Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

PENDIDIKAN PANCASILA

“Memahami Dinamika dan Tantangan Pancasila”

Disusun Oleh:

Nama : Dio Hilman Hafif


Nim : 17231008

Dosen : Serli Marlina, M. Pd

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019
Kata Pengantar

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang memberikan


rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Memahami Konsep Dan Urgensi, Landasan Dan Tujuan Pendidikan Pancasila”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan
pancasila dan penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu dosen pembimbing
serta kepada semua pihak yang secara langsung dan tidak langsung karena telah
membantu menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan
dan kesalahan. Hal ini karena keterbatasan kemampuan penulis sendiri. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi
kebaikan untuk kedepannya dari semua pihak khususnya pembaca. Harapan
penulis, semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembaca.

                                                                                    Padang, 20 November 2019


Daftar Isi

BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................1
1.3 Tujuan................................................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
2.1 Dinamika dan Tantangan Pancasila...................................................................................3
A. Definisi Pancasila............................................................................................................3
B. Tantangan pancasila..........................................................................................................4
C. Dasar Menghadapi Tantangan Pancasila........................................................................7
D. Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara..................................................................12
E. Strategi Terhadap Tantangan pancasila...........................................................................13
BAB III..................................................................................................................17
PENUTUP..............................................................................................................17
3.1. KESIMPULAN...............................................................................................................17
3.2 SARAN............................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehidupan bermasyarakat saat ini sudah mulai pudarnya karakter yang


sesuai dengan apa yang termakna dalam pancasila maka saat ini perlu adanya
pengkajian kembali mengenai nilai-nilai pancasila agar tercipta dan terjalin
kehidupan berbangsa dan bernegara yang harmonis yang nantinya diharapkan
dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia dan dapat lebih maju
lagi.
Pancasila sebagai jati diri rakyat Indonesia, sebagai falsafah, ideologi, dan
alat pemersatu bangsa Indonesia. Pancasila merupakan pandangan hidup dasar
negara, dan pemersatu bangsa Indonesia yang majemuk. begitu besar pengaruh
Pancasila terhadap bangsa dan negara Indonesia, Kondisi ini dapat terjadi karena
perjalanan sejarah dan kompleksitas keberadaan bangsa Indonesia seperti
keragaman suku, agama, bahasa daerah, pulau, adat istiadat, kebiasaan budaya,
serta warna kulit jauh berbeda satu sama lain tetapi mutlak harus dipersatukan.
Begitu banyak permasalahan yang sedang bangsa kita hadapi, mulai dari
yang sepele sampai ke persoalan yang vital. Sebenarnya semua persoalan bisa
diselesaikan apabila rakyat Indonesia sudah menjiwai pancasila. tetapi negara
hanya meninggikan keilmuan, ilmu pengetahuan tidak adanya pendalaman
pancasila, penerapan pancasila.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana dinamika dan Tantangan Pendidikan Pancasila ?
2. Bagaimana Definisi Pancasila
3. Bagaimana Tantangan pancasila
4. Bagaimana Dasar Menghapi Tantangan Pancasila
5. Bagaimana Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara
6. Bagaimana Strategi menyelamatkan pancasila
7. Bagaimana Strategi menyelamatkan Tantangan Pancasila

1.3 Tujuan

1. Memahami dinamika dan Tantangan Pendidikan Pancasila


2. Memahami definisi Pancasila
3. Memahami tantangan pancasila
4. Memahami dasar Menghapi Tantangan Pancasila
5. Memahami urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara
6. Memahamis strategi menyelamatkan pancasila
7. Memahami strategi menyelamatkan Tantangan Pancasila
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Dinamika dan Tantangan Pancasila

