Anda di halaman 1dari 28

2.

2 Konsep Dasar Promosi Kesehatan

2.2.1 Definisi Promosi Kesehatan

Promosi kesehatan adalah suatu bentuk intervensi atau upaya yang ditujukan

kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan. Dengan

perkataan lain, promosi kesehatan mengupayakan agar perilaku individu,

kelompok, atau masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan

dan peningkatan kesehatan (Notoatmodjo,2012). WHO (World Health

Organization) dalam Notoatmodjo (2012), promosi kesehatan adalah porses untuk

meningkatkan kesehatannya. Selain itu, untuk mencapai derajat kesehatan yang

sempurna, baik fisik, mental dan sosial, maka masyarakat harus mampu

mengenal dan mewujudkan aspirasinya, kebutuhannya, dan mampu mengubah

atau mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial budaya, dan sebagainya)

2.2.2 Perubahan Perilaku dan Pendidikan Kesehatan

Perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang

mempengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat (Blum: 1974).

Kedua upaya tersebut dilakukan melalui Paksaan. Upaya agar masyarakat

mengubah perilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara-cara

tekanan, paksaan atau koersi (coertion). Upaya ini bisa secara tidak langsung

dalam bentuk undang-undang atau peraturan-peraturan (law enforcement),

intruksi-intruksi, dan secara langsung melalui tekanan-tekanan (fisik atau

nonfisik), sanksi-sanksi, dan sebagainya. Pendidikan (Education). Upaya agar

masyarakat berprilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara

persuasi, bujukan, imbauan, ajakan, memberikan informasi, memberikan

kesadaran, dan sebagainya, melalui kegiatan yang disbeut pendidikan atau

14
promosi kesehatan. Bila perilaku tersebut berhasil diadopsi masyarakat, maka

akan langgeng, bahkan selama hidup dilakukan. Menurut Green, perilaku

dipengaruhi oleh tiga faktor. Faktor Predisposisi (Predisposing factor). Faktor ini

mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan

kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berikatan dengan kesehatan ,

sistem nilai yang dianut masayarakat , tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi

dan sebagainya. Faktor pemungkin (enabling factors). Faktor ini mencakup

ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat,

misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja,

ketersediaan makanan yang bergisi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas

pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu,

polindes, pos obat desa, dokter atu bidan praktik swasta, dans ebagainya. Untuk

berprilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung.

Faktor penguat (Reinforcing factors). Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilkau

tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas

termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-

peraturan, baik dari pusat maupun pemerintah daerah, yang terkait dengan

kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya

perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan

diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan

para petugas, lebih – lebih para petugas kesehatan, di samping itu undang –

undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut

(Notoatmojo., 2012)

15
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendidikan Kesehatan

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar pendidikan kesehatan dapat

mencapai sasaran (Saragih,2010)

Tingkat Pendidikan. Pendidikan dapat mempengaruhi cara pandang

seseorang terhadap informasi baru yang diterimanya. Maka dapat dikatakan

bahwa semakin tinggi tingkat pendidikannya, semakin mudah seseorang

menerima informasi yang didapatnya. Tingkat Sosial Ekonomi. Semakin tinggi

tingkat sosial ekonomi seseorang, semakin mudah pula dalam menerima

informasi baru. Adat Istiadat. Masyarakat kita masih sangat menghargai dan

menganggap adat istiadat sebagai sesuatu yang tidak boleh diabaikan.

Kepercayaan masyarakat. Masyarakat lebih memperhatikan informasi yang

disampaikan oleh orang-orang yang sudah mereka kenal, karena sudah ada

kepercayaan masyarakat dengan penyampai informasi. Ketersediaan waktu di

masyarakat. Waktu penyampaian informasi harus memperhatikan tingkat aktifitas

masyarakat untuk menjamin tingkat kehadiran masyarakat dalam penyuluhan

(Notoatmojo., 2012)

2.2.4 Peran Promosi Kesehatan Dalam Perubahan Perilaku

Promosi kesehatan dalam arti pendidikan, secara umum adalah segala upaya

yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok atau

masyarakat, sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku

pendidikan atau promosi kesehatan. Dan batasan ini tersirat unsur – unsur:

16
Input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok, masyarakat), dan pendidik

pelaku pendidikan), Proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi

orang lain), Output (melakukan apa yang diharpkan atau perilaku). Hasil (output)

yang diharapkan dari suatu promosi atau pendidikan kesehatan adalah perilaku

keshetan, atau perilaku untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang

kondusif. Perubahan perilaku yang belum atau tidak kondusif ke perilaku yang

kondusif ini mengandung berbagai dimensi sebagai berikut, Perubahan perilaku.

Perubahan perilaku masyarakat yang tidak sesuai dengan nilai – nilai kesehatan

menjadi perilaku yang sesuai dengan nilai – nilai kesehatan, atau dari perilaku

negatif ke perilaku yang positif. Pembinaan perilaku Pembinaan terutama

ditujukan kepada perilaku masyarakat yang sudah sehat agar tetap dipertahankan

kesehatannya. Pengembangan perilaku. Pengembangan perilaku sehat ini

terutama ditujukan untuk membiasakan hidup sehat bagi anak – anak. Peirlaku

sehat bagi anak seyogyanya dimulai seidni mungkin, karena kebiasaan perawatan

terhadap anak, termasuk kesehatan yang diberikan oleh orang tua, akan langsung

berpengaruh kepada perilaku sehat anak selanjutnya. Sesuai dengan tiga faktor

penyebab terbentuknya (faktor yang mempengaruhi) perilaku tersebut (green

1980), maka seyogyanya kegiatan pendidikan kesehatan juga ditujukan kepada

tiga faktor berikut. Promosi kesehatan dalam faktor – faktor predisposisi. Dalam

hal ini pendidikan atau promosi kesehatan ditujukan untuk mengunggah

kesadaran, memberikan atau meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang

pemeliharaan dan peningkatan kesehatan baik bagi dirinya sendiri, keluarganya,

maupun masyarakatnya. Promosi kesehatan dalam faktor – faktor enabling.

