Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

PNEUMONIA

Dosen Pembimbing: Dr. Grido Handoko Sriyono

Di Susun Oleh
Kelompok 2:
1. Bayu Laksono (14201.06.14004)
2. Fatimatus Zahroh (14201.06.14012)
3. Gayuh Widya Utami (14201.06.14043)
4. Ubaidillah Hasan (14201.06.14041)
5. Nur Azizah (14201.06.14029)
6. Vivin Nur Mauliana (14201.06.14044)

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

STIKES HASHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG

PROBOLINGGO

2016

i
HALAMAN PENGESAHAN

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

PNEUMONIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar


Sistem Respirasi

Mengetahui,

Dosen Mata Ajar

Dr. Grido Handoko Sriyono

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT.
Atas segala limpah rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan
penyusunan makalah ini, dan sholawat serta salam semoga selalu tercurah
limpahkan kepada proklamator sedunia, pejuang tangguh yang tak gentar
menghadapi segala rintangan demi umat manusia, yakni Nabi Muhammad SAW.

Adapun maksud penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas di


STIKES Hafshawaty, kami susun dalam bentuk kajian ilmiah dengan judul
“Asuhan Keperawatan pada klien Pneumonia ” dan dengan selesainya
penyusunan makalah ini, kami juga tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:

1. KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, SH.MM sebagai pengasuh pondok


pesantren Zainul Hasan Genggong.
2. Ns. Iin Aini Isnawaty, S.Kep.,M.Kes. sebagai ketua STIKES Hafshawaty
Zainul Hasan Genggong.
3. Shinta Wahyusari, S.Kep. Ns., M.Kep., Sp.Kep. Mat. sebagai Ketua Prodi
S1 Keperawatan.
4. Dr. Grido Handok Sriyono. Sebagai dosen mata ajar Sistem Respirasi.
5. Santi Damayanti,A.Md. sebagai ketua perpustakaan STIKES Hafshawaty
Zainul Hasan Genggong.
Pada akhirnya atas penulisan materi ini sepenuhnya belum
sempurna. Oleh karena itu, dengan rendah hati pembuat makalah
mengharap kritik dan saran dari pihak dosen dan para audien untuk
perbaikan dan penyempurnaan pada materi makalah ini.

Probolinggo, Sebtember 2016

Penyusun

DAFTAR ISI
iii
Halaman Sampul............................................................................................ i
Lembar Pengesahan........................................................................................ ii
Kata Pengantar............................................................................................... iii
Daftar Isi......................................................................................................... iv

BAB 1 PENDAsHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................... 2
1.3 Tujuan......................................................................................................... 2
1.4 Manfaat....................................................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.2 Definisi Pneumonia ................................................................................... 12
2.3 Etiologi Pneumonia ................................................................................... 13
2.4 Patofisiologi Pneumonia ............................................................................ 14
2.5 Manifestasi Klinis Pneumonia ................................................................... 17
2.6 Klasifikasi Pneumonia ............................................................................... 18
2.8 Pemeriksaan Penunjang Pneumonia .......................................................... 25
2.9 Penatalaksanaan Pneumonia ..................................................................... 26

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN TEORI


4.1 Pengkajian................................................................................................... 28
4.2 Diagnosa Keperwatan................................................................................. 31
4.3 Intervensi Keperwatan ............................................................................... 33

BAB 4 PENUTUP
5.1 Kesimpulan................................................................................................. 36
5.2 Saran........................................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 37

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkin paru yang
biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA). (Nanda Nic- Noc,
2015)
Pneumonia merupakan masalah kesehatan dunia karena angka kematiannya
tinggi, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju seperti Amerika
Serikat, Kanada dan negara-negara Eropa. Di Amerika Serikat misalnya terdapat dua juta
sampai tiga juta kasus pneumonia per tahun dengan jumlahanhka kematian rata-rata
45.000 orang (Misnadiarly, 2008).

Menurut World Health Organization/WHO (2010), pneumonia merupakan salah


satu penyebab kematian pada anak di seluruh dunia. Setiap tahun pneumonia membunuh
sekitar 1,6 juta anak balita atau sekitar 14% dari seluruh kematian balita di seluruh dunia.
Angka ini lebih tinggi dinbandingkan dari kematian akibat HIV/AIDS sebanyak 2%,
malaria 8% dan campak 1% .
Menurut World Health Statistic 2010, risiko kematian anak dibawah usia 5 tahun
berlangsung selama periode neonatal yaitu 28 hari pertama kehidupan (40%) meliputi
kelahiran premature, lahir asfiksia dan infeksi. Dari akhir periode neonatal sampai
dengan lima tahun pertama kehidupan, penyebab utama kematian adalah pneumonia,
diare, malaria, campak dan HIV/AIDS. Malnutrisi adalah faktor yang mendasari lebih dari
sepertiga dari semua kematian anak yang membuat anak-anak lebih rentan terhadap
penyakit.
Di Indonesia diperkirakan setiap tahun ada 150.000 balita yang meninggal karena
pneumonia. Jika dihitung rata-ratanya setiap 4 menit ada seorang balita yang meninggal
akibat pneumonia atau 17 orang per jam atau 416 orang per hari (Sub Direktorat ISPA,
1998). Angka ini sangat besar, sehingga perlu mendapat perhatian khusus bagi pengelola
program ISPA pusat, provinsi, kota serta perlu mendapat dukungan dari pemerintah

1
daerah agar upaya pengendalian penyakit pneumonia dapat dilaksanakan dengan dengan
optimal sehingga angka kematian anak akibat pneumonia dapat diturunkan. (Buletin
Jendele Epidemilogi, 2010).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana konsep asuahan keperawatan pada pasien dengan Pneumonia ?

1.3 Tujuan Tujuan


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui tentang konsep asuahan keperawatan pada pasien dengan
Pneumonia .
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi Pneumonia
2. Untuk mengetahui etiologi dari Pneumonia .
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari Pneumonia .
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari Pneumonia .
5. Untuk mengetahui klasifikasi dari Pneumonia .
6. Untuk mengetahui komplikasi dari Pneumonia
7. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan dari Pneumonia .
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Institusi Pendidikan
Terciptanya mahasiswa yang paham tentang konsep Menambah referensi
pendidikan mengenai pentingnya konsep asuahan keperawatan pada pasien dengan
Pneumonia
1.4.2 Bagi Mahasiswa
Untuk menambah wawasan mengenai konsep asuahan keperawatan pada pasien
dengan Pneumonia

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMO DAN FISISOLOGI

ORGAN PERNAPASAN

1. Hidung
Hidung atau naso atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang (kavum nasi),dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Di dalamnya terdapat
bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk ke lubang
hidung.
1. Bagian luar dinding terdiri dari kulit.
2. Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dari tulang rawan.
3. Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang dinamakan karang
hidung (konka nasalis), yang berjumlah 3 buah:
a. Konka nasalis inferior (karang hidung bagian bawah).
3
b. Konka nasalis media (karang hidung bagian tengah).
c. Konka nasalis superior (karang hidung bagian atas).

Di antara konka ini terdapat 3 buah lekukan meatus yakni meatus superior
(lekukan bagian atas), meatus medialis (lekukan bagian tengah) dan meatus inferior
(lekukan bagian bawah) . meatus-meatus inilah yang di lewati oleh udara pernapasan,
sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak, lubang ini di sebut
koana. Dasar dari rongga hidung di bentuk oleh tulang rahang atas, ke atas rongga hidung
berhubungan dengan beberapa rongga rahang atas, sinus frontalis pada rongga tulang
dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji dan sinus etmoidalis pada rongga tulang
tapis.

