Anda di halaman 1dari 41

Laporan Kasus

Edema Cerebri

Disusun oleh :

Emy Novita Sari

NIM : 01.208.5645

Pembimbing :

dr. Aditya w, SP.BS

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung

RST dr.Soedjono Magelang

2013

0
Halaman pengesahan

Nama : Emy Novita Sari

Fakultas : Kedokteran

Perguruan tinggi : Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Bedah

Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang

RST dr. Soedjono Magelang

Mengesahkan,

Pembimbing

dr. Aditya, SP.BS

Mayor CKM

1
Identitas Penderita

a. Nama : Tn. N

b. Jenis kelamin : Laki-laki

c. Tanggal Lahir : 17 April 1956

d. Umur : 58 tahun

e. Alamat : Bleder RT 03 RW 05 Ngasinan,Grabag, Magelang

f. Agama : Islam

g. Suku bangsa : Jawa

h. Pekerjaan :-

i. Status perkawinan : Menikah

j. Pernah di rawat di RST: Tidak pernah

k. Bangsal : Cempaka

l. No. CM : 083510

2
II. Anamnesa

a. Keluhan utama: Pusing Post terjatuh dari sepeda motor.

b. RPS : Pasien datang dengan post kecelakaan lalu lintas. Pasien jatuh

sendiri ketika mengendarai sepeda motor dalam perjalanan pulang dari

menjenguk tetangga yang sedang sakit di RST dr. Soedjono Magelang sekitar

pukul 03:30 pagi. Saat jatuh pasien sempat tidak sadarkan diri ± 20 menit, dan

lupa bagaimana kejadian tersebut bisa terjadi. Pasien mengeluh pusing dan

menurut keluarga pasien setelah kejadian pasien menjadi terlihat bingung.

c. RPD :

i. Riwayat trauma :

1. Tidak ada riwayat trauma sebelumnya

ii. Riwayat Penyakit Lain :

1. Riwayat Hipertensi : Disangkal

2. Riwayat Stroke : Disangkal

3. Riwayat DM : Disangkal

d. RPK : Tidak ada yang mengalami keluhan yang seperti ini

e. SOSEK : Pasien masuk RST dengan status pasien jamkesmas.

3
III. Pemeriksaan Fisik (dilakukan pada tanggal : 11 Maret 2013)

a. Kesan Umum : Tampak Lemah, Sakit Sedang

b. Kesadaran : Komposmentis

c. VS : TD = 130/80 mmHg

Nadi = 88 kali/menit

Suhu = 36,7°C

RR = 18 kali/menit

d. Status General

a. Kepala : Terdapat hematom pada temporal kiri ± 3 cm

b. Mata : CA -/-, Pupil Isokor, mata cekung -/-

c. Hidung : DBN

d. Telinga : DBN

e. Mulut : DBN

f. Leher : DBN

g. Thorak :

 Inspeksi : Simetris

 Palpasi : Nyeri Tekan (-)

 Perkusi : Sonor (+)

 Auskultasi : Suara dasar vesikuler, Rhonki -/-, Whezzing -/-

h. Abdomen :
4
 Inspeksi : Distensi abdomen (-)

 Auskultasi : Peristaltik menurun

 Perkusi : Pekak (-), nyeri ketok (-)

 Palpasi : nyeri tekan (-) di seluruh region abdomen, defans

muscular (-)

i. Genitalia : DBN

j. Ekstremitas : Terdapat VL pada lutut kanan ± 3 cm dan

multiple VE pada telapak tangan kanan dan kiri

e. Pemeriksaan Neurologis

- Glasgow Coma Scale (GCS): E4M6V5

1. Kemampuan membuka kelopak mata (E)


 Secara spontan 4
 Atas perintah 3
 Rangsangan nyeri 2
 Tidak bereaksi 1

2. Kemampuan komunikasi (V)


 Orientasi baik 5
 Jawaban kacau 4
 Kata-kata tidak berarti 3
 Mengerang 2
 Tidak bersuara 1
3. Kemampuan motorik (M)