Karena faktor pemungkin (enabling) ini berupa fasilitas atau sarana dan prasarana

kesehatan, maka bentuk pendidikan kesehatan adalah memberdayakan

17
masayarakat agar mereka mampu mengadakan sarana dan prasarana kesehatan

bagi mereka. Promosi kesehatan dalam faktor reinforcing. Faktor ini menyangkut

sikap dan perilaku tokoh masayarakat (toma) dan tokoh agama (toga), serta

petugas, termasuk petugas kesehatan, maka promosi kesehatan yang paling

tepat adalah dalam bentuk pelatihan bagi toga, toma, dan petugas kesehatan

sendiri. Tujuan utama dari pelatihan ini adalah agar sikap dan perilaku petugas

dapat menjadi teladan, contoh, atauacuan bagi masyarakat tentang hidup sehat

(berperilaku hidup sehat) (Notoatmojo., 2012)

2.2.5 Dimensi Promosi Kesehatan

Dalam Startegi Global Promosi Kesehatan Organisasi Kesehatan Dunia

(WHO, 1984) merumuskan bahwa Promosi Kesehatan sekurang – kurangnya

mengandung tujuh prinsip, yakni Perubahan perilaku. Pendidikan Kesehatan

mempunyai tujuan fokus utama perubahan perilaku. Promosi Kesehatan bukan

semata – mata perilaku masayarakat saja (sasaran primer), melainkan juga

perilaku tokoh masyarakat (sekunder), dan tidak kalah pentingnya peirlaku para

keputusan (sasaran tertier), di berbagai jenis maupun tingkat institusi baik

pemerintahan maupun nonpemerintahan. Perubahan sosial. Faktor sosial

diantaranya system social di samping sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku

secara langsung, tetapi juga mempengaruhi kesehatan masyarakat secara tidak

langsung. Oleh sebab itu sebagai intervensi terhadap faktor sosial ini, perubahan

sosial (social change). Perubahan lingkungan fisik. Lingkungan fisik, termasuk

sarana dan prasarana untuk kesehatan sangat penting perannya dalam

mempengaruhi kesehatan, dan juga perilaku kesehatan. Karena dengan

penyuluhan kesehatan atau pemberian informasi kesehatan hanya mampu

18
meningkatkan pengetahuan kesehatan kepada masyarakat. Karena untuk

terwujudnya pengetahuan kesehatan menjadi perilaku (praktik atau tindakan)

kesehatan memerlukan sarana dan prasarana (lingkungan fisik). Pengembangan

kebijakan. Promosi kesehatan melakukan advokasi kepada para pemegang

otoritas ini agar mengembangkan kebijakan – kebijakan publik yang berwawasan

kesehatan. Pemberdayaan. Tujuan dari pemberdayaan di bidang kesehatan

adalah masyarakat baik secara individu, keluarga dan kelompok atau komunitas

mapu memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri. Partisipasi

masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam program kesehatan, seperti kader

kesehatan, iuran jamban, Dana sehat, Posyandu, Polindes, Pos Kesehatan Desa,

dan sebagainya adalah merupakan perwujudan partisipasi masyarakat di bidang

kesehatan. Membangun kemitraan. Tujuan utama membangun kemitraan ini

adalah untuk memperoleh dukungan sumber daya (man, money, material) bagi

terwujudnya sarana dan prasarana guna memfasilitasi perilaku hidup sehat

masyarakat. Hal ini telah diuraikan pada bagian “ lingkungan fisik yang

mendukung ” diatas. Dalam mengembangkan kemitraan prinsip umum yang harus

dipahami bersama antara sektor kesehatan dengan mitra kerja adalah

persamaan, Keterbukaan dan Saling menguntungkan (Notoatmojo., 2012)

2.2.6 Visi Promosi Kesehatan

Visi umum promosi kesehatan tidak terlepas dari Undang-Undang Kesehatan

No.36/2009, maupun WHO yakni meningkatnya kemampuan masyarakat untuk

memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan, baik fisik, mental, dan

sosialnya sehingga produktif secara ekonomi maupun sosial. Promosi kesehatan

di semua program kesehatan, baik pemberantasan penyakit menular, sanitasi

19
lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan kesehatan, maupun program kesehatan

lainnya bermuara pada kemampuan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan,

baik kesehatan individu, kelompok maupun masyarakat (Notoatmojo., 2012)

2.2.7 Misi Promosi Kesehatan

Misi promosi kesehatan secara umum dapat dirumuskan menjadi tiga :

Advokat (advocate). Melakukan kegiatan advokasi terhadap para pengambil

keputusan di berbagai program dan sektor yang terkait dengan kesehatan.

Melakukan advokasi berarti melakukan upaya-upaya agar para pembuat

keputusan atau penentu kebijakan tersebut mempercayai dan meyakini bahwa

program kesehatan yang ditawarkan perlu didukung melalui kebijakan-kebijakan

atau keputusan-keputusan politik. Menjembatani (Mediate). Menjadi jembatan

dan menjalin kemitraan dengan berbagai program sektor yang terkait dengan

kesehatan. Dalam melaksanakan program-program kesehatan perlu kerjasama

dengan program laindi lingkungan kesehatan, maupun sektor lain yang terkait.

Oleh sebab itu, dalam mewujudkan kerja sama atau kemitraan ini peran promosi

kesehatan diperlukan. Memampukan (Enable). Memberikan kemampuan atau

keterampilan kepada masyarakat agar mereka mampu memlihara dan

meningkatkan kesehatan mereka sendiri secara mandiri. Hal ini berarti kepada

20
masyarakat diberikan kemampuan atau keterampilan agar mereka mandiri di

bidang kesehatan, termasuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka

(Notoatmojo., 2012)

2.2.8 Strategi Promosi Kesehatan

Kegiatan yang ditujukan kepada pembuat keputusan (decision makers) atau

penentu kebijakan (Policy makers) baik di bidang kesehatan maupun sektor lain

di luar kesehatan, yang mempunyai pengaruh terhadap publik. Tujuannya adalah

agar para pembuat keputusan mengeluarkan kebijakan – kebiajakan, antara lain

dalam bentuk peraturan, undang–undang, intruksi, dan sebagainya yang

menguuntungkan kesehatan publik. Dukungan sosial. Kegiatan yang ditujukan

kepad apara tokoh masyarakat, baik formal (guru, lurah, camat, petugas

kesehatan, dan sebagainya) yang mempunyai pengaruh di masyarakat. Tujuan

kegiatan ini adalah agar kegiatan atau program kesehatan tersebut memperoleh

dukungan dari para tokoh masyarakat (toma) dan tokoh agama (toga).

Selanjutnya toma dan toga diharapkan dapat menjembatani antara pengelola

program kesehatan dengan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat.

Pemberdayaan ini ditujukan kepada masyarakat langsung sebagai sasaran primer

atau utama promosi kesehatan. Tujuannya adalah agar masyarakat memiliki

kemampuan sendiri. Pemberdayaan masyarakat ini dapat diwujudkan dengan

berbagai kegiatan, antara lain penyuluhan kesehatan pengorganisasian dan

pembangunan masyarakat (Notoatmojo., 2012)

2.2.9 Sasaran Promosi Kesehatan

21
Sasaran primer (Primary target). Masyarakat pada umumnya menjadi saran

langsung segala upaya pendidikan atau promosi kesehatan. Sesuai dengan

permasalahan kesehatan. Sasaran sekunder (Secondary Target). Para tokok

masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan sebagainya. Disbeut saasarn

sekunder, karena dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada kelompok

ini diharapkan untuk selanjutnya kelompok ini akan memberikan pebndidikan

kesehatan kepada masyarakat disekitarnya. Sasaran Tertier (Tertier Target). Para

pembuat keputusan atau penentu kebijakan baik di tingkat pusat, maupun daerah

adalah sasaran tertier promosi kesehatan. Dengan kebijakan – kebiajakan ini

akan mempunyai dampak terhadap eprilaku para tokoh masyarakat (sasaran

sekunder) dna juga kepada masyarakat umum (sasaran primer). Upaya promosin

kesehatan yang ditujukan kepada sasaran etrtier ini sejalan dengan strategi

advokasi (advocacy) (Notoatmojo., 2012)

2.2.10 Ruang Lingkup Promosi Kesehatan

Ruang Lingkup Berdasarkan Aspek Kesehatan. Promosi kesehatan pada

aspek preventif – promotif. Sasaran promosi kesehatan pada aspek promotif

adalah kelompok orang sehat. Selama ini kelompok orang sehat kurang

memperoleh perhatian dalam upaya kesehatan masyasrakat. Promosi kesehatan

pada aspek penyembuhan dan pemulihan (kuratif – rehabilitatif). Pada aspek ini

upaya promosi kesehatan mencangkup tiga upaya atau kegiatan, yakni :

Pencegahan tingkat pertama (Primary prevention). Sasaran promosi

kesehatan pada aspek ini adalah kelompok masyarakat yang ebrisiko tinggi (high

risk). Tujuan upaya promosi kesehatan pada kelompok ini adlaah agar mereka

22
tidak jatuh sakit atau terkena penyakit. Pencegahan tingkat kedua (secondary

prevention). Sasarn promosi kesehatan pada aspek ini adalah para penderita

penyakit kronis. Tujuan upaya promosi kesehatan pada kelompok ini adalah agar

penderita mampu mencegah penyakitnya menjadi lebih parah. Pencegahan

tingkat ketiga (tertiary prevention). Sasaran promosi kesehatan pada aspek ini

adalah kelompok pasien yang baru sembuh (irecovery) dari suatu penyakit.

