Anda di halaman 1dari 54

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN GERONTIK DI UPT PANTI

PENYANTUN LANSIA BUDI AGUNG KUPANG PADA TANGGAL 14-


18 APRIL 2020

Oleh

YOHANA KARLINA JENAT


NIM : 53302819

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA


PROGRAM STUDI NERS
TAHUN 2019/2020
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan yang ditandai oleh


peningkatan kadar glukosa darah (hiperglikemia). Terdapat penurunan dalam
kemampuan untuk berespons terhadap insulin dan atau penurunan atau tidak
terdapatnya pembentukan insulin oleh pankreas. Kondisi ini mengarah pada
hiperglikemik hiperosmolar non-ketosis (HHNK). Hiperglikemia jangka panjang
dapat menunjang terjadinya komplikasi neuropati. Diabetes juga berkaitan dengan
suatu peningkatan kejadian penyakit makrovaskuler, termasuk infark miokard,
stroke dan penyakit vaskuler perifer. (Brunner dan Suddarth, 2000). Diabetes
dapat menimbulkan manifestasi klinis yang paling sering terjadi yaitu keletihan
akibat defisiensi energi dan keadaan katabolis, diuretik osmotik yang disertai
poliuria, dehidrasi, polidpsi, selaput lendir kering dan kekencangan kulit buruk.
Penderita juga dapat mengalami penurunan berat badan dan selalu lapar (Brunner
dan Suddarth, 2000).
International Diabetes Federation mengatakan DM di dunia mengalami
peningkatan yang sangat besar. International Diabetes Federation (IDF) mencatat
sekitar 366 juta orang di seluruh dunia, atau 8,3% dari orang dewasa, diperkirakan
memiliki DM pada tahun 2017. (IDF,2015).
Di Indonesia memperlihatkan peningkatan 6,9% tahun 2013 menjadi 8,5% di
tahun 2018. Pada tahun 2015 menempati peringkat ketujuh pada DM yang
terdiagnosis dokter terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%),
Sulawesi Selatan (3,4%), dan Nusa Tenggara Timur (3,3 %). (Kemenkes, 2013).
Di provinsi NTT penyakit Diabetes Melitus sebanyak 1,2 % yang terdiagnosa oleh
dokter dan diperkirakan akan meningkat seiring bertambahnya usia (Riskesdas
2013).
Penyakit DM merupakan suatu penyakit kronis yang mempunyai dampak
negatif terhadap fisik maupun psikologis klien, gangguan fisik yang terjadi seperti
poliuria, polidipsia, polifagia, mengeluh lelah dan mengantuk. Disamping itu
klien juga dapat mengalami penglihatan kabur, kelemahan dan sakit kepala.
Dampak psikologis yang terjadi pada klien dengan DM seperti kecemasan,
kemarahan, berduka, malu, rasa bersalah, hilang harapan, depresi, kesepian, tidak
berdaya (Potter & Perry 2010), ditambah lagi klien dapat menjadi pasif,
tergantung, merasa tidak nyaman, bingung dan merasa menderita (Purwaningsih
& Karlina, 2012).
Salah satu dampak psikologis yang dialami pada klien dengan DM adalah
stres. Stres merupakan perasaan yang diciptakan ketika seseorang bereaksi
terhadap peristiwa tertentu. Reaksi tersebut merupakan cara tubuh meningkatnya
untuk suatu tantangan dan bersiap-siap untuk memenuhi situasi yang sulit dengan
berfokus, kekuatannya, stamina, dan kewaspadaan yang meningkat. Peristiwa
yang memicu stres disebut stresor, dan mereka mencakup berbagai macam situasi
fisik, seperti cedera atau sakit. Tubuh bersiap untuk mengambil tindakan dalam
menanggapi stres. Persiapan ini disebut respon fight or flight. Diabetes itu sendiri
juga merupakan penyebab stres (Eom et al, 2011).
Stres pada klien DM dibandingkan dengan populasi umum, memiliki tingkat
stres yang lebih tinggi, dan sebagaimana tingkat stres meningkat, kontrol
glikemik semakin memburuk dapat berakibat gangguan pada pengontrolan kadar
gula darah (Eom et al, 2011). Pada keadaan stres akan terjadi peningkatan
hormon-hormon stres epinefrin dan kortisol. Hormon epinefrin dan kortisol
keduanya meningkatkan kadar glukosa dan asam lemak dalam darah sehingga
meningkatkan kadar gula darah (Sherwood, 2001).
B. TUJUAN
a) Tujuan Umum
Mampu memahami penyakit Diabetes Melitus tipe II dan dapat
melakukan Asuhan Keperawatan yang komprehensif
b) Tujuan Khusus
1. Dapat memahami pengertian penyakit DM tipe II
2. Dapat memahami penyebab penyakit DM tipe II
3. Dapat memahami patofisiologi penyakit DM tipe II
4. Dapat memahami tanda dan gejala penyakit DM tipe II
5. Dapat memahami pemeriksaan penunjang penyakit DM tipe II
6. Dapat memahami penatalaksanaan penyakit DM tipe II
7. Dapat memahami komplikasi penyakit DM tipe II
8. Dapat memahami pengkajian DM tipe II
9. Dapat memahami diagnosa penyakit DM tipe II
10. Dapat memahami intervensi penyakit DM tipe II
11. Dapat memahami implementasi dan evaluasi penyakit DM tipe II

C. MANFAAT
a) Teoritis
a) Institusi pendidikan
Hasil pembahasan ini dapat menjadi sumber bahan bacaan dan
referensi bagi perpustakaan di institusi pendidikan.
b) Mahasiswa
Hasil pembahasan ini dapat memberikan informasi bagi semua
mahasiswa/i di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Maranatha Kupang.
c) Bagi Lansia
Asuhan keperawatan yang di berikan dapat bermanfaat untuk aktifitas
sehari-hari pada lansia dengan masalah diabetes mellitus.
b) Praktis
a) Tempat Praktek
Hasil pembahsan ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi Upt
Panti Penyantun Lansia Budi Agung Kupang
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP LANSIA
a) Definisi Lansia
Lansia adalah seorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas baik pria maupun
wanita, yamg masih aktif beraktifitas yang bekerja maupubn mereka yang tidak
berdaya untuk mencari nafka sendiri hingga bergantung pada orang lain untuk
menghidupi drinya sendiri (nugroho, 2006). Lansia adalah seseorang yang telah
mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi
merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif,
merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan
dari dalam dan luar tubuh Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang
terjadi di dalam kehidupan manusia.
Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari
suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua
merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua (Nugroho, 2006). Keperawatan Gerontik
adalah Suatu bentuk pelayanan profesional yang didasarkan pada ilmu dan
kiat/teknik keperawatan yang berbentuk bio-psikososio-spritual dan kultural yang
holistik, ditujukan pada klien lanjut usia, baik sehat maupun sakit pada tingkat
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
WHO yang lama dan yang baru. Yang lama: Usia lanjut (elderly) antara usia
60-74 tahun, Usia tua (old) :75-90 tahun, dan Usia sangat tua (very old) adalah
usia > 90 tahun. Yang baru: Setengah baya: 66- 79 tahun, Orang tua : 80- 99
tahun, Orang tua berusia panjang Depkes RI (2005) batasan lansia dibagi
menjadi tiga katagori: Usia lanjut presenilis yaitu antara usia 45-59 tahun, Usia
lanjut yaitu usia 60 tahun ke atas, Usia lanjut beresiko yaitu usia 70 tahun ke atas
atau usia 60 tahun ke atas dengan masalah kesehatan.
B. Konsep lansia sebagai populasi berisiko

1. Masalah fisik
Masalah yang hadapi oleh lansia adalah fisik yang mulai melemah, sering
terjadi radang persendian ketika melakukan aktivitas yang cukup berat, indra
pengelihatan yang mulai kabur, indra pendengaran yang mulai berkurang serta
daya tahan tubuh yang menurun, sehingga sering sakit.
2. Masalah kognitif ( intelektual )
Masalah yang hadapi lansia terkait dengan perkembangan kognitif, adalah
melemahnya daya ingat terhadap sesuatu hal (pikun), dan sulit untuk
bersosialisasi dengan masyarakat di sekitar.
3. Masalah emosional
Masalah yang hadapi terkait dengan perkembangan emosional, adalah rasa
ingin berkumpul dengan keluarga sangat kuat, sehingga tingkat perhatian
lansia kepada keluarga menjadi sangat besar. Selain itu, lansia sering marah
apabila ada sesuatu yang kurang sesuai dengan kehendak pribadi dan sering
stres akibat masalah ekonomi yang kurang terpenuhi.
4. Masalah spiritual
Masalah yang dihadapi terkait dengan perkembangan spiritual, adalah
kesulitan untuk menghafal kitab suci karena daya ingat yang mulai menurun,
merasa kurang tenang ketika mengetahui anggota keluarganya belum
mengerjakan ibadah, dan merasa gelisah ketika menemui permasalahan hidup
yang cukup serius.