5
 Kemampuan menurut perintah 6
 Reaksi setempat 5
 Menghindar 4
 Fleksi abnormal 3
 Ekstensi 2
 Tidak bereaksi 1

4. Status Neurologis
Kesadaran : composmentis, GCS = E4M6V5
N. I (olfaktorius) : baik
N II (optikus) : tajam penglihatan : tidak dilakukan
Tes konfrontasi : normal
Melihat warna : (+)
Fundus okuli : tidak dilakukan

N. III (occulomotorius), N. IV (troklearis), N. VI (abduscen):

Pemeriksaan Kanan Kiri


Tutup mata (+) (+)
Gerakan bola mata Central Central
Strabismus - -
Nistagmus - -
Eksoftalmos - -
Pupil Besarnya : 3 mm Besarnya : 3 mm
Bentuknya : bulat Bentuknya : bulat
Reflex cahaya + +
Diplopia -

N. V (Trigeminus) :
Sensibilitas taktil wajah : normal, simetris
Membuka mulut : bisa
Mengunyah : bisa
Menggigit : bisa
Reflex kornea : +/+

6
N. VII (facialis) :

Pemeriksaan Kanan Kiri


Mengerutkan dahi (+) (+)
Menutup mata (+) (+)
Menahan rangsang (+) (+)
membuka mata
Menggembungkan pipi (+) (+)
Memperlihatkan gigi (+) (+)
Bersiul (+) (+)
Pengecapan lidah Normal

N VIII (vestibulococlearis) :
Tes berbisik : normal
Tes detik arloji : normal
Tes Rinne : tidak dilakukan
Tes weber : tidak dilakukan
Tes schwabach : tidak dilakukan
Tes Romberg : tidak dapat dilakukan
Tes berjalan lurus dengan mata tertutup : tidak dilakukan
Nistagmus : (-)

N IX (glossofaringeus) :
Pengecapan lidah 1/3 anterior : Normal
Sensibilitas faring : tidak dilakukan
Reflex faring : tidak dilakukan
Sengau : (-)
Tersedak : (+)
N X (vagus) :
Arkus faring : tidak dilakukan
Fonasi : suara serak/lemah (-)
Menelan : (+)

N XI (accesorius) : mengangkat bahu : +/+


Memalingkan kepala: bisa, simetris

N XII (Hipoglossus) : pergerakan lidah : normal

7
Tremor lidah : (-)
Artikulasi : baik
Menjulurkan lidah : tidak ada deviasi

5. Badan dan anggota gerak


Badan
 Motorik
i. Respirasi :spontan,
thorakoabdominal
ii. Duduk : dengan bantuan
iii. Bentuk kolumna vertebra : normal

 Sensibilitas
i. Taktil :+
ii. Nyeri :+
iii. Thermi : Tidak dilakukan
iv. Diskriminasi 2 titik : (+)

Anggota gerak

 Palpasi : krepitasi -/- hangat, eritem -/-, nyeri tekan (-)


 Motorik

Pemeriksaan Ekstremitas Superior Ekstremitas Inferior


Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan + + + +
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus N N N N
Trofi Eutrofi eutrofi Eutrofi eutrofi
Klonus - - - -

 Sensorik
Sensibilitas protopatik
Nyeri : simetris sama
Suhu : Tidak dilakukan
Raba : simetris sama
Sensibilitas proprioseptif : Tidak dilakukan

8
Diskriminasi dua titik : (+)
Grafestesia : (+)
Barognosis : (+)

 Reflek
Reflex fisiologis

Pemeriksaan Ekstremitas Ekstremitas


Superior Inferior
Tendon biceps + +
Tendon triseps + +
Tendon patella + +
Tendon Achilles + +

Reflex patologis
Ekstremitas superior
Reflex Hoffman : (-)
Refleks Tromner : (-)
Ekstremitas inferior
Reflex Babinski : (-)
Reflex Chaddock : (-)
Reflex Oppenheim : (-)
Reflex Gordon : (-)
Reflex Gonda : (-)
Reflex Schaeffer : (-)
Reflex Bing : (-)
Reflex Rossolimo : (-)
Reflex Mendel-Bechtrew : (-)

