Anda di halaman 1dari 13

KONSEP KEPERAWATAN KELUARGA

Topik: “Pengertian keluarga secara umum dan teoritis (keluarga dan keluarga sejatera),
Tipe-tipe keluarga, Pendekatan kep keluarga, Tahap perkembangan keluarga, Tugas
perkembangan keluarga, Tugas Kesehatan Keluarga, Peran perawat keluarga
Integrasi Islam dalam keperawatan keluarga, Ruang lingkup keperawatan keluarga”

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Keperawatan Keluarga”

Dosen pengampu mata kuliah :

1. Ani Auli Ilmi, S.Kep., M.Kep., Ns.Sp.Kep.Kom


2. Eny Sutria., S.Kep., Ns., M.Kes
3. Hasnah, S.Kep,Ns,M.Kes
4. A. Tenri Ola Rivai, M.Kes

DISUSUN OLEH :

NURMIATI

70300117002

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2020/2021
RESUME

KONSEP KEPERAWATAN KELUARGA

A. Pengertian Keluarga secara Umum dan Teoritis (Keluarga dan Keluarga Sejatera)
Keluarga merupakan suatu hal yang tidak dapat terpisahkan dalam kehidupan. Dimana
keluarga merupakan tempat pertama dan utama dalam memulai kehidupan dan berinteraksi antar
anggotanya. Keluarga adalah institusi terkecil dari suatu masyarakat yang memiliki struktur
sosial dan sistem tersendiri dan yang merupakan sekumpulan orang yang tinggal dalam satu
rumah yang masih mempunyai hubungan kekerabatan atau hubungan darah karena perkawinan,
kelahiran, adopsi dan lain sebagainya (Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat, 2013:viii
dalam (Aziz, 2017).
Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah,
hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga,
berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing menciptakan serta
mempertahankan kebudayaan (Friedman, 2010). Keluarga adalah dua atau lebih individu yang
bergabung karena hubungan darah, perkawinan dan adopsi dalam satu rumah tangga, yang
berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran dan menciptakan serta mempertahankan suatu
budaya (Ali, 2010).
Menurut Duvall dalam (Harmoko, 2012) konsep keluarga merupakan sekumpulan orang
yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan
mempertahankan budaya yang umum: meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional,
dan sosial dari tiap anggota.Keluarga merupakan aspek terpenting dalam unit terkecil dalam
masyarakat, penerima asuhan, kesehatan anggota keluarga dan kualitas kehidupan keluarga
saling berhubungan, dan menempati posisi antara individu dan masyarakat (Harmoko. 2012).
Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi
atau perkawinan. (WHO, dalam Harmoko 2012). Keluarga adalah sekelompok manuasia yang
tinggal dalam satu rumah tangga dalam kedekatan yang konsisten dan hubungan yang erat.
(Helvie, dalam Harmoko 2012).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa definisi dari keluarga merupakan sekumpulan orang yang
terikat oleh ikatan perkawinan, darah serta adopsi dan tinggal dalam satu rumah.
Sedangkan secara historis, keluarga terbentuk atas satuan sosial yang terbatas, yaitu dua
orang (laki-laki dan wanita) yang mengadakan ikatan tertentu yang disebut perkawinan. Secara
berangsur-angsur anggota keluarga semakin meluas, yaitu dengan kelahiran atau adopsi anak.
Pada saatnya anak-anak itupun akan melangsungkan ikatan perkawinan sehingga terbentuk
keluarga baru.
1. Menurut Prof. Dr.Syamsu Yusuf LN dalam bukunya tentang “Psikologi Perkembangan
Anak dan Remaja”, mendefinisikan bahwa Keluarga merupakan lingkungan pertama dan
utama bagi anak, oleh karena itu kedudukan keluarga dalam pengembangan kepribadian
anak sangatlah dominan. Dalam hal ini, orangtua mempunyai peranan yang sangat penting
dalam menumbuhkembangkan fitrah beragama anak.
2. M.I. Soelaeman (1978:4-5) mengemukakan pendapat para ahli mengenai pengertian
keluarga: Menurut F.J Brown berpendapat bahwa ditinjau dari sudut pandang sosiologis,
keluarga dapat diartikan dua macam, yaitu pertama dalam arti luas, keluarga meliputi semua
pihak yang ada hubungan darah atau keturunan yang dapat dibandingkan dengan “clan” atau
marga. Kedua dalam arti sempit keluarga meliputi orangtua dan anak. (Prof. Dr. Syamsu
Yusuf LN, M.Pd, 2011:35-36)
3. Menurut Sudardja Adiwikarta (1988:66-67) dan Sigelman & Shaffer (1995:390-391)
berpendapat bahwa “Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang bersifat universal, artinya
terdapat pada setiap masyarakat didunia (universe) atau suatu sistem sosial yang terpancang
(terbentuk) dalam sistem sosial yang lebih besar”.
Dari beberapa pengertian dari para ahli, dapat disimpulkan bahwa “keluarga” merupakan
suatu kelompok sosial kecil yang didalam nya terdiri dari seorang ibu, ayah dan anak dan dapat
berkembang sehingga membentuk keluarga yang baru.

