Anda di halaman 1dari 6

MENSTRUSI

OLEH : AYAZIKRIA, S.KEB

A. Menstruasi
1. Definisi Menstruasi dan Siklus Menstruasi
Menstruasi merupakan perdarahan vagina periodik yang terjadi dengan terlepasnya
mukosa rahim. Masa reproduksi wanita normal ditandai dengan adanya perubahan sekresi
ritmis bulanan hormonal, fisik ovarium dan organ reproduksi lainnya yang disebut sebagai
siklus menstruasi. Lama satu siklus haid bervariasi, namun rata-rata berjumlah 28 hari
(Guyton dan Hall, 2016).
Lama haid biasanya 3-5 hari, tetapi pada wanita normal pengeluaran darah dapat
sesingkat 1 hari atau selama 8 hari. Jumlah darah yang keluar secara normal dapat berkisar
sekedar bercak sampai 80 mL, jumlah rerata yang keluar adalah 30 mL (Guyton dan Hall,
2016).
2. Aspek Endokrin Siklus Menstruasi
Dalam proses ovulasi diperlukan koordinasi kelenjar-kelenjar penghasil hormon di
hipotalamus, hipofisis dan ovarium yang disebut sebagai jaras hipotalamus pituitari dan
ovarium (hypothalamic-pituitary-ovarium axis). Hipotalamus menghasilkan faktor GnRH
(Gonadotropin Releasing Hormone) yang merangsang pelepasan FSH (Follicle Stimulating
Hormone). Pada fase ini terjadi perkembangan folikel ovarium dibawah pengaruh FSH.
Ovarium yang berkembang menghasilkan estrogen yang memberikan feedback positif
terhadap LH (Luteinizing Hormone) yang terus meningkat kadarnya. Pada saat LH mencapai
kadar puncaknya, akan terjadi peristiwa pelepasan sel telur dari ovarium (ovulasi) dan
menyisakan badan kuning yang disebut sebagai korpus luteum. Estrogen akan mulai
menurun. Fase ini disebut fase luteal yang ditandai dengan peningkatan kadar hormon
progesteron. Empat belas hari setelah ovulasi terjadi peristiwa haid (Wiknjosastro, 2014).
3. Siklus Uterus
Fluktuasi kadar estrogen dan progesteron menghasilkan perubahan mencolok di uterus
yang menghasilkan haid (siklus uterus). Fase siklus uterus terdiri dari fase haid, proliferatif
dan fase sekresi (Guyton dan Hall, 2016; Moore et al, 2014).
 Fase haid
Fase haid merupakan fase paling jelas terlihat. Fase ini terjadi saat penurunan kadar
estrogen dan progesteron. Ditandai pengeluaran darah dan lapisan endometrium rahim
yang berlangsung selama 3-4 hari (Wiknjosastro, 2014).
 Fase proliferatif
Merupakan fase saat endometrium berproliferasi dibawah pengaruh estrogen yang
dihasilkan dari folikel yang sedang berkembang. Estrogen merangsang proliferasi dan
pertumbuahan epitel, pembuluh darah dan kelenjar endometrium, membuat ketebalan
lapisan endometrium menjadi setebal 3-5 mm (Wiknjosastro, 2014).
 Fase sekresi
Pada fase ini kelenjar endometrium menjadi tebal, kaya akan vaskularisasi dan
glikogen untuk persiapan implantasi. Jika implantasi tidak terjadi maka siklus haid
akan dimulai dari awal kembali.

Gambar 2.1 Siklus Menstruasi Sumber: Ginekologi (Cunningham et al, 2014).