6. Koordinasi, Langkah dan Keseimbangan:


 Cara berjalan : Tidak dilakukan
 Romberg : Tidak dilakukan
 Disdiadokokinesis : Tidak dilakukan
 Ataksia : (-)
 Fenomena rebound : Tidak dilakukan
 Dismetria : Tidk dilakukan

7. Gerakan abnormal : tremor (-) atetosis (-) mioklonus (-) khorea (-)

9
8. Alat vegetatif :
 Miksi : dbn
 Defekasi : dbn
9. Tes tambahan :
 Tes nafziger : (-)
 Tes valsava : (-)
 Tes laseggue : (-)
 Tes kernig : (-)
 Tes Patrick : (-)
 Tes kontra Patrik : (-)
 Tes kaku kuduk : (-)
 Tes kernig : (-)
 Tes brudzinski : (-)
 Phalen sign : (-)
 Prayer sign : (-)
 Tinnel sign : (-)
 Finkeltsein sign : -/-
IV. Pemeriksaan Penunjang

a. Lab Darah Lengkap :

C Pemeriksaan Hasil Harga Normal

1 WBC 12,2 3,5 – 10,0

2 RBC 4,49 3,8 – 5,80

3 HGB 12,0 11,0 – 16,5

4 HCT 39,1 35,0 – 50

5 PLT 234 150 – 390

6 PCT -181 0,100 – 0,500

7 MCV 87 80 – 97

8 MCH 26,7 26,5 – 33,5

9 MCHC 30,7 31,5 – 35,0

10
10 RDW 14,3 10,0 – 18,0

11 MPV 7,7 6,5 - 11,00

12 PDW 14,1 10,00-18,00

13 Lym 1,3 1,2-3,2

15 Gra 10,6 1,2-6,8

16 Lym% 10,9 17,0-48,0

Glucose : 92mg/dl

Ureum : 19mg/dl

Creatinin: 1,1 mg/dl

SGOT : 28 U/L

SGPT : 16 U/L

11
b. Pemeriksaan Radiologis Ro Thorax posisi AP

Kesan :

- Tak tampak tanda pneumothorax maupun hematothorax

- Besar Cor Normal

- Sistema Tulang Baik

12
c. Pemeriksaan Head CT-Scan Non Contrast 10 mm Axial Slice :

- Extra Cranial hematom di region temporalis dextra

- Fractur linier os frontal dextra dan os. Sphenoidale dextra

- Susp. Perdarahan di sinus maxillaris dextra dan sinus ethmoidalis dextra

- SDH curiga subakut di lobus temporalis dextra

- SAH

- Subdural higroma di lobus bifrontalis

13
V. Diagnosa : Edema Cerebri

VI. Penatalaksanaan :

HASIL FOLLOW UP

Tanggal S O A P
06 Maret 2013 Keluhan nyeri Status General : CKS dengan Di IGD

pada lutut kanan  Keadaan Umum : tampak VL dan  Asering 16 tpm

(VL) (+) sakit sedang, tampak multiple VE  Neuralgin 1 ap

Pasien setelah bingung.  Omeprazole 1 ap


sadar dari  GCS : Tidak ada data
 Citicolin 1 ap
pingsanterlihat  VL pada lutut kanan ±
Di ruangan :
bingung 3cm
 O2 2 lt/m
 Multiple VE pada telapak
 Pycin 750 mg/12
tangan dan kiri
jam
VS
 Kalnex 3 x1
TD 130/80
 Ketorolac 30 mg
Suhu : 36,8
 Aquapro
Nadi : 88x/menit
 CT Scan Kepala