C. Konsep Diabetes mellitus


A. Pengertian
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai
dengan kadar glukosa darah (gula darah) melebihi normal yaitu kadar gula darah
sewaktu sama atau lebih dari 200 mg/dl, dan kadar gula darah puasa di atas atau
sama dengan 126 mg/dl (Misnadiarly, 2017). Diabetes melitus merupakan salah satu
penyakit kronis yang dapat meningkatkan dengan cepat prevalensi komplikasi kronis
pada lansia. Hal ini disebabkan kondisi hiperglikemia akibat ketiadaan absolut
insulin atau penurunan relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu
munculnya penyakit tidak menular kronis lainnya, bahkan kematian penyandang
diabetes melitus tidak jarang disebabkan oleh komplikasi.
DM dikenal sebagai silent killer karena sering tidak disadari oleh
penyandangnya dan saat diketahui sudah terjadi komplikasi (Kemenkes RI, 2016).
DM dapat menyerang hampir seluruh sistem tubuh manusia, mulai dari kulit sampai
jantung yang menimbulkan komplikasi.

B. Etiologi
Diabetes melitus sebagian besar disebabkan oleh faktor genetik dan perilaku
atau gaya hidup seseorang. Selain itu, faktor lingkungan sosial.
a. Diabetes Tipe I
1) Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA.
2) Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, Yaitu oto antibodi
terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
3) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan
destruksi selbeta.
b. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko : Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di
atas 65 tahun), Obesitas, Riwayat keluarga

C. Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu
memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin
adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin
tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap
berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan
predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Pada diabetes melitus tipe
2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin normal tetapi jumlah reseptor
insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang masuk
ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat.
Pathway

Faktor-faktor
resiko
Usia, obesitas,
riwayat keluarga

Sel beta
Rusak

Resistensi insulin

Gangguan sekresi
insulin

Transport glukosa
kedalam sel
berkurang

Hiperglikemia

Ganggu an
sirkulasi darah
Lipoisis meningkat

Viskositas darah
Kalori
menigkat
tubuh
menurun

Ketidakstabian Kelemehan
glukosa dalam otot
darah

Hambatan Resiko
berjalan jatuh
D. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia
umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang
ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau
bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan,
akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi
polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu
pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah
dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua,
sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan
komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan
penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot
(neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan
lazim.
Menurut Supartondo (2017) , gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang
sering ditemukan adalah : Katarak, Glaukoma, Retinopati, Gatal seluruh badan,
Pruritus Vulvae, Infeksi bakteri kulit, Infeksi jamur di kulit, Dermatopati, Neuropati
perifer, Neuropati viseral, Amiotropi, Ulkus Neurotropik, Penyakit ginjal, Penyakit
pembuluh darah perifer, Penyakit koroner, Penyakit pembuluh darah otak dan
Hipertensi.

E. Pemeriksaan penunjang
Menurut Purwanto (2016), pemeriksaan penunjang diabetes mellitus adalah:
1) Gula darah meningkat > 200 ml/dl
2) Osmolaritas serum : meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/lt
3) Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik)
4) Alkalosis respiratorik
5) Trombosit darah : mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis dan
hemokonsentrasi menunjukkan respon terhadap stres atau infeksi.
6) Ureum/ kreatinin : mungkin meningkat/ normal lochidrasi/penurunan fungsi
ginjal
7) Amilase darah: mungkin meningkat > pankacatitis akut.
8) Insulin darah : mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I), normal sampai meningkat
(Tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
9) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
10) Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat
11) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya ISK dan infeksi luka.

F. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas
insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler
serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar
glukosa darah normal. Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
Suatu perencanaan makanan yang terdiri dari 10% lemak, 15% Protein, 75%
Karbohidrat kompleks direkomendasikan untuk mencegah diabetes. Kandungan
rendah lemak dalam diet ini tidak hanya mencegah arterosklerosis, tetapi juga
meningkatkan aktivitas reseptor insulin.
2. Latihan
Latihan juga diperlukan untuk membantu mencegah diabetes. Pemeriksaan
sebelum latihan sebaiknya dilakukan untuk memastikan bahwa klien lansia
secara fisik mampu mengikuti program latihan kebugaran. Pengkajian pada
tingkat aktivitas klien yang terbaru dan pilihan gaya hidup dapat membantu
menentukan jenis latihan yang mungkin paling berhasil. Berjalan atau
berenang, dua aktivitas dengan dampak rendah, merupakan permulaan yang
sangat baik untuk para pemula. Untuk lansia dengan NIDDM(non-insulin-
dependent diabetes mellitus) , olahraga dapat secara langsung meningkatkan
fungsi fisiologis dengan mengurangi kadar glukosa darah, meningkatkan
stamina dan kesejahteraan emosional, dan meningkatkan sirkulasi, serta
membantu menurunkan berat badan.
3. Pemantauan
Pada pasien dengan diabetes, kadar glukosa darah harus selalu diperiksa
secara rutin. Selain itu, perubahan berat badan lansia juga harus dipantau untuk
mengetahui terjadinya obesitas yang dapat meningkatkan resiko DM pada
lansia.
4. Terapi (jika diperlukan)
Sulfoniluria adalah kelompok obat yang paling sering diresepkan dan efektif
hanya untuk penanganan NIDDM. Pemberian insulin juga dapat dilakukan
untuk mepertahankan kadar glukosa darah dalam parameter yang   telah
ditentukan untuk membatasi komplikasi penyakit yang membahayakan.
5. Pendidikan
Diet yang harus dikomsumsi, Latihan, Penggunaan insulin, Pemeriksaan
Diagnostik, Glukosa darah sewaktu, Kadar glukosa darah puasa, Tes toleransi
glukosa

G. Komplikasi
a. Komplikasi akut
1. Diabetes ketoasidosis
b. Komplikasi kronis:
1. Retinopati diabetic
2. Nefropati diabetic
3. Neuropati
4. Displidemia
5. Hipertensi
6. Kaki diabetic
7. Hipoglikemia
D. Konsep asuhan Keperawatan Gerontik