A. Definisi Pancasila
Pancasila adalah dasar negara yang juga bisa disebut sebagai
ideologi negara kesatuan republik Indonesia (NKRI). Tidak sekedar
dihafal tetapi ideoogi pancasila perlu kita maknai dan pahami oleh seluruh
masyarakat Indonesia. Dengan demikian makna yang terkandung dalam
Pancasila mampu dirasakan dan diterapkan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Secara historis atau menurut sejarahnya pancasila bermula dengan
terbentuknya BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan
Indonesia) atau yang juga disebut sebagai Dokuritsu Zyunbi Coosakai oleh
Letnan Jenderal Kumakichi Harada pada tanggal 1 Maret 1945. Sebagai
upaya Hal itu dilakukan untuk mendapatkan dukungan dari Bangsa
Indonesia baik secara materi maupun moril dikarenakan Jepang mulai
didesak oleh pihak Sekutu yang diawali dengan melancarkan serangan
dalam rangka untuk merebut kekuasaan ke beberapa wilayah Nusantara.
BPUPKI yang diketuai oleh Dr. K.R.T. Radjiman Widyodiningrat
memiliki tugas untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang
berhubungan dengan aspek-aspek politik, ekonomi, tata pemerintahan dan
hal-hal yang diperlukan dalam usaha pembentukan Negara Indonesia
merdeka, salah satunya adalah dasar negara. Kemudian pada sidang
pembahasan dasar negara tersebut muncullah tiga orang pembicara yaitu
Soepomo Mohammad Yamin, dan Soekarno.
Saat tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengemukakan gagasan
dalam pidato tentang rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia
yang diberi nama “Pancasila”. Pemberian nama tersebut diperoleh atas
saran seorang temannya yang tidak disebutkan namanya yang merupakan
seorang ahli bahasa. Dan menurut Ir. Soekarno kelima dasar tersebut
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan memiliki makna
“gotong royong”. Konsep gagasan yang disampaikan dalam pidatonya
menutup masa persidangan BPUPKI pertama. Pada saat tanggal itulah
yang kita dikenang sebagai detik-detik lahirnya Pancasila dan ditetapkan
dan diperingati hingga sekarang sebagai hari lahirnya Pancasila.
Pancasila menurut Definisi secara terminologis yaitu sebagai salah
satu syarat untuk melengkapi alat-alat perlengkapan negara sebagaimana
lazimnya negara-negara yang merdeka. Dimana, pada saat telah
dibentuknya PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau
disebut juga sebagai Dokuritsu Zyunbi Inkai mengadakan siding yang
menghasilkan pengesahan UUD Negara Republik Indonesia yang dikenal
dengan UUD 1945 yang terdiri dari Pembukaan UUD 1945 dan pasal-
pasal UUD 1945.
Dimana dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke empat tercantum
lima dasar yaitu Pancasila, yang berisi sebagai berikut : (1) Ketuhanan
Yang Maha Esa, (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab, (3) Persatuan
Indonesia dan (4) kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, serta mewujudkan (5) keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.

B. Tantangan pancasila
Salah satu masalah terbesar bangsa ini adalah masalah identitas
nasional atau karakter bangsa. Dalam pertimbangan tentang perlunya
kebijakan nasional pembangunan karakter bangsa didasarkan adanya
permasalahan yang sedang dihadapi bangsa saat ini yaitu:
1. disorientasi dan belum dihayatinya nilai-nilai Pancasila sebagai
filosofi dan ideologi bangsa.
2. Keterbatasan perangkat kebijakan terpadu dalam mewujudkan
nilai-nilai esensi Pancasila.
3. Bergesernya nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara
4. Memudarnya kesadaran terhadap nilai-nilai budaya bangsa.
5. Ancaman disintegrasi bangsa.
6. Melemahnya kemandirian bangsa.

Dengan kata lain seperti dikatakan Gumilar Rusliwa Somantri,


kita sedang tengah mengalami anomie atau “kekosongan” Grundnorm
yang menjadi rujukan berdirinya negara bangsa yang tunggal dan sumber
dari berbagai tata aturan. Anomie terjadi karena Pancasila yang sejak
kemerdekaan menjadi norma dasar, ikut terpuruk bersama jatuhnya
rezim Orde Baru.
Masalah di atas, tampaknya merupakan persoalan lama yang
belum terpecahkan. Koentjaraningrat (1974) dalam Kebudayaan,
Mentalitet dan Pembangunan, menyatakan sedikitnya ada lima mentalitas
negatif bangsa Indonesia:
1. meremehkan mutu;
2. cenderung mencari jalan pintas (menerabas)
3. tidak percaya diri;
4. tidak berdisiplin
5. mengabaikan tanggung jawab
Sedangkan Muchtar Lubis (1986) menyatakan bahwa ciri
negatif manusia Indonesia:
1 . hipokritis alias munafik;
2. segan dan enggan bertanggung jawab;
3. berjiwa feodal;
4. masih percaya takhyul;
5. artistik;
6. memiliki watak yang lemah;
7. bukan economic animal;

Belum terselesaikan nya masalah karakter, menjadikan


Indonesia belum beranjak mencapai kemajuan yang mensejahtera kan
rakyat. Sebagai bangsa yang pernah dijajah negara kapitalis –
imperialis yang menindas dan menyengsarakan justru Indonesia
tidak mampu keluar dari sistem ekonomi kapitalis yang tidak
berkeadilan ini . Bangsa Indonesia dipaksa untuk memenuhi tiga
syarat ekonomi guna memperoleh pengakuan kedaulatan dalam
forum KMB pada 1949. Ketiga syarat ekonomi itu adalah:
(1) bersedia menerima warisan utang Hindia Belanda sebesar 4,3
milliar gulden;
(2) bersedia mematuhi ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh
IMF; dan
(3) bersedia mempertahankan keberadaan perusahaan-perusahaan
asing yang beroperasi di Indonesia.