7 Maret 2013 Pusing + GCS : E3M5V3 CKS dengan Alih rawat bedah

Pasien masih Keadaan Umum : tampak VL dan syaraf

terlihat bingung bingung,pupil anisokor multiple VE Terapi lanjut

14
VS

Td : 130/90

Nadi :82x/menit

Suhu :36,5
8 Maret 2013 Pusing (+), Status General : Edema Cerebri  Balance Cairan

bingung (+) Mual Ku = tampak bingung  Pycin 2 x 750 mg

(-) Muntah (-) Kesadaran = Somnolen  Ketorolac 3 x30


GCS = E3M6V4 mg
VS = td : 170/100  Piracetam 3x3
Suhu :36,5
 Manitol 4 x 25 mg
Nadi 80x/menit

Mata = mata cekung (-/-), pupil

bulat isokor, RC (+/+)

Pulmo = SD Ves/ves

Jantung = BJ I dan II dbn

Abdomen = BU (+), NT (-)

Ekstremitas = VE multiple pada

tangan ka-ki, VL pada lutut

kanan ± 3cm

Hasil CT Scan :

- Kesan Extra

Cranial hematom di

15
region temporalis

dextra

- Fractur linier os

frontal dextra dan

os. Sphenoidale

dextra

- Susp. Perdarahan di

sinus maxillaris

dextra dan sinus

ethmoidalis dextra

- SDH curiga subakut

di lobus temporalis

dextra

- SAH

- Subdural higroma

di lobus bifrontalis

09 Maret 2013 Pusing (+), Kesadaran = Somnolen Edema Cerebri  Terapi lanjut

bingung (+) Mual GCS = E3M6V4

(-) Muntah (-) VS =Td : 150/90

Suhu :36

Nadi :82x/menit

16
Mata = mata cekung (-/-), pupil

bulat isokor, RC (+/+)

Pulmo = SD Ves/ves

Jantung = BJ I dan II dbn

Abdomen = BU (+), NT (-)

Ekstremitas = VE multiple pada

tangan ka-ki, VL pada lutut

kanan ± 3cm

11 Maret 2013 Pusing (+) Kesadaran = Composmentis Edema Cerebri  Terapi lanjut

GCS = E4M6V5

VS =TD = 130/80 mmHg

Nadi = 88 kali/menit

Suhu= 36,7°C

Mata = mata cekung (-/-), pupil

bulat isokor, RC (+/+)

Pulmo = SD Ves/ves

Jantung = BJ I dan II dbn

Abdomen = BU (+), NT (-)

Ekstremitas = VE multiple pada

tangan ka-ki, VL pada lutut

kanan ± 3cm

17
12 Maret 2013 Pusing (+) Kesadaran = Composmentis Edema Cerebri  Hari terakhir

GCS = E4M6V5 emberian manitol

VS =TD = 150/70 mmHg  Aff infuse

 Aff DC
Nadi = 82 kali/menit

Suhu= 36,3°C  Piracetam 3x

Mata = mata cekung (-/-), pupil 800mg

bulat isokor, RC (+/+)  Asam mefenamat

Pulmo = SD Ves/ves 3x500mg

Jantung = BJ I dan II dbn

Abdomen = BU (+), NT (-)

Ekstremitas = VE multiple pada

tangan ka-ki, VL pada lutut

kanan ± 3cm

13 Maret 2013 Terapi Lanjut

Pasien boleh

pulang

18
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama dikalangan
usia produktif khususnya di negara berkembang. Hal ini diakibatkan karena mobilitas
yang tinggi di kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga
keselamatan di jalan masih rendah disamping penanganan pertama yang belum benar
benar rujukan yang terlambat

Cedera pada otak bisa berasal dari trauma langsung atau tidak langsung pada
kepala. Trauma tidak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau kekuatan
yang merobek terkena pada kepala akibat menarik leher. Trauma langsung bila kepala

19
langsung terluka. Semua itu berakibat terjadinya akselerasi-deselerasi dan
pembentukan rongga.. trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan
isinya. Kekuatan itu bisa terjadi seketika atau menyusul rusaknya otak oleh kompresi,
goresan atau tekanan.

Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung
maupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu
gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen.