A. Pengkajian
1. Identitas
Identitas merupakan ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang: jati diri
seseorang. Identitas klien meliputi
a. Nama; sangat penting untuk menjalin sebuah hubungan komunikasi yang
baik dan mempermudah dalam hal sapa menyapa.
b. Umur; pentingnya diketahui umur pada lansia sangat berkaitan erat dengan
kemampuan aktivitas fisik seorang lansia.
c. Jenis kelamin; perlu diketahui untuk bisa membedakan mana yang perlu
ditanyakan mengenai laki-laki dan perempuan.
d. Agama; sangat diperlukan dalam hal kerohanian misalnya katolik
berhubungan dengan doa rosario dan lain-lain.
e. Suku bangsa; berhubungan denga adat istiadat dan bahasa yang digunakan
setiap hari.
f. Alamat; untuk mengetahui tempat tinggal sebelum masuk di Panti dan
apakah tempat yang dulu menyenangkan atau tidak.
g. Tanggal masuk Panti; penting untuk diketahui berapa lama berada di Panti.
h. Tanggal pengkajian; diketahui untuk dapat menentukan rencana asuhan
keperawatan berapa hari kedepannya, dan kesedian lansia untuk dikaji.
i. Diagnosa medis; untuk mengetahun penyakit apa yang diderita lansia
tersebut.
2. Keluhan Utama Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk
Panti. Data yang dapat ditemukan: nyeri pada pinggul, lemah, letih, kesulitan
bergerak, tidak nyaman, mata kabur, kram otot
3. Riwayat Kesehatan Saat Ini: Meliputi perjalanan penyakit yang dialami pasien
saat ini, berapa lama penyakit sudah dialami, gejala yang dialami selama
menderita penyakit saat ini dan perawatan yang sudah dijalani untuk mengobati
penyakit saat ini. Disamping itu apakah saat ini pasien memiliki pola hidup yang
tidak sehat seperti minum kopi, merokok, alkohol, sering konsumsi makanan
manis, dan keseharian dengan beban psikis.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga Meliputi status kesehatan anggota keluarga yang
lain, apakah ada keluarga yang mengalami sakit serupa yaitu diabetes mellitus
dengan pasien saat ini, atau penyakit keturunan lainnya.
5. Riwayat Lingkungan Hidup Pengkajian ini merupakan bentuk pengkajian yang
bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh lingkungan terhadap kesehatan
pasien, faktor lingkungan yang ada keterkaitanny dengan sakit yang dialami
pasien saat ini dan kemungkinan masalah yang dapat terjadi akibat pengaruh
lingkungan. Data pengkajian dapat meliputi kebersihan dan kerapian ruangan,
penerangan, sirkulasi udara, keadaan kamar mandi dan WC, pembuangan air
kotor, sumber air minum, pembuangan sampah, sumber pencemaran, penataan
halaman, privasi, resiko injury.
6. Riwayat Kesehatan Dahulu Pengkajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
perjalanan penyakit yang sebelumnya pernah dialami oleh pasien, sehingga dapat
dijadikan acuan dalam analisis sakit yang saat ini pasien alami dan dalam
penentuan pengobatan selanjutnya. Data yang dapat dikaji berupa penyakit yang
pernah diderita, riwayat alergi, riwayat kecelakaan, riwayat dirawat di Panti,
riwayat pemakaian obat. Apakah sewaktu sehat pasien memiliki kebiasaan yang
buruk misalnya merokok, minum kopi, alcohol, sering makan-makanan yang
manis atau makanan dengan kolesterol tinggi.
7. Tinjauan Sistem
a. Keadaan umum Saat dilakukan inspeksia biasanya ditemukani kondisi
seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau GCS
dan respon verbal klien (Pasien harus waspada dan sadar akan waktu, tempat
dan orang. Disorientasi terjadi pada gangguan otak (misalnya delirium,
demensia), stroke, dan trauma fisik. Pasien letargi umumnya mengantuk dan
mudah tertidur, terlihat mengantuk, dan merespon pertanyaan dengan sangat
lambat. Pasien stupor hanya merespon jika digoncang dengan keras dan terus
menerus dan hanya dapat member jawaban yang terdengar seperti
menggerutu tidak jelas. Pasien yang sama sekali tidak sadar (pasien koma)
tidak merespon stimulus dari luar ataupun nyeri. Pada respon motorik ketika
di panggil pasien langsung merespon dan respon mata langsung melihat ke
arah yang di panggil, melakukan pengukuran tanda-tanda vital seperti
peningkatan glukosa dalam darah > 140 mg/dL dapat ditemukan, dan
dilanjutkan dengan pemeriksaan heat to to
b. Kepala Untuk daerah kepala, mata, hidung, telinga dan heler penulis
melakukan pemeriksaan dengan metode Inspeksi dan Palpasi saja; saat
Inspeksi terlihat bentuk kepala, warna rambut, terdapat lesi, ketombe pada
rambut dan kebersihan kepala; pada mata bentuk mata, kesimetrisan mata
kiri dan kanan, konjungtiva; bentuk telinga kiri dan kanan, kelainan pada
telinga. kelainan hidung, adanya mimisan, kotor atau bersih; adanya kelainan
pada leher, adanya lesi, edema, kemerahan dan palpasi apakah ada
pembersaran kelenjar tiroid, dan JVP; sedangka saat dilakukan palpasi untuk
mengetahui apakah terdapat nodul; apakah terjadi edema atau
pembengkakan pada mata.apakah ada nyeri tekan dan adanya kotoran di
daerah telinga; di daerah sinus hidung apakah terjadi nyeri tekan; dan
pengukuran vena jugulari pada leher.
c. Dada Dada : Inspeksi : bentuk dada normal diameter anterior posterior
transversal 1:2, ekspansi simetris, sifat pernapasan dada dan perut, frekuensi
pernapasan 22x/menit, ritme pernapasan eupnea,tidak ada retraksi dinding
dada. Palpasi : tidak ada nyeri tekan, ekspansi dada simetrisi, Perkusi : suara
perkusi sonor batas organ sisi dada kiri dari atas ke bawah ditemukan
sonor/resonan-tympani: ICS 7/8 (paru-paru dan lambung), pada sisi dada
kanan ICS 4/5 (paru dan hati), dinding posterior: supraskapula (3-4 jari
dipundak), Askultasi: suara nafas vesikuler terdengar disemua lapang paru
normal, bersifat halus, inspirasi lebih panjang dari ekspirasi.
d. Sistem Kardiovaskuler
Jantung: Inspeksi: tampak denyut nadi daerah apeks, Palpasi : apeks teraba
pada interkosta V, apeks segaris dengan midclavicula kiri, Perkusi Batas
jantung: batas atas pada ics III, batas bawah ICS V, batas kiri pada
midclavicularis atau 4 jari dari midsternum, batas kanan sejajar sejajar sisi
sternum kanan, Auskultasi : S1 terdengar bunyi lub pada ruang ICS V seblah
kiri sternum diatas apeks, S2 terdengar bunyi dub pada ICS II seblah kanan
sternum
e. Gastrointestinal/Abdomen
Inspeksi bentuk abdomen apakah terjadi kelainan, adanya lesi. Sedangkan
palpasi dilakuakan dengan palpasi ringan atau palpasi dalam tergantung
tujuan untuk mengetahui bentuk, ukuran, dan konsistensi organ-organ dan
struktur-struktur dalam perut, palpasi ringan dilakuakan untuk mengetahui
area-area nyeri tekan dan adanya massa, palpasi dalam dilakukan untuk
mengetahui keadaan hepar, lien, ginjal, dan kandung kemih. Lakukan
perkusi di empat kuadran dan perhatikan suara yang timbul pada saat
melakukannya dan bedakan batas-batas dari organ dibawah kulit. Organ
berongga seperti lambung, usus, kandung kemih berbunyi timpani,
sedangkan bunyi pekak terdapat pada hati, limfa, pankreas, ginjal.Tehnik
perkusi yaitu pertama kali yakinkan tangan pemeriksa hangat sebelum
menyentuh perut pasien Kemudian tempatkan tangan kiri dimana hanya jari
tengah yang melekat erat dengan dinding perut. Selanjutnya diketok 2-3 kali
dengan ujung jari tengah tangan kanan. Lakukanlah perkusi pada keempat
kuadran untuk memperkirakan distribusi suara timpani dan redup. Biasanya
suara timpanilah yang dominan karena adanya gas pada saluran
gastrointestinal, tetapi cairan dan faeces menghasilkan suara redup. Pada sisi
abdomen perhatikanlah daerah dimana suara timpani berubah menjadi redup.
Periksalah daerah suprapublik untuk mengetahui adanya kandung kencing
yang teregang atau uterus yang membesar. Perkusilah dada bagian bawah,
antara paru dan arkus costa, Anda akan mendengar suara redup hepar
disebelah kanan, dan suara timpani di sebelah kiri karena gelembung udara
pada lambung dan fleksura splenikus kolon. Suara redup pada kedua sisi
abdomen mungkin menunjukkan adanya asites. Auskultasi abdomen dengan
normal bising usus 15-35 x/menit:Letakkan kepala stetoskop sisi diafragma
yang telah dihangatkan di daerah kuadran kiri bawah. Berikan tekanan
ringan, minta pasien agar tidak berbicara. Bila mungkin diperlukan 5 menit
terus menerus untuk mendengar sebelum pemeriksaan menentukan tidak
adanya bising usus. Dengarkan bising usus apakah normal, hiperaktif,
hipoaktif, tidak ada bising usus dan perhatikan frekwensi/karakternya; Bila
bising usus tidak mudah terdengar, lanjutkan pemeriksaan dengan sistematis
dan dengarkan tiap kuadran abdomen. Dan dilanjutkan dengan menggunakan
gunakan sisi bel stetoskop, untuk mendengarkan bunyi desiran dibagian
epigastrik dan pada tiap kuadran diatas arteri aortik, ginjal, iliaka, femoral
dan aorta torakal. Pada orang kurus mungkin dapat terlihat gerakan
peristaltik usus atau denyutan aorta.
f. Extremitas ispeksi bentuk ekstremitas apakah ada kelainan bentuk, adanya
lesi, edema, dan kemerahan. Palpasi apakah ada nodul dan nyeri tekan pada
daerah ekstremitas atas dan bawah.
8. Pengkajian Psikososial dan Spiritual
a. Psikososial, Jelaskan kemampuan sosialisasi klien pada saat sekarang, sikap
klien pada orang lain, harapan- harapan klien dalam melakukan sosialisasi
b. Identifikasi masalah emosional seperti: kesulitan tidur, merasa gelisah,
murung dan menangis, kuatir banyak pikira,masalah dengan keluarga,
menggunakan obat tidur/penenang atas anjuran dokter, mengurung diri, jiak
lebih dari atau sama 1 jawaban “ya” memiliki Masalah Emosional Positif (+)
9. Pengkajian Fungsional Klien (INDEKS KATZ) Mengamatai kemandiri dalam
makan, kontinensia (BAB/BAK), menggunakan pakaian, pergi ke toilet,
berpindah dan mandi apakah mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi
diatas, atau mandiri kecuali mandi dan salah satu fungsi lain, mandiri kecuali
mandi, berpakaian dan salah satu fungsi diatas, mandiri kecuali mandi,
berpakaian, ke toilet dan salah satu fungsi yang lain, mandiri kecuali mandi,
berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi yang lain atau ketergantungan
untuk semua fungsi dengan catatan Mandiri berarti tanpa pengawasan,
pengarahan atau bantuan efektif dari orang lain, seseorang yang menolak untuk
melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan fungsi, meskipun ia dianggap
mampu Modifikasi Dari Barthel Indeks (Termasuk yang manakah klien?)
No Kriteria Bantuan Mandiri Keterangan
1. Makan 5 10 Frekuensi? Jumlah?
Jenis?
2. Minum 5 10 Frekuensi? Jumlah?
Jenis?
3. Berpindah dari kursi 5-10 15
roda ketempat
tidur/sebaliknya
4. Personal toilet (cuci 0 5 Frekuensi
muka, menyisir rambut,
menggosok gigi)
5. Keluar masuk toilet 5 10
(mencuci pakian,
menyeka tubuh,
menyiram)
6. Mandi 5 15
7. Jalan dipermukaan 0 5 Frekuensi
datar
8. Naik turun tangga 5 10
9. Menggunakan pakian 5 10
10. Kontrol bowel (BAB) 5 10 Frekuensi? Konsistensi
11. Kontrol badder (BAK) 5 10 Frekuensi? Warna?
Keterangan: 110 : mandiri, 65-105
≤ 60 : ketergantungan sebagian
Total : ketergantungan
10. Pengkajian Status Mental Gerontik
a. Identifikasi tingkat intelektual dengan short portable mental status questioner
(SPSMQ) Instruksi : Ajukan pertanyaan 1-10 pada daftar ini dan catat semua
jawaban. Catat jumlah kesalahan total berdasarkan total kesalahan
berdasarkan 10 pertanyaan.
No Pertanyaan Benar Salah
1. Tanggal berapa hari ini?
2. Hari apa sekarang?
3. Apa nama tempat ini?
4. Alamat anda?
5. Berapa umur anda?
6. Kapan anda lahir (minimal
tahun lahir)?
7. Siapa prisiden indonesia
sekarang?
8. Siapa priseden sebelumnya?
9. Siapa nama ibu anda?
10. Kurangi 3 dari 20 dan tetap
pengurangan 3 dari setiap
angka baru, semua secara
menurun
Jumlah
Interpretasi Hasil :
1) Salah 0 – 3 : Fungsi intelektual utuh
2) Salah 4 - 5 : Kerusakan intelektual ringan
3) Salah 6 - 8 : Kerusakan intelektual sedang
4) Salah 9 - 10 : Kerusakan intelektual berat b).
b. Identifikasi aspek kognitif dan fungsi mental dengan menggunakan MMSE
(Mini Mental Status Exam).

