FUNGSI DPRD
DPRD memiliki tiga fungsi, yaitu :
o Legislasi, berkaitan dengan pembentukan peraturan daerah
o Anggaran, Kewenangan dalam hal anggaran daerah(APBD)
o Pengawasan, Kewenangan mengontrol pelaksanaan perda dan peraturan
lainnya serta kebijakan pemerintah daerah.
Produk hukum daerah adalah produk-produk hukum yang dihasilkan oleh daerah
provinsi dan daerah kabupaten/kota. Ditinjau dari sifatnya, produk hukum daerah
dapat dibagi menjadi dua. Pertama, produk hukum daerah yang bersifat pengaturan.
Kedua, produk hukum daerah yang bersifat penetapan.
Produk hukum daerah yang bersifat pengaturan ada tiga macam: peraturan daerah,
peraturan kepala daerah, dan peraturan bersama kepala daerah. Dalam praktiknya,
peraturan daerah atau disingkat Perda dapat memiliki nama lain yang setara
derajatnya, seperti Qanun di Aceh dan Perdasi di Papua. Sedangkan peraturan kepala
daerah dapat berwujud peraturan gubernur, peraturan bupati, atau peraturan walikota.
Adapun produk hukum daerah yang bersifat penetapan adalah keputusan kepala
daerah dan penetapan kepala daerah.
Dalam Pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006, disebutkan
bahwa “penyusunan produk hukum daerah yang bersifat pengaturan dilakukan
berdasarkan Prolegda”, atau Program Legislasi Daerah.
Jika daerah memiliki kewenangan membuat produk hukum, bolehkah produk hukum
daerah memuat ketentuan pidana? Pasal 15 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyebutkan bahwa materi
yang mencakup ketentuan pidana hanya dapat dimuat di Undang-Undang, Peraturan
Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Artinya, produk hukum
daerah yang berupa Perda atau yang setara dengannya dapat memuat ketentuan
pidana. Namun demikian, ketentuan pidana tersebut dibatasi dalam bentuk ancaman
pidana kurungan paling lama 6 bulan atau pidana denda paking banyak Rp 50 juta.
3. Perencanaan Pembangunan daerah
- BUMD
Beberapa hal yang mendorong perlu adanya dasar hukum pengelolaan BUMD antara
lain, BUMD dianggap masih belum memiliki etos kerja, terlalu birokratis, inefisien,
kurang memiliki orientasi pasar, tidak memiliki reputasi yang baik, profesionalisme
yang rendah, dan masih banyak Pemerintah Daerah yang melakukan intervensi yang
berlebihan terhadap BUMD, serta ketidakjelasan antara menghasilkan profit dan di
sisi lain dituntut untuk memiliki fungsi sosial terhadap masyarakat dapat
menyebabkan BUMD tidak fokus terhadap misi utamanya. Dalam rangka mendorong
pembangunan daerah, peran BUMD dirasakan semakin penting sebagai perintis dalam
sektor usaha yang belum diminati usaha swasta, sebagai pelaksana pelayanan publik,
penyeimbang kekuatan pasar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil dan
menengah. BUMD tertentu juga dapat berfungsi sebagai salah satu penyumbang bagi
penerimaan Daerah, baik dalam bentuk pajak, dividen, maupun hasil Privatisasi.
BUMD merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki
oleh Daerah. BUMD didirikan dengan tujuan untuk memberikan manfaat bagi
perkembangan perekonomian Daerah pada umumnya, menyelenggarakan
kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu bagi
pemenuhan hajat hidup masyarakat sesuai kondisi, karakteristik, dan potensi Daerah
yang bersangkutan berdasarkan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik. Peraturan
Pemerintah ini mengatur antara lain kewenangan kepala Daerah pada BUMD,
pendirian, modal, organ dan kepegawaian, satuan pengawas intern, komite audit dan
komite lainnya, perencanaan, operasional dan pelaporan, Tata Kelola Perusahaan
Yang Baik, pengadaan barang dan jasa, kerjasama, pinjaman, penggunaan laba, anak
perusahaan, penugasan pemerintah kepada BUMD, evaluasi, Restrukturisasi,
perubahan bentuk hukum, dan Privatisasi, penggabungan, peleburan, pengambilalihan
dan pembubaran BUMD, kepailitan, pembinaan dan pengawasan, serta ketentuan
lain-lain seperti pengaturan mengenai asosiasi BUMD.
- APBD
Pengertian APBD
Diambil dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
Kebudayaan, APBD merupakan salah satu instrumen kebijakan yang digunakan
sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat di
daerah. Menurut Permendagri Nomor 21 Tahun 2011,
APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan
disetujui oleh pemerintah daerah dan DPRD, serta ditetapkan dengan peraturan
daerah. APBD merupakan instrument kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah.
Anggaran daerah juga digunakan sebagai alat untuk menentukan besar pendapatan
dan pengeluaran. Baca juga: Defisit Anggaran: Faktor, Dampak, dan Cara
Mengatasinya Selain itu membantu pengambilan keputusan dan perencanaan
pembangunan, serta otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan datang.