Penyebab Trauma Capitis

Adapun pembagian trauma kapitis adalah:

 Simple head injury


 Commotio cerebri
 Contusion cerebri

20
 Laceratio cerebri
 Basis cranii fracture
2. PENGERTIAN
Edema serebri atau edema otak adalah keadaan patologis terjadinya

akumulasi cairan di dalam jaringan otak sehingga meningkatkan volume otak.

Dapat terjadi peningkatan volume intraseluler (lebih banyak di daerah substansia

grisea) maupuri ekstraseluler (daerah substansia alba), yang menyebabkan

terjadinya peningkatan tekanan intrakranial.

Edema serebri ialah pembengkakan otak akibat bertambahnya volume air

dalam jaringannya

Volume air (ml/100 gr otak) pada otak normal dan edema serebri

Substansi grisea Substansi alba Total


Otak normal 80 70 77
Edema serebri 82 76 79

3. ETIOLOGI

Edema otak dapat muncul pada kondisi neurologis dan nonneurologis:

a. Kondisi neurologis : Stroke iskemik dan perdarahan intraserebral, trauma

kepala, tumor otak, dan infeksi otak.

b. Kondisi non neurologis : Ketoasidosis diabetikum, koma asidosis laktat,

hipertensi maligna, ensefalopati, hiponatremia, ketergantungan pada

opioid, gigitan reptil tertentu, atau high altitude cerebral edema (HACE).

4. KLASIFIKASI

21
Edema serebri dibagi atas dua bagian besar, yaitu :

a. Berdasarkan lokalisasi cairan dalam jaringan otak

1). Edema serebri ekstraseluler, bila kelebihan air terutama dalam substansia

alba

2). Edema serebri intraseluler, bila kelebihan air terutama dalam substansia

grisea

b. Berdasarkan patofisiologi

1). Edema serebri vasogenik

Paling sering dijumpai di klinik. Gangguan utama pada blood brain

barrier (sawar darah-otak). Permeabilitas sel endotel kapiler meningkat

sehingga air dan komponen yang terlarut keluar dari kapiler masuk ruangan

ekstraseluler, sehingga cairan ekstraseluler bertambah. Dugaan bahwa

serotonin memegang peranan penting pada perubahan permeabilitas sel-sel

endotel masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Jenis edema ini dijumpai

pada trauma kepala, iskemia otak,tumor tak, hipertensi maligna, perdarahan

otak dan ber-bagai penyakit yang merusak pembuluh darah otak

22
2). Edema serebri sitotoksik

Kelainan dasar terletak pada semua unsur seluler otak (neuron,

glia dan endotel kapiler). Pompa Na tidak berfungsi dengan baik, sehingga

ion Na tertimbun dalam sel,mengakibatkan kenaikan tekanan osmotik

intraseluler yangakan menarik cairan masuk ke dalam sel. Sel makin

lamamakin membengkak dan akhirnya pecah. Akibat pembengkakan

endotel kapiler, lumen menjadi sempit, iskemia otakmakin hebat karena

perfusi darah terganggu.

Pada binatang percobaan, pemakaian bakterisid yang luas pada

kulit seperti heksaklorofen dan bahan yang mengandung and, seperti trietil

tin, dapat menimbulkan edema sitotoksik.

23
Edema serebri sitotoksik sering ditemukan pada hipoksia/ anoksia

(cardiac arrest),iskemia otak, keracunan air dan intoksikasi zat-zat kimia

tertentu. Juga sering bersama-samadengan edema serebri vasogenik,

misalnya pada stroke obstruktif (trombosis, emboli serebri) dan meningitis

3). Edema serebri osmotic

Edema terjadi karena adanya perbedaan tekanan osmotic antara

plasma darah (intravaskuler) dan jaringan otak (ekstravaskuler).

4). Edema serebri hidrostatik/interstisial

24
Dijumpai pada hidrosefalus obstruktif. Karena sirkulasi terhambat,

cairan srebrospinal merembes melalui dinding ventrikel, meningkatkan

volume ruang ekstraseluler.