Pada sinus etmoidalis, keluar ujung-ujung saraf saraf penciuman yang menuju ke
konka nasalis. Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman, sel tersebut terutama
terdapat di bagian atas. Pada hidung dibagian mukosa terdapat serabut saraf atau reseptor
dari saraf penciuman (nervus olfaktorius).

Di sebelah belakang konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari langit-langit
terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak dengan rongga
pendengaran tengah. Saluran ini di sebut tuba auditiva eustaki yang menghubungkan
telinga tengah dengan faring dan laring. Hidung juga berhubungan dengan saluran air
mata disebut tuba lakrimalis.

2. Faring
Tekak atau faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan
jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut
sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain; ke atas
berhubungan dengan rongga hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana; ke
depan berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium;
ke bawah terdapat dua lubang; ke depan lubang laring; ke belakang lubang esofagus. Di
bawah selaput lendir terdapat jarinagn ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel getah
bening. Perkumpulan getah bening ini dinamakan adenoid. Disebelahnya belakang

4
terdapat epiglotis (empang tenggorok) yang berfungsi menutup laring pada waktu
menelan makanan.
Rongga tekak di bagi menjadi 3 bagian:
1. Bagian sebelah ats yang sama tingginya dengan koana disebut nasofaring.
2. Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus fausium disebut orofaring.
3. Bagian bawah sekali dinamakan laringofaring.
3. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak sebagai
pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebrata
servikalis dan masuk dalam trakea di bawahnya. Pangkal tenggorok itu dapat di tutup
oleh sebuah empeng tenggorok yang di sebut epiloglotis, yang terdiri dari tulang-tulang
rawan berfungsi pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
Laring terdiri dari 5 tulang rawan antara lain :
1. Kartilogi tiroid (I buah) depan jakun (Adam’s apple), sangat jelas terlihat pada pria.
2. Kartilogi ariteanoid (2 buah) yang berbentuk baker.
3. Kartilogi krikoid (1 buah) yang terbentuk cincin.
4. Kartilogi epiglotis (1 buah).

Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian epiglotis yang dilapisi
oleh sel epitelium berlapis. Pita suara ini berjumlah 2 buah: di bagian atas adalah pita
suara palsu dan tidak mengeluarkan suara yang di sebut dengan ventrikularis; di bagian
bawah adalah pita suara yang sejati yang membentuk suara yang di sebut vokalis,
terdapat 2 buah otot. Oleh gerakan 2 buah otot ini maka pita suara dapat bergetar dengan
demikian pita suara (rima glotidis) dapat melebar dan mengecil, sehingga disinilah
terbentuknya suara.

Proses pembentukan suara

Terbentuknya suara merupakan hasil dari kerja sama antara rongga mulut, rongga hidung,
laring, lidah dan bibir. Pada pita suara palsu tidak terdapat otot, oleh karena itu pita suara
ini tidak dapat bergetar, hanya antara kedua pita suara tadi dimasuki oleh aliran udara
maka tulang rawan gondok dan tulang tulang rawan bentuk beker tadi di putar. Akibatnya

5
pita suara dapat mengencang dan mengendor dengan demikian sela udara menjadi sempit
atau luas.

Pergerakan ini di bantu oleh otot-otot laring, udara yang dari paru-paru
dihembuskan dan menggetarkan pita suara. Getaran itu di teruskan melalui udara yang
keluar-masuk. Perbedaan suara bergantung pada tebal dan panjangnya pita suara. Pita
suara pria jauh lebih tebal dari pada pita suara wanita.

4. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang di bentuk oleh 16-
20 cincinyang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf
C). Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang di sebut sel
bersilia, hanya bergerak kearah luar. Panjang trakea 9-11 cm dan di belakang terdiri dari
jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
Sel-sel bersilia berguna untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk
besama-sama dengan udara pernapasan. Yang memisahkan trakea menjadi bronkus kiri
dan kanan di sebut karina.
5. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorok merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat
pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea
dan dilapisi oleh jenis set yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dab ke samping kea
rah tampuk paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus
kiri, terdapat 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih
ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus
bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil di sebut bronkiolus (bronkioli). Pada
bronkioli tak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung
paru/gelembung hawa atau alveoli.

Paru-paru

6
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung
(gelembung hawa, alveoli). Gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel.
Jika di bentangkan luas permukaannya lebih kurang 90 m2. Pada lapisan ini terjadi
pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 di keluarkan dari darah. Banyaknya
gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).

Paru-paru di bagi dua: paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), lobus
pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobus.
Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus sinistra lobus superior dan lobus inferior.
Tiap-tiap terdiri dari belahan yang lebih kecil bernama segmen. Paru-paru kiri
mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen
pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus
superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior.
Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.

Di antara lobulus satu dengan yang lainnya di batasi oleh jaringan ikat yang berisi
pembuluh darah getah bening dan saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat sebuah
bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang-
cabang ini di sebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus
yang diameternya antara 0,2-0,3 mm.

Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga


dada/kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tumpuk paru-paru atau hilus.
Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru di bungkus oleh selaput yang
bernama pleura. Pleura di bagi menjadi 2: I) Pleura visceral (selaput dada pembungkus)
yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru;2) pleura pariental yaitu selaput
yang melapisi rongga dada liar. Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang di
sebut kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa udara)
sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat)
yang berguna untuk meminyaki permukaan (pleura), menghindari gesekan antara paru-
paru dan dingding dada sewaktu ada gerakan bernapas.

Pembuluh darah paru

7
Sirkulasi pulmonar berasal dari ventrikel kanan yang tebal dingdingnya 1/3 dari
tebal ventrikel kiri. Perbedaan ini menyebabkan kekuatan kontraksi dan tekanan yang
ditimbulkan jauh lebih kecil di bandingkan dengan tekanan yang di timbulkan oleh
kontraksi ventrikel kiri. Selain aliran melalui arteri pulmonal ada darah yang langsung
mengalir ke paru-paru dan aorta melalui arteri bronkialis. Darah ini adalah darah “kaya
oksigen” di bandingkan dengan darah pulmonal yang relative kekurangan oksigen. Darah
ini kembali melalui vena pulmonalis ke atrium kiri. Arteri pulmonalis membawa darah
yang sedikit mengandung oksigen dari ventrikel kanan ke paru-paru. Cabang-cabangnya
meyentuh saluran-saluran bronchial, sampai ke alveoli halus.

Alveoli itu membelah dan membentuk jaringan kapiler, dan jaringan kapiler itu
menyentuh dingding alveoli (gelembung udara). Jadi darah dan udara hanya oleh
dingding kapiler. Dari epitel alveoli, akhirnya kapiler menjadi satu samapai menjadi vena
pulmonalis dan sejajar dengan cabang tenggorok yang ke luar melalui tumpuk paru-paru
ke sarambi jantung kiri (darah mengandung oksigen), sisa dari vena pulmonalis di
tentukan dari setiap paru-paru oleh vena bronkialis dan ada yang mencapai vena kava
inferior, maka dengan demikian paru-paru mempunyai persediaan darah ganda.

