Anda di halaman 1dari 11

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM


TAHUN 2014

Nama : Brigita P. Manohara – 1406509901


Mata Kuliah : Filsafat Hukum
Pengajar : Dr. Agus Brotosusilo, SH, MA
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Filsafat hukum oleh Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto diterjemahkan


sebagai perenungan dan perumusan nilai-nilai kecuali itu filsafat hukum juga mencakup
penyerasian nilai, misallnya penyerasian antara ketertiban dengan ketentraman, antara
kebendaan dengan keakhlakan, dan antara kelanggengan/konservatisme dengan pembaruan1.
Sementara Satjipto Raharjo menerangkan filsafat hukum mempelajari pertanyaan dasar dari
hukum. Pertanyaan tentang hakikat hukum, tentang dasar bagi kekuatan mengikat dari
hukum, merupakan contoh pertanyaan yang bersifat mendasar itu. Atas dasar yang demikian
itu, filsafat hukum bisa menggarap bahan hukum, tetapi masing-masing mengambil sudut
pemahaman yang berbeda sama sekali. Ilmu hukum positif hanya berurusan denagn suatu
tata hukum tertentu dan mempertanyakan konsistensi logis asa, peraturan, bidang serta sistem
hukumnya sendiri. Dari definisi tersebut bisa disimpulkan bahwa filsafat hukum merupakan
upaya merenungkan, mempelajari pertanyaan dasar hukum dan merumuskan nilai serta
penyerasian.

Jika menilik dari definisi mengenai filsafat hukum, ia mempelajari pertanyaan dasar
dari hukum yang salah satunya adalah tujuan hukum itu sendiri. Dimana menurut Utrecht,
hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum dalam pergaulan hidup manusia.
Kepastian hukum disini diartikan sebagai harus menjamin keadilan. Hal ini senada dengan
teori etis (etische theorie) yang menyatakan bahwa hukum bertujuan mewujudkan keadilan.
Sayangnya ‘keadilan” itu sendiri masih belum terumuskan dengan jelas batasan dan
definsinya. Meskipun upaya untuk menerjemahkan konsep keadilan terus dilakukan oleh
para ahli. Keadilan hanya bisa dipahami jika ia diposisikan sebagai keadaan yang hendak
diwujudkan oleh hukum. Upaya untuk mewujudkan keadilan dalam hukum merupakan
proses yang dinamis yang emmakan banyak waktu. Upaya ini seringkali juga didominasi

1
Lili Rajidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, Bandung ; Mandar Maju, 2010, hlm 1
oleh kekuatan-kekuatan yang bertarung dalam kerangka umum tatanan politik untuk
mengaktualisasikannya2.

Upaya mejelaskan keadilan sebagai tujuan tertinggi dalam hukum, sudah dilakukan
sejak Socrates. Pada teori keadilan Aristoteles dalam buku nicomachean ethics, politics, and
rethorc, ditegaskan bahwa “karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan
keadilan”3. Aristoteles menyatakan yang terpenting adalah keadilan mesti dipahami dalam
pengertian kesamaan,meskipun ada pembedaan penting antara kesamaan numeric dan
kesamaan proporsional. Aristoteles membedakan keadilan berdasarkan jenisnya, yaitu
keadilan distributive dan keadilan korektif. Pada keadilan pertama berlaku hukum public,
sementara untuk keadilan yang kedua berlaku hukum perdata dan pidana. Lebih lanjut,
keadilan distributive dijelaskan berfokus pada distribusi, honor, kekayaan, dan barang lain
yang sama bisa didapatkan dalam masyarakat. Distribusi yang adil boleh jadi merupakan
distribusi yang sesuai denagn nilai kebaikannya yakni nilainya bagi masyarakat 4. Sementara
itu keadilan korektif berfokus pada pembetulan sesuatu yang salah. Jika suatu aturan
dilanggar atau kesalahan dilakukan maka keadilan korektif berusaha memberikan
kompensasi yang emmadai bagi pihak yang dirugikan. Keadilan korektif berupaya
membangun kembali kesetaraan. Keadilan korektif merupakan wilayah peradilan sedangkan
keadilan distributive merupakan bidangnya pemerintah 5.aristoteles menekankan perlunya
pembedaan antara vonis yang mendasarkan keadilan pada sifat kasus dan yang didasarkan
pada watak manusia yang umum dan lazim, dengan vonis yang berlandaskan pandangan
tertentu dari komunitas hukum tertentu. Berdasarkan pembedaan aristoteles, dua penilaian
yang terakhir dapat menjadi sumber pertimbangan yang hanya mengacu pada komunitas
tertentu, sedangkan keputusan serupa lainnya kendati diwujudkan dalam bentuk perundang-
undangan tetap merupakan hukum alam hika bisa didapatkan dari fitrah umum manusia6.