Pembagian edema serebri menurut Groningen

Edema Serebri Vasogenik Sitotoksik Osmotik Hidrostatik

Problem
Gangguan primer Blood brain – Gangguan Obstruksi Sirkulasi

sodium barrier pump-cell osmotik


Lokalisasi :

Bag. Putih otak + + + +

Bag. Kelabu otak + +


Permeabilitas Bertambah Normal Normal Normal

vaskuler
Ultrastruktur :

Ekstraseluler + + +

Infraseluler + +

25
Komposisi cairan Filtrat plasma Plasma Hanya kadar Air + Na

(protein) air bertambah


Terapi Dexametason ? Bahan Operasi

osmotik

5. PATOFISIOLOGI DENGAN PATHWAYS

a. Vasogenic edema

Pada vasogenic edema, terdapat peningkatan volume cairan ekstrasel yang

berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler. Vasogenic edema ini

disebabkan oleh faktor tekanan hidrostatik, terutama meningkatnya tekanan

darah dan aliran darah dan oleh factor osmotic. Ketika protein dan

makromolekur lain memasuki rongga ekstraseluler otak karena kerusakan sawar

darah otak, kadar air dan natrium pada rongga ekstraseluler juga meningkat.

Vasogenic edema ini lebih terakumulasi pada substansia alba cerebral

karena perbedaan compliance antara substansia abla dan grisea. Edema

vasogenic ini juga disebut edema basah karena pada beberapa kasus, potongan

permukaan otak nampak cairan edema.

Tipe edema ini terlihat sebagai respon terhadap trauma, tumor, inflamasi

fokal, stadium akhir dari iskemia cerebral.

b. Edema Sititoksik

26
Pada edema sitotoksik terdapat peningkatan volume cairan intrasel, yang

berhubungan dengan kegagalan dari mekanisme energy yang secara normal

tetap mencegah air memasuki sel, mencakup fungsi yang inadekuat dari pompa

natrium dan kalium pada membrane sel glia.

Neuron, glia dan sel endotelial pada substansia alba dan grisea menyerap

air dan membengkak.

Pembengkakan otak berhubungan dengan edema sititoksik yang berarti

terdapat volume yang besar dari sel otak yang mati. Yang akan berakibat sangat

buruk, edema sitotoksik ini sering di istilahkan dengan edema kering. Edema

sitotoksik terjadi bila otak mengalami kerusakan yang berhubungan dengan

hipoksia, iskemia, abnormalitas metabolic (uremia, ketoasidosis, metabolic),

intoksikasi (dimetrofenol, triethylitin, hexachlrophenol, isoniazid) dan pada

sindrom reye, Hipoksia Berat.

c. Edema Osmotic

Apabila tekanan osmotik plasma turun > 12%, akan terjadi edema

serebri dan kenaikan TIK. Hal ini dapat dibuktikan pada binatang percobaan

dengan infus air suling, yang menunjukkan kenaikan volume air. Pada edema

serebri osmotik tidak ada kelainan pada pembuluh darah dan membran sel.

d. Edema Interstitial

27
Edema interstisial adalah peningkatan volume cairan ekstrasel yang

terjadi pada substansia alba periventrikuler karena transudasi cairan

serebrospinal melalui dinding ventrikel ketika tekanan intraventrikuler

meningkat.

28
Pathway
Neorologis Non neorologis

Luka tembus, Cedera Cedera sekunder/


luka lecet primer/langsung tak langsung

Kerusakan jaringan Laserasi Kerusakan syaraf otak


kulit kepala

Aliran darah ke otak menurun Reflek batuk perubahan pola


menurun pernapasan
Risiko tinggi infeksi
Suplai nutrien ke otak menurun
(O2,glukosa)
Bersihan jalan nafas
Fraktur tulang tengkorak tidak efektif
Perubahan metabolisme aerob
menjadi anaerob

Asam laktat meningkat Hipoksia Produksi ATP Metabolisme Asidosis


berkurang

Oedema Jaringan otak


Vasodilatasi cerebral Energi berkurang Peningkatan
asam laktat
Gangguan
perfusi serebral
Aliran darah ke otak
Depresi sistem
bertambah Lemah,lesu
TIK meningkat pernapasan

Gangguan mobilitas
Penekanan pembuluh darah Nyeri kepala fisik/intoleran aktivitas
dan jaringan cerebral Pola nafas
tak efektif

Kurang Perawatan Diri


Gangguan Gangguan rasa
persepsi-sensori nyaman: nyeri

29
Mual, muntah, nafsu Risiko kurang nutrisi
makan turun dari kebutuhan

(Doengoes,2000)
(Brunner dan Suddarth,2001)

6. MANIFESTASI KLINIK

Pada kondisi terjadi peningkatan tekanan intrakranial dapat ditemukan

tanda dan gejala berupa:

a. Nyeri kepala hebat.

b. Muntah; dapat proyektil maupun tidak.

c. Penglihatan kabur.

d. Bradikardi dan hipertensi; terjadi akibat iskemi dan terganggunya pusat

vasomotor medular. Hal ini merupakan mekanisme untuk mempertahankan

aliran darah otak tetap konstan pada keadaan meningkatnya resistensi

serebrovaskular akibat kompresi pembuluh darah kapiler serebral oleh edema.

e. Penurunan frekuensi dan dalamnya pemapasan; respirasi menjadi lambat dan

dangkal secara progresif akibat peningkatan tekanan intracranial (TIK) yang

menyebabkan herniasi unkal. Saat terjadi kompresi batang otak, timbul

perubahan pola pernapasan menjadi pola Cheyne-Stokes, kemudian timbul

hiperventilasi, diikuti dengan respirasi yang ireguler, apnea, dan kematian.

f. Gambaran papiledema pada funduskopi; ditandai dengan batas papil yang

tidak tegas, serta cup and disc ratio lebih dari 0,2.

30
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Dapat dilakukan pemeriksaan CT scan atau MRI otak untuk melihat etiologi

dan luas edema serebri.

Pada iskemia fokal serebri, edema dapat terlihat karena pengurangan

radiodensitas pada jaringan pada daerah infark dan karena ada midline shift dan

desakan serta distorsi ventrikular.

8. PENATALAKSANAAN MEDIS

a. Posisi Kepala dan Leher. Posisi kepala harus netral dan kompresi vena

jugularis harus dihindari. Fiksasi endotracheal tube (ETT) dilakukan dengan

menggunakan perekat yang kuat dan jika posisi kepala perlu diubah harus

dilakukan dengan hati-hati dan dalam waktu sesingkat mungkin. Untuk

mengurangi edema otak dapat dilakukan elevasi kepala 30°.

b. Analgesik, Sedasi, dan Zat Paralitik. Nyeri, kecemasan, dan agitasi

meningkatkan kebutuhan metabolisme otak, aliran darah otak, dan tekanan

intrakranial. Oleh karena itu, analgesik dan sedasi yang tepat diperlukan untuk

pasien edema otak. Pasien yang menggunakan ventilator atau ETT harus

diberi sedasi supaya tidak memperberat TIK. Obat sedasi yang sering

digunakan untuk pasien neurologi diantaranya adalah opiat, benzodiazepin,

dan propofol.

31
c. Ventilasi dan Oksigenasi. Keadaan hipoksia dan hiperkapnia harus dihindari

karena merupakan vasodilator serebral poten yang menyebabkan penambahan

volume darah otak sehingga terjadi peningkatan TIK, terutama pada pasienm

dengan pernicabilitas kapilcr yang abnormal. Intubasi dan ventilasi mekanik

diindikasikan jika ventilasi atau oksigenasi pada pasien edema otak buruk.

d. Penatalaksanaan Cairan. Osmolalitas serum yang rendah dapat

menyebabkan edema sitotoksik sehingga harus dihindari. Keadaan ini dapat

dicegah dengan pembatasan ketat pemberian cairan hipotonik (balans —200

ml).

e. Penatalaksanaan Tekanan Darah. Tekanan darah yang ideal dipengaruhi

oleh penyebab edema otak. Pada pasien stroke dan trauma, tekanan darah

harus dipelihara dengan cara menghindari kenaikan tekanan darah tiba-tiba

dan hipertensi yang sangat tinggi untuk menjaga perfusi tetap adekuat.