Kapasitas paru-paru merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung udara


di dalamnya. Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut

1. Kapasitas total, yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspirasi
sedalam dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung pada beberapa
hal: kondisi paru-paru, umur, sikap, dan bentuk seseorang.
2. Kapasitas vital, yaitu jumlah udara yang dapat di keluarkan setelah ekspirasi
maksimal.
Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru dapat menampung udara sebanyak
±5 liter. Waktu ekspirasi, di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara. Pada waktu
kita bernapas biasa, udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600 cm3 (2 ½ liter). Jumlah
pernapasan dalam keadaan normal orang dewasa orang dewasa 16-18kali/ menit, anak-
anak kira-kira 24 kali/menit, dan bayi kira-kira 30 kali/ menit.

8
Dalam keadaan tertentu keadaan tersebut akan berubah, misalnya akibat dari
suatu penyakit, pernapasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya. Beberapa yang
berhubungan dengan pernapasan:
 Batuk, menghembuskan napas dengan tiba-tiba yang kekuatannya luar biasa,
akibat dari salah satu rangsangan baik yang berasal dari luar maupun dari dalam.
Misalnya dari luar bahan-bahan kimia yang merangsang selaput lendir di jalan
pernapasan.
 Bersin, pengeluaran napas dengan tiba-tiba akibat dari terangsangnya selaput
lendir hidung, dalam hal ini udara keluar dan hidung dan mulut.

Proses Terjadinya Pernapasan

Terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas) dan ekspirasi


(menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan inspirasi dan ekspirasi secara
bergantian, teratur, berirama dan terus menerus. Bernapas merupakan gerak reflex
yang terjadi pada otot-otot pernapasan. Reflex bernapas ini di atur oleh pusat
pernapasan yang terletak di dalam sumsum peyambung (medulla oblongata). Oleh
karena seseorang dapat menahan, memperlambat, dan mempercepat napasnya, ini
berarti reflex bernapas juga di bawah pengaruh kortex serebri. Pusat pernapasan
sangat peka terhadap kelebihan kadar CO2 dalam darah dan kekurangan dalam darah.
Inspirasi terjadi bila muskulus diagfragma telah mendapat rangsangan dari nervus
frenikus lalu mengerut datar.

Muskulus interkostalis yang terletaknya miring, setelah mendapat rangsangan


kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar. Dengan demikian jarak
antara sternum (tulang dada) dan vertebrata semakin luas dan melebar. Rongga dada
membesar maka pleura akan tertarik, yang menarik paru-paru sehingga tekanan udara
di dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar.

Ekspirasi pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma akan menjadi
cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan engan demikian rongga dada menjadi
kecil kembali, maka udara di dorong keluar. Jadi proses respirasi atau pernapasan ini
terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru.
9
Pernapasan dada. Pada seseorang bernapas, rangka dada terbesar bergerak.
Pernapasan ini dinamakan pernapasan dada. Ini terdapat pada dada rangka yang
lunak, yaitu pada orang-oramg yang muda dan pada perempuan.

Pernapasan perut. Jika waktu bernapas diagfragma turun naik, maka ini di
namakan pernapasan perut. Kebanyakan orang tua, karena tulang rawannya tidak
begitu lembek dan bingkas lagi di sebabkan oleh banyak zat kapur mengendap di
dalamnya dan ini banyak di temukan pada pria.

Fisiologi pernapasan

Oksigen dalam tubuh dapat di atur menurut keperluan. Manusia sangat


membutuhkan oksigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen selama 4 menit
akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat di perbaiki dan bisa
menimbulkan kematian. Kalau penyedian oksigen berkurang akan menimbulkan kacau
pikiran dan anoksia serebralis, misalnya orang bekerja pada ruanagn yang sempit,
tertutup, ruang kapal, katel uap, dan lain-lain. Bila oksigen tidak mencukupi maka warna
darah merahnya hilang berganti kebiru-biruan misalnya yang terjadi pada bibir, telinga,
lengan dan kaki (disebut sianosis).

Pernapasan luar

Kecenderungan kekuatan tekanan molekul gas meningkat sampai pada


ketidakseimbangan dan menjadi tidak stabil. Ketidakseimbangan molekul gas dalam
ruang difusi ini tidak sampai ke seluruh molekul gas. Kembalinya tekanan sementara
akan mengganggu keseimbangan sehingga kekuatan tekanan akan meningkat dan
bertambah besar.

PERNAPASAN DALAM

Normal cairan intertisial memiliki PO2 adalah 40 mmHg dan PCO2 45 mmHg.
Sebagai hasil, oksigen disebarkan keluar pembuluh kapiler dan karbon dioksida (CO2)
diterima oleh pembuluh kapiler samapai tekanan sama dengan bagian membrane.

10
Darah vena keluar dari kapiler ditranspor ke sirkulasi paru-paru ketika pernapsan
luar akan memindahkan kelebihan CO2 dari kapiler bersama oksigen. O2 dan CO2 dapat
larut dalam plasma darah. Ini merupakan fungsi merupakan fungsi utama membram sel
yang membutuhkan banyak oksigen dan menghasilkan leebih banyak karbon dioksida
dari pada plasma yang di serap dan diedarkan. Kelebihan O2 dan CO2 diedarkan ke
dalam sel-sel darah merah tempat molekul-molekul gas tersusun untuk dapat diedarkan
ke seluruh tubuh. Masalahnya yang terpenting untuk reaksi adalah keteraturan dan dapat
kembali sempurna. Keteraturan plasma oksigen dan karbon dioksida berkonsentrasi
tinggi. Molekul-molekul berpindah ke sel darah merah ketika konsentrasi plasma rendah
sehingga sel darah merah melepaskan persediaan cadangannya . (Syaifuddin. 2006)

2. PENGERTIAN PNEUMONIA

11
Pneumonia adalah proses inflamasi parenkin paru yang terjadi konsolidasi dan
terjadi pengisian rongga alveoli oleh eksudat yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus,
jamur, dan benda-benda asing. Pneumonia dikelompokkan berdasarkan agen
penyebabnya. Pneumonia juga mungkin terjadi akibat terapi radiasi, bahan kimia, dan
aspirasi. Pneumonia radiasi dapat menyertai terapi radiasi untuk kanker payudara atau
paru, biasanya terjadi 6 minggu atau lebih setelah pengobatan selesai. Pneumonia
kimiawi adalah pneumonia yang terjadi setelah menghirup kerosin atau inhalasi gas yang
mengiritasi. (Muttaqin, 2014)

Pneumonia merupakan masalah kesehatan dunia karena angka kematiannya


tinggi, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju seperti Amerika
Serikat, Kanada dan negara-negara Eropa. Di Amerika Serikat misalnya terdapat dua juta
sampai tiga juta kasus pneumonia per tahun dengan jumlahanh kematian rata-rata 45.000
orang (Misnadiarly, 2008).