Pancasila mengandung nilai-nilai dan keinginan yang kuat yang


berasal dari bumi Indonesia sendiri, maksudnya diambil dari keberagaman,
rohani, moral dan budaya masyarakat dan bangsa Indonesia. Dalam hal ini
Pancasila dikenal sebagai Ideologi terbuka bersifat fleksibel dalam arti
bahwa Pancasila sebagai Ideologi yang mampu mengikuti perkembangan
jaman serta dinamis, merupakan sistem pemikiran terbuka dan merupakan
hasil konsensus masyarakat itu sendiri, oleh karena itulah Pancasila juga
merupakan dasar negara yang sudah barang tentu harus terwujud dalam
segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila merupakan konsensus kehidupan yang sangat
menakjubkan, para pendiri negara mampu menampung semua kepentingan
yang ada ke-dalam ideologi Pancasila, dan yang luar biasa adalah
mengambil jalan tengah antara dua pilihan eks-trim yakni negara sekuler
dan negara agama. Dasar negara yang telah ditetapkan itu merupakan
pilihan yang sesuai dengan karakter bangsa, asli, yang akhirnya menjadi
negara yang berkarakter religius.
Meskipun sudah lama merdeka dan terbebas dari para penjajah,
sekarang bangsa Indonesia justru memiliki persoalan baru yakni tantangan
dalam implementasi nilai-nilai dasar pancasila, pancasila yang seharusnya
sebagai dasar negara sekarang seolah-olah hanya sebai simbol saja dan
belum membumi dinegara Indonesia.
Makna yang terkandung dalam pancasila bagi generasi muda
globalisasi mendapat pengaruh yang begitu kuat dari nilai-nilai budaya
asing, yang mengakibatkan karakter tidak sejalan dengan nilai-nilai yang
terdapat dalam pancasila. Ditambah lagi kian maraknya keyakinan agama
baru yang tidak menjunjung tinggi makna yang terkandung dalam dasar
negara.
Pada zaman soekarno telah mulai dilakukan upaya mendorong
sikap dan prilaku bangsa Indonesia sesuai dengan nilai-nilai pancasila
melalui penghapusan materi kurikulum yang berhubungan dengan orde
baru diganti dengan kurikulum yang berhubungan dengan politik orde
reformasi.

C. Dasar Menghadapi Tantangan Pancasila

Ada kecenderungan Pancasila sebagai ideologi negara belum serius


mengimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini
dapat digambarkan dari berbagai pandangan berikut ini.

1. Adanya kecenderungan Pancasila diabaikan oleh elit negara Yudi Latief


(2011) “ Jangan Jadikan Pancasila Mitos”, menyatakan " Pancasila
sebagai pandangan hidup selama ini telah diabaikan oleh elit negara dan
tidak lagi menjadi dasar dalam mengambil kebijakan. "Ada tidak
konsisten nya, para elit selalu mengumbar kata pancasila sementara
kebijakan yang muncul tidak berdasarkan falsafah Pancasila,". Ia
mencontohkan kebijakan ekonomi yang seharusnya sesuai konstitusi dan
Pancasila, namun semakin lama justru semakin melenceng. "Pelaksanaan
pasal 33 yang seharusnya menjadikan sumber daya alam sebagai alat
untuk mewujudkan keadilan sosial, namun justru sekarang dikuasai
asing,". Ia menengarai sekitar 75 kebijakan dan undang-undang yang
telah dikeluarkan pemerintah justru bertentangan dengan konstitusi.
Ia menambahkan, Pancasila sebagai falsafah bernegara, berbangsa
dan bermasyarakat tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama.
"Bahkan cocok dengan nilai-nilai agama, karena memang digali dari
kehidupan masyarakt Indonesia yang beragama,"