B. Tipe-tipe Keluarga
Tipe keluarga menurut Harmoko (2012) yaitu sebagai berikut :
1. Nuclear Family
Keluarga inti yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak yang tinggal dalam satu rumah di
tetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu/ keduanya dapat
bekerja di laur rumah.
2. Extended Family
Keluarga inti ditambahkan dengan sanak saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan,
saudara sepupu, pama, bibi, dan sebagainya.
3. Reconstitud Nuclear
Pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami/istri, tinggal
dalam pembentuan satu rumah dengan anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan
lama maupun hasil dari perkawinan baru. Satu atau keduanya dapat bekerja di luar
rumah.
4. Middle Age/ Aging Couple
Suami sebagai pencari uang. Istri di rumah/ kedua-duanya bekerja di rumah, anak-anak
sudah meningglakan rumah karena sekolah/perkawinan/meniti karier.
5. Dyadic Nuclear
Suami istri yang sudah berumur da tidak mempunyai anak, keduanya/salah satu bekerja
di rumah.
6. Single Parent
Satu orang tua sebagai akibat perceraian/ kematian pasangannya dan anak-anaknya dapat
tinggal di rumah/ di luar rumah.
7. Dual Carier
Suami istri atau keduanya berkarier dan tanpa anak.
8. Commuter Married
Suami istri/ keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak tertentu, keduanya
saling mencari pada waktu-waktu tertentu.
9. Single Adult
Wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri dengan tidak adanya keinginan untuk
menikah.
10. Generation
Tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.
11. Institutional
Anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suaru panti-panti.
12. Comunal
Satu rumah terdiri atas dua/lebih pasangan yang monogami dengan anak-anaknya dan
bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.
13. Group Marriage
Satu perumahan terdiri atas orangtua dan keturunannya di dalam satu kesatuan keluarga
dan tiap indivisu adalah menikah dengan yang lain dan semua adalah orang tua dari anak-
anak.
14. Unmarried paret and child
Ibu dan anak dimana perkawinan tidak dikehendaki, anakya di adopsi.
15. Cohibing Cauple
Dua orang/satu pasangan yang tinggal bersama tanpa pernikahan. (Harmoko, hal 23;
2012)