12
Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkin paru yang
biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA). (Nanda Nic- Noc,
2015)

3. ETIOLOGI
Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet dan sering disebabkan oleh streptoccus
pneumonia melalui selang infuse oleh staphylococcus aureus, sedangkan pada pemakaian
ventilator oleh P. aeruginosa dan enterobacter penyakit kronis, polusi lingkungan,
penggunaan antibiotic . Setelah masuk ke paru- paru organisme bermultiplikasi dan jika
telah berhasil mengalahkan mekanisme pertahanan paru terjadi pneumonia . (Nanda Nic-
Noc, 2015)

Pneumonia dalam arti umum adalah peradangan parenkin paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme bakteri, virus, parasit, namun pneumonia juga dapat disebabkan
oleh bahan kimia ataupun karena paparan fisisk seperti suhu atau radiasi. Peradangan
parenkin paru yang disebabkan oleh penyebab lain mikroorganisme (fisik, kimiawi,
alergi) sering disebutkan sebagai pneumonitis. (Djojodibroto. 2009)

PENYEBAB GAMBARAN KLINIS

Steptococcus pneumonia Sputum/dahak berwarna kekuningan

Mycobacterium tuberculosis Apical

Legionella pneumonia Atipikal, kekacauan

Haemophillus influenza Bronkopneumonia

Burkholderia pseudomallei Septicemia

Leptosipirosis Jaundis, gagal ginjal

Staphylococcus aureus Peronggaan sputum bernoda darah

Esherichia coli Bronkopneumonia

(Djojodibroto, D. 2009)

4. PATOFISIOLOGI
13
Asal-usul pneumonia berada pada kerusakan yang disebabkan yang disebabkan
oleh masuknya partikel penyerang pada saluran pernapasan bawah. Jalan masuk yang
sering terjadi adalah inhalasi pertikel-pertikel kecil, namun aspirasi partikel infeksi yang
lebih besar dari orofaring yang menyebar dari focus infeksi yang jauh atau menyebar
langsung dari jaringan-jaringan di sekitarnya digunakan sebagai jalan masuk oleh agen-
agen penyebab pneumonia. Partikel-partikel tersebut dapat menyebabkan kerusakan paru-
paru karena mengandung bahan yang dapat menyebabkan infeksi, dapat disebarkan
melalui udara (air borne) saat agen masih menular aktif, dan tetep aktif saat tersuspensi
di udara dan kemudian masuk ke jaringan, di mana pertikel-pertikel itu dapat
menyebabkan infeksi. Kombinasi syarat-syarat ini dapat membantu menjelaskan kenapa
pneumonia lebih jarang terjadi dan kenapa sejumlah lokasi lebih berisiko daripada lokasi
lain.

Partikel-partikel yang tersuspensi di udara akan kehilangan volume akibat


penguapan, sehingga menjadi nucleus droplet. Jka pertikel memiliki diameter kurang dari
5 um pada saat terhirup, maka partikel akan lebih mudah masuk ke jalan napas dan
alveolus. Rehidrasi akan semakin menambahkan ukuran partikel, sehingga dapat
menghambatkan pernapasan keluar (ekshalasi). Partikel yang dikeluarkan melalui
hembusan napas, batuk, dan bersih mengambil posisi lebih dekat ke titik asal-usulnya dan
membuat sejumlah orang berisiko terkena infeksi. Partikel-partikel yang kecil terus
berjalan dan tetap di udara dalam waktu yang lama. Sejumlah orang dianggap lebih
efisien sebagai sumber partikel infeksi dibandingkan orang lain, khususnya untuk infeksi
virus seperti influenza dan SARS. Inhalasi mikroorganisme dari orang yang terinfeksi
(droplet) mengisi alveoli paru dengan cairan, sehingga oksigen tidak sampai tidak sampai
ke aliran darah. Gabungan antara kerusakan sel dan respon imun menyebabkan gangguan
pengangkutan oksigen.

Infeksi saluran pernapasan juga bisa terjadi ketika bakteri di dalam darah
menyebar ke paru-paru dari daerah lain ke tubuh. Pathogen umumnya dikeluarkan
melalui batuk dan dipertahankan posisinya oleh system kekebalan tubuh.jika
mikroorganisme lolos dari system pertahanan jalan napas atas setelah batuk, maka
makrofag alveolus adalah pertahanan berikutnya. Jika terlalu banyak organisme dan

14
terlalu kuat untuk makrofag, maka terjadi aktivasi mediator inflamasi, aktivitas imun dan
infiltrasi sel dalam system pertahanan tubuh.

Sel-sel ini dapat menyebabkan kerusakan terhadap selaput lendir di dalam bronki
dan selaput alveolokapiler yang menyebabkan infeksi, debris dan eksudat mengisi
bronkiolus. Mikroorganisme juga melepaskan toksin dari dingding-dingding sel sehingga
lebih banyak jaringan paru-paru yang rusak. (Keban. 2013)

Pathway

15
Virus, Bakteri (Steptococcus pneumonia)
Masuk melaui pernafasan bawah

PHNEUMONIA

Menyerang pernafasan Bawah

Phneumokokus (Steptococcus pneumonia) Peradangan pada Bronkus


menyebar ke parenkin paru

Masuk ke Alveoli Terjadi konsolidasi dan pengisian rongga alveoli oleh eksudat

Alveoli Penurunan jaringan efektif paru dan kerusakan membrane alveoli - Kapiler

Sel darah merah, Leukosit, (Phneumoniakokus) Sesak nafas, penggunaan otot bantu,
Mengisi alveoli
Gangguan Pertukaran
Leukosit + Fibrin mengalami konsolidasi Gas