No Aspek Nilai Nilai Kriteria


Kognitif Maks Klien
1 Orientasi 5 Menyebutkan dengan benar :
Tahun, Musim, Tanggal, Hari
dan Bulan
2 Orientasi 5 Dimana kita sekarang?
Negara? Provinsi? Kota? Panti
werdha? Wisma?
3 Registrasi 3 Sebutkan 3 obyek (oleh
pemeriksa) 1 detik untuk
mengatakan masing masing
obyek, kemudian tanyakan
kepada klein ketiga obyek tadi
(untuk disebutkan)
Obyek 1? Obyek 2? Obyek 3?
4 Perhatian dan 5 Minta klien untuk memulai dari
kalkulasi angka 100 kemudian dikurangi
7 sampai 5 kali
93, 86, 79, 72, 65
5 Mengingat 3 Minta klien untuk mengulangi
ketiga obyek pada nomer 2
(registrasi) tadi, bila benar 1
point untuk masing masing
obyek
6 Bahasa 9 Tunjukkan pada klien suatu
benda dan tanyakan namanya
pada klien (misal jam tangan
atau pensil)
Minta kepada klien untuk
mengulang kata berikut ”tak
ada, Jika, dan, atau, tetapi” bila
benar, nilai 2 point. Bila
Pernyataan benar 2-3 buah,
mis. : tidak ada, tetapi maka
nilai 1 point
Minta klien untuk mengikuti
perintah berikut yang terdiri
dari 3 langkah : ”ambil kertas
di tangan anda, lipat dua dan
taruh di lantai”
ambil kertas? lipat dua? taruh
di lantai?
Perintahkan pada klien untuk
hal berikut (bila aktivitas
sesuai perintah nilai 1 point)
tutup mata anda
Perintahkan pada klien untuk
menulis satu kalimat
dan
menyalin gambar
tulis satu kalimat
menyalin gambar
Total nilai
Interpretasi hasil
> 23 : aspek kognitif dari fungsi mental baik
18-22 : kerusakan aspek fungsi mental ringan,
 17 : terdapat kerusakan aspek fungsi mental berat
11. Pemeriksaan diagnostic
1) Glukosa darah meningkat 211 mg/dL
2) Aseton plasma positif
3) Asam lemak bebas kadar lipid dan kolestrol meningkat

B. Analisis data
Dapat ditemukan Data subyektif: nyeri persendian, keram dan kesemutan
pada kaki, waktu berjalan. Data obyektif : tampak kesusahan saat berdiri dalam
jangka waktu lama, postur tubuh tidak lurus, wajah tampak tidak rilex, skala nyeri 3,
sering memegang daerah pinggul. Etiologi : agens cedera biologis (infeksi). Masalah
keperawatan : nyeri akut.
Data subyektif : sangat menyukai makanan manis seperti teh manis, sejak
menderita penyakit diabetes mellitus pandangan matannya menurun dengan visus
1/6.dan sering keram pada ujung jari kaki. Data obyektif : saat di cek GDS hasilnya
211 mg/dL. Etiologi : proses penyakit. Masalah keperawatan : ketidakstabilan kadar
glukosa darah
Data subyektif : tidak kuat berdiri lama dan kalau berjalan harus
menggunakan tongkat dan kacamata. Data obyektif : tidak bisa berjalan tanpa
bantuan alat, menggunakan tongkat dan kacamata saat berjalan. Etiologi : kelemahan
fisik. Masalah keperawatan : risiko jatuh.

C. Diagnosa Keperawatan
a. ketidakstabilan glukosa darah dengan kode 00179;
b. Hambatan : berjalan dengan kode 00088;
c. resiko jatuh dengan kode 00155
D. Intervensi s
No Diagnosa NOC NIC
1. Resiko ketidakstabilan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hiperglikemia
kadar glukosa dalam keperawatan, diharapkan 1. Monitor kadar glukosa
darah dengan kode ketidakstabilan kadarglukosa darah darah,
00179 normal. 2. Monitor tanda dan gejala
kadar glukosa darah (2300): hiperglikemi,
Glukosa darah dari skala 2 (deviasi 3. Dorong asupan cairan
yang cukup besar dari kisaran oral,
normal) ditingkatkan menjadi skala 4. Riview kadar gluokosa
4 (deviasi ringan sedang dari kisaran pasien/keluarga,
normal), keparah hiperglikemia 5. Instruksikan pada pasien
(2111): peningkatan glukosa darah mengenai penggunaan
dari skala 2 (berat) di tingkatkan obat oral,
menjadi skala 4 (ringan),
managemen diri (1619): memantau Manajemen Berat Badan
glukosa darah dari skala 2 (jarang 1. Diskusikan dengan pasien
menunjukan) ditingkatkan menjadi mengenai hubungan antara
skala 4 (sering menunjukan). makanan dan penurunan
BB,
2. Kaji motivasi pasien untuk
perubahan pola makan,
3. Hitung BBI, Pengajaran :
Peresepan Latihan
a. Nilai tingkat latihan
pengetahuan pasien
(senam kaki diabetik)
b. Informasikan pasien
mengenau tujuan dan
manfaat latihan,
c. Instruksikan pasien
bagaimana melakukan
latihan,
d. Instruksikan pasien
melakukan latihan
yang diresepkan
e. Instruksikan
bagaimana melakukan
pemanasan dan
pendinginan

2. Hambatan : Berjalan Setelah dilakukan asuhan a. Fisiologi Dasar, Kelas


dengan kode 00088 keperawatan, diharapkan hambatan E : Peningkatan
berjalan normal. Kenyamanan Fisik, Kode
Mobilitas : 1400 Manajemen Nyeri.
mobilitas fisik individu dan gejala b. Gunakan strategi
sisa dari pergerakan dibatasi komunikasi terapeutik
ditingkatkan c. Lakukan pengkajian
dari 2 ke 4 (ringan) dengan nyeri yang
indicator : 210201 Nyeri yang Komperhensif
dilaporkan. d. Observasi adanya
petunjuk non verbal
e. Gali bersama pasien
faktor-faktor yang
menurunkan dan
memperberat nyeri.
f. Berikan informasi
mengenai nyeri
g. Pilih dan implementasi
tindakan farmakologi
h. Ajarkan penggunaan
teknik non farmakologi (
relaksasi, musik,
bermain, kompres, nafas
dalam),
i. Dukung istirahat tidur
untuk mengurangi nyeri,
Evaluasi ketidakefektifan
dari pengontrol nyeri
yang dipakai selama
pengkajian
3. resiko jatuh dengan Setelah dilakukan asuhan a. Mengidentifikasi defisit
kode 00155 keperawatan, diharapkan klien kognitif atau fisik yang
mampu untuk : dapat meningkatkan
a. Gerakan potensi jatuh dalam
terkoordinasi : lingkungan tertentu.
kemampuan otot Mengidentifiksi perilaku
untuk bekerjasama dan faktor yang
secara volunter untuk mempengaruhi resiko
melakukan gerakan jatuh,
bertujuan. b. Mendorong pasien untuk
b. Kejadian jatuh: tidak menggunakan tongkat atau
ada kejadian jatuh. alat bantu berjalan,
c. Pengetahuan: c. Sarankan alas kaki yang
pemahaman aman (tidak licin).
penjegahan jatuh. d. Dorong aktifitas fisik pada
d. Pengetahuan: siang hari.(menyapu,
kemampuan pribadi. menyiram bunga agar
pasien tidak dapat waktu
untuk jalan).
e. Pasang palang pegangan
keselamatan kamar mandi.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN GERONTIK