C. Pendekatan Keperawatan Keluarga


1. Pendekatan Kesehatan Keluarga Sebagai Kontek (Family as contex)
Berikut ini merupakan relasional yang menunjang terhadap kesinambungan pelayanan
kesehatan dengan keluarga sebagai kontek, yakni :
a. Individu ditempatkan pada fokus pertama sedangkan keluarga yang kedua
b. Fokus pelayanan keperawatan: individu.
c. Individu atau anggota keluarga akan dikaji dan diintervensi.
d. Keluarga akan dilibatkan dalam berbagai kesempatan.
2. Strategi Pendekatan Kesehatan Keluarga Sebagai Klien (Family as Client)
Berikut ini merupakan relasional yang menunjang terhadap kesinambungan pelayanan
kesehatan dengan keluarga sebagai klien, yakni:
a. Perhatian utama pada keluarga sedangkan individu kedua.
b. Keluarga dilihat sebagai penjumlahan dari individu-individu anggota keluarga.
c. Perhatian dikonsentrasikan bagaimana kesehatan individu berdampak pada keluarga
secara keseluruhan.
3. Strategi Pendekatan Kesehatan Keluarga Sebagai Sistem (Family as System)
Berikut ini merupakan relasional yang menunjang terhadap kesinambungan pelayanan
kesehatan dengan keluarga sebagai sistem, yakni:
a. Fokus pada keluarga sebagai klien dan keluarga adalah sistem yang berinteraksi.
b. Pendekatan pada individu sebagai anggota keluarga dan keluarga secara bersamaan.
c. Interaksi antara anggota keluarga menjadi target intervensi keperawatan (seperti:
hubungan orang tua dan anak, antara hirarki orang tua).
4. Strategi Pendekatan Kesehatan Keluarga Sebagai Komponen Sosial (Family as
Component of Society)
Berikut ini merupakan relasional yang menunjang terhadap kesinambungan pelayanan
kesehatan dengan keluarga sebagai komponen sosial, yakni:
a. Keluarga dilihat sebagai sebuah institusi sosial, pendidikan, spiritual, ekonomi, dan
kesehatan.
b. Kelurga adalah unit utama dan kumpulan keluarga akan membentuk sistem yang
lebih besar yaitu masyarakat.
c. Keluarga berinteraksi dengan institusi lain untuk menerima, bertukar dan saling
memberi layanan.

D. Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga


1. Pasangan baru atau keluarga baru (beginning family)
Keluarga baru dimulai pada saat masing-masing individu, yaitu suami dan istri
membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan keluarga melalui
perkawinan yang sah dan meninggalkan keluarga masing-masing, secara psikologi keluarga
tersebut membentuk keluarga baru. Suami istri yang membentuk keluarga baru tersebut
perlu mempersiapkan kehidupan yang baru karena keduanya membutuhkan penyesuaian
peran dan fungsi sehari-hari. Masing-masing pasangan menghadapi perpisahan dengan
keluarga orang tuanya dan mulai membina hubungan baru dengan keluarga dan kelompok
sosial pasangan masingmasing. Masing-masing belajar hidup bersama serta beradaptasi
dengan kebiasaan sendiri dan pasangannya. Misalnya kebiasaan makan, tidur, bangun pagi,
bekerja dan sebagainya. Hal ini yang perlu diputuskan adalah kapan waktu yang tepat untuk
mempunyai anak dan berapa jumlah anak yang diharapkan.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain :
a. Membina hubungan intim dan kepuasan bersama.
b. Menetapkan tujuan bersama;
c. Membina hubungan dengan keluarga lain; teman, dan kelompok sosial;
d. Merencanakan anak (KB)
e. Menyesuaikan diri dengan kehamilan dan mempersiapkan diri untuk menjadi orang
tua.
2. Keluarga dengan kelahiran anak pertama (child bearing family)
Keluarga yang menantikan kelahiran dimulai dari kehamilan sampai kelahiran anak
pertama dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan (2,5 tahun). Kehamilan dan
kelahiran bayi perlu disiapkan oleh pasangan suami istri melalui beberapa tugas
perkembangan yang penting. Kelahiran bayi pertama memberi perubahan yang besar dalam
keluarga, sehingga pasangan harus beradaptasi dengan perannya untuk memenuhi kebutuhan
bayi. Masalah yang sering terjadi dengan kelahiran bayi adalah pasangan merasa diabaikan
karena fokus perhatian kedua pasangan tertujuan pada bayi. Suami merasa belum siap
menjadi ayah atau sebaliknya.
Tugas perkembangan pada masa ini antara lain :
a. Persiapan menjadi orang tua
b. Membagi peran dan tanggung jawab
c. Menata ruang untuk anak atau mengembangkan suasana rumah yang menyenangan
d. Mempersiapkan biaya atau dana child bearing
e. Memfasilitasi role learning anggota keluarga
f. Bertanggung jawab memenuhi kebutuhan bayi sampai balita
g. Mangadakan kebiasaan keagamaan secara rutin.
3. Keluarga dengan anak pra sekolah (families with preschool)
Tahap ini dimulai saat kelahirn anak berusia 2,5 tahun dan berakhir saat anak berusia 5
tahun. Pada tahap ini orang tua beradaptasi terhadap kebutuhan-kebutuhan dan minat dari
anak prasekolah dalam meningatkan pertumbuhannya. Kehidupan keluarga pada tahap ini
sangat sibuk dan anak sangat bergantung pada orang tua. Kedua orang tua harus mengatur
waktunya sedemikian rupa, sehingga kebutuhan anak, suami/istri, dan ekerjaan (punya
waktu/paruh waktu) dapat terpenuhi. Orang tua menjadi arsitek keluarga dalam merancang
dan mengarahkan perkembangan keluarga dalam merancang dan mengarahkan
perkembangan keluarga agar kehidupan perkawinan tetap utuh dan langgeng dengan cara
menguatkan kerja sama antara suami istri. Orang tua mempunyai peran untuk menstimulasi
perkembangan individual anak, khususnya kemandirian anak agar tugas perkembangan anak
pada fase ini tercapai.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain sebagai berikut :
a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti : kebutuhan tempat tinggal, privasi,
dan rasa aman
b. Membantu anak untuk bersosialisasi
c. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain juga
harus terpenuhi
d. Mempertahakan hubungan yang sehat, baik di dalam maupun di luar keluarga
(keluarga lain dan lingkungan sekitar)
e. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak (tahap paling repot)
f. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga
g. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak.
4. Keluarga dengan anak usia sekolah (families with children)
Tahap ini dimulai pada saat anak yang tertua memasuki sekolah pada usia 6 tahun dan
berakhir pada usia 12 tahun. Pada fase ini keluarga mencapai jumlah anggota keluarga
maksimal, sehngga keluarga sangat sibuk. Selain aktifitas di sekolah, masing-masing anak
memiliki aktifitas dan minat sendiri demikian pula orang tua yang mempunyai aktifitas
berbeda dengan anak. Untuk itu, keluarga perlu bekerja sama untuk mencapai tugas
perkembangan. Pada tahap ini keluarga (orang tua) perlu belajar berpisah dengan anak,