tujuannya adalah agar mereka segera pulih kembali kesehatannya. Ruang lingkup

promosi kesehatan berdasarkan tatanan pelaksanaan. Promosi kesehatan pada

tatanan keluarga (rumah tangga). Keluarga atau rumah tangga adalah unit

masyarakat terkecil. Oleh sebab itu untuk mencapai perilaku masysarakat yang

sehat harus dimulai di masing – masing keluarga. Di dalam keluargalah mulai

terbentuk perilaku – perilaku masyarakat. Orang tua (ayah dan ibu) merupakan

sasaran utama dalam promosi kesehatan pada tatanan ini. Karena orang tua

terutama ibu, merupakan peletak dasar perilaku etrutama perilaku kesehatan bagi

anak – anak mereka. Promosi kesehatan pada tatanan sekolah. Sekolah

merupkan perpanjangan tangan pendidikan kesehatan bagi keluarga. Sekolah,

terutama guru umumnya lebih dipatuhi oleh murid – mruidnya. Oleh sebab itu

lingkungan sekolah, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial yang sehat ,

akan sangat berpengaruh terhadap perilaku sehat anak – anak (murid). Kunci

pendidikan kesehatan sekolah adalah guru, olehs ebab itu perilaku guru harus

dikondisikan, melalui pelatihan – pelatihan kesehatan, seminar, lokakarya, dan

sebagainya. Promosi kesehatan di tempat kerja. Tempat kerja merupakan tempat

orang dewasa memperoleh nafkah untuk keluarganya. Lingkungan kerja yang

sehat (fisik dan nonfisik) akan menudkung kesehatan pekerja atau karyawannya

dan akhirnya akan menghasilkan produktif yang optimal. Sebalinya lingkungan

23
kerja yang tidak sehat serta rawan kecelakaan kerja akan menurunkan derajat

kesehatan pekerjanya, dan akhirnya kurang produktif. Oleh sebab itu pemilik,

pemimpin, atau manajer dari institusi tempat kerja termasuk perkantoran

merupakan sasaran kesehatan para pekerjanya dan mengembangkan unit

pendidikan kesehatan di tempat kerja. Promosi di tempat – tempat umum. Para

pengelola tempat – tempat umum merupakan sasaran promosi kesehatan agar

mereka melengkapi tempat – tempat umum dengan fasilitas yang dimaksu,

disamping melakukan imbauan – imbauan kebersihan dan kesehtan bagi pemakai

tempat umum atau maysrakat melalui penegras suyara , poster, leaflet dan

sebagainya. Fasilitas pelayanan kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan ini

mencakup rumah sakit (RS), puskesmas, poliklinik, rumah bersalin, dan

sebagainya. Ruang lingkup berdasarkan tingkat pelayanan. Promosi kesehatan

(health promotioni). Dalam tingkat ini promosi kesehatan diperlukan misalnya

dalam peningkatan gisi, kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi lingkungan,

kesehatan perorangan, dan sebagainya. Perlindungan khusus (specifik

protection). Dalam program imunisasi sebagai bentuk pelayanan perlindungan

khusus ini, promosi kesehatan sangat diperlukan terutama di negara – negara

berkembang. Hal ini karena kesadaran masyarakat tentang pentingnya imuniasasi

sebagai cara perlindungan terhadap penyakit pada orang dewasa maupun pada

anak – anaknya, masih rendah. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early

diagnosis prompt treatment). Dikarenakan rendahnya pengetahuan dan

kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, maka penyakit –

penyakit yang terjadi di dalam masyarakat sulit atau tidak mau diperiksa dan

diobati penyakitnya. Hal ini akan menyebabkan masyarakat tidak memperoleh

pelayanan kesehatan yang layak. Oleh sebab itu, promosi kesehatan sangat

24
diperlukan pada tahap ini. Pembatasan cacat (disability imitation). Kurangnya

pengertian dan kesadaran masyarakat tentang kesehatan dan penyakit, sering

mengakibatkan masyarakat tidak melanjutkan pengobatannya sampai tuntas.

Mereka tidak melakukan pemeriksaan dan pengobatan yang komplit terhadap

penyakitnya. Pengobatan yang tidak layak dan sempurna dapat mengakibatkan

yang bersangkutan menjadi cacat atau memiliki ketidakmampuan untuk

melakukan sesuatu. Oleh karena promosi kesehatan juga diperlakukan pada

tahap ini, agar masyarakat mau memeriksakan kesehatannya secara dini.

Rehabilitasi (rehabilitation). Setalah sembuh dari suatu penyakit tertentu, kadang

– kadang orang menjadi cacat. Untuk memulihkan cacatnya etrsebut diperlukan

latihan – latihan tertentu. Oleh karena kurangnya pengertian dan kesadaran

oirang tersebut, maka ia tidak segan melakukan latihan – latihan yang dianjurkan.

Disamping itu malu untuk kembali ke masyarakat . sering terjadi pula masyarakat

yang normsl. Oleh sebab itu , jelas, promosi kesehatan diperlukan bukan saja

untuk orang yang cacat tersebut, tetapi juga untuk masyarakat (Notoatmojo.,

2012)

2.2.11 Sub-Bidang Keilmuan Promosi Kesehatan

Bahwa promosi kesehatan merupakan usaha intervensi untuk mengarahkan

perilaku kepada tiga faktor pokok, yakni faktor predisposisi, faktor pendukung, dan

faktor pendorong.Berikut adalah subdisiplin ilmu sebagai bagian dari promosi

25
kesehatan antaranya Komunikasi. Komunikasi diperlukan untuk mengondisikan

faktor-faktor predisposisi. Kurangnya pengetahuan dan sikap masyarakat

terhadap kesehatan serta penyakit, adanya tradisi, kepercayaan yang negatif

tentang penyakit, makanan, lingkungan, dan sebagainya, mengakibatkan mereka

tidak berperilaku sesuai dengan nilai-nilai kesehatan. Untuk itu maka diperlukan

komunikasi dan pemberian informasi kesehatan. Dinamika Kelompok. Dinamika

kelompok adalah salah satu metode promosi kesehatan yang efektif untuk

menyampaikan pesan-pesan kesehatan kepada sasaran pendidikan.

