Anda di halaman 1dari 18

SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA

LABORATORIUM TEKNOLOGI FARMASI


UJIAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI
FORMULASI SEDIAAN STERIL
SEMESTER VI – 2020
REGULER PAGI-B

Kelompok : 3
Nama : Cut Shaula Ega (A 171 068)
Denia Alvira (A 171 070 )
Sherly Marlianti (A 171 097)
Purri Ardelia ( A 171 094)
Zat aktif : Chloroquine Phosphate
Bentuk Sediaan : Injeksi Intra Vena
Jumlah Sediaan : 2 Vial
Kekuatan sediaan : 30 mL

I. PREFORMULASI
1.1 Zat aktif
1.1.1 Chloroquine Phosphate

Gambar 1.1.1 Struktur Chloroquine Phosphate


(Farmakope Indonesia Ed V th 2014, Hal 708-709)
Rumus molekul : C18H26CIN3.2H3PO4.
BM : 515,87.
Pemerian : Serbuk hablur; putih atau hampir putih; tidak
berbau; rasa pahit.
Kelarutan : Mudah larut dalam air; praktis tidak larut dalam
etanol, dalam kloroform dan dalam eter.

1
pH : 3,8-4,3.
Titik lebur : 218oC
OTT : Magnesium oksida,magnesium silikat, magnesium
trisilikat.
Stabilitas : Peka terhadap cahaya.
Penggunaan : Anti malaria.
terapi
(Farmakope Indonesia Ed V th 2014, Hal 708-709)

1.2 Zat tambahan


1.2.1 Chlorobutanol

Gambar 1.2.1 Struktur Chlorobutanol


(Rowe, 2009. Hal 166)
Rumus molekul : C4H7Cl3O.1/2H2O
Sinonim : Aceton chloroform; chlorbutanol; chlorbutol;
trichloro-tert-butanol; ᵦ, ᵦ, ᵦ-trichloro- tert-butyl
alcohol. (Handbook of pharceutical excipient Ed 6,
2009 hal.168)
BM : 186,5.
Pemerian : Serbuk hablur putih atau hablur tidak berwarna;
mudah menyublim; melebur oada suhu ±78o,
lakukan penetapan tanpa dikeringkan terlebih
dahulu.
Kelarutan : Sukar larut dalam air; mudah larut dalam 0,6 bagian
etanol, dan dalam eter; sangat mudah larut dalm
kloroform, larut dalam gliserol 85%.
pH : 6.5-8.5.
Fungsi : Antimicrobial preservative, plasticizer (Handbook
of pharceutical excipient Ed 6, 2009 hal.168)
OTT : Karena masalah yang terkait dengan penyerapan,
klorobutanol adalah tidak kompatibel dengan botol
plastik, penutup karet, bentonit, magnesium
trisilicate, polyethylene, dan

2
polyhydroxyethylmethacrylate, yang telah
digunakan dalam wadah yang lunak.
Stabilitas : Terdekomposisi ketika dipanaskan hingga
terdekomposisi, sehingga akan mengeluarkan asap
beracun/ hidrogen klorida.
Chlorobutanol mudah menguap dan mudah
menyublim. Dalam larutan air, terdegradasi menjadi
karbon monoksida, aseton dan ion klorida
dikatalisis oleh ion hidroksida. Stabil pada pH 3
menjadi semakin buruk dengan meningkatnya pH.
(Rowe, 2009 hal. 118- 122)

1.2.2 Benzil Alkohol

Gambar 1.2.2 Struktur Benzil Alkohol


(Rowe, 2009. Hal 64)
Rumus molekul : C7H8O
Sinonim : Benzenemethanol; α-hydroxytoluene;
phenylcarbinol; phenyil-methanol; α-toluenol.
BM : 108,14
Pemerian : Cairan tidak berwarna; bau aromatik lemah; rasa
membakar tajam.
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air; mudah larut dalam
etanol 50% bercampur dengan etanol, dengan eter
dan dengan kloroform.
pH : 7
Fungsi : Pengawet antimikroba (2,0 % v/v)
OTT : Benzil alkohol OTT terhadap pengoksidasi dan
asam kuat. Hal tersebut juga dapat mempercepat
auto oksidasi lemak. Benzil alkohol tidak sesuai
dengan metilselulosa
Stabilitas : Disimpan dalam wadah kedap udara, terlindung
dari cahaya, ditempat yang sejuk dan kering