memberi kesempatan pada anak untuk bersosialisasi, baik aktifitas di sekolah maupun di
luar sekolah.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah sebagai berikut :
a. Memberikan perhatian tentang kegiatan sosial anak, pendidikan dan semangat belajar
b. Tetap mempertahanan hubungan yang harmonis dalam perkawinan
c. Mendorong anak unuk mencapai pengembangan daya intelektual
d. Menyediakan aktifitas untuk anak
e. Manyesuaikan pada aktifitas komunitas dengan mengikutsertakan anak.
5. Keluarga dengan anak remaja (families with teenagers)
Tahap ini dimulai saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya berakhir sampai pada
usia 19-20 tahun, pada saat anak meninggalkan rumah orang tuanya. Tujuannya keluarga
melepas anak remaja dan memberi tanggung jawab serta kebebasan yang lebih besar untuk
mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain sebagai berikut :
a. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab mengingat remaja
yang sudah bertambah dan meningkat otonominya.
b. Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.
c. Mempertahakan komunikasi terbuka antara anak dan orang tua, hindari perdebatan,
kecurigaan dan permusuhan.
d. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.
6. Keluarga dengan anak dewasa atau pelepasan (lounching center families)
Tahap ini dimulai pada saat anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahap ini
bergantung pada banyaknya anak dalam keluarga atau jika anak yang belum berkeluarga dan
tetap tinggal bersama orang tua. Tujuan utama pada tahap ini adalah mengorganisasi
kembali keluarga untuk tetap berperan dalam melepas anaknya untuk hidup sendiri.
Keluarga empersiapkan anaknya yang tertua untuk membentuk keluarga sendiri dan tetap
membantu anak terakhir untuk lebih mandiri. Saat semua anak meninggalkan rumah,
pasangan perlu menata ulang dan membina hubungan suami istri seperti pada fase awal.
Orang tua akan merasa kehilangan peran dalam merawat anak dan merasa kosong karena
anak-anaknya sudah tidak tinggal serumah lagi. Guna mengatasi keadaan ini orang tua perlu
melakukan aktifitas kerja, meningkatkan peran sebagai pasangan, dan tetap memelihara
hubungan dengan anak.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah :
a. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar
b. Mempertahankan keintiman pasangan
c. Membantu orang tua suami atau istri yang sedang sakit dan memasuki masa tua
d. Mempersiapkan untuk hidup mandiri dan menerima kepergian anak
e. Menata kembali fasilitas dan sumber yang ada pada keluarga
f. Berperan sebagai suami istri, kakek, dan nenek
g. Menciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh bagi anak-anaknya.
7. Keluarga usia pertengahan (middle age families)
Tahapan ini dimulai saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan berakhir saat
pensiun atau salah satu pasangan meninggal. Pada tahap ini semua anak meninggalkan
rumah, maka pasangan berfokus untuk mempertahankan kesehatan dengan berbagai
aktifitas.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini atara lain adalah :
a. Mempertahankan kesehatan
b. Mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan dalam arti mengolah minat sosial dan
waktu santai
c. Memulihkan hubungan antara generasi muda dengan generasi tua
d. Keakraban dengan pasangan
e. Memelihara hubungan/kontak dengan anak dan keluarga
f. Persiapan masa tua atau pensiun dengan meningkatkan keakraban pasangan.
8. Keluarga usia lanjut
Tahap terakhir perkembangan keluarga dimulai saat salah satu pasangan pensiun,
berlanjut salah satu pasangan meninggal. Proses usia lanjut dan pensiun merupakan realitas
yang tidak dapat dihindari karena berbagai proses stresor dan kehilangan yang harus dialami
keluarga. Stresor tersebut adalah berkurangnya pendapatan, kehilangan berbagai hubungan
sosial, kehilangan pekerjaan serta perasaan menurunnya produktifitas dan fungsi kesehatan.
Mempertahankan penataan kehidupan yang memuaskan merupakan tugas utama keluarga
pada tahap ini. Usia lanjut umumnya lebih dapat beradaptasi tinggal di rumah sendiri
daripada tinggal bersama anaknnya.
Tugas perkembangan tahap ini adalah :
a. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan
b. Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik, dan
pendapatan
c. Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat
d. Mempertahakan hubungan anak dan sosial masyarakat
e. Melakukan life review
f. Menerima kematian pasangan, kawan, dan mempersiapkan kematian (harmoko,
2012).