Unsur APBD
Terdapat beberapa unsur APBD, yaitu: Rencana kegiatan suatu daerah, beserta
uraiannya secara rinci. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal
untuk menutupi biaya terkait aktivitas tersebut. Adanya biaya yang merupkaan batas
maksimal pengeluaran yang akan dilaksanakan. Jenis kegiatan dan proyek yang
dituangkan dalam bentuk angka Periode anggaran yang biasanya satu tahun
Jenis APBD
Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 157, sumber pendapatan
maupun juga penerimaan daerah terdiri dari: Pendapatan Asli Daerah (PAD) PAD
yang dimaksud terbagi menjadi empat kelompok pendapatan, di antaranya: Pajak
Daerah terdiri dari pajak hotel, restoran, hiburan, reklame, penerangan jalan,
pengambilan bahan galian golongan C, dan parkir. Retribusi daerah Hasil pengelolaan
kekayaan yang dimiliki daerah. Dipisahkan menjadi tiga bagian, yaitu bagian laba
atas penyertaan modal pada BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada
perusahaan BUMN, dan bagian laba penyertaan modal pada perusahaan swasta. PAD
lainnya yang sah berasal dari lain-lain milik Pemda. Misalnya hasil penjualan aset
daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan
ganti rugi daerah, dan lainnya. Baca juga: Sekda DKI: APBD 2019 Akan Terserap
83,42 Persen Kemandirian APBD berkaitan erat dengan kemandirian PAD. Hal ini
karena semakin besar sumber pedapatan dari potensi daerah, maka daerah akan
semakin leluasa untuk mengakomodasikan kepentingan masyarakat. Di mana
kepentingan masyarakat tanpa muatan kepentingan pemerintah pusat yang tidak
sesuai dengan kebutuhan masyarakat di daerah. Dana bagi hasil Menurut PP No 55
Tahun 2005 Pasal 19 Ayat 1, dana bagi hasil (DBH) terdiri atas pajak dan sumber
daya alam. DBH pajak meliputi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bagian Perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak Penghasilan. Sedangkan DBH
sumber daya alam meliputi kehutanan, pertambangan umum, perikanan,
pertambangan minyak bumi, pertambangan gas, dan pertambangan panas bumi.
Besaran DBH sebagai berikut: Besaran dana bagi hasil penerimaan negara dari PBB
dengan imbangan 10 persen untuk daerah. Besaran dana bagi hasil penerimaan negara
dari BPHTB dengan imbangan 20 persen untuk pemerintah dan 80 persen untuk
daerah. Besaran dana bagi hasil pajak penghasilan dibagikan kepada daerah sebesar
20 persen. Dana bagi hasil dari sumber daya alam ditetapkan masing-masing seusai
peraturan perundang-undangan. Dana alokasi umum Dana alokasi umum (DAU)
merupakan dana yang berasal dari APBN, dialokasikan dengan tujuan pemerataan
kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya
dalam rangka pelaksanaa desentralisasi. Cara menghitung DAU sesuai ketentuannya
sebagai berikut: DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 25 persen dari penerimaan
dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN. DAU untuk daerah provinsi dan
kabupaten/kota ditetapkan masing-masing 10 persen dan 90 persen dari dana alokasi
umum. DAU untuk suatu daerah kabupaten atau kota tertentu ditetapkan berdasarkan
perkalian jumlah dana alokasi umum untuk daerah kabupaten atau kota yang
ditetapkan APBN dengan porsi daerah kabupaten atau kota. Porsi daerah kabupaten
atau kota sebagaiman dimaksud diatas merupakan proporsi bobot daerah kabupaten
atau kota di seluruh Indonesia. DAU suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah
fiskal suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah dan potensi
daerah. Baca juga: Ketika Sri Mulyani Geregetan dengan Pengelolaan Anggaran
Pemda... Dana alokasi khusus Menurut UU No 33 Tahun 2004, dana alokasi khusus
(DAK) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
daerah tertentu. Tujuan DAK untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Kegiatan khusus
tersebut adalah: Kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan alokasi umum.
Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.
Fungsi APBD
Pada Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, APBD memiliki beberapa fungsi, di
antaranya: Fungsi otorisasi APBD bisa melaksanakan pendapatan dan belanja daerah
di tahun bersangkutan. Fungsi perencanaan APBD menjadi sebuah pedoman bagi
manajemen di dalam hal merencanakan sebuah aktivitas atau kegiatan pada tahun
yang bersangkutan. Fungsi pengawasan APBD menjadi sebuah pedoman untuk bisa
menilai apakah aktivitas penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan. Fungsi alokasi APBD diarahkan untuk bisa menciptakan lapangan
kerja maupun mengurangi pengangguran. Serta meningkatkan efesiensi serta
efektivitas perekonomian. Baca juga: Kementerian Koperasi dan UKM akan
Berbenah Sebelum Dapat Anggaran Besar Fungsi distribusi APBD harus
memperhatikan pada rasa keadilan serta kepatutan. Fungsi stabilitasi APBD menjadi
alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian
pada suatu daerah.
Tujuan APBD
APBD disusun sebagai pedoman pemerintah daerah dalam mengatur penerimaan serta
belanja. Berikut beberapa tujuan APBD, di antaranya: Membantu pemerintah daerah
mencapai tujuan fiskal. Meningkatkan pengaturan atau juga kordinasi tiap bagian
yang berada di lingkungan pemerintah daerah. Menciptakan efisiesnsi terhadap
penyediaan barang dan jasa. Menciptakan prioritas belanja pemerintah daerah.