Pengembangan dan Pengorganisasian Masyarakat (PPM). Untuk memperoleh

perubahan perilaku yang efektif diperlukan faktor-faktor pendukung berupa

sumber-sumber dan fasilitas yang memadai. Sumber-sumber dan fasilitas-

fasilitas tersebut sebagian harus digali dan dikembangkan dari masyarakat.

Masyarakat harus mampu mengorganisasi komunitasnya sendiri untuk berperan

serta dalam penyediaan fasilitas. Untuk itu paa petugas kesehatan harus dibekali

ilmu Pengembangan dan Pengorganisasian Masyarakat (PPM). Pengembangan

Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD). PKMD pada dasarnya adlah bagian dari

PPM. Bedanya, PKMD lebih mengarah kepada kesehatan. PKMD pada

prinsipnya adalah wadah partisipasi masyarakat dalam bidang pengembangan

kesehatan. Pemasaran sosial (Social Marketing). Pemasaran sosial diperlukan

untuk intervensi pada faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor pendorong pda

perubahan perilaku masyarakat. Pengembangan Organisasi. Agar institusi

kesehatan sebagai organisasi pelayanan kesehatan dan organisasi-organisasi

masyarakat mampu berfungsi sebagai faktor pendukung dan pendorong

perubahan perilaku kesehatan masyarakat, maka perlu dinamisasi dan

organisasi-organisasi tersebut. Pendidikan dan Pelatihan. Semua petugas

26
kesehatan, baik dilihat dari jenis maupun tingkatnya, pada dasarnya adalah

pendidik kesehatan (health educator). Di tengah-tengah masyarakat petugas

kesehatan menjadi tokoh panutan di bidang kesehatan. Untuk itu maka petugas

kesehatan harus mempunyai sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai

kesehatan. Demikian pula petugas lain atau tokoh-tokoh masyarakat. Mereka

merupakan panutan atau acuan perilaku , termasuk acuan kesehatan. Oleh

sebab itu mereka harus mempunyai sikap serta perilaku yang positi, dan

merupakan pendorong atau penguat perilaku sehat dimasyarakat. Untuk

mencapai hal tersebut, maka petugas kesehatan dan para petugas lain harus

memperoleh pendidikan serta pelatihan khusus tentang kesehatan serta ilmu

kesehatan. Pengembangan media (teknologi promosi kesehatan). Agar yang

diperoleh hasil yang efektif dalam proses promosi kesehatan diperlukan alat bantu

atau media pendidikan. Fungsi media dalam pendidikan adalah sebagai alat

peraga unutk menyampaikan infirmasi atau pesan-pesan tentang kesehatan.

Perencanaan dan Evaluasi Promosi Kesehatan. Untuk mencapai tujuan program

daan kegiatan yang efektif dan efisien, diperlukan perencanaan dan evaluasi.

Perencanaan dan evaluasi program promosi kesehatan mempunyai

kekhususnan, bila dibandingkan dengan evaluasi program kesehatan yang lain.

Hal ini karena tujuan program pendidikan kesehatan adalah perubahan

pengetahuan, sikap, dan perilaku sasaran memerlukan pengukuran khusus. Oleh

sebab itu untuk evaluasi secara umum, mereka perlu diberikan perencanaan dan

evaluasi promosi kesehatan. Perilaku Kesehatan. Kegiatan utama Promosi

Kesehatan adalah berurusan dengan perilaku, utamnya perilaku kesehatan. Oleh

sebab itu, perilaku kesehatan merupakan mata kuliah poko promosi kesehatan.

Pentingnya mempelajari perilaku dalam promosi kesehatan adalah agar dalam

27
melakukan kegiatan promosi atau pendidikan kesehatan memperoleh hasil yang

optimum. Antropologi Kesehatan. Perilaku manusia dipengaruhi oleh

lingkungannya. Baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya. Untuk

melakukan pendekatan perubahan perilaku kesehatan, petugas kesehatan harus

menguasai berbagai macam latar belakang sosial budaya masyarakat yang

bersangkutan. Oleh sebab itu petugas kesehatan harus menguasai antropologi

kesehatan. Sosiologi Kesehatan. Psikolog merupakan dasar ilmu perilaku. Untuk

memahami perilaku individu, kelompok atau masyarakat, orang harus

mempelajari psikologi. Dalam memahami perilaku masyarakat, psikologi sosial

sangant diperlukan. Oleh sebab itu semua petugas kesehatan harus menguasi

psikologi sosial. Psikologi Kesehatan. Psikologi merupakan dasar ilmu perilaku.

Untuk perilaku individu, kelompok tau masyarakat, orang harus mempelajari

psikologi. Dalam memahami perilaku masyarakat, psikologi sosial sangat

diperlukan. Oleh sebab itu semua petugas kesehatan harusmenguasai psikologi

sosial (Notoatmojo., 2012)

28
2.3 Konsep Perilaku

2.3.1 Definisi Perilaku

Perilaku adalah totalitas dari penghayatan dan aktivitas yang mempengaruhi

perhatian, pengamatan, pikiran, daya ingat, dan daya fantasi seseorang

(Notoatmodjo,2007). Perilaku sebagai proses mental dari reaksi seseorang yang

sudah tampak atau masih sebatas keinginan yang diperoleh melalui sebatas

interelasi stimulus eksternal dengan internal. Stimulus internal adalah stimulus

yang berhubungan dengan kebutuhan fisik dan psikologis. Adapun stimulus

eksternal segala macam reaksi seseorang akibat faktor luar atau dari lingkungan

(Kartini K.,1983 dalam Herri et al., 2011).

2.3.2 Pembentukan Perilaku

Pembentukan Perilaku dengan Conditioning (Kebiasaan). Dengan cara

membiasakan diri berperilaku seperti yang diharapkan. Cara ini berdasarkan pada

teori conditioning yang dikemukakan Pavlov, Thorndike, dan Skinner, diman

ketiga berpendapat bahwa pembentukan perilaku akibat pengkondisian

(kebiasaan). Pembentukan Perilaku Melalui Pengertian (Insight). Cara seperti ini

menggambarkan danya teori belajar kognitif, yakni belajar yang disertai dengan

pengertian (insight). Pembentukan Perilaku Melalui penggunaan Model. Cara

seperti ini disebut pembentukan perilaku dengan belajar model sosial (social

learning theory or observation learning theory) (Notoatmojo., 2012)

29
2.3.3 Sifat-Sifat Umum yang Berkaitan dengan Perilaku

Pengamatan. Manusia mengenal baik kepada diri sendiri atau dunia luar

sekitarnya adalah dengan melihat, mendengar, meraba, membau, ataupun

pengecapan. Cara mengenalobjek-objek seperti ini disebut dengan pengamatan.

Perhatian. Notoatmodjo (2007) mengatakan bahwa perhatian adalah pemusatan

energi psikis yang tertuju pada suatu objek dan banyak tidaknya kesadaran yang

menyertai aktivitas yang dilakukan.Tanggapan. Tanggapan adalah bayangan

yang tinggal dalam ingatan setelah kita melakukan pengamatan. Linschoten

(dalam Sumadi Suryabrata,1983), mengatakan bahwa tanggapan adalah

melakukan kembali suatu perbuatan atau melakukan sebelumnya suatu

perbuatan tanpa hadirnya objek fungsi primer yang merupakan dasar modalitas

tanggapan. Fantasi. Sumadi Suryabrata (1989) mendefinisikan fantasi sebagai

daya membentuk tanggapan baru dengan pertolongan tanggapan yang telah ada.

Tanggapan yang baru tidak harus sesuai dengan objek-objek yang sudah ada.

Ingatan. Aktivitas-aktivitas pribadi seseorang tidak hanya ditentukan oleh

pengaruh masa kini, tetapi juga dipengaruhi oleh proses kehidupan masa lampau.

Dari kenyataan ini, maka seseorang dituntut untuk mampu menerima,

menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan. Kemampuan seperti inilah yang

disebut dengan ingatan. Berpikir. Berpikir adalah aktivitas idealistis menggunakan

simbol-simbol dalam memecahkan masalah berupa deretan ide dan bentuk

bicara. Melaui berpikir orang selalu meletakkan hubungan dengan pengertian dan

30
logika berpikir. Artinya, melalui berpikir orang mampu memberikan pengertian,

asumsi, dan menarik kesimpulan. Berpikir menjadi ukuran keberhasilan

seseorang dalam belajar, berbahasa, berpikir, dan memecahkan masalah.

Dengan berpikir seseorang akan menjadi lebih mudah dalam menghadapi

berbagai persoalan. Perasaan. Perasaan didefinisikan sebagai gejala psikis yang

bersifat subyektif, yang berhubungan dengan gejala-gejala mengenal dan dialami

dalam kualitas senang atau tidak senangdalam berbagai taraf. Perasaan dapat

timbul karena mengamati, menanggapi, mengkhayalkan, mengingat atau

memikirkan sesuatu. Perasaan juga memiliki fungsi tersendiri, yakni emosi. Motif.

Motif adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorongnya untuk

melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk mendapatkan tujuannya. Motif

merupakan alasan yang disadari atau tidak disadari yang diberikan seseorang

untuk bertingkah laku. Motif diartikan sebagai dorongan untuk bertindak guna

mencapai suatu tujuan tertentu (Notoatmojo., 2012)

2.3.4 Batasan Perilaku

Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2012), merumuskan bahwa perilaku

merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari

luar), teori Skinner ini disebut dengan teori “S-O-R” atau Stimulus Organisme

Respons. Skinner membedakan adanya dua respons.

Respondent response atau reflexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh

rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut

eliciting stimulation karena menimbulkan respons-respon yang relatif tetap.

Operant response atau instrumental response, yakni respons yang timbul dan

berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.

31
Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena memperkuat

respons. Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini maka perilaku dapat

dibedakan menjadi dua.

Perilaku tertutup (covert behavior). Respon seseorang terhadap stimulus

dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respon atau reaksi terhadap stimulus ini

masih terbatas pada perhatian, persepsi pengetahuan atau kesadaran, dan sikap

yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat

diamati secara jelas oleh orang lain. Perilaku terbuka (overt behavior). Respon

seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka, yang

dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Untuk membentuk jenis respons atau

perilaku perlu diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang disebut operant

conditioning. Prosedur pembentukan perilaku oleh Skinner adalah sebagai

berikut. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau

reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan di bentuk.

Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang

membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen-komponen tersebut

disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya perilaku

yang dimaksud. Mengunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan

sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-masing

komponen tersebut. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan

urutan komponen yang telah tersusun. Apabila komponen pertama telah

dilakukan, maka hadiahnya diberikan. Hal ini akan mengakibatkan. Komponen

atau perilaku (tindakan) tersebut cenderung akan sering dilakukan. Kalau ini

sudah terbentuk maka dilakukan komponen (perilaku) yang kedua kemudian

diberi hadiah (komponen pertama tidak memelerlukan hadiah lagi). Demikian

32
berlung-ulang sampai komponen terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan

komponen ketiga, keempat, dan selanjutnya sampai seluruh perilaku yang

diharapkan terbentuk (Notoatmojo., 2012)

2.3.5 Perilaku Kesehatan

Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner tersebut, maka perilaku kesehatan

adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap simulasi atau objek yang

berkaitan dengan sakit dan penyakit sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan

minuman, serta linkungan. Dari batasan ini perilaku kesehatan dapat

diklasifikasikan menjadi tiga kelompok.

Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance). Perilaku

pemeliharaan kesehatan adalah perilaku usaha-usaha seseorang untuk

memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk

penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan

ini terdiri dari tiga aspek, yaitu.

Perilaku pencegahan penyakit, dan peyembuhan penyakit bila sakit, serta

pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit. perilaku peningkatan

kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu di jelaskan disini,

bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang yang sehat

33
pun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal

mungkin. Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat

memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya

makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan

seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada

perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut. Perilaku pencarian dan

penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau sering disebut

perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior). Perilaku ini adalah

menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan

atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self

treatment) samapai mencari pengobatan ke luar negeri. Perilaku kesehatan

lingkungan. Bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik

maupun sosial budaya, dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak

mempengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang

mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggu kesehatannya sendiri ,

keluarga atau masyarakatnya. Misalnya bagaimana mengelola pembuangan tinja,

air minum, tempat pembuangan sampah, pembuagan limbah, dan sebagainya

(Notoatmojo., 2012)

2.3.6 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perilaku

Teori Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2012), membagi tiga faktor

yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan dengan

kesehatan.

Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan nilai-nilai, dan sebagainya. Faktor-

34
faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik,

tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan,

misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan

sebagainya. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam

sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan

kelompok referensi dari perilaku masyarakat (Notoatmojo., 2012)

2.3.7 Domain Perilaku

Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2012) mebagi perilaku manusia

ke dalam tiga domain.

Pengetahuan (Knowledge). Pengetahuan atau ranah kognitif merupakan

domain yang sangat penting dalam mebentuk tindakan seseorang (overt

behavior). Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam

tingkatan. Tahu (know). Tahu diartikan sebagai mengingat materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah

mengingat kembali (recall) sesuatu ang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari

atau rangsangan yang telah diterima. Memahami (comprehension). Memahami

diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek

35
yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

Aplikasi (aplication). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Analisis

(analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur

organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Sintesis (synthesis). Sistesis

menunjuk kepada satu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagian-bagian di dalam suatu bentukkeseluruhan yang baru. Evaluasi

(evaluation). Berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Sikap (attitude). Sikap merupakan

reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau

objek.sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek di

lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan tehadap objek.Komponen pokok

sikap. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

Kehidupan emosional atau ealuasi terhadap suatu objek. Kecenderungan untuk

bertindak (tend to behave). Ketiga komponen ini membentuk sikap yang utuh (total

attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan,

dan emosi memegang peranan penting. Tingkatan sikap. Menerima (receiving).

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang

diberikan (objek). Merespons (responding). Memberikan jawaban apabila ditanya,

mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari

sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau

mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah,

berarti bahwa orang menerima ide tersebut. Menghargai (valuing). Mengajak

orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu

36
indikasi sikap tingkat tiga. Bertanggung jawab (responsible). Bertanggung jawab

atas segala sesuatu yang telah dipilihnyadengan segala resiko merupakan sikap

yang paling tinggi. Praktik atau tindakan (practice). Praktik atau tindakan

mempunyai beberapa tingkatan.

Respon terpimpin (guided response). Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan

urutan yang benar dan sesuai dengan contoh merupakan indikator praktik tingkat

pertama. Mekanisme (mecanism). Apabila seseorang telah dapat melakukan

sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan

kebiasaan, maka ia telah mencapai praktik tingkat kedua. Adopsi (adoption).

Adopsi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan

tersebut. Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni

dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa

jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara

langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

Pengukuran praktik (overt behavior) juga dapat diukur dari hasil perilaku tersebut

(Notoatmojo., 2012)

2.3.8 Perubahan (Adopsi) Perilaku

Perubahan atau adopsi perilaku baru adalah suatu proses yang kompleks yang

memerlukan waktu relatif lama. Secara teori perubahan perilaku seseorang

menerima atau mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya melalui tiga tahap.

Perubahan Pengetahuan. Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perihal

yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak

didasari oleh pengetahuan. Penelitian rogers (197) mengungkapkan bahwa

37
sebelum orang mengadopsi perilaku baru, didalam diri orang tersebut terjadi

proses yang berurutan, disingkat AIETA, yaitu artinya. Awareness (kesadaran),

yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus objek terlebih

dahulu. Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus. Evaluation,

(menimbang-nimbang baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti

sikap responden sudah lebih baik lagi. Trial, orang mulai mencoba perilaku baru.

Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan kesadaran,

dan sikapnya terhadap stimulus. Namun demikian, dari penelitian selanjutnya

rogers menyimpulkan bahwa perilkau tidak selalu melewati tahap-tahap diatas.

Apabila penerima perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini

didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku

tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaiknya apabila perilaku itu tidak

didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung secara

lama. Sikap. Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, proses

selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek kesehatan

tersebut. Oleh sebab itu indikator untuk sikap kesehatan juga sejalan dengan

pengetahuan kesehatan seperti diatas, yakni.