Leokositosis

Suhu tubuh meningkat ` Reaksi Sistematis: Bakterimia,/ Viremia, anoreksia,


mual, penuran BB
HIPERTERMI

16
Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang
dari Kebutuhan tubuh

17
5. MANIFESTASI KLINIS

1. Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Paling sering terjadi pada
usia 6 bulan – 3 tahun dengan suhu mencapai 39,5- 40,5, bahkan dengan infeksi ringan.
Mungkin malas dan peka rangsang atau terkadang euphoria dan lebih aktif dari normal,
beberapa anak bicara dengan kecepatan yang tidak biasa.
2. Menigimus
Yaitu tanda- tanda meninggal tanpa infeksi meninges. Terjadi dengan awitan demam
yang tiba- tiba dengan disertai sakit kepala, nyeri dan kekakuan pada punggung dan
leher, adanya tanda kering dan brudzinski, san akan berkurang saat suhu turun.
3. Anoreksia, merupakan hal yang umum yang disertai dengan penyakit masa kanak- kanak.
Sering kali merupakan buki awal dari penyakit. Menetap sampai derajat yang lebi besar
atau lebih sedikit melalui tahap demam dari penyakit, seringkali memanjang sampai
ketahap pemulihan
4. Muntah, anak kecil mudah muntah bersamman dengan penyakit yang merupakan
petunjuk untuk awitan infeksi. Biasanya berlangsung singkat, tetapi dapat menetap
selama sakit.
5. Diare, biasanya ringan, diare sementara terapi dapat menjadi berat. Sering menyertai
infeksi pernafasan. Khususnya karena virus.
6. Nyeri abdomen, merupakan keluhan umum. Kadang tidak bisa dibedakan dari
apendisitis.
7. Sumbatan nasal, pasase nasal kecil dari bayi mudah tersumbat oleh pembengkakan
mukosa dan eksudasi, dapat mempengaruhi pernafasan dan menyusun pada bayi.
8. Keluhan nasal, sering menyertai infeksi pernafasan. Mungkin encer dan sediki (rinorea)
atau kental dan purulen.
9. Batuk, merupakan gambaran umum dari penyakit pernafasan.
10. Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi terdengar mengi.
11. Sakit tenggorokan, merupakan keluhan yang sering terjadi pada anak yang lebih besar.
Ditandai dengan anak akan menolak untuk minum dan makan peroral.
12. Keadaan berat pada bayi biasanya terjadi kejang, letargis, atau tidak sadar, sianosis,
distress pernafasan berat.
13. Disamping batuk atau kesulitan bernafas, hanya dapat terdapat napas cepat saja:
18
1. Pada usia umur 2 bulan- 11 bulan lebih dari 50x/ menit
2. Pada usia umur 1 tahun- 5 tahun lebih dari 40x/ menit. (Nanda Nic- Noc, 2015)
Gejala pneumonia yang paling sering terjadi adalah napas pendek; nyeri dada
khususnya saat menghirup udara; batuk; napas dangkal dan cepat; demam; dan
menggigil. Batuk biasanya di sertai dahak, atau di sebut sputum. Sputum bahkan bisa
bercampur darah dan nanah. Pada kasus yang serius, bibir atau dasar kuku pasen terlihat
membiru akibat kurangnya oksigen ( sianosis). Pemeriksaan fisik dapat mendeteksi
takipnea dan tanda-tanda gabungan, seperti bunyi gemericik disertai bunyi napas
bronchial. Hal ini biasanya disebabkan oleh bakteri, seperti S.pneumoniae dan H.
Influenzae. Orang-orang yang mengalami pneumonia bakteri biasanya sakit berat. Gejala-
gejala pneumonia bakteri biasanya terjadi tiba-tiba dan berkembang setelah infeksi
pernapasan atas,seperti influenza atau pilek.
Gejala-gejala pneumonia virus biasanya lebih samar, lebih ringan, dan terjadi
perlahan. Pneumonia virus sering tidak dikenali, karena penderita mungkin tidak terlihat
sakit. Gejalanya berbeda menurut usia dan kondisi kesehatan seseorang. Pneumonia yang
disebabkan oleh bakteri anaerobic seperti Bakteroides dapat menyebabkan abses yang
berbahaya di dalam paru-paru. Penderita pneumonia dapat mengalami demam
berkepanjangan serta batuk basah (produktif), terkadang ada darah di sputum. Adanya
darah menunjukkan jaringan paru-paru mati (nekrosis) dan pasien dapat mengalami
penurunan berat badan. Orang dewasa menunjukkan gejala yang lebih ringan, seperti
batuk kering (nonproduktif), kadang-kadang tidak terjadi demam. Perubahan status
kejiwaan (bingung/dilirium)atau pemburukan penyakit paru-paru adalah tanda-tanda
utama pneumonia pada orang dewasa. (Keban. 2013)

6. KLASIFIKASI

6.1 Pneumonia Bakterial

 Pathogenesis
Mikroorganisme masuk kedalam paru melalui inhalasi udara dari atmosfer, juga dapat
melalui aspirasi dari nasofaring atau orofaring, tidak jarang secara perkontinuitatum dari
daerah disekitar paru, ataupun melalui penyebaran melalui darah (hematogen). Factor

19
resiko yang berkaitan dengan pheneumonia yang disebabkan oleh mikroorganisme adalah
: usia lanjut, penyakit jantung, alkoholisme, DM, penggunaan ventilator mekanik.
 Manifestasi Klinis
Gambaran klinis didahulukan oleh gejala infeksi saluran pernafasan akut bagian atas,
nyeri ketika menelan, kemudian demam dengan suhu sampai 40 derajat, menggigil.
Batuk yang disertai dengan dahak kental, kadang- kadang bersama pus atau darah
(bloodstreak). Pada pemeriksaan fisik, terlihat ekspansi dada tertinggal pada sisi yang
terkena radang, terdapat bunyi redup pada perkusi, dan pada auskultasi terdengan napas
bronchial disertai ronkhi.
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan jumlah leukosit hingga 30.000µL
pada infeksi, sedangkan infeksi yang disebkan oleh virus, peningkatan leukositnya tidak
terlalu tinggi,bahkan ada yang menurun.
Jenis- jenis Pneumonia Bakterial
1. Community- Acquired Pneumonia
Pneumonia sering diderita oleh anggota masyarakat umumnya disebabkan oleh
stertococcus pneumonia (Suatu pneumokokus) dan biasanya menimbulkan pneumonia
lobar. Pneumonia yang disebabkan oleh pneumokokus terjadinya akut, sering disertai
dengan gejala mengigil dan diikuti demam yang tinggi. Pda foto toraks sering ditemukan
konsolidasi. Sputum biasanya purulen dan berwarna seperti karat besi. Pada preparat
asupan sputum, dengan pewarnaan Gram sering dijumpai diplokokus gram positif dengan
leukosit polimorfunuklear. Kultur sputum mungkin akan mendapatkan streptococcus
phneumonia, tetapi jika negative tidak berarti diagnosisnya bukan community- acquired
pneumonia.
Mikroorganisme lain penyebab community- acquired pneumonia walau jarang
adalah Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia, legionnella pneumophilia dan
bakteri gram negative meskipun tidak terlalu banyak.
Pada aspirasi muntahan akibat mabuk karena alcohol, serangan epilepsy atau
akibat tidak sadar, mikroorganisme penyebab yang terbanyak adalah bakteri anaerob.
Staphylococcus jarang menyebabkan pneumonia pada orang yang sebelumnya sehat,
tetapi sering sebagai penyebab pneumonia pada penderita influenza saat epidemic dan
pada pecandu narkoba secara intravena. Onset pneumonia yang disebabkan oleh bacteria
20
gram negative, bacteria anaerob, dan stafilokokus adalah subakut sedangkan gambaran
klinisnya sulit dibedakan karena sering berkaitan dengan keadaan pasien yang telah
memburuk. Contohnya adalah pneumonia karena H. influenza pada COPD dan
pneumonia klebsiella pada pecandu alcohol. Gambaran foto toraks yang menunjukkan
proses nekrotik dan reaksi pleura mengarahkan kecurigaan kepada pneumonia yang
disebkan oleh klebsiella. Legionella pneumophila menyebabkan penyakit Legionnasires,
yaitu suatu bentuk pneumonia yang juga dapat bersifat hospital acquired. Kumannya
sering masuk melalui inhalasi droplet aerosol yang mengandung organisme ini. Droplet
aerosol biasanya berasal dari mesin penyejuk udara(air conditioning) atau water cooler.
2. Hospital – Acquired pneumonia
Penyakit ini sering disebut dengan pneumonia nosokomial, yaitu pneumonia yang
kejadiannya bermula dirumah sakit. Penyakit ini merupakan penyebab kematian yang
terbanyak pada pasien rumah sakit. Mikroorganisme penyebabnya biasanya bakteri gram
negative dan stafilokokuS.
3. Pneumonia Aspirasi (Aspiration Pneumonia)
Aspirasi dapat dikaitkan dengan menyebabkan: ostruksi (tersumbat) saluran
pernafasan, pneumonitis bahan kimiawi (asam lambung, enzim pencernaan), pneumonitis
pleh infeksi dan tenggelam di air. Predisposisi pneumonia adalah pada pemabuk,
epilepsy, pecandu obat narkotika, anastesi umum, pemasangan NGT, cerebrovascular
accident, penyakit gigi dan periodontal.
Aspirasi secret yang berasal dari nasofaring, walaupun jumlahnya sedikit, dapat
membawa serta sejumlah besar mikroorganisme kedalam paru (107 mikroorganisme
anaerob dan 106 mikroorganisme aerob dalam 0,1 mL secret). Bandingkan denga
mikroorganisme yang berhasil masuk kedalam paru melalui udara inhalasi, yaitu hanya
10 mikroorganisme dalam 1 jam dari hirupan udara yang mengandung 15
mikroorganisme/ m3. Namun, suatu hal yang belum jelas adalah mengapa pertahanan
tubuh terhadap mikroorganisme yang teraspirasi tidak sebaik pertahanan tubuh terhadap
mikroorganisme yang terinhalas. Predileksi bagian paru yang terkena adalah segmen
paru/ lobus paru bergantung (dependent), terutama segemen superior lobus bawah kanan.
(Djojodibroto. 2009)

6.2 Pneumonia Pneumosystis


21
Merupakan penyakit akut dan oportunistik yang disebabkan oleh suatu protozoa bernama
pneumosystis protozoa ini dikenal sejak 1909 dan mulai dekade 21980-an menampakkan diri lagi
sebagai kuman patogen, terutama pada penderita AIDS. Pneumonia pneumosistis sering
ditemukan pada bayi premature atau malnourished hipogammaglobulinemia; penderita keganasan
dalam kondisi imunodefisiensi terutama limfoma atau leukemia yang terdapat obat antimetabolit
kortikostiroid; pasien tranplantasi organ, yang terapi kortikostiroid atau imunosupresif.

Gejalanya berupa chest tightness,exercise intolerance, batuk, dan demam. Perjalanan


penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat
dalam hitungan hari. Pada keadaan istirahat telah terjadi dispnu, takipnea, batuk nonproduktif dan
tanpa demam. Pada foto toraks, terlihat infiltratdifus interstisial pada perihilar yang biasanya
bilateral. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau spesimen
yang berasal dari paru.

Penderita pneumonia yang mempunyai gejala ringan dapat ditangani dengan berbagai
jalan. Penderita yang mempunyai keadaan klinis sakit berat (sesak napas, demam sangat tinggi,
kesadaran menurun) perlu dirawat di rumah sakit. Pemberian obat antibiotik disesuaikan dengan
pola infeksi di daerah, dan akan lebih tepat jika obat antibiotik yang digunakan sesuai dengan
hasil pemeriksaan mikrobiologi. Obat diberikan sedikitnya lima hari atau dua hari seteah gejala
demam hilang. (Djojodibroto, D. 2009)

6.3 Pneumonia Atipik ( Pneumonia “ Non-Bakterial”)

Yang termasuk grup ini adalah pneumonia yang disebabkan Mycoplasma


pneumonia, Chlamydia psittaci, Legionella pneumophila, dan coxiella burnetti. Beberapa
buku memasukkan pneumonia yang disebabkan virus ke dalam golongan pneumonia
atipik.

 Manifestasi Klinis
Kecuali yang disebabkan chlamidia trachomatis, pneumonia atipik ditandai oleh
demam antara 58,3-400 C, batuk nonproduktif, sesak napas, malaise dan biasanya
mialgia. Sakit kepala biasanya menyertai pneumonia yang disebabkan virus influenza.

22
Pada anak-anak, infeksi virus sinsitial (RSV) dan virus parainfluenza akan disertai
rinorea, suara serak, dan otitis media. Terdengar ronkhi kering di seluruh lapangan paru
dan disertai dengan mengi inspirasi dan ekspirasi.
Pneumonia yang disebabkan Mycoplasma pneumonia menimbulkan ronkhi terbatas dan
gejala proses konsolidasi, tetapi pada foto paru, gambaran prosesnya menyebar (diffuse).
Terkadang juga terdengar bising gesek pleura.
 Penatalaksanaan
Karena penyakit ini sering menyebabkan kematian pada penderita yang
mempunyai risiko tinggi, dan juga menimbulkan biaya tinggi dalam ekonomi kesehatan,
pendekatan terhadap penyakit ini adalah dengan pencegahan menggunakan vaksin dan
kemoprofilaksis.
Pemberian obat antibiotic tidak mengeradikasi kuman, dan mikroorganisme ini
masih ada pada secret system pernapasan sampai beberapa bulan setelah pengobatan.
Pemberian amantadine sebagai pengobatan untuk mengurangi gejala (simtomatik) pada
pneumonia yang disebabkan oleh virus hasilnya sangat efektif.

Gejala yang disebabkan oleh pneumonia nonbakteria

Etiologi permulaan serangan Gejala inisial demam


(0C)

Sistemik Respiratori

Influenza Tiba-tiba B,S,M R,B 38,9-40


23
Parainfluenza Lambat R,B 38,9-39,7

Virus sinsitial Lambat R,B,F 38,3-40


respiratori

Adenovirus Tiba-tiba R,B,F 38,9-40

Myooplasma Lambat S,M B 37,7-38,9


pneumonia

Legionella Tiba-tiba S,D B,nyeri pleritik >40


pneumonia

Chlamydia Bertingkat R,B Afebril


trachomatis

Chlamydia Tiba-tiba S,M,A B 38,5-40


psittaci /Bertingkat

Coodella Tiba-tiba S,B,M,MI B,F 39,3-40


bumetti
B=Batuk; S=suara serak; M=Malaise; D=Diare; A=Arthralgia; MI=Mialgia; R=Rinorea; F=Faringitis;
C=Celcius. (Djojodibroto, D. 2009

Terapi pneumonia atipik

Etiologi Terapi Profilaksi

Influenza A Amantadine Vaksin, amantadine

Influenza B Ribavirin (sedang dicoba) Vaksin

Parainfluenza Ribavirin (sedang dicoba) -

Virus sinsitial (RSV) Ribavirin aerosol -

Adenovirus - - Vaksin oral (T4,7,21)

24
Mycoplasma pneumonia Eritromisin -

Chlamidia trachomatis Tetrasiklin, doksisiklin

Chlamydia psittaci Tetrasiklin

Coodella bumetti Tetrasiklin, doksisiklin Pasteurisasi susu

 Klasifikasi pneumonia berdasarkan Anatomi (IKAFKUI )


1. Pneumonia Lobaris,
Melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru
terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau “ganda”
2. Pneumonia Lobularis (Bronkopneumonia )
Terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk
membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya, disebut juga
pneumonia lobularis.
3. Pneumonia interstitial (Broniolitis)
Proses inflamasi yang terjadi di dalam dinding alveolar (interstisium) dan jaringan
peribronkial serta interlobular.

 Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan:


1. Pneumonia Komunitas.
Dijumpai pada H.Influenza pada pasien perokok, pathogen atipikal pada lansia, gram
negative pada pasien dari rumah jompo, dengan adanya PPOK, penyakit penyerta
kardiopolmonal/ jamak, atau paska terapi antibiotic spectrum luas.
2. Pneumonia Nososkial.
Tergantung pada 3 faktor yaitu: tingkat berat sakit , adanya resiko untuk jenis pathogen
tertentu, dan masa menjelang timbul onset pneumonia.
3. Pheumoni Aspirasi
Disebabkan oleh infeksi kuman, pheuminitis kimia akibat aspirasi bahan toksik, akibat
aspirasi cairan inert misalnya cairan makanan atau lambung, edema paru, dan obstruksi
mekanik simple oleh bahan padat.
4. Pneumonia pada Gangguan Imun
25
Terjadi karena akibat proses penyakit akibat terapi. Penyakit infeksi dapat disebebkan
oleh kuman pathogen atau mikroorganisme yang biasanya nonvirulen, berupa bakteri,
protozoa, parasit, virus, jamur, dan cacing. (Nanda Nic- Noc, 2015).