2. Para pejabat sudah “alergi” Pancasila Mantan Ketua Umum Pimpinan


Pusat Muhammadiyah Prof Syafii Maarif (2011) menilai pejabat
sekarang sudah "alergi" Pancasila, padahal mereka seharusnya
menjadi teladan tentang penghayatan dan pengamalan Pancasila yang
benar. "Buktinya, pejabat sekarang jarang bicara Pancasila, karena
mereka ‟alergi‟. Itu karena Pancasila memang pernah ada selama 20
tahun, namun Pancasila dijadikan alat pembenar kekuasaan," katanya di
Surabaya, Selasa. Di sela-sela Kongres III Pancasila di Auditorium
Garunda Mukti Kantor Manajemen Universitas Airlangga (Unair)
Surabaya, ia menyarankan pejabat sekarang untuk meniru Bung Hatta
yang melakukan internalisasi Pancasila. "Artinya, jangan seperti dulu,
Pancasila jangan berhenti pada kognitif, apalagi diperalat, sehingga
Pancasila disalahgunakan dan akhirnya dijauhi. Pancasila harus ada
dalam diri kita, lalu amalkan dan beri contoh, jangan justru memperalat
Pancasila," katanya.
3. Munculnya ideologi „tandingan‟ Pancasila Asvi Marwan Adam (2011)
dalam “Mutlak, Hanya Satu Asas Pancasila”, menyatakan munculnya
gerakan Negara Islam Indonesia (NII) yang memiliki ideologi
berseberangan dengan Pancasila merupakan ancaman serius bagi
keberadaan Negara Indonesia. Ini harus menjadi perhatian pemerintah.
Sudah menjadi harga mati dan tidak dapat ditawar bahwa Pancasila
merupakan asas tunggal yang berlaku di negara ini.Tergerusnya
pemahaman dan pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam diri masyarakat
Indonesia pun semakin terlihat jelas. Termasuk, yang ditunjukkan oleh
para pejabat negara maupun elite politik negeri ini. Di satu sisi, dalam
masa keterbukaan sekarang, sangat memungkinkan masuknya pengaruh
beragam
'ideologi baru'. Namun, nyatanya kondisi itu tidak diimbangi
adanya landasan yang kuat lewat penanaman nilai-nilai Pancasila,
terutama dalam jiwa generasi muda. Ini dapat diterapkan melalui
pengajaran Pendidikan Pancasila dalam kurikulum pendidikan di
Indonesia.