Nama Mahasiswa : Yohana K.Jenat


Tempat Praktek : ruangan Anggrek
Tanggal Praktek : 13-18 April 2020
Tanggal Pengkajian : 15-April -2020

ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DIABETES MELLITUS

Data Umum Pasien Penanggung Jawab : -

Nama : Tn A.B
No RM : 49xxx
Umur : 70 tahun
Agama : islam
Alamat : kamp. solor
Pekerjaan terakhir : SD
Tanggal masuk : 13 januari 2020 Hub dengan pasien: -
GENOGRAM

70
tahun

Keterangan :
laki-laki :
Perempuan :
pasien :
Meninggal :
berpisah :

Alasan utama datang ke Panti Sosial:


Pasien mengatakan tidak ada yang menjaganya dirumahnya, anaknya sudah
tinggal bersama suaminya dan isitrinya sudah meninggal dan keluarga semakin
menjauh darinya sehingga pasien datang sendiri kepanti sosial untuk mendapatkan
obat-obat dan perawatan apalagi pasien mengatakan ada penyakit Diabetes pada 5
bulan yang lalu.
Keluhan utama saat ini:
Pasien mengatakan kaki kesemutan, nyeri pada pinggul
Riwayat kesehatan keluarga:
Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang sama
dengannya.

Riwayat Alergi
Pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi makanan, obat-obatan dan
minuman

Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Nyeri : skala nyeri 3-4
Status gizi : BB saat ini : 48 kg TB: 166 cm
Personal Hygine: Klien menjaga kebersihan diri dengan baik, mandi 2X
sehari,berpakaian rapi,tempat tidur tersusun rapi dan bersih dan juga tidak
memiliki bau badan yang menyengat.
2. Sistem persepsi sensori
Pendengaran : sedikit terganggu , dan menggunakan alat bantu
pada 2 minggu yang lalu.
Penglihatan : pandangan kabur
Pengecap/Penghidu : Tidak ada bau mulut, gigi ada yang tanggal/ copot
pada bagian depan atas, terdapat karies gigi, tidak
menggunakan gigi palsu.Hidung, tidak ada
pembesaran sinus. Tidak ada sumbatan di hidung,
tidak ada epitaksis, tidak ada lesi.
Peraba : Kulit tampak keriput, turgor kulit kurang dari 2 detik,
tidak ada lesi, capiraly reptil kurang dari 2 detik.
3. Sistem pernafasan
Frekwensi : 22 x / menit
Suara nafas : vesikuler

4. Sistem kardiovaskular
Tekanan darah : 130/80 mmHg Nadi: 84x/menit Capillary Refill: <
2 detik

5. Sistem saraf pusat


Kesadaran : GCS :15 E: 4, V:5, M:6
Orientasi waktu :
Mata : Pasien dapat membuka mata tetapi penglihatan buram
Verbal : Bisa berbicara dengan baik
Motorik : Dapat bergerak dengan baik. Tapi terbtas ruang gerak
Orientasi orang: mampu menyebutkan teman-temannya didalam ruangan

6. Sistem gastrointestinal
Nafsu makan : baik 3 x/ hari
Pola makan : baik , frekkuensi habis
Abdomen : lunak
BAB : 2-3x/ hari

7. Sistem musculoskeletal
Rentang gerak : menggunakan tongkat , tampak membungkuk
Kemampuan ADL : mandiri untuk aktivitas kecuali untuk aktivitas yang
sedikit memberatkan.
8. Sistem integument
a. Lesi/luka : tidak ada luka
b. Pruritus : tidak ada
c. Perubahan pigmentasi : ada , kulit keriput karena kehilangan jaringan
lemak

9. Sistem reproduksi: Tampak bersih, tidak ada edema dan lesi, serta klien
mengalami penurunan libido.

10. Sistem perkemihan


Pola : sering BAK
Inkontinensia : pengeluaran urin kadang tidak sadar ( inkontenesia dorongan)

Data Penunjang
No Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal
1. GDS 211 mg/dl <150 mg/dl
2. Kreatinin 1,6 gr/dl 0,8 – 1,3
3. Ureum 38 mg/dl 15 – 43

Terapi yang diberikan


No Jenis terapi Dosis Indikasi Kontraindikasi
1. Metformin 3x1 DM Diabetes
ketoasidosis,
hipersensitif

PSIKOSOSIOBUDAYA DAN SPIRITUAL

Psikologis

1. Perasaan saat ini dalam menghadapi masalah: Klien mengatakan merasa stres
dengan keadaannya saat ini.
2. Cara mengatasi perasaan tersebut: Klien mengatakan suka bercerita dengan teman
sekamarnya.dan berdoa.
3. Rencana klien setelah masalahnya terselesaikan: Klien ingin pulang kerumah dan
bertemu dengan anak dan cucunya.
4. Jika rencana ini tidak dapat dilaksanakan maka: Klien tetap dirawat oleh petugas
di panti sampai sembuh.
5. Pengetahuan klien tentang masalah / penyakit yang ada: Klien mengetahui kalau
ia sedang sakit diabetes mellitus
Sosial

1. Aktivitas atau peran di masyarakat: Klien dulunya sebagai ketua Rayon.


2. Kebiasaan di lingkungan yang tidak disukai: Lingkungan yang ribut/ adanya
perkelahian dan anak muda sering minum alkohol.
3. Cara mengatasinya: Klien biasanya menegur
4. Pandangan klien tentang aktifitas social dilingkungannya: Klien merasa
masyarakat mampu bersosialisasi dengan baik seperti: kerja bakti, mengikuti
kegiatan keagamaan.
Budaya

1. Budaya yang diikuti klien adalah budaya: Timor


2. Keberatan /tidak terhadap budaya yang diikuti: Tidak
3. Cara mengatasi (jika keberatan)
Spiritual

1. Aktivitas ibadah yang sehari-hari dilakukan: Berdoa dan membaca alquraan


2. Kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan: sholat lima (5 waktu)
3. Kegiatan ibadah yang saat ini tidak bisa dilakukan: Mengikuti paduan suara
4. Perasaan klien akibat tidak dapat melaksanakan ibadah tersebut: Merasa ada yang
kurang
5. Upaya klien mengatasi perasaan tersebut: Klien suka bernyanyi bersama teman-
temannya di panti.
6. Apa keyakinan klien tentang peristiwa/ masalah kesehatan yang sekarang sedang
dialami: Klien mengatakan penyakitnya ini merupakan kelalaian-nya sendri
karena tidak menjaga pola makan dengan baik.
Format Pemeriksaan MMSE (Mini-Mental State Examination)

Nama Pasien : Tn. A.b Nama pemeriksa : Yohana k.jenat


Usia pasien : 70 Tahun Tanggal : 14april 2020
Pendidikan :SD Waktu : 09.00

Skor
Orientasi Terting Dicap
gi ai
1. Sekarang ini (tahun), (musim), (bulan), (tanggal), (hari), apa? 5 5
2. Kita berada di mana ? (negara), (propinsi), (kota), (panti wredha), 5 5
(Wisma)
Registrasi Memori
3. Sebut 3 obyek. 3 3
Tiap obyek 1 detik, kemudian lansia diminta mengulangi 3 nama
obyek tadi. Nilai 1 untuk setiap nama obyek yang benar. Ulangi
sampai lansia dapat menyebutkan dengan benar. Catat jumlah
pengulangannya.
Atensi dan Kalkulasi
4. Kurangkan 100 dengan 5, kemudian hasilnya berturut-turut 5 3
kurangkan dengan 5 sampai pengurangan kelima (100 ; 95 ; 90 ; 85 ;
80 ; 75). Nilai 1 untuk tiap jawaban yang benar. Hentikan setelah 5
jawaban. Atau
Eja secara terbalik kata ”WAHYU”. Nilai diberikan pada huruf yang
benar sebelum kesalahan, missal ”UYAHW”
Pengenalan Kembali (recalling)
5. Lansia diminta menyebut lagi 3 obyek di atas 3 3
(pertanyaan ke-3)
Bahasa
6. Lansia diminta menyebut 2 benda yang ditunjukkan perawat, 2 2
misal : pensil, buku
7. Lansia diminta mengulangi ucapan perawat : 1 0
namun, tanpa, apabila
8. Lansia mengikuti 3 perintah : ambil kertas itu dengan tangan kanan 3 3
Anda, lipatlah menjadi dua, dan letakkan di lantai
9. Lansia diminta membaca dan melakukan perintah : 1 1
Pejamkan mata Anda
10 Lansia diminta menulis kalimat singkat tentang pikiran / perasaan 1 1
. secara spontan di bawah ini. Kalimat terdiri dari 2 kata (subyek dan
predikat) :
“Sayang mereka”
11 Lansia diminta menggambar bentuk di bawah ini: 1 0
.

