23 April 2002 tentang TATA CARA PEMOTONGAN DAN PEMBAYARAN, SERTA
PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN DARIPERSEWAAN TANAH DAN ATAU
BANGUNAN

Pasal 2
Penghasilan berupa sewa atas tanah dan atau bangunan berupa tanah,
rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, gedung
pertokoan, atau gedung pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko,
rumah toko, gudang dan bangunan industri, dikenakan Pajak Penghasilan
yang bersifat final.

Pasal 3
Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi
maupun Wajib Pajak badan yang menerima atau memperoleh penghasilan
dari persewaan tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2 adalah 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan atau
bangunan.
Jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau
terutang oleh pihak yang menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun
yang berkaitan dengan tanah dan atau bangunan yang disewa, termasuk
biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanaan dan service charge
baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan
dengan perjanjian persewaan yang bersangkutan.

Nah jadi lebih jelas, sewa mana yang dikenakan PPh Pasal 23 dan mana yang
dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2).

Bagaimana tatacara pemotongan dan pembayaran pajaknya?


Ada 2 model pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 4 ayat (2):

Model 1
Pemotongan oleh penyewa dalam hal penyewa adalah Badan Pemerintah,
Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha
tetap, kerjasama operasi, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan
orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak;
Adapun langkahnya:

1. Memotong Pajak Penghasilan yang terutang pada saat pembayaran


atau terutangnya sewa, tergantung peristiwa mana lebih dahulu terjadi,
kemudian
2. Menyetor Pajak penghasilan yang terutang ke Bank Persepsi atau
Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwin
berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa dan
3. Melaporkan pemotongan dan penyetoran Pajak penghasilan yang
terutang ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 (dua
puluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau
terutangnya sewa;
Model 2
Penyetoran sendiri oleh yang menyewakan dalam hal penyewa adalah orang
pribadi atau bukan Subjek Pajak, selain yang tersebut pada model 1.
Adapun langkahnya:

1. Menyetor Pajak penghasilan yang terutang ke Bank Persepsi atau


Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan takwin
berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa;
2. Melaporkan pemotongan dan penyetoran Pajak penghasilan yang
terutang ke Kantor pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 (dua
puluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau
terutangnya sewa;

Jangan sampai salah karena pemberi penghasilan (penyewa) diwajibkan


untuk memotong PPh Pasal 4 ayat (2). Apabila lupa maka nanti oleh petugas
pajak akan ditagih kepada penyewa dan dikenakan sanksi apabila terlambat.
SUMBER: http://simplepajak.blogspot.com/2008/05/pph-pasal-23-vs-pph-pasal-4-ayat-2.html

Anda mungkin juga menyukai