mempertautkan kemajemukan Indonesia sebagai nations-in-nation


adalah desain negara kekeluargaan.
Secara bertepatan, pendiri bangsa, dengan keragaman garis
ideologisnya, memiliki pertautan dalam idealisasi terhadap nilai
kekeluargaan. Dengan demikian, semangat gotong royong merupakan
cetakan dasar (archetype) dan karakter ideal keindonesiaan. Ia bukan saja
dasar statis yang mempersatukan, melainkan juga dasar dinamis yang
menuntun ke arah mana bangsa ini harus berjalan. Dalam istilah
Soekarno, kekeluargaan adalah "meja statis" dan "leitstar dinamis"
yang mempersatukan dan memandukan. Karena kekeluargaan
merupakan jantung keindonesiaan, kehilangan semangat kekeluargaan
dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan Indonesia merupakan
kehilangan segala-galanya. Kehilangan yang membuat biduk kebangsaan
limbung, terombang-ambing gelombang perubahan tanpa jangkar dan
arah tujuan. Jika demokrasi Indonesia kian diragukan kemaslahatannya,
tak lain karena perkembangan demokrasi itu cenderung tercerabut dari
jiwa kekeluargaan. Peraturan daerah berbasis eksklusivisme keagamaan
bersitumbuh menikam jiwa ketuhanan yang berkebudayaan. Lembaga-
lembaga finansial dan korporasi internasional dibiarkan mengintervensi
perundang-undangan dengan mengorbankan kemanusiaan yang adil dan
beradab.
Tribalisme, nepotisme, dan pemujaan putra daerah yang menguat
dalam pemilu kepala daerah melemahkan persatuan kebangsaan. Anggota
parlemen bergotong royong menjarah keuangan rakyat, memperjuangkan
"dana aspirasi" seraya mengabaikan aspirasi rakyat, melupakan
kegotongroyongan berdasarkan hikmah kebijaksanaan. Ekspansi
neoliberalisme, kesenjangan sosial, dan tindak korupsi melebar, menjegal
keadilan sosial.
Demokrasi yang dijalankan justru memutar jarum jam ke belakang,
membawa kembali rakyat pada periode prapolitik, ketika terkungkung
dalam hukum besi sejarah survival of the fittest dan idol of the tribe. Ada
jarak yang lebar antara voices dan choices, antara apa yang
diargumentasikan dengan pilihan institusi dan kebijakan yang diambil.
Demokrasi yang diidealkan sebagai wahana untuk memperjuangkan
kesetaraan dan persaudaraan lewat pengorganisasian kepentingan
kolektif justru menjadi instrumen bagi kepentingan privat. Demokrasi
yang dikembangkan tanpa mempertimbangkan sistem pencernaan
kebudayaan dan karakter keindonesiaan seperti biduk yang limbung.
Dalam satu dekade terakhir, kita seakan-akan telah mengalami begitu
banyak perubahan. Namun perubahan yang terjadi tidak membawa kita ke
mana pun.
Ibarat pohon, sejarah perkembangan bangsa yang sehat tidak bisa
tercerabut dari tanah dan akar kesejarahannya, ekosistem sosial-budaya,
sistem pemaknaan, dan pandangan dunianya tersendiri. Pancasila
dirumuskan oleh pendiri bangsa sebagai dasar dan tuntutan bernegara
dengan mempertimbangkan aspek-aspek itu, lewat usaha penggalian,
penyerapan, kontekstualisasi, rasionalisasi, dan aktualisasinya dalam
rangka menopang keberlangsungan dan kejayaan bangsa. Dapat dikatakan
bahwa sebagian besar ketidakmampuan kita memecahkan masalah hari ini
disebabkan ketidakmampuan kita merawat warisan terbaik dari masa lalu.
Adapun warisan termahal para pendiri bangsa yang merosot pada saat ini
adalah karakter. Karena itu, marilah kita hidupkan kembali karakter
Pancasila, sebagai jalan kemaslahatan dan kemajuan Indonesia!
Dalam Konteks ini, Habibie (Mantan Presiden RI) dalam Peringatan
Lahirnya Pancasila
1 Juni 1945 (Kompas 3 Juni 2011) menyatakan “Tak kalah
penting adalah peran para penyelenggara negara dan pemerintahan
untuk secara cerdas dan konsekuen serta konsisten menjabarkan
implementasi nilai-nilai Pancasila dalam berbagai kebijakan yang
dirumuskan dan program yang dilaksanakan. Untuk sila kelima Pancasila
yaitu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, implementasinya
yang dilakukan, antara lain, dengan meningkatkan kesempatan kerja bagi
rakyat atau mengupayakan kebijakan yang berorientasi pada
kesejahteraan rakyat. Pancasila itu bukan untuk disakralkan.

1. Mengembangkan muatan Pancasila dalam sistem


pendidikan nasional Wakil Ketua MPR H Lukman Hakim
Saefuddin mendukung keinginan revisi UU Sisdiknas, karena
Mendiknas memang harus memberikan muatan nilai-nilai Pancasila
dalam sistem pendidikan nasional. Syafii Maarif (2011) tokoh yang
dikenal sebagai "Bapak Bangsa" mendukung revisi UU 20/2003
tentang Sisdiknas karena hilangnya muatan Pancasila dalam sistem
pendidikan nasional. Karena UU Sisdiknas memang harus
mengenalkan Pancasila secara benar, tapi revisi UU Sisdiknas itu
harus diiringi dengan penyiapan sumberdaya manusia atau tenaga
pendidik yang Pancasilais dan patut diteladani".

2. Pembentukan badan khusus perumusan dan pembudayaan Pancasila


MPR , menurut Wakil Ketua MPR H Lukman Hakim
Saefuddin mengusulkan kepada pemerintah membentuk badan atau
komisi khusus yang tugasnya antara lain merumuskan pengenalan
Pancasila secara benar di dunia pendidikan, politik, kemasyarakatan, dan
seterusnya,". Badan atau komisi khusus itu nantinya akan
merumuskan cara-cara pembudayaan Pancasila yang bukan lagi
indoktrinasi, pemaksaan, atau tafsir tunggal, namun melalui cara-cara
dialogis. "Misalnya, cara teater untuk pengenalan Pancasila kepada
pelajar sekolah menengah atau cara-cara lain yang bukan seperti penataran
P4 di masa lalu, sebab bangsa Indonesia yang majemuk sangat
membutuhkan Pancasila," . Badan atau komisi khusus itu ada hingga
ke tingkat desa atau kelurahan, karena pembudayaan Pancasila
memang harus sampai ke lapisan masyarakat di tingkat bawah.
"Demokrasi yang sangat liberal seperti yang kita alami sekarang
harus dikembalikan kepada Pancasila yakni demokrasi yang
mengutamakan unsur musyawarah atau perwakilan dalam
permusyawaratan,".