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1) Sinar X
Untuk mengidentifikasi distribusi structural (misalnya lobar, bronchial), dapat juga
menyatakan abses
2) Biopsy paru: untuk menetapkan diagnosis
3) Pemeriksaan gram/ kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi semua
organisme yang ada.
4) Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
5) Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru- paru serta menetapkan luas berat
penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
6) Spirometrik static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
7) Bronkostopi : untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing

9. PENATALAKSANAAN

 Farmokologi
Klien apat diposisikan dalam keadaan fowler dengan sudut 45ᵒ. Kematian sering
kali berhubungan dengan hipotensi, hipoksia, aritmia kordis, dan penekanan susunan
saraf pusat, maka penting untuk dilakukan pengaturan keseimbangan cairan elektrolit dan
asam- basa dengan dengan baik, pemberian oksigen yang adekuat untuk menurunkan
perbedaan oksigen di alveoli- arteri, dan mencegah hipoksia seluler. Pemberian oksigen
sebaiknya dalam konsentrasi yang tidak beracun (PO240) untuk mempertahankan PO2
arteri sekitar 60-70 mmHg dan juga penting mengawasi pemeriksaan analisa gs darah.
Pemberian cairan intravena untuk IV line dan pemenuhan hidrasi tubuh untuk
mencegah penurunan dan volume cairan tubuh secara umum.
1. Pemberian antibiotic terpilih seperti penisilin diberikan secara IM 2x 600.000 unit
sehari. Penisiline diberikan selama sekurang- kurangnya seminggu sampai klien tidak

26
mengalami sesak nafas lagi selama 3 hari dan tidak ada kompilkasi lain. Untuk klien
dengan usia yang sudah tua dan sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau
penyakit paru lainnya, maka diharuskan untuk dirawat dan antibiotic tersebut
diberikan melaui infuse. Mungkin juga diperlukan oksigen tambahan, cairan intra vena
dan alat bantu nafas mekanik.
2. Pemberian sefalosporin harus hati- hati untuk klien yang alergi terhadap penisilin
karena dapat menyebabkan reaksi hipersensitif silang terutama dari tipe anafilaksis.
Dalam 12- 36 jam, setelah pemberian penisilin, suhu, nadi, frekuensi pernafasan
menurun serta nyeri pleura menghilang. Pada ±20% klien , demam berlanjut sampai
lebih dari 48 jam setelah obat dikonsumsi.
3. Pemberian oksigen 1-2 LPM
4. Jika sesak nafas tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui
selang nasogastrik dengan feeding drip.
5. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta
agonis untuk memperbaiki transport mukosilier. Koreksi gangguan keseimbangan
asam- basa dan elektrik.
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, antibiotic
diberikan sesuai hasil kultur.
Untuk kasus pneumonia community based:
1. Ampicilin 100 mg/ kg BB/ hari dalam 4x pemberian
2. Kloramfenikol 75 mg/kg BB/ hari dalam 4x pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital based :
1. Sefatoksim 100 mg/ kg BB/ hari dalam 2x pemberian
2. Amikasin 10- 15 mg/ kg BB/ hari dalam 2x pemberian
 Discharge Planning
1. Ajarkan pada orang tua tentang pembrian obat
Dosis, rute dan waktu yang cocok dan menyelesaikan dosis seluruhnya, efek samping
dan respon anak.

2. Berikan informasi pada orang tua tentang cara- cara pengendalian infeksi serta cara
pencegahannya.: Hindari pemanjangan kontak infeksius, dan ikuti jadwal imunisasi

27
3. Bayi : ASI eksklusif 6 bulan, karena didalam kandungan ASI adanya system kekebalan
yang dapat menjaga tubuh anak sehingga tidak mudah terserang penyakit

4. Gizi seimbang dan cukup sesuai usia anak

5. Tutup mulut saat batuk karena penularan pneumonia banyak berasal dari percikan
batuk atau bersin pasien pneumonia

6. Hindari asap rokok ((Nanda Nic- Noc, 2015).)

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

 Anamnesis
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan pneumonia untuk
meminta pertolongan kesehatan adalah sesak napas, batuk, dan peningkatan suhu
tubuh/demam.
 Riwayat Penyakit Saat ini
Pengkajian ini dilakukan untuk mendukung keluhan utama. Lakukan pertanyaan
yang ringkas sehingga jawaban yang diberikan klien hanya kata “ya” atau “tidak”, atau
hanya dengan anggukan dan gelengan kepala. Apabila keluhan utama adalah batuk, maka
perawat harus menanyakan sudah berapa lama keluhan batuk muncul (onset). Pada klien

28
dengan pneumonia, keluhan batuk biasanya timbul mendadak dan tidak berkurang setelah
meminum obat batuk yang biasa ada di pasaran.
Pada awalnya keluhan batuk tidak produktif, tapi selanjutnya akan berkembang
menjadi batuk produktif dengan mukus purulen kekuning-kuningan, kehijau-hijauan,
kecoklatan atau kemerahan, dan sering kali berbau busuk. Klien biasanya mengeluh
mengalami demam tinggi dan menggigil (onset mungkin tiba-tiba dan berbahaya).
Adanya keluhan nyeri dada pleuritis, sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan,
lemasm dan nyeri kepala.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian diarahkan pada waktu sebelumnya, apakah klien pernah mengalami
infeksi selama pernapasan atas (ISPA) dengan gejala seperti luka tenggorok, kongesti
nasal, bersin, dan demam ringan.
 Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan
perilaku klien. Perawat mengumpulkan data hasilpemeriksaan awal klien tentang
kepastian fisik dan intelektual saat ini. Data ini penting untuk menentukan tingkat
perlunyapengkajian psiko-sosio-spiritual yang saksama. Pada kondisi klinis, klien dengan
pneumonia sering mengalami kecemasan bertingkat sesuai dengan keluhan yang
dialaminya. Hal lain yang perlu ditanyakan adalah kondisi pemukiman di mana klien
bertempat tinggal, klien dengan pneuminia sering dijumpai bila bertempat tinggal di
lingkungan dengan sanitasi buruk.
 Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum pada klien dengan pneumonia dapat dilakukan secara selintas
pandang dengan menilai keadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu, perlu dinilai secara
umum tentangkesadaran klien yang terdiri atas compos mentis, apatis, somnolen, sopor,
soporokoma, atau koma. Seorang perawat perlu mempunyai pengalaman dan
pengetahuan tentang konsep anatomi dan fisiologi umum sehingga dengan cepat dapat
menilai keadaan umum, kesadaran, dan pengukuran GDCS bila kesadaran klien menurun
yang memerlukan kecepatan dan ketepatan penilaian.

29
Hasil pemeriksaan tanda tanda vital pada klien dengan pneumonia biasanya
didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih 40oC, frekuensi napas meningkat dari frekuensi
normal, denyut nadi biasanya meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan
frekuensi pernapasan, dan apabila tidak melibatkan infeksi sistemis yang berpengaruh
pada hemodinamika kardiovaskuler tekanan darah biasanya tidak ada masalah.

