Anda di halaman 1dari 3

Suatu bank dikatakan sehat apabila mampu menjalankan fungsinya dengan

optimal, baik dalam hal intermediary (menghimpun dan menyalurkan dana) maupun
dalam hal pemberian jasa layanan perbankan. berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998
tentang perbankan, kesehatan bank mencakup beberapa aspek antara lain: kecukupan
modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan
aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank. Ketentuan Bank Indonesia (PBI
No.13/ 1 /PBI/2011), tingkat Kesehatan Bank adalah hasil penilaian kondisi Bank
yang dilakukan terhadap risiko dan kinerja Bank. Adapun cakupan penilaiannya
meliputi:
1) Profil Risiko (riskprofile) merupakan penilaian terhadap risiko inheren dan kualitas
penerapan manajemen risiko dalam operasional bank yang dilakukan terhadap 8
(delapan) risiko, yaitu: risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional,
risiko hokum ,risiko stratejik, risiko kepatuhan, dan risiko reputasi.
2) Good Corporate Governance (GCG) merupakan penilaian terhadap manajemen
bank atas pelaksanaan prinsip-prinsip GCG
3) Rentabilitas (earnings) merupakan penilaian terhadap kinerja earnings, sumber-
sumber earnings, dan sustainability earnings bank
4) Permodalan (capital) yang merupakan penilaian terhadap tingkat kecukupan
permodalan dan pengelolaan permodalan

Tatkala krisis moneter global semakin memperlihatkan dampak yang mendalam di


Indonesia di tahun 2008 lalu, Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan
(DPNP) Bank Indonesia melakukan analisa peringatan dini (early warning analysis)
melalui simulasi ketahanan industri perbankan (stress testing) dan melaporkan
hasilnya kepada Rapat Dewan Gubernur BI. Dengan adanya laporan ini akan memberi
informasi memadai mengenai kondisi dan kerentanan sistem keuangan dan perbankan
guna mengambil keputusan yang bertujuan untuk mencegah krisis dan memelihara
stabilitas sistem keuangan. Dari hasil simulasi ketahanan bank ini diketahui gambaran
umum kondisi perbankan nasional. Informasi ini bisa menjadi langkah awal untuk
mengetahui kondisi faktual lapangan terhadap 125 bank yang diawasi oleh BI.
Pengawas Bank pun akan mencermati profil bankbank yang memperlihatkan indikasi
penurunan kinerja likuiditasnya. Misalnya, hingga Februari 2009, setidaknya ada 19
bank berpotensi masuk pengawasan intensif BI karena angka kredit macet (NPL) di
atas 5%. Meski tidak ada satu pun bank yang masuk dalam pengawasan khusus
(SSU). Apa penyebab bank-bank tadi mengalami pemburukan aset kredit atau
masalah lainnya, setidaknya dapat diteropong dalam beberapa aspek.

Setidaknya, ada dua aspek sumber masalah yang dihadapi bank sebagai unit usaha
bisnis yang tak lepas dari berbagai risiko. Kedua aspek itu bisa karena persoalan di
internal bank atau eksternal. Faktor internal bank bisa menjadi sumber bank
mengalami masalah bila bank itu dikelola dengan tidak hati-hati khususnya dalam
manajemen risiko, lemahnya pengendalian internal, campur tangan pemilik dalam
operasional bank atau adanya kesalahan penetapan strategi yang bermuara bank
mengalami kerugian. Sedangkan faktor eksternal bank seperti perubahan lingkungan
bisnis. Contoh senyatanya adalah krisis moneter yang mendera medio tahun 2008
hingga memasuki tahun 2009 yang banyak memukul kinerja usaha debitor bank yang
mengalami kesulitan untuk membayar bunga dan pokok kredit mereka. Gagal bayar
debitor bank ini memukul tingkat pendapatan bank dari bunga kredit (fee based
income) dan memaksa bank untuk menyisihkan pencadangan yang menguras
likuiditas hingga struktur permodalan pun terancam melorot. Masih banyak faktor
eksternal lainnya sangat berpotensi mempengaruhi kinerja bank. Sebut misalnya,
perubahan kebijakan pemerintah. Perubahan kebijakan yang tak terduga berpeluang
besar memukul pemburukan kualitas kredit debitur bank sehingga mempengaruhi
likuiditas bank

Dalam penanganan bank gagal lembaga yang pertama kali mengetahui terjadinya
potensi bank gagal adalah Bank Indonesia, karena Bank Indonesia merupakan otoritas
pengawas keuangan yang mempunyai tujuan memelihara kestabilan nilai
rupiah.Undang-Undang Perbankan Pasal 37 ayat (1), Bank Indonesia dapat
melakukan tindakan-tindakan terhadap suatu bank yang mengalami kesulitan yang
membahayakan kelangsungan usahanya.
Adapun tindakan dimaksud adalah :
Pemegang saham menambah modal, mengganti dewan komisaris dan/atau dewan
direksi bank, Bank menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip
syariah yang macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya, Bank
melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain, Bank dijual kepada pembeli
yang bersedia mengambilalih seluruh kewajiban, Bank menyerahkan pengelolaan
seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak lain, Bank menjual sebagian atau
seluruh harta dan/atau kewajiban bank kepada bank lain atau pihak lain.