Unsur-unsur yang mempengaruhi tantangan terhadap Pancasila


sebagai ideologi negara meliputi faktor eksternal dan internal. Adapun
faktor eksternal meliputi hal-hal berikut :
1. Pertarungan ideologi antara negara-negara super power antara
Amerika Serikat dan Uni Soviet antara 1945 sampai 1990 yang
berakhir dengan bubarnya negara Soviet sehingga Amerika menjadi
satu-satunya negara super power.
2. Menguatnya isu kebudayaan global yang ditandai dengan masuknya
berbagai ideologi asing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
karena keterbukaan informasi.
3. Meningkatnya kebutuhan dunia sebagai akibat pertambahan
penduduk dan kemajuan ideologi sehingga terjadi eksploitasi terhadap
sumber daya alam secara matif. Dampak konkritnya adalah kerusakan
lingkungan, seperti banjir, kebakaran hutan.
Adapun faktor internal meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Pergantian rezim yang berkuasa melahirkan kebijakan politik yang
berorientasi pada kepentingan kelompok atau partai sehingga
ideologi Pancasila sering terabaikan.
Penyalahgunaan kekuasaan (korupsi) mengakibatkan
rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap rezim yang berkuasa
sehingga kepercayaan terhadap ideologi menurut drastis.

D. Urgensi Pancasila sebagai Ideologi Negara


Peran ideologi negara itu bukan hanya terletak pada aspek legal
formal, melainkan juga harus hadir dalam kehidupan konkret
masyarakat itu sendiri. Beberapa peran konkret Pancasila sebagai
ideologi meliputi hal-hal sebagai berikut

1. Ideologi negara sebagai penuntun warga negara, artinya setiap


perilaku warga negara harus didasarkan pada preskripsi moral.
Contohnya, kasus narkoba yang merebak dikalangan generasi muda
menunjukkan bahwa preskripsi moral ideologi belum disadari
kehadirannya. Oleh karena itu, diperlukan norma-norma penuntut
yang lebih jelas, baik dalam bentuk persuasif, imbauan maupun
penjabaran nilai-nilai Pancasila ke dalam produk hukum yang
memberikan rambu yang jelas dan hukuman yang setimpal bagi
pelanggarnya.

2. Ideologi negara sebagai penolakan terhadap nilai-nilai yang tidak


sesuai dengan sila-sila pancasila. Contohnya, kasus terorisme yang
terjadi dalam bentuk pemaksaan kehendak melalui kekerasan. Hal
ini bertentangan nilai toleransi berkeyakinan, hak-hak asasi
manusia, dan semangat persatuan. Pancasila berakar pada
pandangan hidup bangsa dan falsafah bangsa, sehingga memenuhi
prasyarat sebagai suatu ideologi terbuka. Sekalipun suatu ideologi
itu bersifat terbuka, tidak berarti bahwa keterbukaannya adalah
sebegitu rupa sehingga dapat memusnahkan atau meniadakan
ideologi itu sendiri, yang merupakan suatu yang tidak logis. Suatu
ideologi sebagai suatu rangkuman gagasan-gagasan dasar yang
terpadu dan bulat tanpa kontradiksi atau saling bertentangan dalam
aspek-aspeknya. Pada hakikatnya berupa suatu tata nilai, dimana
nilai dapat kita rumuskan sebagai hal ikhwal buruk baiknya sesuatu.