4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pola Siklus Menstruasi
Menurut Koesmiran tahun 2014, faktor-faktor yang mempengaruhi dan menimbulkan
variabilitas siklus menstrasi adalah sebagai berikut:
 Berat badan
Berat badan dan perubahan berat badan memengaruhi fungsi menstruasi. Penurunan
berat badan akut dan sedang dapat menyebabkan gangguan pada fungsi ovarium,
tergantung derajat tekanan pada ovarium dan lamanya penurunan berat badan.
Kondisi patologis seperti berat badan yang sangat kurang (anorexia nervosa) atau
berat badan berlebih (obesitas) dapat menimbulkan amenorea.
 Aktivitas fisik
Tingkat aktivitas fisik yang sedang dan berat dapat membatasi fungsi menstruasi.
Berdasarkan penelitian, atlet wanita seperti pelari atau senam balet memiliki faktor
risiko untuk mengalami amenorea, anovulasi, dan defek pada fase luteal. Aktivitas
fisik yang berat merangsang inhibisi Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH) dan
aktivitas gonadotropin sehingga menurunkan level dari serum estrogen.
 Stres
Stres menyebabkan perubahan sistemik dalam tubuh, khususnya sistem persarafan
dalam hipotalamus melalui perubahan proklatin atau endogenous opiat yang dapat
mempengaruhi elevasi kortisol basal dan menurunkan hormon lutein (LH) yang
menyebabkan amenorea.
 Diet
Diet dapat memengaruhi pola siklus menstruasi. Seorang vegetarian umumnya
beresiko mengidap anovulasi, penurunan respon hormon pituitary, fase folikel yang
pendek, dan tidak normalnya siklus menstruasi (kurang dari 10 kali/tahun). Diet
rendah lemak berhubungan dengan panjangnya siklus menstruasi dan periode
perdarahan. Diet rendah kalori seperti daging merah dan rendah lemak berhubungan
dengan amenorea.
 Paparan lingkungan dan kondisi kerja beban kerja yang berat
Yaitu berhubungan dengan jarak menstruasi yang panjang dibandingkan dengan
beban kerja ringan dan sedang. Paparan agen kimiawi dapat mempengaruhi/meracuni
ovarium, seperti beberapa obat anti-kanker (obat sitotoksik) merangsang gagalnya
proses di ovarium termasuk hilangnya folikel-folikel, sehingga dapat mengakibatkan
kelainan pada pola siklus menstruasi.
 Gangguan endokrin
Adanya penyakit-penyakit endokrin seperti diabetes, hipotiroid, serta hipertiroid yang
berhubungan dengan gangguan menstruasi. Prevalensi amenorea dan oligomenorea
lebih tinggi pada pasien diabetes. Penyakit polycistic ovarium berhubungan dengan
obesitas, resistensi insulin, dan oligomenorea. Amenorea dan Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas 14 oligomenorea pada perempuan dengan penyakit polycistic
ovarium berhubungan dengan insensitivitas hormon insulin dan menjadikan
perempuan tersebut obesitas. Hipertiroid berhubungan dengan oligomenorea dan lebih
lanjut menjadi amenorea. Hipotiroid berhubungan dengan polimenorea dan
menorraghia.
 Gangguan perdarahan
Gangguan perdarahan terbagi menjadi tiga, yaitu: perdarahan yang berlebihan/banyak,
perdarahan yang panjang, dan perdarahan yang sering. Dysfunctional Uterine
Bleeding (DUB) adalah gangguan perdarahan dalam siklus menstruasi yang tidak
berhubungan dengan kondisi patologis. DUB meningkat selama proses transisi
menopause.
B. Gangguan Siklus Menstruasi
1. Definisi dan Klasifikasi
Siklus menstruasi adalah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan
mulainya menstruasi berikutnya. Panjang siklus menstruasi yang normal atau dianggap
sebagai siklus menstruasi yang klasik ialah 28 hari ditambah atau dikurangi 2-3 hari
(Wiknjosastro, 2014; Yunarsih dan Antono 2014).
Perubahan siklus menstruasi merupakan suatu keadaan dimana siklus menstruasi yang
berbeda dengan yang sebelumnya, yang diukur mulai dari siklus menstruasi normal, dengan
menarche sebagai titik awal, yang dapat berkisar kurang dari batas normal sekitar 22– 35
hari. Gangguan menstruasi paling umum terjadi pada awal dan akhir masa reproduktif, yaitu
di bawah usia 19 tahun dan di atas usia 39 tahun. Gangguan ini mungkin berkaitan dengan
lamanya siklus menstruasi, atau jumlah dan lamanya menstruasi. Seorang wanita dapat
mengalami kedua gangguan itu (Wiknjosastro, 2014; Hossam et al, 2016).
2. Faktor-faktor yang dapat Mempengaruhi Siklus Menstruasi
Faktor-faktor berikut dapat mempengaruhi menstruasi yaitu (Wiknjosastro, 2014):
 Fluktuasi kadar hormon ovarium, hipofisis, prostaglandin, dan kadar enzim.
 Variabilitas sistem saraf otonom.
 Perubahan vaskularisasi (stasis, spasme, dilatasi).
 Faktor-faktor lain (nutrisi dan psikologi yang tidak biasa)
C. Oligomenore
1. Definisi Oligomenore
Panjang satu siklus haid yang lebih dari 35 hari disebut sebagai oligomenore. Jika
panjang siklus haid lebih dari tiga bulan disebut sebagai amenore (Wiknjosastro, 2014).
2. Penyebab Oligomenore
Diantara penyebab terjadinya oligomenore adalah (Wiknjosastro, 2014):
 Peningkatan hormon androgen
 Hamil dan menyusui
 Gangguan hipofisis dan hipotalamus
 Menopause
 Nutrisi yang buruk
 Penyakit kronis
 Aktivitas fisik dan emosional
Faktor psikologik (keadaan stres dan gangguan emosional lainnya seperti cemas dan
depresi) yang tidak dapat dikendalikan dapat menyebabkan oligomenorea. Stres fisik dan
psikologis dapat memicu pelepasan hormon kortisol oleh kelenjar adrenal yang memberi
feedback negatif ke hipotalamus sehingga menurunkan kadar pelepasan GnRH. Gangguan
pelepasan FSH dan LH oleh GnRH akan menyebabkan gangguan pematangan sel telur
(siklus anovulatori) yang dapat mengganggu keteraturan siklus menstruasi (Cunningham et
al, 2014; Guyton dan Hall, 2016; Rosiana, 2016).
3. Dampak Oligomenore
Gangguan menstruasi merupakan indikator penting terjadinya gangguan fungsi ovarium
dan dikaitkan dengan peningkatan risiko terjadinya penyakit pada payudara, kanker ovarium,
diabetes, penyakit jantung dan fraktur. Siklus menstruasi yang memanjang berhubungan
dengan anovulasi, infertilitas, dan aborsi spontan (Guyton dan Hall, 2016).