Sikap terhadap sakit dan penyakit. Adalah bagaimana penilaian atau pendapat

seseorang terhadap gejala dan tanda-tanda penyakit, penyebab penyakit, cara

penularannya cara pencegafhan penyakit, dan sebagainya. Sikap cara

pemeliharaan dan cara hidup sehat. Adalah bagaimana penilaian atau pendapat

seseorang terhadap cara-cara memelihara dan cara-cara berperilaku hidup sehat.

Dengan perkataan lain pendapat atau penilaian terhadap makanan, minuman,

olahraga, rekreasi atau istiraht yang cukup, dan sebaginya kesehatannya. Sikap

terhadap kesehatan lingkungan. Adalah penilaian atau pendapat seseorang

38
terhadap lingkungan dan pengaruh terhadap keehatan. Misalnya pendapat atau

penilaian terhadap air bersih, pembuangan limbah, polusi, dan sebagianya.

Praktik atau tindakan. Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek

kesehatan kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa nyang

diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau

mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapinya. Inilah yang disebut praktik

kesehatan atau juga bisa dikatakan perilaku kesehatan. Oleh sebab itu indikator

praktik kesehatan ini juga memncakup hal-hal tersebut di atas yakni. Tindakan

(praktik) sehubungan dengan penyakit. Tindakan atau perilaku ini mencangkup

pengetahuan penyakit, penyembuhan penyakit dan sebagainya. Tindakan

(praktik) pemelirahan dan peningkatan kesehatan. Tindakan ini mencangkup

antara lain.mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang, melakukan olahraga

secara teratur, dan sebagainya. Tindakan (praktik) kesehatan lingkungan.

Tindakan ini antara lain Membuang sampah pada tempat sampah, menggunakan

air bersih untuk mandi, cuci, masak, dan sebagainya. Cara mengukur indikator

perilaku atau memperoleh data atau informasi tentang indikato-indikator perilaku

tersebut untuk pengetahuan, sikap dan praktik agak berbeda. Untuk memperoleh

data tentang pengetahuan dan sikap cukup dilakukan melalui wawancara, baik

wawancara terstruktur, maupun wawancara mendalam, dan focus group

discussion khusus untuk penelitan kuantitaif. Sedangkan untuk memperoleh data

praktik atau perilaku yang paling akurat adalah melaui pengamatan. Namun dapat

juga dilakukan melalui wawancara dengan pendekatan recall atau mengingat

kembali perilaku yang telah dilakukan oleh responden beberapa waktu yang lalu

(Notoatmojo., 2012)

39
2.3.9 Aspek Sosio-Psikologi Perilaku Kesehatan

Perilaku terbentuk melalui proses tertentu, dan berlansung dalam teraksi

manusia dengan lingkunagnnya. Faktor-faktor yang memegang peranan didalam

pembentukan perilaku dapat dibedakan dua yakni faktor intern dan ekster. Faktor

intern berupa kecerdasan, presepsi, motivasi, minat, emosi, dan sebgianya untuk

mengelolah pengaruh dari luar. Faktor ekstern meliputi : objek, orang, kelompok,

dan hasil-hasil kebudayaan yang dijadikan sasaran dalam mewujudkan bentuk

perilaku yang selaras denagn lingkungan apabila perilaku yang terbentuk dapat

diterima oleh lingkunga dan dapat diterima oleh individu yang bersangkutan.

Dalam bidang keseatan masyarakat khususnya pendidikan kesehatan,

mempelajari perilaku adalah sangat penting. Karena pendidikan kesehatan

sebagai bagian dari kesehatan masyarakat berfungsi sebagai media atau sasaran

untuk menyedakan kondisi sosio psikologi sedemikian rupa sehingga individu atau

masyarakat sesui norma-norma hidup sehat. Dengan perkataan lain pendidikan

kesehatan bertjuan untuk mengubah perilaku individu atau masyarakat sehingga

sesuai dengan norma-norma (Notoatmojo., 2012)

2.3.10 Pengaruh Mengontrol Gula Darah

Mengontrol gula darah adalah ketika individu melakukan aktifitas olahraga

secara teratur dan makan – makanan yang sehat (Buah – buhan dan sayuran

segar) serta menghindari makanan yang berlemak atau termasuk (Goreng -

gorengan) dan patuh memeriksakan diri ke dokter (Srikandi dkk., 2009)

Rendahnya pengetahuan penderita DM memberikan peluang bagi perawat

dalam memberikan peran promosi kesehatan terhadap penderita DM.Peran pera-

wat tidak saja memberikan pelayanan medis melainkan dapat memberikan pela-

40
yanan promosi kesehatan terhadap individu, keluarga dan masyarakat. Promosi

kesehatan sangatlah penting diberikan kepada penderita DM agar mempunyai

kemampuan untuk sebisa mungkin mandiri dalam melakukan perawatan diri, maka

pasien dan keluarga harus bisa mengambil alih tanggung ja-wab tersebut dengan

cara harus bisa melakukan perawatan secara mandiri (self care) sehingga pasien

dan keluarga harus dibekali pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk

mencegah kemungkinan rawat ulang (rehospita-lisasi) dengan kondisi yang lebih

buruk. Melakukan kontrol kadar gula darah secara teratur merupakan upaya

pencegahan terjadinya komplikasi yang dilakukan oleh pasien DM Standar

pemeriksaan kadar gula darah idealnya dilakukan setiap hari melakukan olahraga

yang rutin, Makan sayuran hijau, komsumsi buah – buahan, selalu kontrol ke

puskesmas terdekat untuk mengetahui kadar gula dan mengonsumsi obat dari

dokter secara rutin. (Andi., 2015)

41

Anda mungkin juga menyukai