E. Strategi Terhadap Tantangan Pancasila

Sebagai negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku, ras,


golongan, agama, dan kepercayaan, Indonesia harus memiliki landasan
ideologi yang dapat menginklusi keberagaman.
Ideologi Pancasila dan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” (Unity
in Diversity) yang memiliki makna “walaupun berbeda-beda pada
hakikatnya Indonesia tetap satu” merupakan dua pondasi ideologis vital
dalam konteks Indonesia yang multikultural.
Tidak hanya berfungsi sebagai ideologi saja, Pancasila juga
merupakan falsafah dan pandangan hidup yang merekatkan segala
perbedaan, serta memiliki fungsi sentral dalam berbagai aspek kehidupan
seperti aspek pendidikan, sosial, dan ekonomi bangsa.
Pancasila pada dasarnya terkandung dalam nilai-nilai budaya
masyarakat salah satunya dapat kita lihat dari lirik lagu daerah kebanggaan
masyarakat Jawa Barat, “Manuk Dadali” yang merupakan simbol dari
Pancasila yang mengajarkan kerukunan dan keharmonisan dalam hidup
bermasyarakat.
Kita juga dapat melihat nilai-nilai yang diadopsi dari Pancasila
melalui alat musik tradisional angklung yang melibatkan banyak pemain
untuk menghasilkan harmoni musik yang indah dan selaras.
Filosofi angklung adalah kebersamaan, pemersatu, disiplin, dan
saling menghormati sesama yang menghasilkan keharmonisan dan
keindahan. Oleh karena itu, basis dari Pancasila pada dasarnya dekat
dengan nilai-nilai budaya yang sudah lebih dulu dipraktikan dan
diamalkan masyarakat Indonesia.
Sebaga dasar negara, Pancasila telah dirumuskan melalui diskusi
panjang dan hati-hati oleh para founding fathers Indonesia. Setelahnya,
lahirlah kemudian perangkat-perangkat negara seperti undang-undang
dasar, sistem ketatanegaraan, dan lain-lain. 
Pasca kemerdekaan Indonesia hingga saat ini Pancasila telah teruji
dan masih bertahan sebagai ideologi yang paling tepat untuk Indonesia.
Akan tetapi, perjalanan Pancasila sejak dilahirkan pada 1 Juni 1945 bukan
berarti tanpa masalah.
Berbagai ideologi tandingan dan gerakan yang menentang
Pancasila pernah dilakukan oleh berbagai oknum dan kelompok. Tidak
hanya berpotensi pada disintegrasi bangsa, ideologi-ideologi tersebut juga
telah banyak memakan korban jiwa, seperti yang tercatat dalam perjalanan
sejarah Indonesia sebagai sebuah bangsa.
Sebut saja gerakan 30 September, DI TII, NII, GAM, Gerakan
Papua Merdeka, Permesta, dan lain-lain.
 
Meskipun Pancasila masih tetap berdiri sebagai ideologi sah,
bukan berarti kita harus abai terhadap ancaman-ancaman di luar itu.
Ancaman terhadap Pancasila Di era Indonesia modern atau pascareformasi
yang ditandai dengan jatuhnya Orde Baru di bawah Soeharto, tekanan
terhadap eksistensi Pancasila terus berlangsung.
Banyak kritik yang mengatakan bahwa Pancasila hanya slogan dan
mitos saja. Hal ini sebenarnya telah terlihat dari beberapa hal. Dalam level
negara misalnya, adanya pencabutan Ketetapan MPR No II tahun 1978
tentang Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (P-4) dan
pembubaran Badan Pelaksanaan dan Pembinaan dan Pendidikan P-4.
Tidak hanya itu saja, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
No. 20/2003 menghilangkan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib di
lembaga pendidikan formal. Ancaman lainnya adalah maraknya persoalan-
persoalan sosial klasik seperti konflik-konflik sosial berbasis ras dan
agama, pelanggaran HAM, dan ancaman radikalisme yang telah banyak
memakan korban jiwa.
Dalam hal radikalisme misalnya, beberapa penelitian dan lembaga
survai seperti Setara Instititute mencatat bahwa sebagain besar masyarakat
di berbagai wilayah Indonesia bersikap intoleran terhadap perbedaan
Mirisnya, penelitian-penelitian yang dilakukan sejumlah lembaga seperti
BNPT, the Wahid Institute, UIN Syarief Hidayatullah, dan the Habibie
Center menemukan bahwa beberapa sekolah dan perguruan tinggi negeri
ternama di Indonesia terpapar paham intoleran dan radikal yang berpotensi
mengancam keutuhan bangsa.

Mereka menargetkan kelompok muda untuk menyebarkan paham


tersebut karena bagi mereka kelompok muda adalah ‘investasi’ untuk
melanggengkan ideologi anti Pancasila. Sedihnya, generasi-generasi kita
begitu rentan dalam mengadopsi ideologi intoleran.
Tidak hanya menginfiltrasi kaum muda, paham-paham radikal juga
mulai menyusup ke badan-badan pemerintahan yang Merujuk pada
kondisi-kondisi di atas, artinya Pancasila sedang dalam ancaman. Oleh
karena itu, perlu upaya revitalisasi terhadap pengamalan nilai-nilai
Pancasila dengan cara yang efektif, konsisten, dan benar.
 