Sumber :

Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse, Spong CY. 2014. Obstetri
Willaims. 23rd ed. United States of America:The McGraw Hill Companies.
Guyton AC dan Hall JE. 2016. Textbook of Medical Physiology. Ed.13. Philadelphia:
Elsevier Inc.
Hossam, H., Fahmy, N., Khidr, N., dan Marzouk, T. 2016. The Relationship between
Menstrual Cycle Irregularity and Body Mass Index among Secondary Schools Pupils.
IOSR Journal of Nursing a nd Health Science (IOSR-JNHS) Volume 5 Issue 1. e-ISSN:
2320–1959.
Koesmiran E. 2014. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba Medika.
Moore KL, Dalley AF, dan Agur AMR. 2014. Clinically Oriented Anatomy. 7th Edition.
Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins.
Rosiana D. 2016. Hubungan Tingkat Stres dengan Keteraturan Siklus Menstruasi pada
Remaja Kelas XII di SMK Batik 1 Surakarta. (disertation). Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Wiknjosastro H, editor. 2014. Ilmu Kandungan. Ed 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo.
Yudita NA, Yanis A, dan Iryani D. 2017. Hubungan antara Stres dengan Pola Siklus
Menstruasi pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2017; 6(2): 299-304.
Yunarsih, dan Antono SD. 2014. Hubungan Pola Menstruasi dengan Kejadian Anemia pada
Remaja Putri kelas VII SMPN 6 Kediri. Jurnal Ilmu Kesehatan 3(1); 25.

Anda mungkin juga menyukai