30 26
Skor Total

Interpretasi :
Jumlah respon dijumlahkan dan dikategorikan menjadi :
(1) Skor ≤ 16 : Terdapat gangguan kognitif.
(2) Skor 17-23 : Kemungkinan terdapat gangguan kognitif.
(3) Skor 24-30 : Tak ada gangguan kognitif.

SHORT PORTABLE MENTAL STATUS QUESTIONAIRE (SPMSQ)


(Penilaian ini untuk mengetahui fungsi intelektual lansia)
Skore
No Pertanyaan Jawaban
1 1. Tanggal berapa hari ini? 15-april-2020
0 2. Hari apa sekarang ini? Selasa
1 3. Apa nama tempat ini? Upt. Panti penyantun lansia
budi agung kupang
0 4. Berapa nomor telepon Anda? Kampung solor
Di mana alamat Anda? (Tanyakan bila
tidak memiliki telepon)
0 5. Berapa umur Anda? 55 tahun
1 6. Kapan Anda lahir? 13 januari 1960
0 7. Siapa Presiden Indonesia sekarang? Prabowo
1 8. Siapa Presiden sebelumnya Susilo bambang yodyono
1 9. Siapa nama kecil ibu Anda? Tia
0 10. Kurangi 3 dari 20 dan tetap 17, 15, 13, 9, 6, 3, 0.
pengurangan 3 dari setiap angka baru
semua secara
Menurun
Jumlah Kesalahan Total 5
Penilaian SPMSQ :
Pengisisan Benar 1, salah 0
1.Kesalahan 0-2 : Fungsi intelektual utuh
2.Kesalahan 3-4 : Gangguan fungsi intelektual ringan
3.Kesalahan 5-7 : Gangguan fungsi intelektual sedang
4.Kesalahan 8-10 : Gangguan fungsi intelektual berat

Keterangan : Gangguan fungsi intelektual ringan

Indeks Katz Kemandirian dalam Aktivitas Hidup Sehari-Hari


(Katz Index of Independence in Activities of Daily Living)

Aktivitas Mandiri (nilai 1) Tergantung (nilai 0)


(Nilai 1 atau
0)
Mandi (Nilai 1) Mandi sendiri atau dibantu (Nilai 0) Membutuhkan bantuan
Nilai__1__ hanya pada satu bagian tubuh seperti sepenuhnya saat mandi atau
bagian punggung, area genital, atau dibantu lebih dari satu bagian
ekstremitas yang tidak bisa digerakkan tubuh
Berpakaian (Nilai 1) Mengambil pakaian dari (Nilai 0) Membutuhkan bantuan
Nilai__1__ lemari dan laci dan memakainya sendiri untuk memakai pakaian sendiri
tanpa dibantu. Tali sepatu mungkin
dibantu
Ke toilet (Nilai 1) Pergi ke toilet, membuka dan (Nilai 0) membutuhkan bantuan
Nilai__0__ menutup pintunya, membuka pakaian ke toilet
dan membersihkan area genital tanpa
bantuan
Berpindah (Nilai 1) Bangun dari tempat tidur (Nilai 0) Membutuhkan bantuan
Nilai__1__ tanpa bantuan atau tanpa berpegangan untuk berpindah dari tempat
pada kursi. tidur ke kursi
Kontinen (Nilai 1) mampu mengontrol BAB dan (Nilai 0) (0 POINTS) Inkontinensia
BAK secara mandiri urine dan alvi, parsial atau total
(continence)
Nilai_0___
Makan (Nilai 1) Mengambil makanan dari (Nilai 0) Membutuhkan bantuan
Nilai_1___ piring dan memasukkannya ke mulut untuk makan baik sebagiak
tanpa bantuan. Penyiapan makan maupun total atau membutuhkan
mungkin dilakukan oleh orang lain parenteral

TOTAL NILAI = 4 . 6 = Tinggi (Pasien mandiri) 0 = Rendah (Pasien sangat tergantung

GERIATRIC DEPRESSION SCALE


(PENGKAJIAN DEPRESI PADA LANSIA)

Mengkaji pasien lansia dengan depresi


Saat mengkaji pasien lansia dengan depresi, saudara dapat menggunakan tehnik
mengobservasi perilaku pasien dan wawancara langsung kepada pasien dan
keluarganya. Observasi yang saudara lakukan terutama untuk mengkaji data objektif
sebagai berikut:
1. Penampilan tidak rapi, kusut dan kulit kotor (kebersihan diri kurang)
2. Kontak mata kurang selama interaksi
3. Afek datar, labil dan tidak sesuai
4. Tampak sedih dan murung
5. Tampak lesu dan lemah
6. Komunikasi lambat/tidak mau berkomunikasi.
Aspek psikososial yang perlu dikaji adalah: bagaimana perasaan saat ini, apakah
mengalami kebingungan, kecemasan, atau mempunyai ide untuk bunuh diri. Data ini
dapat dikaji melalui wawancara dengan menggunakan skala depresi pada lansia
(Depresion Geriatric Scale).
Data yang perlu didapatkan dari keluarga adalah :
1. Apakah pasien sukar tidur atau sering terbangun pada malam hari?
2. Apakah pasien sering mengurung diri dan tidak mau berinteraksi dengan orang
lain?
3. Apakah pasien sering mengatakan tidak ada artinya hidup?
4. Apakah pasien sering mengatakan merasa kesepian?
5. Apakah pasien tidak mampu melakukan aktifitas yang biasa dia lakukan
SKALA DEPRESI GERIATRI
(Geriatric Depression Scale 15-Item / GDS-15)

No. KEADAAN YANG DIRASAKAN SELAMA SEMINGGU Nilai Respon


YA TIDAK
TERAKHIR
1. Apakah Anda sebenarnya puas dengan kehidupan Anda? 0
2. Apakah Anda telah meninggalkan banyak kegiatan dan minat atau 0
kesenangan Anda?
3. Apakah Anda merasa kehidupan Anda kosong atau merasa kesepian? 1
4. Apakah Anda sering merasa bosan? 1
5. Apakah Anda memiliki semangat yang bagus dalam sebagian besar 0
hidup anda?
6. Apakah Anda takut khawatir bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi 1
pada Anda?
7. Apakah Anda merasa bahagia dalam sebagian besar hidup Anda? 0
8. Apakah Anda sering merasa tidak berdaya? 1
9. Apakah Anda lebih suka tinggal di wisma atau di rumah daripada 1
pergi keluar untuk mengerjakan sesuatu yang baru?
10. Apakah Anda merasa mempunyai banyak masalah dengan daya ingat 0
Anda dibanding kebanyakan orang?
11. Apakah Anda pikir bahwa hidup Anda sekarang ini menyenangkan? 1
12. Apakah Anda merasa tidak berharga? 1
13. Apakah Anda merasa penuh dengan energi/kekuatan? 1
14. Apakah Anda merasa apa yang anda alami sekarang ini/keadaan anda 0
saat ini tidak ada harapan?
15. Apakah Anda pikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya daripada 1
Anda?
Interpretasi : 9 (depresi sedang)
Jumlah respon dijumlahkan dan dikategorikan menjadi :
(1) Skor 10 – 15 = Depresi berat
(2) Skor 5 – 9 = Depresi sedang
(3) Skor 0-4 = Normal

Lembar observasi risiko jatuh


“The timed up and go (tug) test”

Nama : Tn. A.B


Usia : 70 tahun

Peralatan:
1. Sebuah stopwatch
2. Sebuah kursi
3. Meteran

Arahan:
Lansia memakai alas kaki yang biasa mereka gunakan sehari-hari. Lansia duduk dengan
tenang pada sebuah kursi yang memiliki sandaran. Buat sebuah garis yang berjarak 3 meter
dari tempat duduk lansia.

Instruksi kepada lansia:


Ketika saya mengatakan “mulai”Bapak/Ibu Harus :
1. Berdiri dari tempat duduk
2. Berjalan menuju garis yang sudah ditandai
3. Setelah tiba di garis tersebut maka
4. Bapak/Ibu harus berbalik
5. Berjalan kembali ke tempat duduk semula
6. Lalu duduk kembali
Waktu mulai dihitung saat pemeriksa mengucapkan “Mulai” dan berhenti ketika lansia
duduk kembali.
Hasil observasi: ____13_____Detik
Risiko rendah : bila <12 detik
1= Risiko Tinggi : bila ≥ 12 detik
Sumber: Center for disease control and prevention (2014, telah dimodifikasi sesuai
penelitian Kiik, 2015).
Lembar observasi lingkungan tempat tinggal Lansia (Panti/ rumah)
Pertanyaan Ya Tidak
Apakah lampu yang digunakan adalah lampu pijar? 1
Apakah ketinggian kasur dari lantai lebih dari 20 cm? 1
Apakah kamar mandi/WC memiliki pegangan? 1
Apakah jenis jamban yang digunakan adalah tipe jongkok? 1
Apakah terdapat kursi mandi? 1
Apakah lantai licin? 1
Adakah undakan di rumah?  1  
Apakah ada tangga di rumah?   1 
Apakah anda menggunakan karpet atau tikar di rumah?  1  
Apakah barang-barang berserakan di lantai?   1 
Total    
Hasil observasi:
Risiko rendah : bila < nilai mean (6,33)
1= Risiko Tinggi : bila ≥ nilai mean (6,33)
(Sumber: MinesottaHomeassesment, Dimodifikasi oleh Stefanus MendesKiik, Junaiti
Sahar dan Heni Permatasari, 2015)
Analisa Data
No DS/DO Masalah
1 DS :Klien mengatakan menyukai makanan ketidakstabilan kadar glukosa
manis juga.dan memiliki riwayat penyakit darah
DM sebelumnya, dan sering keram pada
ujung jari kaki.