Upaya yang saya maksud adalah bagaimana menginternalisasi
ideologi Pancasila kepada masyarakat, khususnya generasi muda, dengan
cara yang efektif dari cara-cara yang dilakukan pada masa pemerintahan
Orde Baru yang bersifat indkontriner.
Hal ini penting untuk dilakukan. Jika tidak, keutuhan bangsa di
masa depan akan mengalami ancaman yang serius. Hanya Pancasila yang
masih relevan sebagai ideologi negara dan tepat untuk kehidupan
berbangsa dan bernegara baik di masa sekarang ataupun di masa depan.

Upaya menjaga dan menguatkan nilai-nilai Pancasila di masyarakat


dapat dilakukan dengan tiga hal yaitu melalui pendekatan budaya,
internalisasi di semua level pendidikan, dan penegakan hukum terhadap
hal-hal yang tidak sejalan dengan nilai-nilai Pancasila.
Pertama, nilai-nilai Pancasila perlu adanaya penguatan dengan
pendekatan budaya. Pemerintah melalui Kemdikbud harus menyusun
strategi yang tepat, efektif, dan partisipatif tanpa paksaan.
Hal ini bisa dilakukan dengan membangun fasilitas atau pos-pos
budaya di semua wilayah dalam rangka melestarikan sekaligus
mengembangkan kebudayaan lokal yang ada di masyarakat.
Kedua, penguatan nilai-nilai Pancasila di sektor pendidikan.
Generasi muda adalah masa depan bagi ideologi Pancasila. Saat ini
paparan ideologi radikal mulai mengancam generasi-generasi muda kita.
Pemerintah perlu memikirkan strategi yang efektif agar nilai-nilai
Pancasila terinternalisasi dengan baik dalam kurikulum pendidikan
nasional. Jika perlu, pemerintah bisa mengintervensi kurikulum yang
digunakan di sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan tinggi.
Tidak sedikit sekolah-sekolah yang mengabaikan kurikulum
berbasis nasional khususnya yang terkait dengan pengetahuan kebangsaan
dan kebudayaan.
Ketiga, penegakan hukum pada Nilai-nilai Pancasila yang ada
dalam konstitusi telah tergambar dalam sejumlah peraturan dan instrumen
internasional yang telah diratifikasi sebagai pelindung hak-hak warga
negara. Pemerintah tak boleh segan-segan untuk menegakan aturan hukum
demi menjaga persatuan dan keutuhan bangsa.

BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Pada zaman reformasi saat ini mengimplementasikan pancasila


sangat dibutuhkan oleh masyarakat, karena di dalam pancasila terkandung
nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang sesuai dengan kepribadian bangsa.
Selain itu, sekarang zaman globalisasi begitu cepat menjangkiti negara-negara
di seluruh dunia termasuk Indonesia. Gelombang demokratisasi, hak asasi
manusia, neoliberalisme, serta neo-konservatisme dan globalisme bahkan telah
memasuki cara pandang dan cara berfikir masyarakat Indonesia. Hal demikian
bisa meminggirkan pancasila dan dapat menghadirkan sistem nilai dan
idealisme baru yang bertentangan dengan kepribadian bangsa.

3.2 SARAN

Penulis menyadari tulisan ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu


penulis menyarankan kepada pembaca untuk pemahaman yang lebih dalam
dapat membaca tentang hal tersebut lebih banyak lagi dari sumber-sumber
yang lain. Dan penulis mengharapkan masukkan yang konstruktif kepada kita
semua, demi penyempurnaan tulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA

Aco Agus A. 2016. Relevansi Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka Di Era


Reformasi Volume 2 No. 2. Universitas Negeri Makasar.
Bambang Sugianto, La Taena, La Bilu. Gema Pendidikan Volume 26 Nomor 2
Juli
2019
Chairul Huda Muhammad. 2018. Meneguhkan Pancasila Sebagai Ideologi
Bernegara: Implementsi Nilai-Nilai Keseimbangan Dalam Upaya
Pembangunan Hukum Diindonesia Volume 1 No. 1 Juni. Iain Salatiga
Dosen Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo
Indonesia, K. P. (2015). Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan.
Jakarta: Matematohir
Maftuh Bunyamin. 2008. Internalisasi Nilai - Nilai Pancasila dan Nasionalisme
Melalui Pendidikan Pancasila Volume Ii No. 2. Universitas Pendidik
Indonesia. Indonesia
Muslimin, Husein. 2016. Tantangan Terhadap Pancasila Sebagai Ideologi dan
Dasar Negara Pasca Reformasi. Universitas Merdeka Malang. Jurnal
Cakrawala

Anda mungkin juga menyukai