E. Tugas Kesehatan Keluarga


1. Mengenal masalah kesehatan
Kesehatan merupakan bagian dari kebutuhan keluarga yang tidak boleh di abaikan,
karna kesehatan berperan penting dalam keluarga
2. Memutuskan tindakan yang tepat bagi keluarga
Peran ini merupakan upaya keluarga untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai
dengan keadaan keluarga
Adapun klarifikasi nya adalah :
a. Apakah masalah dirasakan oleh keluarga?
b. Apakah kepala keluarga merasa menyerah terhadap masalah yang di hadapi salah
satu anggota keluarga?
c. Apakah kepala keluarga takut akibat dari terapi yang di lakukan terhadap salah satu
anggota keluarganya?
d. Apakah kepala keluarga percaya pada petugas kesehatan?
e. Apakah keluarga mempunyai kemampuan untuk menjangkau fasilitas kesehatan?
3. Memberikan perawatan pada keluarga yang sakit
Pemberian secara fisik merupakan beban paling berat yang di rasakan keluarga
(friedman,1998). Suprajitno (2004) menyatakan bahwa keluarga memiliki keterbatasan
dalam mengatasi masalah keperawatan keluarga, Untuk mengetahui yang dapat di kaji
yaitu :
a. Apakah keluarga aktif dalam ikut merawat pasien?
b. Bagaimana keluarga mencari pertolongan dan mengerti tentang perawatan yang di
perlukan pasien?
c. Bagaimana sikap keluarga terhadap pasien?
4. Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga
a. Pengetahuan keluarga tentang sumber yang di miliki di sekitar lingkungan rumah
b. Pengetahuan tentang penting nya sanitasi lingkungan dan manfaat nya
c. Kebersamaan dalam meningkat kan dan memelihara lingkngan rumah yang
menunjang kesehatan
5. Menggunakan pelayanan kesehatan
Untuk mengetahui kemampuan keluarga dalam memanfaatkan sarana kesehatan yang
perlu di kaji tentang :
a. Pengetahuan keluarga tentang fasilitas kesehatan yang dapat di jangkau keluarga
b. Keuntungan dari adanya fasilitas kesehatan
c. Kepercayaan keluarga terhadap pelayanan kesehatan yang ada
d. Apakah fasilitas kesehatan dapat terjangkau oleh keluarga