Apabila tindakan-tindakan di atas ternyata belum cukup untuk menghadapi kesulitan


yang dihadapi bank gagal tersebut maka berdasarkan penilaian Bank Indonesia
dianggap keadaan bank tersebut dapat membahayakan sistem perbankan, pimpinan
bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank dan memerintahkan direksi bank
untuk segera menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) , guna
membubarkan badan hukum dan membentuk tim likuidasi.

Sebelum memberikan bantuan kepada bank yang mengalami kesulitan yang dapat
berakibat menjadi bank gagal, maka berdasarkan Peraturan Bank Indonesia
No.6/9/PBI/2004, Bank Indonesia akan menetapkan status kesehatan bank, yaitu
menjadikan bank dalam pengawasan intensif (Intensive Supervision), bank dalam
pengawasan khusus (Special Surveilance), bank berdampak sistemik Proses
penanganan dan penyelesaian bank gagal diawali adanya pemberitahuan dari
Lembaga Pengawas Perbankan mengenai bank bermasalah yang sedang dalam upaya
penyehatan. Selanjutnya dalam melakukan penyelesaian atau penanganan bank gagal
tersebut LPS menempuh dua cara sebagai berikut:
1. Penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik dilakukan dengan
penyelamatan atau tidak melakukan penyelamatan terhadap bank gagal
dimaksud.
2. Penanganan bank gagal yang berdampak sistemik dilakukan dengan
penyelamatan yang mengikutsertakan pemegang saham lama atau tanpa
mengikutsertakan pemegang saham lama.
3. Penyelesaian dan penanganan bank gagal berdasarkan Undang-Undang
Lembaga Penjamin Simpanan dibedakan berdasarkan kondisi masing-masing
bank sebagai berikut: Apabila ada bank dikategorikan sebagai bank gagal,
maka penyelesaian menjadi wewenang Bank Indonesia, sehingga Bank
Indonesia akan memutuskan mekanisme apa yang tepat untuk penanganan
bank tersebut. Sejak Lembaga Penjamin Simpanan berdiri sampai dengan saat
ini Lembaga Penjamin Simpanan baru melakukan penyelamatan terhadap 1
(satu) bank yaitu Bank Century, yang sekarang bergantinama dengan Bank
Mutiara, penyelamatan dapat dilakukan dalam bentuk penyertaan modal
sementara kepada bank. Berdasarkan Pasal 2 ayat (3) UU Kepailitan, Bank
Indonesia diberikan kewenangan sebagai satu-satunya lembaga yang dapat
mengajukan permohonan pernyataan pailit pada bank yang mengalami pailit
(masalah).Kewenangan yang diberikan kepada Bank Indonesia ini menurut
pemerintah karena berhubungan dengan tugas pengawasan dan pembinaan
Bank Indonesia terhadap dunia perbankan nasional.

Apabila melihat kewenangan Bank Indonesia sebagai otoritas perbankan, baik dalam
Undang-Undang Bank Indonesia maupun Undang-Undang Perbankan sudah jelas
kewenangannya mengikuti sebagaimana yang dilakukan oleh negaranegara lain,
yaitu: mengatur, mengawasi, memberikan dan mencabut izin usaha bank dan juga
mengenakan sanksi dalam hal bank melakukan pelanggaran peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Dalam menjalankan fungsi pengawasan, Bank Indonesia
dapat berperan secara aktif maupun pasif.Aktif dalam hal melakukan pemeriksaan
langsung kepada objek, langsung kepada bank atau berperan pasif. Bank Indonesia
melakukan analisis berdasarkan laporan yang disampaikan oleh bank dan juga tidak
tertutup kemungkinannya berdasarkan laporan-laporan pihak ketiga lainnya mengenai
bank tersebut. Dibidang pengaturan, tentunya dalam rangka upaya agar bank yang
terkait tetap sehat maka Bank Indonesia juga mengeluarkan serangkaian peraturan
dibidang kehati-hatian artinya ada rambu-rambu yang harus diikuti oleh bank agar
bank tersebut tetap dalam kondisi sehat.

Jelaskan dan lakukan analisis perbedaan risiko kredit dan risiko investasi?
Berikan contoh masing-masing
Jelaskan perbedaan deposito berjangka dan sertifikat deposito? Berikan
kuntungan dan kelemaanya serta Berikan contoh masing-masing

Anda mungkin juga menyukai