B1 (Breathing)

Pemeriksaan fisik pada klien dengan pneumonia merupakan pemeriksaan fokus, berurutan
pemerikaan ini terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

 Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernapasa. Gerakan pernapasan simetris. Pada klien dengan
pneumonia sering ditemukan peningkatan frekuensi napas cepat dan dangkal, serta
adanya retraksi sternum dan intercostal space (ICS). Napas cuping hidung pada sesak
berat dialami terutama oleh anak-anak. Batuk dan sputum. Saat dilakukan pengkajian
batuk pada klien dengan pneumonia, biasanya didapatkan batuk produktif disertai dengan
adanya peningkatan produksi sekret dan sekresi sputum yang purulen.
 Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. Pada palpasi klien dengan
pneumonia, gerakan dada saat bernapas biasanya normal dan seimbang antara bagian
kanan dan kiri. Getaran suara (fremitus vokal). Taktil fremitus pada klien dengan
pneumonia biasanya normal.
 Perkusi
Klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, biasanya didapatkan bunyi resonan
atau sonor pada seluruh lapang paru. Bunyi redup perkusi pada klien dengan pneumonia
didapatkan apabila bronkhopneumonia menjadi suatu sarang (kunfluens)
 Auskultasi
Pada klien dengan pneumonia, didapatkan bunyi napas melemah dan bunyi napas
tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk
mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan adanya ronkhi.

B2 (Blood)

30
Pada klien dengan pneumonia pengkajian yang didapat meliputi:

 Inspeksi : didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum


 Palpasi : denyut nadi perifer melemah
 Perkusi : batas jantung tidak mengalami pergeseran
 Auskultasi : tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak
didapatkan

B3 (Brain)

Klien dengan pneumonia yang brat sering terjadi penurunan kesadaran, didapatkan
sianosis perifer apabila gangguan fungsi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, wajah klien
tampak meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.

B4 (Bladder)

Pengukuran volume output urin berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat
perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan awal dari syok.

B5 (Bowel)

Klien biasanya mengalami mual, muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan.

B6 (Bone)

Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering menyebabkan ketergantungan klien terhadap
bantuan orang lain daam melakukan aktivitas sehari-hari.

B. DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan sekresi mukus yang kental,
kelemahan fisik umum, upaya batuk buruk, dan edema trakheal/faringeal.
2. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan jaringan efektif paru dan
kerusakan membran alveolar-kapiler

31
3. Hipertermi yang berhungan dengan peningkatan laju metabolisme umum sekunder dari
reaksi istemis bakteremia/viremia
4. Risiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan demam, diaforesis, dan intake
oral sekunder terhadap proses pneumonia
5. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap
pneumonia
6. Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
peningkatan metabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan sekunder terhadap demam
7. Cemas yang berhubungan dengan kondisi sakit, prognosis penyakit berat
8. Kurangnya pemenuhan informasi yang berhubungan dengan ketidakjelasan sumber informasi
(Muttaqin.2014)

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

 Diagnosa Keperawata : Gangguan Pertukaran gas yang berhubungan dengan penurunan


jaringan efektif paru dan kerusakan membran alveolar-kapiler
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x24 jam, diharapkan
bahwa gangguan pertukaran gas dapat teratasi
Kritea Hasil :
1. Memelihara kebersihan paru dan bebas dari tanda distress pernafasan
2. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah).
3. Tanda – tanda vital dalam rentang normal

Intervensi :

1. Monitor Tanda- tanda vital


2. Posisikan Pasien dalam posisi semi fowler untuk memudahkan ventilasi
3. Anjurkan untuk melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan skret.

32
4. Lakukan suction (jika perlu)
5. Kolaborasikan dengan tim medis dalam pemberian obat sesuai dengan
indikasi pasien

 Diagnosa Keperawatan : Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan


sekresi mukus yang kental, kelemahan fisik umum, upaya batuk buruk, dan edema
trakheal/faringeal.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x24 jam, diharapkan bahwa
Ketidakefektifan bersihan jalan napas dapat diatasi.
Kriteria Hasil :
1. Dapat melakukan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosisdan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas
dengan mudah)
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi bernafas dalam rentang normal, tidak ada suara nafas
abnormal).
3. Mampu mencegah factor terjadinya penghambatan jalan nafas.
Intervensi :
1. Observasi TTV
2. Kaji kemampuan pasien untuk mengeluarkan secret. Lalu catat karaker dan volume
ssputum.
3. Ajarkan dan Anjurkan pasien untuk melakukan batuk efektif
4. Bersihkan secret dari mulut pasien dan bila perlu lakukan penghisapan (suction)
5. Berikan oksigen dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
6. Kolaborasikan dengan tim medis dalam pemberian obat yang sesuai dengan indikasi pasien
 Diagnosa Keperawatan : Hipertermi yang berhungan dengan peningkatan laju metabolisme
umum sekunder dari reaksi istemis bakteremia/viremia
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawaatan selama …x24 jam diharapkan bahwa Hipertermi
dapat teratasi
33
Kriteria Hasil :

1. Suhu tubuh dalam rentang normal


2. Nadi dan RR dalam rentang normal
3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing
Intervensi :
1. Monitor TTV
2. Anjurkan untuk menggunakan pakaian yang tipis yang dapat menyerap keringat
3. Lakukan tindakan untuk mengurangi demam (kompres hangat)
4. Anjurkan untuk meningkatkan intake cairan pasien
5. Berikan posisi yang nyaman pada pasien
6. Kolaborasikan dengan tim medis untuk obat yang sesuai dengan indikasi pasien

 Diagnosa keperawatan : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


Tujuan : Setelah dilakuakn tindakan keperawatan selama…x 24 jam
diharapkan bahwa nutrisi pasien dapat terpenuhi
Kritea Hasil :
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan indikasi
pasien
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3. Tidak ada tanda- tanda malnutrisi
4. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapak dari
menelan
5. Tinggi terjadi penurunan berat badan yang berarti.

34
BAB 4

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkin paru yang
biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA). (Nanda Nic- Noc,
2015).

Penyebaraninfeksi terjadi melalui droplet dan sering disebutkan okleh streptoccus


pneumonia, melalui selang infuse oleh staphylococcus aureus, sedngkan pada pemakaian
ventilator oleh P. aeruginosa dan enterobacter penyakit kronis, polusi lingkungan,
penggunaan antibiotic yang tidak teoat. Setelah masuk ke paru- paru organisme
bermultiplikasi dan jika telah berhasil mengalahkan mekanisme pertahanan paru terjadi
pneumonia . (Nanda Nic- Noc, 2015)

Pneumonia dalam arti umum adalah peradangan parenkin paru yang disebabkan
oleh mikroorganisme- bakteri, virus, parasit, namun pneumonia juga dapat disebabkan
oleh bahan kimia ataupun karena paparan fisisk seperti suhu atau radiasi. Peradangan
parenkin paru yang disebabkan oleh penyebab lain mikroorganisme (fisik, kimiawi,
alergi) sering disebutkan sebagai pneumonitis. (Djojodibroto. 2009)
35
4.2 SARAN

Penulis berharap semoga penyusunan makalah tentang Askep pada klien


Pneumonia ini dapat memberikan ilmu dan pengetahuan dalam bidang pendidikan dan
praktik keperawatan. Dan juga dengan makalah ini dapat menjadi acuan untuk tindakan
proses keperawatan.

DAFTAR ISI

Hardhi, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda
(NIC- NOC jilid 3 ). Jogyakart: Mediaction Publishing

Muttaqin, A. 2014. Asuhan Keperawatab Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta:
Salemba Medika

Djojodibroto, D. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC

Keban, Sesilia A. 2013. Buku Ajar Farmakoterapi Gangguan Pernafasan . Jakarta : Salemba
Medika

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC

36

Anda mungkin juga menyukai