DO :
 GDS 211 mg/dL.
2 DS : Klien mengeluh mengatakan nyeri Hambatan berjalan
pada pinggul, kaki sakit saat berjalan
DO :
 skala nyeri 3
 menggunakan tongkat kecil jika saat
berjalan ataupun melakukan aktivitas dan
gerakkan sangat lambat
 Berdasarkan pengkuran Katz Index of
Independence in Activities of Daily
Living didapatkan hasil 4
3. DS: klien pandangan jadi kabur dan Resiko Jatuh
pendengarannya yang kurang baik.
Data obyektif :
 menggunakan kacamata, menggunakan
alat bantu dengar.
 Berdasarkan pengkuran TUG didapatkan
hasil 12 detik(beresik tinggi jatuh)

FORMAT RENCANA KEPERAWATAN


ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK
Kode
Dx. Keperawatan Kode NOC Kode NIC
Dx
00179 Ketidakstabil 2300 Setelah dilakukan 6510 Manajemen
an kadar tindakan 1 kali 8 jam Hiperglikemia

glukosa darah klien dapat 6. Monitor kadar


glukosa darah,
mengalami
7. Monitor tanda dan
perkembangan
gejala hiperglikemi,
ketidakstabilan kadar
8. Dorong asupan
glukosa darah normal
cairan oral,
dengan kriteria hasil : 9. Riview kadar
1. Glukosa darah gluokosa
dari skala 2 pasien/keluarga,
(deviasi yang 10. Instruksikan pada
cukup besar dari pasien mengenai

kisaran normal) penggunaan obat

ditingkatkan oral,
Manajemen Berat
menjadi skala 4
Badan
(deviasi ringan
4. Diskusikan dengan
sedang dari
pasien mengenai
kisaran normal),
hubungan antara
2. keparah makanan dan
hiperglikemia penurunan BB,
(2111): 5. Kaji motivasi pasien
3. peningkatan untuk perubahan
glukosa darah pola makan,

dari skala 2
(berat) di
tingkatkan
menjadi skala 4
(ringan),
4. managemen diri
(1619):
memantau glukosa
darah dari skala 2
(jarang menunjukan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukan).
00088 Hambatan 2101 Setelah dilakukan 1400 j. Fisiologi Dasar,
berjalan asuhan keperawatan, Kelas E :

diharapkan hambatan Peningkatan


Kenyamanan Fisik,
berjalan normal.
Kode 1400
Mobilitas :
Manajemen Nyeri.
mobilitas fisik
k. Gunakan strategi
individu dan gejala
komunikasi
sisa dari pergerakan terapeutik
dibatasi ditingkatkan l. Lakukan
dari 2 ke 4 (ringan) pengkajian nyeri
dengan yang Komperhensif
indicator : 210201 m. Observasi adanya

Nyeri yang petunjuk non

dilaporkan. verbal
n. Gali bersama
pasien faktor-faktor
yang menurunkan
dan memperberat
nyeri.
o. Berikan informasi
mengenai nyeri
p. Pilih dan
implementasi
tindakan
farmakologi
q. Ajarkan
penggunaan teknik
non farmakologi
( relaksasi, musik,
bermain, kompres,
nafas dalam),
r. Dukung istirahat
tidur untuk
mengurangi nyeri,
s. Evaluasi
ketidakefektifan
dari pengontrol
nyeri yang dipakai
selama pengkajian
00155 Resiko Jatuh 1828 Setelah dilakukan 6490 1. Identifikasi
tindakan 1 kali 8 jam penurunan kognitif
klien dapat dan fisik pada
mengalami lansia yang
perkembangan berptensi
pengetahuan : menyebabkan
pencegahan jatuh jatuh
meningkat 2. Pantau gaya
1. Penggunaan alat berjalan,
bantu yang tepat keseimbangan dan
2. Penggunaan alat tingkat kelemahan
bantu yang aman saat berpindah
3. Penggunaan alas 3. Tanyakan pada
kaki yang tepat lansia persepsi
4. Penggunaan tentang
penhayaan yang keseimbangan
tepat yang resik jatuh
4. Ajarkan kepada
lansisa
bagaimanarepn
saat jatuh umtuk
meminimalkan
5. Ajarkan teknik
yang tepat saat
saat berpindah
6. Arahkan lansia
untuk berdaptasi
dengan gaya
berjalan yang telah
dimdifikasi
7. Orientasikan
lansia untuk
melakukan latihan
dan aktifitas rutin
seperti berjalan
untuk mencegah
resik jatuh