F. Peran perawat keluarga


1. Pendidikan kesehatan
Penyuluhan atau pendidikan kesehatan merupakan satu dari pendekatan intervensi
keperawatan keluarga yang utama. Pendidikan dapat mencakup berbagai bidang, isi dan
fokus, termasuk promosi kesehatan dan pencegahan penyakit, masalah kesakitan/disabilitas
dan dampaknya, serta dinamika keluarga. (Friedman, 2010)
Watson (1985) menekankan bahwa pendidikan memberikan informasi kepada
klien, dengan demikian, membantu mereka untuk dapat mengatasi secara lebih efektif
terhadap perubahan kehidupan dan peristiwa yang menimbulkan stres. Mendapatkan
informasi yang berarti, membantu anggota keluarga lebih merasa memegang kendali dan
mengurangi stres. Hal ini juga memungkinkan mereka untuk mengartikan lebih jelas
pilihan mereka dan lebih berhasil menyelesaikan masalah mereka. (Friedman, 2010)
2. Konseling
Konseling adalah suatu proses bantuan interaktif antara konselor dan klien yang
ditandai oleh elemen inti penerimaan, empati, ketulusan, dan keselarasan. Hubungan ini
terdiri dari serangkaian interaksi sepanjang waktu berupa konselor yang melalui berbagai
teknik aktif dan pasif, berfokus pada kebutuhan, masalah atau perasaan klien yang telah
memengaruhi perilaku adaptif klien. (Bank, 1992 dalam Friedman 2010)
Elemen inti konseling adalah empati atau menyelami atau merasakan perasaan
dan perilaku orang lain; penerimaan positif terhadap klien; dan selaras atau tulus, tidak
berpura-pura dan jujur dalam hubungan klien-perawat. ( Friedman, 2010)
3. Membuat kontrak
Suatu cara efektif bagi perawat yang berpusat pada keluarga agar dapat dengan
realistik membantu individu dan keluarga membuat perubahan perilaku adalah dengan cara
membuat kontrak.
Kontrak adalah persetujuan kerjasama yang dibuat antara dua pihak atau lebih,
misalnya antara orang tua dan anak. Ara tepat waktu dan relefan, kontrak waktu dapat
dinegosiasi secara terus menerus dan harus mencakup area sebagai berikut : tujuan, lama
kontrak, tanggung jawab klien, langkah untuk mencapai tujuan, dan penghargaan terhadap
pencapaian tujuan (Sloan dan Schommer, 1975; Steiger dan Lipson, 1985 dalam Friedman
2010)
Biasanya kontrak dibuat dalam bentuk tertulis, singkat, sederhana dan tanpa
paksaan (Goldenbergh & Goldenbergh, 2000 dalam Friedman 2010).
4. Menejemen kasus
Menejemen kasus memiliki riwayat perkembangan sebagai bagian dari peran
perawat kesehatan masyarakat; terakhir dugunakan di tatanan layanan kesehatan yang
bersifat akut. (Carry 1996 dalam Friedman 2010).
Pertumbuhan perawatan terkelola telah menjadi kekuatan utama munculnya
menejemen kasus. Perawatan terkelola yang menekankan pada pengendalian biaya dan
peningkatan efisiensi perawatan, sementara memelihara kualitas perawatan dan kepuasan
klien, benar-benar membentuk cara menejemen kasus berfungsi ( Jones, 1994; MacPhee &
Hoffenbergh, 1996 dalam Friedman 2010)
5. Advokasi klien
Komponen utama dari menejemen kasus adalah advokasi klien (Smith, 1993
dalam Friedman 2010). Advokasi adalah seseorang yang berbicara atas nama orang atau
kelompok lain.
Peran sebagai advokat klien melibatkan pemberian informasi kepada klien dan
kemudian mendukung mereka apapun keputusan yang mereka buat (Bramlett, Gueldener,
dan Sowell, 1992; Kohnke, 1982 dalam Friedman 2010)
Perawat keluarga dapat menjadi advokat klien dengan sedikitnya empat cara,
yaitu :
a. Dengan membantu klien memperoleh layanan yang mereka butuhkan dan menjadi
hak mereka
b. Dengan melakukan tindakan yang menciptakan sistem layanan kesehatan yang
lebih responsif terhadap kebutuhan klien
c. Dengan memberikan advokasi untuk memasukan pelayanan yang lebih sesuai
dengan sosial-budaya.
d. Dengan memberikan advokasi untuk kebijakan sosial yang lebih responsive
(Canino dan Spurlock, 1994 dalam Friedman, 2010).
6. Koordinasi
Salah satu peran advokasi klien yang diterima secara luas adalah koordinator.
Karena inti dari menejemen kasus adalah juga koordinasi, pengertian advokasi dan
koordinasi pada pokonya saling tumpang tindih. Pada kenyataannya menejemen kasus
sering kali diartikan sebagai koordinasi (khususnya di bidang kerja sosial), dan dirancang
untuk memberikan berbagai pelayanan kepada klien dengan kebutuhan yang kompleks di
dalam suatu pengendali tunggal. (Sletzer, Litchfield, Lowy & Levin, 1989 dalam
Friedman, 2010)
Koordinator diperlukan pada perawatan berkelanjutan agar pelayanan yang
komprehensif dapat tercapai. Koordinasi juga sangat diperlukan untuk mengatur program
kegiatan atau terapi dari berbagai disiplin ilmu agar tidak terjadi tumpang tindih dan
pengulangan.
7. Kolaborasi
Sebagai perawat komunitas juga harus bekerja sama dengan pelayan rumah sakit,
puskesmas, dan anggota tim kesehatan yang lain untuk mencapai tahap kesehatan keluarga
yang optimal. Kolaborasi tidak hanya dialukakan sebagai perawat di rumah sakit tetapi
juga dikeluarga dan komunitaspun dapat dilakukan. Kolaborasi menurut Lamb dan
Napadano (1984) dalam Friedman (2010) adalah proses berbagi perencanaan dan tindakan
secara berkelanjutan disertai tanggng jawab bersama terhadap hasil dan kemampuan
bekerjasama untuk tujuan sama menggunakan teknik penyelesaian maslaah.
8. Konsultasi
Perawat sebagai nara sumber bagi keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan.
Agar keluarga mau meminta nasehat pada perawat maka hubungan perawat dan keluarga
harus dibina dengan baik, perawat harus bersikap terbuka dan dapat dipercaya. Maka
dengan demikian, harus ada Bina Hubungan Saling Percaya (BHSP) antara perawat dan
keluarga.
Konsultasi termasuk sebagai intervensi keperawatan keluarga karena perawat
keluarga sering berperan sebagai konsultan bagi perawat, tenaga profesional, dan para
profesional lainnya ketika informasi klien dan keluarga serta bantuan diperlukan.
(Friedman, 2010).