2
Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Bandung: Nuansa dan Nusamedia, 2004, hal 239.

3
Ibid, hal 24.

4
Ibid hal 25.

5
Ibid

6
Ibid hal 26-27.
Adam smith menjelaskan teori Aristoteles yang dinilai hanya menerima satu konsep
atau teori keadilan yaitu keadilan komulatif karena keadilan sesungguhnya hanya punya satu
arti yaitu keadilan komulatif yang menyangkut kesetaraan, keseimbangan, keharmonisan
hubungan antara satu orang atau pihak dengan orang atau pihak lain. Lebih lanjut, Adam
Smith menjelaskan kedalam beberapa prinsip, yaitu :

 Prinsip No Harm : tidak merugikan dan melukai orang lain. Pertama, Keadilan tidak
hanya menyangkut pemulihan kerugian tetapi juga menyangkut pencegahan terhadap
pelanggaran hak dan kepentingan pihak lain. Kedua, pemerintah dan rakyat bersama-
sama punya hak sesuai status sosial yang tidak boleh dilanggar. Ketiga, keadilan
berkaitan dengan prinsip ketidakberpihakan (impartiality), yaitu prinsip perlakuan yang
sama di depan hukum bagi setiap anggota masyarakat.

 Prinsip Non – Intervention : tidak ikut campur. Menuntut agar demi jaminan dan
penghargaan atas hak dan kepentingan setiap orang, tidak seorang pun diperkenankan
untu ikut campur dalam kehidupan dan kegiatan orang lain.

 Prinsip Keadilan Tukar : pertukaran dagang yang fair.

Pasca Aristoteles, muncul Thomas Aquinas yang menjabarkan keadilan dengan


membedakan dua kelompok, yaitu keadilan umum (justitia generalis) dan keadilan khusus
(justitia specialis). Keadilan umum adalah keadilan menurut kehendak Undang-undang yang
harus ditunaikan demi kepentingan umum. Sementara keadilan khusus atas dasar kesamaan
atau proporsional, yang dijabarkan dalam tiga bentuk 7:

1. Keadilan distributive (justitia distributive) : proporsional diterapkan dalam lapangan


hukum public secara umum;

2. Keadilan komulatif (justitia commulativa) : keadilan denagn mempersamakan antara


prestasi dan kontraprestasi

3. Keadilan vindikatif (justitia vindicativa) : keadilan dalam hal menjatuhkan hukuman


ganti kerugian dalam tin”dak pidana. Seseorang dianggap adil apabila dipidana badan

7
Wikipedia. Pancasila. 2012. http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila
atau denda dengan besarnya hukuman yang telah ditentukan atas tindak pidana yang
dilakukannya.

Sementara itu, John Rawls dalam bukunya A Theory of Justice, Political Liberalism
dan The Laws People menuliskan bahwa teori keadilan sosial sebagai the difference
principle dan the principle of fair equality of opportunity. Inti dari the difference principle
adalah bahwa perbedaan sosial dan ekonomis harus diatur agar memberikan manfaat yang
paling beasar bagi mereka yang paling kurang beruntung. Istilah perbedaan sosial-ekonomis
dalam prinsip perbedaan menuju pada ketidaksamaan dalam prospek seorang untuk
mendapatkan unsure pokok kesejagteraan, pendapatan dan otoritas. Sementara the principle
of fair equality of opportunity menunjukkan pada mereka yang paling kurang mempunyai
peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan, pendapatan dan otoritas, merekalah yang
wajib menadapatkan perlindungan khusus. Prinsip keadilan yang ditawarkan Rawls
merupaka alternative dari teori utilitarisme yang dikemukakan oleh Hume, bentham dan Mill.
Menurutnya dalam masyarakat yang diatur menurut prinsip utilitarisme, orang akan
ekhilangan harga diri, lagipula pelayanan demo perkembangan bersama akan lenyap.
Utilitarisme lebih keras dari yang dianggap normal oleh masyarakat karena pengorbanan
demi kepentingan umum bisa dilakukan namun tidak dibenarkan bahwa pengorbanan diminta
dari orang-orang yang sudah kurang beruntung dalam masyarakat.Rawls menyatakan bahwa
dalam situasi ketidaksamaan mesti dibuat aturan agar golongan masyarakat yang paling
lemah mendapat keuntungan maksimal. Ini bisa terjadi dengan dua syarat, yaitu :

 Situasi ketidaksamaan menjamin maximum minimorum bagi golongan orang yang paling
lemah

 Ketidaksamaan diikat pada jabatan-jabatan yang terbuka bagi semua orang.

Dengan dua syarat ini, maka perbedaan antara orang berdasarkan ras, kulit, agama, dan
perbedaan lain yang bersifat primordial harus ditolak. Sementara terkait penegakan keadilan,
mesti memperhatikan sejumlah prinsip, yakni :

 Memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas seluas
kebebasan yang sama bagi setiap orang;
 Mampu mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi sehingga dapat
member keuntungan yang bersifat timbale balik (reciprocal benefits) bagi setiap orang,
baik mereka yang berasal dari kelompok beruntung maupun tidak beruntung8.

Bisa disimpulkan bahwa keadilan sosial menurut Rawls harus diperjuangkan untuk dua hal:
pertama, melakukan koreksi dan perbaikan terhadap kondisi ketimpangan yang dialami kaum
lemah dengan menghadirkan institusi sodial, ekonomi, dan politik yang memberdayakan.
Kedua, setiap aturan harus memposisikan diri sebagai pemandu untuk mengembangkan
kebijakan untuk mengoreksi ketidakadilan kaum lemah.

Tak hanya Aristoteles dan John Rawls, Hans Kelsen juga mendefinisikan keadilan.
Dalam bukunya General Theory of Law and State, Kelsen berpandangan bahwa hukum
sebagai tatanan sosial yang dapat dinyatakan adil apabila dapat mengatur perbuatan manusia
dengan cara yang memuaskan sehingga dapat menemukan kebahagiaan didalamnya9. Sebagai
salah satu penganut positivisme, ia menyatakan keadilan merupakan hal yang mutlak berasal
dari alam, yakni lahir dari hakikat suatu benda atau hakikat manusia dari penalaran manusia
atau kehendak Tuhan. Hal inilah yang dikenal sebagai hukum alam. Doktrin hukum alam
beranggapan bahwa ada suatu keteraturan hubungan-hubungan manusia yang berbeda dari
hukum positif, yang lebih tinggi dan sepenuhnya sahih dan adil, karena berasal dari alam,
dari penalaran manusia atau kehendak Tuhan.10 Sehingga konsep keadilan Kelsen
menimbulkan dualisme antara hukum positif dan hukum alam. Menurut Hans Kelsen:

“dualisme antara hukum positif dan hukum alam menajdikan karakteristik dari hukum alam
mirip dengan dualisme metafisika tentang duna realitas dan dunia ide model Plato. Inti dari
filsafat Plato ini adalah doktrinnya tentang dunia ide yang mengandung karakteristik
mendalam. Dunia dibagi menjadi dua bidang yang berbeda: pertama adalah dunia kasat mata
dan yang dapat ditangkap melalui indera yang disebut realitas; kedua dunia ide yang tidak
Nampak.” 11

8
John Rawls, A Theory of Justice, London: Oxford University Press, 1973, yang sudah diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia oleh Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori Keadilan, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006.
9
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, diterjemahkan oleh Rasisul Muttaqien, Bandung: Nusa Media,
2011, hal 7.
10
Ibid

11
Ibid hal 14
Hans Kelsen juga mengemukakan dua konsep keadilan, yaitu12 :

 Keadilan dan perdamaian


Dalam konsep ini, Kelsen menyataka keadilan yang bersumber dari cita-cita irasional,
yang kemudian dirasionalkan melalui pengetahuan yang dapat berwujud suatu
kepengingan yang pada akhirnya menimbulkan suatu konflik kepentingan. Penyelesaian
atas konflik yang terjadi dapat dicapai melalui suatu tatanan yang memuaskan salah satu
kepentingan dengan mengorbankan kepentingan yang lain atau dengan berusaha
mencapai suatu kompromi menuju suatu perdamaian bagi semua kepentingan.

 Keadilan dan legalitas


Untuk menegakkan diatas dasar suatu yang kokoh dari suatu tatanan sosial tertentu, maka
ada “keadilan” bermaknakan legalitas. Suatu peraturan umum adalah ‘adil” jika ia benar-
benar diterapkan, sementara itu suatu peraturan umum “tidak adil” jika diterapkan pada
suatu kasus dan tidak diterapkan pada kasus lain yang serupa.

BAB II
12
Ibid
KONSEP KEADILAN DALAM PRAKTEKNYA DI INDONESIA

Meski belum ada standart baku mengenai definisi dan batasan keadilan, namun
penjelasan yang disampaikan oleh para ahli dapat menjadi acuan untuk bisa memaknai
keadilan itu sendiri. Di Indonesia, pandangan mengenai keadilan dalam hukum yang berlaku
di Negara ini berdasarkan pada Pancasila yang merupakan dasar Negara. Pancasila dikenal
sebagai falsafah Negara yang tetap dipertahankan. Dalam kaitan antara konsep keadilan
dengan Pancasila, bangsa Indonesia mendukung nilai-nilai tersebut, seperti tertuang dalam
Pancasila yang pada sila ke-5 berbunyi “Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” dan
sila ke-2 “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Namun muncul persoalan mengenai apa
yang dinamakan adil menurut konsepsi hukum nasional yang berdasar pada Pancasila. Dalam
penerapan keadilan di Indonesia, Pancasila sangat berperan penting sebagai dasar kadilan
sebagaimana terkadung dalam kedua sila tersebut. Dalam sila kedua, mengadung makna13:

1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antara sesame
manusia.
2. Saling mencintai sesama manusia.
3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
7. Berani membela kebenaran dan keadilan.
8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari selurh umat manusia, karena itu
dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Sementara dalam sila ke-5, mengandung sebelas makna, yaitu14 :
1. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana
ekkeluargaan dan gotong-royong
2. Bersikap adil
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban

13
Wikipedia. 2014. Keadilan Sosial. http://id.wikipedia.org/wiki/keadilan_sosial

14
Darji Darmodiharjo dan Shidarta, Pokok-pokok Filsafat Hukum Apa dan BAgaimana Filsafat Hukum
Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008, hal 156-157
4. Menghormati hak orang lain
5. Suka member pertolongan kepada orang lain
6. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain
7. Tidak bergaya hidup mewah
8. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum
9. Suka bekerja keras
10. Menghargai hasil karya orang lain
11. Bersama-sama mewujudkan kemajuan merata dan berkeadilan sosial.
Notohamidjojo15 menjelaskan keadilan sosial menuntut supaya manusia hidup denga layak
dalam masyarakat. Masing-masing harus diberi kesempatan menurut kepatutan kemanusiaan,
pembangunan dan pelaksanaan pembangunan tidak hanya perlu mengandalkan dan
mewujudkan keadilan, melainkan juga kepatutan. Istilah kepatutan kemanusiaan dapat pula
disebut denagn kepatutan yang wajar atau proporsional.
Sebagai pendukung nilai, Indonesia menghargai, mengakui, serta menerima Pancasila
sebagai suatu nilai. Pengakuan, penghargaan, dan penerimaan Pancasila sebagai sesuatu yang
bernilai terefleksi dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan. Menurut Kahar Masyhur, adil
dapat diartikan sebagai16 :

 Adil : meletakkan sesuatu pada tempatnya


 Adil : menerima hak tanpa lebih dan memberikan orang lain tanpa kurang
 Adil : memberikan hak setiap yang berhak secara lengkap tanpa lebih tanpa kurang antara
sesame yang betrhak dalam keadaan yang sama dan penghukuman orang jahat atau yang
melanggar hukum sesuai dengan kesalahan dan pelanggaran.

Namun pada prakteknya, keadilan dan ketidakadilan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan
bermasyarakat. Hukum nasional yang mengatur keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia
menjelaskan keadilan yang menserasikan atau menselaraskan keadilan individu yang
menitikberatkan keseimbangan pada hak individu dan kewajiban umum yang ada dalam
kelompok masyarakat.

15
Ibid

16
Kahar Masyhur, Membina Moral dan Akhlak, Jakarta, Kalam Mulia, 1985, hlm 71
Keadilan sosial jauh lebih luas dibandingkan dengan keadilan hukum, karena ia tidak
hanya berbicara tentang keadilan dalam arti tegaknya peraturan perundangan, namun tentang
hak warga Negara dalam suatu Negara. keadilan soasial berarti keadilan yang berlaku dalam
masyarakat di segala bidang kehidupan, baik materiil maupun spiritual, hal ini berarti
keadilan tidak hanya berlaku bagi orang kaya namun juga berlaku bagi orang miskin.

Terkait mengenai keadilan yang ada di Indonesia, ada sejumlah kasus yang bisa
menjadi bahan diskusi diantaranya kasus hukum nenek Minah, warga dusun Sidoarjo, Desa
Darmakradenan, kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah yang ketika memanen
kedelai, ia memetik tiga buah kakao yang sudah ranum untuk disemai sebagai bibit di tanah
garapannya. Akibat perbuatannya, nenek Minah yang buta huruf diganjar satu bulan 15 hari
penjara dengan masa percobaan tiga bulan.

Menilik kasus ini, nenek Minah yang berusia 55 tahun mendapat ganjaran atas
perbuatannya sesuai prinsip keadilan dan legalitas yang diungkapkan oleh Rawls, namun
apakah hal ini sudah adil jika melihat jumlah kerugian yang diakibatkan perbuatannya, dan
latar belakang pelaku. Penerapan hukum pada kasus nenek Minah menunjukkan tidak adanya
pandang bulu jika terjadi suatu pelanggaran hukum, sehingga kasus ini tetap diadili dan
dijatuhkan hukuman.

BAB III
KESIMPULAN

Dalam kajiannya, ada banyak teori mengenai keadilan yang dikemukakan oleh para
ahli. Tentunya definisi dan batasan dibuat untuk bisa mewujudkan keadilan yang menjadi
tujuan tertinggi dari hukum. Para ahli memandang keadilan sebagai hak yang patut didapat
sesuai porsinya sementara kewajiban wajib dilaksanakan sesuai ketentuan. Sementara dalam
kaitannya dengan hukum, teori keadilan yang diungkapkan para ahli menyatakan bahwa
sesuatu (dalam hal ini tindak pidana) dikatakan adil bila sang pelaku mendapatkan gganjaran
sesuai dengan aturan yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Karena aturan itu dibuat untuk
menata masyarakat agar bisa tertib, tentram dan sejahtera. Meskipun dalam pelaksanaannya
kadang kala ketika aturan ditegakkan dinilai tidak adil. Namun pada prinsipnya, penerapan
aturan sesuai dengan ketentuan merupakan upaya untuk bisa mewujudkan keadilan itu
sendiri.

Di Indonesia, keadilan terkandung dalam falsafah bangsa yaitu Pancasila sila ke-2
dan ke-5 dimana untuk menciptakan keadilan itu sendiri, ada sejumlah takaran yang tertuang
dalam makna tiap sila.

Anda mungkin juga menyukai