BAB IV
PEMBAHASAN
DM merupakan kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan
tingginya kadar glukosa di dalam darah. Komplikasi yang paling sering dialami
penyandang DM adalah komplikasi pada kaki yang mengakibatkan penurunan
sensitivitas kaki pada lansia sehingga dapat mengakibatkan tingginya resiko jatuh
pada lansia DM. Komplikasi tersebut dicegah dengan melakukan senam kaki diabetes
secara teratur untuk memperlancar perdaran darah dan memperbaiki system
muskuloskeletal. Menurut jurnal penelitian Sheylla Septina Margaretta efektivitas
senam kaki diabetes terhadap sensitifitas kaki dan resiko jatuh pada lansia DM
Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Institut Ilmu Kesehatan
Bhakti Wiyata Kediri, 2016.
Senam kaki digunakan untuk latihan pasien DM agar memperlancar peredaran
darah di ektremitas bawah, menguatkan otot kaki, mencegah kelainan bentuk pada
kaki dan mengatasi keterbatasan gerak sendi.Alat yang disiapkan untuk senam kaki
adalah kursi dan kertas koran, sebelum melakukan tindakan monitor keadaan pasien
secara umum, pilih ligkungan yang nyaman serta jaga privacy pasien. Latihan fisik
dilakukan 2 kali perminggu selama 30 menit selama 4 minggu. Indikasi latihan fisik
dapat dilakukan untuk penyandang DM tipe 1 maupun tipe 2. Senam ini dilakukan
sejak pasien didiagnosa DM sebagai tindakan pencegahan dini terjadi neuropati
dibetik. Kontraindikasi pada senam ini adalah tidak diperbolehkan pada pasien DM
yang mengalami dipsnea atau nyeri dada serta pada pasien yang mempunyai
gangguan metabolisme.
Latihan fisik tidak diperbolehkan untuk pasien dengan gangguan persendian
seperti inflamasi dan gangguan musculoskeletal seperti trauma dan injuri Senam kaki
merupakan latihan fisik yang dilakukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani dan
kondisi fisik lansia sehingga dapat meningkatkan kekuatan otot, daya tahan,
kecepatan, keterampilan, latihan fisik ini terdiri dari 3 tahapan yaitu pemanasan,
latihan inti dan pendinginan pemanasan bertujuan untuk memberi dorongan agar
bersemangat, memanaskan jaringan tubuh agar tidak kaku dan mencegah
cedera.Sedangkan pendinginan bertujuan untuk mencegah kekakuan otot dan nyeri
otot, mengganti defisit oksigen dan mengurangi pusing setelah latihan.
Frekuensi diberikan 2 kali perminggu selama 30 menit atau lebih secara
teratur dan tidak berlebihan. Intensitas yang dianjurkan sebesar 40-70%, aktifitas
ringan sampai sedang. Sedangkan peneliti juga memberikan pelatihan senam ini
selama seminggu 2 kali secara rutin selama 4 minggu. Menurut kesimpulan
berdasarkan penelitian yang sudah peneliti lakukan pemberian pelatihan senam kaki
diabetes melitus sangat efektif sehingga membantu meningkatkan sensitivitas kaki
dan menurunkan resiko jatuh pada lansia DM, dengan prosentase efektifitas senam
kaki 17,68% menurunkan resiko jatuh pada lansia dan 23,05% meningkatkan
sensitivitas kaki lansia DM.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dwi tentang pengaruh senam kaki
diabetes terhadap nilai Ankle brachial index (abi) dan nilai ipswich touch Test
(iptt) pada pasien dm tipe 2.
Kejadian DM sering terjadi pada usia 60-70 tahun, menurut WHO usia
tersebut masuk dalam kelompok lansia elderly, tingginya kejadian DM pada
lansia dapat dikaitkan dengan proses menua pada organ. Apalagi pada lansia juga
terjadi proses degenerasi sel yang mengakibatkan sensitifitas sel terhadap insulin
menurun, sehinggga menyebabkan insulin tidak dapat digunakan secara mkasimal
sehingga kadar gula dalam darah meningkat, disamping itu mungkin juga
disebabkan aktivitas fisik yang kurang pada lansia.
Untuk mendeteksi adanya patologis pada ekstremitas bawah biasanya dilakukan
pengukuran ankle brachial index (ABI) yaitu mengukur rasio dari tekanan sistolik di
lengan dengan tekanan sistolik kaki bagian bawah. ABI dihitung dengan membagi
tekanan sistolik di pergelangan kaki dengan tekanan darah sistolik di lengan.
Pemeriksaan ABI sangat berguna untuk mengetahui adanya penyakit arteri perifer
(akibat dari hiperglikemi menahun). Keadaan yang tidak normal dapat diperoleh bila
nilai ABI 0,41 – 0,90 yang diindikasikan ada resiko tinggi luka di kaki, dan pasien perlu
pera watan tindak lanjut. ABI < 0.4 diindikasikan kaki sudah mengalami kaki
nekrotik, gangren, ulkus, borok yang perlu penanganan multi disiplin ilmu. Selain
pemeriksaan ABI, metode sederhana dan tanpa alat untuk pemeriksaan neurosensori
kaki diabetik adalah Ipswich Touch Test (IpTT).
The Ipswich Touch Test ( IpTT ) adalah tes untuk neuropati pada kaki
diabetik yang sederhana, aman dan mudah diajarkan. Tes ini sangat cepat dan singkat (1-
2 detik) dengan cara menyentuh ujung pertama, ketiga dan kelima jari-jari kedua kaki
dengan jari telunjuk untuk mendeteksi masalah dalam sensasi pada kaki diabetik.
Perawat sebagai tenaga kesehatan mempunyai peranan penting dalam menurunkan
angka morbiditas akibat neuropati diabetik. Pencegahan yang dapat dilakukan pada
penderita diabetic supaya tidak terjadi kelainan pada anggota gerak diperlukan adanya
penatalaksanaan yang tepat, salah satunya yaitu senam kaki.
Senam kaki merupakan latihan yang dilakukan bagi penderita DM atau bukan
penderita untuk mencegah terjadinya luka dan membantu melancarkan peredaran
darah bagian kaki (Soebagio, 2011). Senam kaki (diabetic foot care) dapat
memperbaiki sirkulasi darah dan memperkuat otot–otot kecil, seperti
meningkatkan kekuatan otot betis dan otot paha (Sugondo, dkk., 2009). Salah
satu gerakan dalam senam kaki ialah dorsofleksi dan plantar fleksi. (otot–otot
tungkai) yaitu ketika terjadi pergerakan tungkai, akan mengakibatkan menegangnya
otot-otot tungkai dan menekan vena di sekitar otot tersebut. Hal ini akan
mendorong darah kearah jantung dan tekanan vena akan menurun, mekanisme
ini dikenal dengan pompa vena. Mekanisme ini akan membantu memperlancarkan
peredaran darah bagian kaki dan memperbaiki sirkulasi darah. Peredaran darah
yang lancar menghambat proses penebalan dari membran kapiler, peningkatan
ukuran dan jumlah sel endotel kapiler, sehingga diameter lumen pembuluh darah
tetap adekuat khususnya pembuluh darah kapiler. Oleh karena itu, terjadi
perbaikan nilai tekanan darah sistolik baik brachial maupun ankle.
senam kaki yang dilakukan pada pada pasien dengan diabetes mellitus dapat
menurunkan kadar gula darah sewaktu sejak pertama kali treatment hal ini
dikarenakan efek dari senam kaki tersebut dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap
insulin sehingga gula darah akan masuk ke sel untuk dilakukan proses metabolisme.
Hal senada juga dikemukaan oleh Stein, (2001) yang mengatakan bahwa program
olahraga berintensitas sedang memberikan berbagai efek yang bermanfaat, termasuk
peningkatan sensitifitas insulin dan perbaikan pengendalian glikemia. Tujuan
dilakukannya senam kaki diabetes adalah: memperbaiki sirkulasi darah, memperkuat
otot-otot kecil, mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki, meningkatkan kekuatan
otot betis dan paha, dan mengatasi keterbatasan gerak.
Treatment senam kaki ini dilakukan tiap 3 hari sekali sesuai dengan anjuran
ADA (2014), bahwa olahraga dengan cara resisten training dilakukan 2 kali
perminggu. Pelaksanaan senam kaki secara kontinyu sangat dianjurkan pada
penderita DM diluar aktivitas rutin sehari-hari. waktu sekali senam kaki antara 15 - 20
menit. Senam kaki ini dapat dilakukan dengan posisi duduk sehingga sangat mudah
diaplikasikan pada lansia. Langkah-langkah pelaksanaan senam kaki diabetes :
1. Pasien duduk tegak diatas bangku/ kursi dengan kaki menyentuh lantai;
2. Dengan tumit yang diletakkan di lantai, jari-jari kedua belah kaki diluruskan ke atas
lalu dibengkokkan kembali ke bawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali;
3. Dengan meletakkan tumit salah satu kaki di lantai, angkat telapak kaki ke atas.
Kemudian jari-jari kaki diletakkan di lantai dan tumit kaki diangkat ke atas. Gerakan
ini dilakukan secara bersamaan pada kaki kanan dan kiri bergantian dan diulangi
sebanyak 10 kali.
4. Tumit kaki diletakkan di lantai, bagian ujung jari kaki diangkat ke atas dan buat
gerakan memutar pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.
5. Jari-jari kaki diletakkan di lantai, kemudian tumit diangkat dan buat gerakan
memutar dengan pergerakan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.
6. Kemudian angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Lalu gerakan jari-jari kaki
kedepan kemudian turunkan kembali secara bergantian kekiri dan ke kanan. Ulangi
gerakan ini sebanyak 10 kali.
7. Selanjutnya luruskan salah satu kaki di atas lantai kemudian angkat kaki
tersebut dan gerakkan ujung jari-jari kaki ke arah wajah lalu turunkan kembali ke
lantai.
8. Angkat kedua kaki dan luruskan, pertahankan posisi tersebut. Kemudian
gerakan pergelangan kaki kedepan dan kebelakang.
9. Selanjutnya luruskan salah satu kaki dan angkat, lalu putar kaki pada pergelangan
kaki, lakukan gerakan seperti menulis di udara dengan kaki dari angka 0 hingga 10
lakukan secara bergantian.
10. Letakkan selembar koran dilantai. Kemudian bentuk kertas koran tersebut
menjadi seperti bola dengan kedua belah kaki. Lalu buka kembali bola tersebut
menjadi lembaran seperti semula menggunakan kedua belah kaki. Gerakan ini
dilakukan hanya sekali saja.
11. Kemudian robek koran menjadi 2 bagian, lalu pisahkan kedua bagian koran tersebut.
12. Sebagian koran disobek-sobek menjadi kecil-kecil dengan kedua kaki.
13. Kemudian pindahkan, kumpulan sobekan-sobekan tersebut dengan kedua kaki
lalu letakkan sobekkan kertas pada bagian kertas yang utuh tadi.
14. Lalu bungkus semua sobekan-sobekan tadi dengan kedua kaki kanan dan kiri
menjadi bentuk bola.
15. Kaki merobek kertas koran kecil-kecil dengan menggunakan jari-jari kaki lalu
bungkus menjadi bentuk bola.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai
dengan kadar glukosa darah (gula darah) melebihi normal yaitu kadar gula darah
sewaktu sama atau lebih dari 200 mg/dl, dan kadar gula darah puasa di atas atau
sama dengan 126 mg/dl (Misnadiarly, 2017). Diabetes melitus merupakan salah
satu penyakit kronis yang dapat meningkatkan dengan cepat prevalensi
komplikasi kronis

5.2 Saran
Kepada pasien dan keluarga
Diharapkan pasien dapat melakukan Diit makannan yang mengandung
karbohidrat tinggi, lemak, berminyak, margarin, sebelum makan keluarga juga
harus membantu memberikan sansulin kepada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. (2017). “Standards of Medical Care in Diabetes


2017”. Vol. 40. USA : ADA
Bare, Suzanne 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth
(Ed.8, Vol. 1,2), Alih bahasa oleh Agung Waluyo…(dkk), EGC, Jakarta
Craven & Hirnle. 2000. Fundamentals of Nursing. Philadelphia: Lippincot
Depkes RI. (2005). Pedoman Pembinaan Kesehatan Lansia Bagi Petugas Kesehatan I.
Jakarta
Kemenkes Ri. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Kemenkes R
Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10
editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.
Dwi ,dkk pengaruh senam kaki diabetes terhadap nilai Ankle brachial index
(abi) dan nilai ipswich touch Test (iptt) pada pasien dm tipe 2., 2017
Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas). (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2013.Diakses: 14 April 2020.
Suprianto., 2016. Konsep Senam Kaki: Seri Asuhan Keperawatan. 1 ed. Jakarta:
EGC.
Yogiantoro, M. 2006. Diabetes dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam Edisi IV.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai