Anda di halaman 1dari 18

TUGAS

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat


Dosen Pengampu :
Andi Buidyanto, S.kep.Ns.M.Kep
Ns Ilhamsyah, S.Kep, M.Kep
Ns Ardian, S.Kep, M.Kep
Ns Eva Yustilawati, S.kep, M.Kep
Ns Musdalifah, S.Kep, M.Kep

OLEH :

Rahmat setiawan 703001170 Ayu satriana 703001170

Nurul fajriah 703001170 Erlinda 70300117075

Ainun amaliah suhri 703001170 Rita tendriani 703001170

Program Studi Keperawatan

Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas Keperawatan Gawat Darurat yang disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat. Penyusun mengucapkan
terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu menyelesaikan askep ini dengan
baik dan lancar.

Tujuan suatu pendidikan adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, membentuk


sumber daya manusia yang handal dan berdaya saing, membentuk watak dan jiwa sosial,
berbudaya, berakhlak dan berbudi luhur, serta berwawasan pengetahuan yang luas dan
menguasai teknologi. Tugas ini dibuat oleh penyusun untuk membantu memahami materi
tersebut. Mudah-mudahan tugas ini memberikan manfaat dalam segala bentuk kegiatan
belajar, sehingga dapat memperlancar dan mempermudah proses pencapaian yang telah
direncanakan.

Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam askep ini. Oleh karena itu,
segala kritikan dan saran yang membangun akan saya terima dengan lapang dada sebagai
wujud koreksi atas diri penyusun yang masih belajar. Akhir kata, semoga askep ini
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Samata, 24 Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1

A. Latar belakang............................................................................................................1
B. Tujuan ........................................................................................................................2

BAB II KONSEP

A. Definisi teknik relaksasi............................................................................................ 3


B. Tujuan intervensi teknik relaksasi..............................................................................3
C. Manfaat intervensi teknik relaksasi............................................................................3
D. Indikasi dan kontraindikasi intervensi teknik relaksasi .............................................3
E. Tahap pelaksanaan/prosedur kerja teknik relaksasi...................................................3
F. Riset terkait intervensi teknik relaksasi .....................................................................4
G. Evaluasi terkait intervensi teknik relaksasi ...............................................................5

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................................................6
B. Saran ..........................................................................................................................6

DAFTAR PUSTAK..............................................................................................................7
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Keperawatan Gawat Darurat merupakan rangkaian kegiatan yang sistematis
dan profesional, cepat dan tepat yang diberikan kepada pasien yang dilaksanakan oleh
perawat yang kompeten. Kondisi gawat darurat yang sering muncul pada suatu
insiden maupun bencana yang seringkali tidak terprediksi jumlah korbannya dan
tindakan yang harus dilakukan menjadi salah satu keterbatasan sumber daya.
Pelaksanaan kegawatdaruratan akan dilaksanakan secara Tim pada Instalasi
Gawat Darurat, dengan pemahaman bahwa tindakan gawat darurat berbeda dengan
penanganan pada klien yang memiliki masalah tidak gawat darurat. Penatalaksanaan
kegawatdaruratan harus dilaksanakan secara Tim dan dipimpin oleh seorang leader
tim yang langsung memberikan pengarahan secara keseluruhan mengenai
penatalaksaan terhadap pasien yang mengalami injuri. Salah satu kondisi yang
memerlukan tindakan segera di IGD adalah Syok.
Pasien syok sangat memerlukan pemantauan ketat terhadap tanda-tanda klinis
serta status hemodinamik dan status intravaskular. Karena bantuan sirkulasi dan
medikasi pada pasien gawat darurat diberikan berdasarkan ketepatan menilai status
volume intravaskular pasien (Hutabarat, 2014)
Syok adalah suatu respon sistematik terhadap kondisi sakit atau injuri yang
mengakibatkan tidak adekuatnya perfusi jaringan dan penurunan suplai oksigen di
tingkat seluler (Ningsih, 2015). Syok merupakan keadan klinis dengan gejala dan
tanda yang muncul ketika terjadinya ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai
oksigen sehingga menimbulkan hipoksia pada jaringan (Sutikno, 2014).
Karakteristik syok secara umum didasarkan pada penyebab dan patofisiologi
syok itu sendiri. Secara umum syok dikategorikan menjadi 4 yaitu syok hipovolemik,
kardiogenetik, distributif dan obstruktif. Tujuan utama penatalaksanaan syok adalah
mengembalikan perfusi oksigen ke dalam jaringan secara adekuat dan mencegah
timbulnya kegagalan fungsi organ dan nekrosis jaringan. Sehingga pemantauan
hemodinamik diperlukan untuk membantu perawat dalam mengenali tanda-tanda awal
syok, membantu penatalaksanaan sesuai dengan waktu.
Penelitian yang dilakukan oleh (Tjandra, 2018) yang meneliti tentang
penggunaan syok index sebagai prediktor MODS pada pasien multitrauma di RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado menemukan hasil dari sejumlah sempel 150 pasien
multitrauma dalam studi ini, sebagian besar berjenis kelamin laki-laki dengan rerata
usia 33,99 tahun. Rerata ISS 28,4, SIRS sebanyak 68,66%, dan rerata syok kelas 1, 4.
Terdapat 63 pasien multitrauma mengalami MODS, 37 pasien memerlukan transfusi
PRC, dan 16 pasien meninggal.
BAB II

KONSEP

A. Definisi
Syok merupakan gangguan sirkulasi karena tidak adekuatnya transport oksigen ke
jaringan yang disebabkan oleh gangguan hemodenamik, gangguan hemodenamik
tersebut dapar berupa berkurangnya darah balik, penurunan pengisian ventrikel, dan
sangat kecilnya curah jantung. Berdasarkan bermacam-macam sebab dan kesamaan
mekanisme terjadinya, syok dapat dikumpulkan menjadi empat macam yaitu syok
hipovolemik, syok distributif, syok obstruktif, dan syok kardiogenik (Hardisman,
2013)
Menurut (Sutjahjo, 2016) syok merupakan suatu sindrom klinis yang terjadi akibat
gangguan hemodinamik dan metabolik yang di tandai dengan kegagalan system
sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang adekuat keorgan – organ vital tubuh.
Syok yaitu gangguan sirkulasi yang diartikan sebagai tidak adekuatnya transpor
oksigen ke jaringan yang disebabkan oleh gangguan hemodinamik (Halimuddin,
2018).
Syok adalah gawat darurat yang sering terjadi pada anak dengan manifestasi klinis
awal takikardia sebagai kompensasi atas penurunan indeks isi sekuncup (IIS)
(Adriastuti d. , 2014).
B. Stadium Syock
1. Kompensasi
Komposisi tubuh dengan meningkatkan reflek syarpatis yaitu meningkatnya
resistensi sistemik dimana hanya terjadi detruksi selektif pada organ penting. TD
sistokis normal, dioshalik meningkat akibat resistensi arterial sistemik disamping
TN terjadi peningkatan skresi vaseprsin dan aktivasi sistem RAA. menitestasi
khusus talekicad, gaduh gelisah, kulit pucat, kapir retil > 2 dok.
2. Dekompensasi
Mekanisme komposisi mulai gagal, cadiac sulfat made kuat perfusi jaringan
memburuk, terjadilah metabolism anaerob. karena asam laktat menumpuk
terjadilah asidisif yang bertambah berat dengan terbentuknya asan 5/7/2018
Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Pasien Dengan karbonat intrasel. Hal
ini menghambat kontraklilitas jantung yang terlanjur pada mekanisme energi
pompo Na+K di tingkat sel. Pada syock juga terjadi pelepasan histamin akibat
adanya smesvar namun bila syock berlanjut akan memperburuk keadaan, dimana
terjadi vasodilatasi disfori & peningkatan permeabilitas kapiler sehingga
volumevenous retwn berkurang yang terjadi timbulnya depresi muocard.
Maniftrasi klinis : TD menurun, porfsi teriter buruk olyserci, asidosis, napus
kusmail.
3. Irreversibel
Gagal kompensasi terlanjut dengan kematian sel dan disfungsi sistem multiorgan,
cadangan ATP di keper dan jantung habis (sintesa baru 2 jam). terakhir kematian
walau sirkulasi dapat pulih manifestasi klinis : TD taktenkur, nadi tak teraba,
kesadaran (koma), anuria
C. Tanda Dan Gejala
1. Sistem Kardiovaskuler
Gangguan sirkulasi perifer - pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya pengisian vena
perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah, Nadi cepat dan
halus, Tekanan darah rendah. Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena
adanya mekanisme kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume
sirkulasi darah, Vena perifer kolaps, Vena leher merupakan penilaian yang paling
baik, CVP rendah.
2. Sistem Respirasi
Pernapasan cepat dan dangkal.
3. Sistem saraf pusat
Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah
sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak sadar .
Obat sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya
pasien memang karena kesakitan.
4. Sistem Saluran
Cerna Bisa terjadi mual dan muntah.
5. Sistem Saluran Kencing
Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa adalah 60
ml/jam (1/5–1 ml/kg/jam)
D. Klasifikasi
Syok dapat diglongkan menjadi 5 klasifikasi, meliputi :
1. Syok hipovolemik(disebabkan oleh kehilagan cairan / darah)
2. Syok kardiogenik (disebabkan oleh masalah pada jantung)
3. Syok anafilaktik (disebabkan oleh reaksi alergi)
4. Syok Septik (disebabkan oleh infeksi)
5. Syok Neurogenik (disebabkan oleh kerusakan sistem saraf)
E. Manifestasi klinis
Secara umum manifestasi klinis syock yang muncul antara lain : pucat, bingung,
coma tachicardy, Sianosis, Arithnia gagal jantung kongestif, Berkeringat, takipneu,
Perubahan suhu, Oedem paru, Gelisah, Disorientasi. Sedang manifestasi klinis lain
yang dapat muncul
1. Menurunnya filtrasi glomerulus
2. menurunnya urin out put
3. meningkatnya keeping darah
4. asidosis metabolic
5. hyperglikemi
F. Patofisiologi
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu (Komite Medik, 2000):
1. Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga
timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan
gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi
untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan
aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk
menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi
air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di
daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan
kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan
respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal
menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk
mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun,
maka filtrasi glomeruler juga menurun.
2. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan
tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi
mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan
darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata,
gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan
akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak
mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous
return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke
jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan
trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas
(DIC = Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke
otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini
menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya
toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut
memperjelek syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan
anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin
dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi
detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah
nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga
rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik
menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan
asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.
3. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan
tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi
mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan
darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata,
gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan
akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak
mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous
return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke
jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan
trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas
(DIC = Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke
otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini
menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya
toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut
memperjelek syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan
anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin
dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi
detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah
nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga
rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik
menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan
asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.
G. Penatalaksanaan
Pada pasien dengan syok, dukungan hemodinamik yang dini dan adekuat sangat
penting untuk mencegah disfungsi dan kegagalan organ. Resusitasi seharusnya segera
dilakukan meskipun investigasi penyebab syok masih berjalan. Ketika kausa syok
telah diketahui, penyebab tersebut harus dikoreksi dengan cepat (e.g kontrol
pendarahan, PCI pada sindrom coroner, thrombolysis atau embolektomi pada emboli
pulmonal yang massif, dan pemberian antibiotic dan kontrol sumber infeksi pada syok
septik). (Vincent & Backer,2013)
Manajemen awal syok terdiri atas tiga komponen penting yaitu ventilasi, resusitas
cairan, dan pemberian agen vasoaktif. Pemberian oksigen sebaiknya dimulai segera
mungkin untuk meningkatkan hantaran oksigen dan mencegah hipertensi pulmonal.
Monitoring saturasi dengan pulse oximetry seringkali tidak reliabel akibat terjadinya
vasokontraksi perifer pada syok sehingga pasien seringkali memerlukan pemeriksaan
gas darah. Intubasi endotrakeal sebaiknya dilakukan untuk memberikan ventilasi
mekanik pada pasien dengan dyspnea berat, hipoksemia, atau asidosis persisten
(pH<7,30). Kelebihan penggunaan ventilasi mekanis adalah berkurangnya oxygen
demand dari otot-otot bantu pernapasan dan mengurangi afterload ventrikel kiri
dengan meningkatka tekanan intratorakal. (Vincent & Backer,2013)
Resusitas cairan bertujuan untuk meningkatkan aliran darah mikroaskuler dan
meningkatkan curah jantung. Hal ini bermanfaat pada semua jenis syok termasuk
syok kardiogenik, karena edema pada syok kardiogenik dapat menurunkan cairan
intravascular efektif. Pemberian cairan sebaiknya dimonitor dengan ketat, karena
pemberian cairan yang berlebihan dapat berakibat pada edema dan konsekuensi
lainnya. (Vincent & Backer,2013)
Jika hipotensi memberat atau menetap setelah dilakukan pemberian cairan,
penggunaan vasopressor karena onsetnya yang cepat, potensi yang tinggi, dan half-
life yang rendah sehingga memudahkan penyesuaian dosis, norephineprine
merupakan pilihan pertama vasopressor pada syok, dimana pemberian dapat
meningkatkan MAP yang signifikan dengan sedikit peningkatan pada laju nadi dan
curah jantung. Dosis norepinephrine yang diberikan antara 0,1-2 mcg/kg/menit.
(Vincent & Backer,2013)

H. Primari survey
Pemeriksaaan jasmaninya diarahkan kepada diagnosis cidera yang
mengancam nyawa dan meliputi penilaian dari A,B,C,D,E. Mencatat tanda vital awal
(baseline recordings) penting untuk memantau respon penderita terhadap terapi. Yang
harus diperiksa adalah tanda-tanda vital, produksi urin dan tingkat kesadaran.
Pemeriksaan penderita yang lebih rinci akan menyusul bila keadaan penderita
mengijinkan.
1. Airway dan breathing
Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan cukupnya
pertukaran ventilasi dan oksigenasi. Diberikan tambahan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.
2. Sirkulasi - kontrol perdarahan
Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan yang jelas terlihat,
memperoleh akses intra vena yang cukup, dan menilai perfusi jaringan.
Perdarahan dari luka luar biasanya dapat dikendalikan dengan tekanan langsung
pada tempat pendarahan. PASG (Pneumatick Anti Shock Garment) dapat
digunakan untuk mengendalikan perdarahan dari patah tulang pelvis atau
ekstremitas bawah, namun tidak boleh menganggu resusitasi cairan cepat.
Cukupnya perfusi jaringan menentukan jumlah cairan resusitasi yang diperlukan.
Mungkin diperlukan operasi untuk dapat mengendalikan perdarahan internal.
3. disability – pemeriksaan neurologi
Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan tingkat kesadaran,
pergerakan mata dan respon pupil, fungsi motorik dan sensorik. Informasi ini
bermanfaat dalam menilai perfusi otak, mengikuti perkembangan kelainan
neurologi dan meramalkan pemulihan.perubahan fungsi sistem saraf sentral tidak
selalu disebabkan cidera intra kranial tetapi mungkin mencerminkan perfusi otak
yang kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi otak harus dicapai sebelum
penemuan tersebut dapat dianggap berasal dari cidera intra kranial.
4. Exposure – pemeriksaan lengkap
Setelah mengurus prioritas- prioritas untuk menyelamatkan jiwanya, penderita
harus ditelanjangi dan diperiksa dari ubun-ubun sampai jari kaki sebagai bagian
dari mencari cidera. Bila menelanjangi penderita, sangat penting mencegah
hipotermia.
5. Dilasi lambung – dikompresi.
Dilatasi lambung sering kali terjadi pada penderita trauma, khususnya pada anak-
anak dan dapat mengakibatkan hipotensi atau disritmia jantung yang tidak dapat
diterangkan, biasanya berupa bradikardi dari stimulasi saraf fagus yang
berlabihan. Distensi lambung membuat terapi syok menjadi sulit. Pada penderita
yang tidak sadar distensi lambung membesarkan resiko respirasi isi lambung, ini
merupakan suatu komplikasi yang bisa menjadi fatal. Dekompresi lambung
dilakukan dengan memasukan selamh atau pipa kedalam perut melalui hidung
atau mulut dan memasangnya pada penyedot untuk mengeluarkan isi lambung.
Namun, walaupun penempatan pipa sudah baik, masih mungkin terjadi aspirasi.
6. Pemasangan kateter urin
Katerisasi kandung kenving memudahkan penilaian urin akan adanya hematuria
dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan memantau produksi urine. Darah pada
uretra atau prostad pada letak tinggi, mudah bergerak, atau tidak tersentuh pada
laki-laki merupakan kontraindikasi mutlak bagi pemasangan keteter uretra
sebelum ada konfirmasi kardiografis tentang uretra yang utuh.
I. Sekunder survey
Harus segera dapat akses kesistem pembulu darah. Ini paling baik dilakukan
dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran besar (minimun 16 gaguage)
sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral kecepatan aliran berbanding lirus dengan
empat kali radius kanul, dan berbanding terbalik dengan panjangnya (hukum
poiseuille). Karena itu lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar dapat
memasukkan cairan terbesar dengan cepat.
Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa adalah lengan
bawah atau pembulu darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak memungkunkan
pembulu darah periver, maka digunakan akses pembulu sentral (vena-vena femuralis,
jugularis atau vena subklavia dengan kateter besar) dengan menggunakan tektik
seldinger atau melakukan vena seksi pada vena safena dikaki, tergantung tingkat
ketrampilan dokternya. Seringkali akses vena sentral didalam situasi gawat darurat
tidak bisa dilaksanakan dengan sempurna atau pu tidak seratus persen steril, karena
itu bila keadaan penderita sedah memungkinya, maka jalur vena sentral ini harus
diubah atau diperbaiki. Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang
serius sehubungan dengan usaha penempatan kateter vena sentral, yaitu pneumo- atau
hemotorak, pada penderita pada saat itu mungkin sudah tidak stabil.
Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum intra-osseus harus dicoba
sebelum menggunakan jalur vena sentral. Faktor penentu yang penting untuk memilih
prosedur atau caranya adalah pengalaman dan tingkat ketrampilan dokternya.
Kalau kateter intravena telah terpasang, diambil contoh darah untuk jenis dan
crossmatch, pemerikasaan laboratorium yang sesuai, pemeriksaan toksikologi, dan tes
kehamilan pada wanita usia subur. Analisis gas darah arteri juga harus dilakukan pada
saat ini. Foto torak haris diambil setelah pemasangan CVP pada vena subklavia atau
vena jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan penilaian kemungkinan
terjadinya pneumo atau hemotorak.
J. Tersier survey
Terapi awal cairan
Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis cairan ini mengisi
intravaskuler dalam wakti singkat dan juga menstabilkan volume vaskuler dengan
cara menggantikan kehilangan cairan berikutnya kedalam ruang intersisial dan
intraseluler. Larutan Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama. NaCl fisiologis
adalah pilihan kedua. Walaupun NaCL fisiologis merupakan pengganti cairan terbaik
namun cairan ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis hiperkloremik.
Kemungkinan ini bertambah besar bila fungi ginjalnya kurang baik.

Tabel 1. Jenis-jenis Cairan Kristaloid untuk Resusitasi


Cairan Na+ K+ Cl- Ca++ HCO3 Tekanan
(mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) osmotik
(mOsm/L)
Ringer 130 4 109 3 28* 273
Laktat
Ringer 130 4 109 3 28: 273
Laktat
Nacl 154 - 154 - - 308
0,9%

* sebagai laktat
: sebagai asetat

K. Farmakologi
L. Terapi diet

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Data-data yang dapat ditemukan pada saat pengkajian meliputi :
1. Gelisah, ansietas, tekanan darah menurun
2. Tekanan darah sistolik < 90 mmHg (hipotensi).
3. Tekanan   ventrikel   kiri      peningkatan   tekanan   akhir   diastolik   ventrikel   kiri,
peningkatan tekanan atrium kiri, peningkatan tekanan baji arteri pulmonal (PCWP).
4. Curah jantung 2,2 l/mnt, penurunan fraksi ejeksi, penurunan indeks jantung.
5. Peningkatan tekanan vena sentral 1600 dyne/dtk/cm-5
6. Peningkatan  tekanan  pengisian  ventrikel  kanan    adanya  distensi  vena  jugularis,
peningkatan CVP (tekanan > 15 cm H2O, refleks hepatojugular meningkat.
7. Takikardia nadi radialis halus, nadi perifer tidak ada atau berkurang.
8. Terdengar bunyi gallop S3, S4  atau murmur.
9. Distress pernafasan takipnea, ortopnea, hipoksia.
10. Perubahan tingkat kesadaran apatis, letargi, semicoma, coma
11. Perubahan kulit pucat, dingin, lembab, sianosis
12. Perubahan suhu tubuh subnormal, meningkat
13. Sangat kehausan.
14. Mual, muntah.
15. Status  ginjal  haluaran  urine  di  bawah  20  ml/jam,  kreatinin  serum  meningkat,
nitrogen urea serum meningkat.
16. Perubahan EKG perubahan iskemi, disritmia, fibrilasi ventrikel.
17. Kenyamanan nyeri dada, nyeri abdominal
B. Diagnosa keperawatan
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri dan/vena
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung
3. Gangguan   pertukaran   gas  berhubungan  dengan  ketidakseimbangan ventilasi-
perfusi
4. Risiko syok berhubungan dengan Hipoksemia
C. Intervensi Keperawatan
1. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri dan/vena
a. Tujuan :
Perfusi perifer tidak efektif dengan kriteria :
1) Perfusi perifer meningkat
2) Status sirkulasi membaik
3) Mobilitas fisik meningkat
4) Tingkat cedera menurun
5) Penyembuhan luka meningkat
6) Fungsi sensori membaik
b. Rencana tindakan
Perawatan sirkulasi :
1) Periksa sirkulasi perifer (mis. Nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna,
suhu, anclebrachial index)
2) Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis. Diabetes, perokok, orang tua,
hipertensi, dan kadar kolestrol tinggi)
3) Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstermitas dengan keterbatasan
perfusi
4) Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan perfusi
5) Anjurkan program rehabilitasi vascular
6) Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan (mis. Rasa sakit
yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak sembuh, hilangnya rasa)

2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung


a. Tujuan
Penurunan curah jantung dengan kriteria :
1) Curah jantung membaik
2) Status sirkulasi membaik
3) Perfusi miokard meningkat
4) Tingkat keletihan menurun
5) Perfusi cerebral meningkat
6) Status neurologis membaik
b. Rencana tindakan
Perawatan jantung :
1) Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung (meliputi dispnea,
kelelahan, edema, ortopnea, proxismal nocturnal dyspnea, peningkatan CVP)
2) Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi
peningkatan berat badan, hematomegali, distensi vena jugularis, palpitasi,
ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
3) Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi gaya hidup sehat
4) Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
5) Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
6) Rujuk ke program rehabilitasi jantung

3. Gangguan   pertukaran   gas  berhubungan  dengan  ketidakseimbangan ventilasi-


perfusi
a. Tujuan
Gangguan   pertukaran   gas dengan kriteria :
1) Pertukaran gas meningkat
2) Perfusi perifer meningkat
3) Konservasi energy meningkat
4) Respons ventilasi mekanik meningkat
5) Keseimbangan asam-basa meningkat
6) Tingkat delirium menurun

b. Rencana tindakan
Pemantauan respirasi
1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
2) Monitor pola napas (Seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, kusmaul,
Cheyne-Stokes, Blot, ataksik)
3) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
4) Dokumentasikam hasil pemantauan
5) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
6) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
4. Risiko syok berhubungan dengan Hipoksemia
Risiko syok dengan kriteria :
a. Tujuan
1) Perfusi perifer meningkat
2) Status cairan membaik
3) Keseimbangan asam-basa meningkat
4) Tingkat syok menurun
5) Status cairan membaik
6) Status sirkulasi membaik
b. Rencana tindakan
Pencegahan syok :
1) Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi nafas,
TD, MAP)
2) Monitor status oksigenasi (frekuensi nadi, AGD)
3) Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
4) Jelaskan penyebab/factor resiko syok
5) Jelaskan tanda dan gejala awal syok
6) Kolaborasi pemberian tranfusi darah, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Insana Maria dkk. ( 2019). CARING DAN COMFORT PERAWAT DALAM


KEGAWATDARURATAN. Yogyakarta

IRAWAN, E. T. (2019). SYOK INDEX PADA PASIEN FRAKTUR DI INSTALASI GAWAT


DARURAT RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG (Doctoral
dissertation, STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG).

Lupy, I. K., Kumaat, L. T., & Mulyadi, N. (2014). Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang
Syok Hipovolemik Dengan Penatalaksanaan Awal Pasien Di Instalasi Gawat Darurat
Rsup Prof. Dr. RD Kandou Manado. JURNAL KEPERAWATAN, 2(2).
Vincent, /J-L & Backer.D.D. 2013. Cireulatory Shock. The new england journal of medicine,
369(17), pp. 1726-1734

Anda mungkin juga menyukai