3
(Farmakope Indonesia ed.V th 2014 hal. 222; Rowe, 2009 : hal 64)

1.2.3 Aqua Pro injection (API)


Rumus molekul : H2O
BM : 18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berasa, tidak berbau, dan tidak
berwarna.
Kelarutan : Dapat becampur dengan pelarut polar dan elektrolit.
pH : Larutan dalam air bersifat netral terhadap lakmus.
(Martindale ,1982)
Fungsi : Untuk pembuatan injeksi
OTT : Dalam sediaan farmasi, air dapat bereaksi dengan
obat dan zat tambahan lainnya yang mudah
terhidrolisis (mudah terurai dengan adanya air atau
kelembaban)
Stabilitas : Air stabil dalam setiap keadaan (padat, cairan, uap
panas).
(Farmakope Indonesia ed.III th 1979 : hal 97)

1.2.4 Natrium Klorida


Pemerian : Hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk
hablur putih, tidak berbau, rasa asin.
Kelarutan : Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air
mendidih dan dalam lebih kurang 10 bagian
gliserol P, sukar larut dalam etanol (95%) P.
pH : 6,7 – 7,3.
Konsentrasi : Lebih dari 0,9%.
Stabilitas : Stabil dalam bentuk larutan. Larutan stabil dapat
menyebabkan pengguratan partikel dari tipe gelas.
Titik leleh : 801oC.
Titik didih : 1465oC
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat : Sumber ion klorida dan ion natrium

4
OTT : Larutan NaCl bersifat korosif dengan besi,
membentuk endapan bila bereaksi dengan perak,
garam merkuri, agen oksidasi kuat pembebas klorin
dari larutan asam sodium klorida, kelarutan
pengawet nipagin menurun dalam larutan sodium
klorida
Stabilitas : Larutan NaCl stabil tetapi dapat menyebabkan
perpecahan partikel kaca dari tipe tertentu wadah
kaca. Larutan cair ini dapat disterilkan dengan cara
autoklaf atau filtrasi. Dalam bentuk padatan stabil
dan harus disimpan dalam wadah tertutup rapat,
sjuk, dan tempat kering.
Aplikasi dalam : Untuk pembuatan larutan isotonik intravena dan
teknologi preparat sediaan mata dengan konsentrasi kurang
dari 0.9%
(Farmakope Indonesia edisi IV, 1995 : hal 584; Martindale: hal635
; Rowe,2009 hal. 637-639)

II. URAIAN DAN ANALISIS FARMAKOLOGI


2.1 Bentuk sediaan zat aktif :
Chloroquin phosphate, hal ini dikarenakan jika digunakan chloroquin
base tidak akan larut dalam pembawa (API) karena chloroquin base
merupakan zat yang tidak larut dalam air. Sedangkan sediaan yang akan
dibuat yaitu injeksi sehingga zat harus larut dalam pembawa (API).

2.2 Mekanisme kerja :


Aktif melawan bentuk eritrositik Plasmodium vivax & P malariae dan
sebagian besar strain Plasmodium falciparum.
Parasit malaria aseksual berkembang dalam eritrosit dengan mencerna
hemoglobin; hal ini menyebabkan terbentuknya radikal bebas dan
menghasilkan heme sebagai produk samping yang sangat reaktif. heme

5
dipisahkan sebagai pigmen malaria yang tidak larut ,yang disebut hemozoin
dan kuinolin cenderung mengganggu penggunaan heme tersebut. kegagalan
menginaktivasi heme atau bahkan peningkatan toksisitas kompleks obat-
heme diduga membunuh parasit melalui kerusakan oksidatif terhadap
membran.
Resistensi bentuk aseksual eritrositik P.falciparum terhadap
antimalaria kuinolin,terutama klorokuin,saat ini umum ditemui. Resistensi
terhadap klorokuin,saat ini umum ditemui.resistensi terhadap klorokuin
merupakan hasil dari mutasi pada gen yang mengkode transporter resistensi
klorokuin yang disebut crt.untuk menghasilkan resistensi,harus terjadi
mutasi dalam jumlah banyak. Isolat P.vivax yang resisten terhadap
klorokuin tidak mengalami perubahan pada ortolog crt-nya dan mungkin
memiliki mekanisme resistensi yang berbeda P-glikoprotein dan transporter
lain dapat memodulasi resistensi klorokuin.

2.3 Farmakokinetika (ADME)


1. Absorbsi
Bioavailabilitas : 89%
Waktu puncak plasma : 1-2 jam
2. Distribusi
Konsentrasi plasma chloroquine sesaat setelah diberikan bergantung
pada laju distribusi dan bukan laju eliminasi. Akibat berikatan secara
ekstensif pada jaringan, dosis muatan digunakan untuk mencapai
konstentrasi efektif dalam plasma. Setelah pemberian parenteral
pemasukkan yang cepat terjadi disertai dengan lambatnya.

3. Metabolisme
Sebagian di hati

4. Eliminasi
Waktu paruh : 3-5 hari

6
Ekskresi : urin (70% sebagai obat tidak berubah),
pengasaman urin meningkatkan eliminasi. Sejumlah kecil mungkin
ada dalam urin setelah penghentian terapi. Pengeluatan chloroquine
dari kompartemen pusat yang kecil dapat mengakibatkan konsentrasi
obat dalam plasma yang berpotensi letal untuk sementara. Oleh
karena itum chloroquine parenteral diberikan melalui infus intravena
konstan atau dalam dosis kecil terbagi yang diberikan secara
subkutan atau intramuskular.

2.4 Indikasi dan dosis


2.4.1 Indikasi
Chloroquin digunakan untuk mencegah dan mengobati malaria,
atau mengobati penyakit menular yang disebabkan oleh nyamuk yang
terinfeksi parasit.
Pada kasus tertentu, pemakaian chloroquine adalah obat yang
digunakan dkombinasi dengan obat-obatan lainnya seperti
primaquine. Obat ini perlu kombinasi, karena dianggap perlu karena
obat pendamping tersebut bertugas untuk mematikan parasit yang
berkembang biak dari jaringan tubuh lainnya. Keduanya mungkin
diperlukan demi mencapai kesembuhan yang optimal sekaligus untuk
mencegah kembalinya infeksi (relaps).

2.4.2 Dosis
a. Dosis umum untuk pengidap Malaria Prophylaxis
Dewasa : 500 mg chloroquine phosphate (300mg base) satu
kali 1 minggu pada hari yang sama setiap minggunya.
Anak-anak : 8,3 mg chloroquine phosphate diminum 1 kali/
minggu pada hari yang sama setiap minggunya.
b. Dosis umum untuk pengidap malaria
Dewasa : dengan berat badan 60kg/ lebih
Dosis awal: 1 g chloroquine phosphate (600 mg base) satu
kali/minggu pada hari yang sama tiap minggunya

7
Dosis pemeliharaan : 500 mg chloroquine phosphat (300mg
base) diminum setelah 6-8 jam, selanjutnya 500 mg
chloroquine phosphat diminum 1 kali/hari selama 2 hari
berturut-turut. Total dosis, 2,5 g chloroquine phosphate (1,5 g
base) dalam 3 hari
Bila berat badan kurang dari 60 kg dan anak-anak
1. Dosis awal : 16,7 mg chloroquine phosphat/kg
2. Dosis kedua : (6 jam setelah dosis awal ) 8,3 mg/kg
3. Dosis ketiga : (24 jam setelah dosis kedua) 8,3 mg/kg
4. Dosis keempat: (36 jam setelah dosis ketiga) 8,3 mg/kg
Total dosis 41,7 mg chloroquine phosphate/kg dalam 3 hari
c. Dosis umum untuk pengidap Amebiosis
Dewasa : 1 g chloroquin phosphate (600mg base) 1 kali sehari
selama 2 hari, kemudian diikuti oleh 500 mg chloroquine
phosphate 1 kali/ hari selama 2-3 minggu.

2.5 Kontraindikasi
Chloroquine dapat meningkatkan kada eliglustat dengan mempengaruhi
metabolism enzim hati CYP2D6. Kontraindikasi. Jika digunakan bersama
inhibitor CYP2D6 yang kuat atau sedang, kurangi dosis yang memenuhi
syarat 84 mg BID menjadi 84 mg sekali sehari dalam metabolism ekstensif
dan menengah. Hipersensitivitas terhadap chloroquine, 4-aminoquinolones
Psoriasis, porphyria, retina, bidang visual berubah.

2.6 Aturan pakai


Untuk mencegah malaria, konsumsi chloroquin satu kali perminggu
pada hari yang sama setiap minggunya atau sesuai anjuran dokter.
Pengobatan dimulai 1-2 minggu sebelum pergi ke daerah rawan malaria.
Pengobatan dilanjutkan dengan takaran dosis dan interval yang sama setelah
berada ditempat tersebut. Diteruskan selama 4-8 minggu kemudian setelah
meninggalkan daerah tersebut.

8
Konsumsi obat 4 jam sebelum atau sesudah menggunakan obat tertentu
untuk diare (kaolin) atau antacid, seperti magnesium atau aliminium
hidroksida. Obat-obatan tersebut dapat terikat dengan chloroquine dan
mencegah tubuk untuk menyerap chloroquine dengan baik.
Penghentian dosis tiba-tiba akan menyebabkan obat tidak akan bekerja
secara optimal. Kondisi kesehatan akan berisiko memburuk akibat jumlah
parasite yang bertambah dan membuat infeksi menjadi kebal terhadap obat.

2.7 Efek samping


a. Bebarapa pasien dalam penggunaan jangka waktu yang lama atau
dosis tinggi melaporkan adanya kerusakan permanen pada retina
mata.
b. Gangguan penglihatan
c. Hilang pendengaran atau telinga berdengung
d. Kejang
e. Lemah otot akut, hilang koordinasi tangan dan kaki, reflex melambat
f. Mual, nyeri pada perut bagian atas, gatal-gatal, hilang nafsu makan,
urin berwarna gelap, fese berwarna pucat, jaundice (kulit dan mata
menguning)
g. Alergi kulit parah, demam, radang tenggorokan, pembengkakan pada
muka atau lidah, mata terasa panas, inflamasi kulit diikuti dengan
iritasi kemerahan atau keunguan uang menyebar di muka atau tubuh
bagian atas dan menyebabkan kulit melepuh atau mengelupas
h. Diare, muntah-muntah, kram perut
i. Kerontokan rambut sementara, perubahan warna rambut
j. Otot terasa lemas

2.8 Toksisitas
Kardiotoksisitas dapat dilihat dengan kadar serum 1 mg / L (1000 ng/
mL); kadar serum yang dilaporkan dalam kasus janin berkisar antara 1
hingga 210 mg / L (rata-rata, 60 mg / L).

9
2.9 Interaksi obat
Tidak direkomendasikan penggunaan chloroquine dengan
Amifampridine, aurothioglucose, bepridil, dronedarone. Levomethadyl,
mesoridazine, dan pimozide

III. FORMULA
3.1 Formula
Chloroquin phosphate 4%
Chlorobutanol 0,5%
Benzil Alkohol 1%
Aqua pro injection ad 30mL
(Handbook of Pharmaceutical Manufacturing Formulations ed 6)

3.2 Alasan pemilihan formula


Pada kaliini dibuat sediaan injeksi, karena sesuai dengan tujuan
pemberian yaitu antimalaria, dimana dalam penyakit ini penginfeksi
berkembang dalam eritrosit dengan mencerna hemoglobin. Sehingga untuk
mencapai efek yang cepat dan maksimal digunakan sediaan injeksi.

3.4 Alasan pemilihan zat tambahan pada formula


Tujuan penambahan chlorbutol yaitu untuk anti mikroba, hal ini
dikarenakan sediaan yang dibuat merupakan sediaan injeksi multidose
sehingga untuk menghindari kontaminasi dari lingkungan. Kemudian
dilakukan penambahan benzyl alkohol tujuannya untuk mengoksidasi
perlahan, oleh karena itu sediaan akan tetap stabil untuk waktu yang lama.
Pembawa yang digunakan yaitu API hal ini dikarenakan sediaan akan
diinjeksikan kedalam saluran darah langsung sehingga harus digunakan
pebawa air.

3.5 Perhitungan
3.5.1 Perhitungan tonisitas
Tabel 3.5.1 Perhitungan tonisitas
Zat ΔTb1% Konsentrasi C x ΔTb1%

10
zat % (C)
Chloroquine posfat 0,08 4 0,32
Chlorbutol 0,071 0,5 0,035
Benzyl Alkohol 0,09 1 0,09

a = ∆Tb x C
Chloroquine posfat : 0,08 x 4% = 0,32
Chlorbutol : 0,071 x 0,5% = 0,035
Benzyl Alkohol : 0,09 x 1% = 0,09
0,445 (a)

W=

= 0,1302 g/100ml

Tonisitas yang sebenarnya :


0,9 – W = 0,9 – (0,1302)
= 0,7698 g/100ml (Hipotonis)

NaCl yang ditambahkan :


0,9 – 0,7698 = 0,1302 g/100mL
= 130,2 mg/100mL
= 39,6 mg/30 mL
3.5.2 Perhitungan volume sediaan yang telah dilebihkan
Vial = n x C + 2mL
= 2 x 30,8 + 2mL
= 61,6 + 2 mL
= 63 mL

11
3.5.3 Perhitungan bahan untuk 1 Batch (2 vial)

Chloroquine phosphate : x 1200 mg = 2520 mg = 2,52 g

Chlorbutol : x 150 mg = 315 mg = 0,315 g

Benzyl Alkohol : x 0,3 ml = 0,63 ml

NaCl : x 39,6 = 83,16 mg = 0,08316 g

Aqua Pro injeksi : 63 – (2,52 + 0,315 + 0,63 + 0,08316)


= 59,452 ml

3.6 Penimbangan
Chlroquine phosphate = 2,52 g
Chlorbutol = 0,315 g
Benzyl Alkohol = 0,63 g
NaCl = 0,08316 g
Aqua Pro injeksi = 59,53 mL

3.7 Pembuatan
Dinyalakan LAF, ditunggu selama 30 menit. Ditimbang semua bahan,
dilarutkan chloroquin dengan menggunakan API (C1). Kemudian dilarutkan
chlorbutol dan benzyl alkohol dengan menggunakan API panas (C2).
Setelah itu campurkan C1 dan C2 dan ditambahkan sisa API. Setelah seselai
sediaan disaring dengan menggunakan membran filter dan dimasukkan
kedalam vial.

3.8 Evaluasi sediaan (Fisika,Biologi dan Kimia)


3.8.1 Evaluasi Fisika
A. Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah (Farmakope Indonesia ed
IV thn 1995, 1044)

12
penentuan volume dilakukan dengan cara mengambil sampel
dengan alat suntik hipodermik dan memasukkannya ke dalam gelas
ukur yang sesuai.
B. Pemeriksaan Bahan Partikulat(Farmakope Indonesia ed IV th 1995
hal 981-985)
Sejumlah tertentu sediaan uji difiltrasi menggunakan membran, lalu
membran tersebut diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran
100x. Jumlah partikel dengan dimensi linier efektif 10 μm atau
lebih dan sama atau lebih besar dari 25 μm dihitung
C. Pemeriksaan pH (Farmakope Indonesia ed IV th 1995 hal 1039-
1040)
pengukuran pH cairan uji menggunakan pH meter yang telah
dikalibrasi.
D. Keseragaman Kandungan (untuk larutan/suspensi rekonstitusi)
( Farmakope Indonesia ed IV th 1995 hal. 999-1001)
Menetapkan kadar 10 satuan sediaan satu per satu sesuai penetapan
kadar
E. Evaluasi kejernihan (Farmakope Indonesia ed IV tahun... hal 998)
membandingkan kejernihan larutan uji dengan Suspensi Padanan,
dilakukan di bawah cahaya yang terdifusi tegak lurus ke arah
bawah tabung dengan latar belakang hitam
F. Uji Kebocoran (Goeswin Agoes, Larutan Parenteral, 191)
untuk cairan bening tidak berwarna(a) wadah takaran tunggal yang
masih panas setelah selesai disterilkan, dimasukkan ke dalam
larutan metilen biru 0,1%. Jika ada wadah yang bocor maka larutan
metilen biru akan masuk ke dalam karena perubahan tekanan di
luar dan di dalam wadah tersebut sehingga larutan dalam wadah
akan berwarna biru.
Untuk cairan yang berwarna (b) lakukan dengan posisi terbalik,
wadah takaran tunggal ditempatkan diatas kertas saring atau kapas.
Jika terjjadi kebocoran, maka kertasa saring atau kapas akan basah.

13
3.8.2 Evaluasi Kimia
A. Identifikasi
Mereaksikan sediaan dengan reagen spesifik sehingga
menghasilkan hasil yang positif
B. Penetapan Kadar
Dengan cara titrasi sehingga kadar yang dihasilkan dapa dibuktikan
sesuai atauu tidak dengan kadar yang diinginkan.

3.8.3 Evaluasi Biologi


A. Uji Sterilitas (Farmakope Indonesia ed IV th 1995 hal 855-863)
Menguji sterilitas suatu bahan dengan melihat ada tidaknya
pertumbuhan mikroba pada inkubasi bahan uji menggunakan cara
inokulasi langsung atau filtrasi dalam medium Tioglikonat cairdan
Soybean Casein Digestprosedur uji dapat menggunakan teknik
inokulasi langsung ke dalam media pada 30-35oC selama tidak
kurang dari 7 hari.
B. Uji Endotoksin Bakteri(Jika dipersyaratkan oleh monografi)
(Farmakope Indonesia ed IV th 1995, hal 905- 907)
Pengujian dilakukan menggunakan Limulus Amebocyte Lysate
(LAL), meliputi inkubasi selama waktu yang telah ditetapkan dari
endotoksin yang bereaksi dan larutan kontrol dengan pereaksi LAL
dan pembacaan serapan cahaya pada panjang gelombang yang
sesuai.

C. Uji Pirogen (untuk volume sekali penyuntikan > 10 mL)


(Farmakope Indonesia ed IV th 1995, hal 908-909)
Pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan larutan uji
secara IV dan ditujukan untuk sediaan yang dapat ditoleransi
dengan uji kelinci dengan dosis penyuntikan tidak lebih dari 10
mL/kg bb

3.9 Penyimpanan

14
Disimpan pada suhu kamar, dan terlindung dari cahaya.

IV. KEMASAN
4.1 Kemasan Primer

Gambar 4.1 Vial

4.2 Kemasan sekunder

15
4.3 Label

4.4 Brosur

16
V. DAFTAR PUSTAKA

17
Agoes, Goeswin. (2008). Pengembangan Sediaan Farmasi. Edisi Revisi dan
Perluasan. Penerbit ITB : Bandung.
C, Raymond Rowe. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipient, 6th ed,
USA: Pharmaceutical Press.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
Depkes RI. 2014. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta : Direktorat
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
Martindale. (2009). Martindale The Complete Drug References, ed. 36th.
UK: Pharmaceutical Press

18

Anda mungkin juga menyukai