G. Integrasi Islam dalam keperawatan keluarga


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan “Keluarga” adalah : ibu bapak dengan
anak-anaknya, satuan kekerabatan yang sangat mendasar di masyarakat.3 Keluarga
merupakan sebuah institusi terkecil di dalam masyarakat yang berfungsi sebagai wahana
untuk mewujudkan kehidupan yang tenteram, aman, damai dan sejahtera dalam suasana
cinta dan kasih sayang diantara anggotanya. Suatu ikatan hidup yang didasarkan karena
terjadinya perkawinan, juga bisa disebabkan karena persusuan atau muncul perilaku
pengasuhan.
Dalam Al-Qur’an dijumpai beberapa kata yang mengarah pada “keluarga”. Ahlul bait
disebut keluarga rumah tangga Rasulullah SAW (al-Ahzab 33). Wilayah kecil adalah ahlul
bait dan wilayah meluas bisa dilihat dalam alur pembagian harta waris. Keluarga perlu
dijaga (At-Tahrim 6), keluarga adalah potensi menciptakan cinta dan kasih sayang. Menurut
Abu Zahra bahwa institusi keluarga mencakup suami, isteri, anak-anak dan keturunan
mereka, dan mencakup pula saudara kakek, nenek, paman dan bibi serta anak mereka
(sepupu).
Menurut Salvicion dan Celis di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang
tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, hidupnya
dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing
dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.

H. Ruang lingkup keperawatan keluarga


Pelayanan keperawatan keluarga mencakup Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dan
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yang diberikan kepada klien sepanjang rentang kehidupan
dan sesuai tahap perkembangan keluarga. Ruang lingkup praktik keperawatan komunitas
meliputi:
1. Upaya-upaya peningkatan kesehatan (promotif),
2. Pencegahan (preventif),
3. Pemeliharaan kesehatan dan pengobatan (kuratif),
4. Memulihan kesehatan (rehabilitatif) dan
5. Mengembalikan serta memfungsikan kembali baik individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat ke lingkungan sosial dan masyarakatnya (resosialisasi).

DAFTAR PUSTAKA

Keperawatan Keluarga. Jakarta : Penerbit CV. Sagung Seto.

Bambang Sumantri. (2011). Ruang Lingkup Keperawatan Komunitas. Diakse pada tanggal 29
September 2016 pada: http://mantrinews.blogspot.co.id/2011/12/ruang-lingkup-
keperawatankomunitas.html
Agiani, P., Nursetiawati, S., & Muhariyati, M. (2015). ANALISIS MANAJEMEN WAKTU
PADA IBU BEKERJA. Jurnal Kesejahteraan Keluarga Dan Pendidikan, 3(2), 54–67.

Aisyah, N. (2013). RELASI GENDER DALAM INSTITUSI KELUARGA ( Pandangan Teori


Sosial Dan Feminis ). 5(2), 203–224.

Aisyah, S. N., Gede Putri, V. U., & Mulyati, M. (2017). Pengaruh Manajemen Waktu Ibu
Bekerja Terhadap Kecerdasan Emosional Anak. JKKP (Jurnal Kesejahteraan Keluarga
Dan Pendidikan), 3(1), 33. https://doi.org/10.21009/jkkp.031.08

Amalia, L. (2018). PENILAIAN KETAHANAN KELUARGA TERHADAP KELUARGA


GENERASI MILLENIAL DI ERA GLOBALISASI SEBAGAI SALAH SATU PONDASI
KETAHANAN NASIONAL. Jurnal Kesejahteraan Keluarga Dan Pendidikan, 5(2), 159–
172.

Maharti, H. M. (2018). Hubungan Antara Kepuasan Pernikahan, Komitmen Beragama, Dan


Komitmen Pernikahan Di Indonesia. JKKP (Jurnal Kesejahteraan Keluarga Dan
Pendidikan), 5(1), 70–81. https://doi.org/10.21009/jkkp.051.07

Putri, F. R. (2018). Hubungan pola asuh otoriter terhadap perilaku perundungan pada remaja.
Jurnal Kesejahteraan Keluarga Dan Pendidikan, 5(2).

Anda mungkin juga menyukai