Tekanan perfusi serebral harus tetap terjaga di atas 60-70 mmHg pascatrauma

otak.

f. Pencegahan Kejang, Demam, dan Hiperglikemi. Kejang, de-mam, dan

hiperglikemi merupakan faktor-faktor yang dapat memperberat sehingga

harus dicegah atau diterapi dengan baik bila sudah terjadi. Penggunaan

antikonvulsan profilaktik seringkali diterapkan dalam praktek klinis. Suhu

tubuh dan kadar glukosa darah kapiler harus tetap diukur.

Terapi Osmotik
32
Terapi osmotik menggunakan manitol dan salin hipertonik.

a. Manitol

b. Efek Ostnotik

c. Efek Hemodinamik

d. Efek Oxygen Free Radical Scavenging

Manitol

Dosis awal manitol 20% 1-1,5 g/kgBB IV bolus, diikuti dengan 0,25-0,5

g/kgBB IV bolus tiap 4-6 jam. Efek mak-simum terjadi setelah 20 menit

pemberian dan durasi kerjanya 4 jam.

Pernberian manitol ini harus disertai pemantauan kadar osmolalitas serum.

Osmolalitas darah yang terlalu tinggi akan meningkatkan risiko gagal ginjal

(terutama pada pasien yang sebelumnya sudah mengalami vollyrfg depletion).

Kadar osmolalitas serum tidak boleh lebih dan 320 mOsmol/L.

Salin Hipertonik

Cairan salin hipertonik (NaC1 3%) juga dapat digunakan sebagai alternatif

pengganti manitol dalam terapi edema otak. Mekanisme kerjanya kurang lebih

sama dengan manitol, yaitu dehidrasi osmotik.

Steroid

Glukokortikoid efektif untuk mengatasi edema vasogenik yang menyertai tumor,

peradangan, dan kelainan lain yang berhubungan dengan peningkatan

permeabilitas sawar darah-otak, termasuk akibat manipulasi pembedahan. Namun,

33
steroid tidak berguna untuk mengatasi edema sitotoksik dan berakibat buruk pada

pasien iskemi otak.

Deksametason paling disukai karena aktivitas mineralokorti-koidnya yang sangat

rendah. Dosis awal adalah 10 mg IV atau per oral, dilanjutkan dengan 4 mg setiap

6 jam. Dosis ini ekuivalen dengan 20 kali lipat produksi kortisol normal yang

fisiologis. Responsnya seringkali muncul dengan cepat namun pada beberapa jenis

tumor hasilnya kurang responsif. Dosis yang lebih tinggi, hingga 90 mg/hari, dapat

diberikan pada kasus yang refrakter. Setelah penggunaan selama berapa hari, dosis

steroid harus diturunkan secara bertahap (tape* off) untuk menghindari komplikasi

serius yang mungkin timbul, yaitu edema rekuren dan supresi kelenjar adrenal.

Deksametason kini direkomendasikan untuk anak > 2 bulan penderita

meningitis bakterialis. Dosis yang dianjurkan adalah 0,15 mg/kg IV setiap 6 jam

pada 4 hari pertama pengobatan disertai dengan terapi antibiotik. Dosis pertama

harus diberikan sebelum atau bersamaan dengan terapi antibiotik (lihat bab

meningitis bakterialis).

Hiperventilasi

Sasaran pCO2, yang diharapkan adalah 30-35 mmHg agar menimbulkan

vasokonstriksi serebral sehingga menurunkan volume darah serebral.

Barbiturat

Barbiturat dapat menurunkan tekanan intrakranial secara efektif pada pasien

cedera kepala berat dengan hemodinamik yang stabil. Terapi ini biasanya

34
digunakan pada kasus yang refrakter terhadap pengobatan lain maupun

penanganan TIK dengan pembedahan.

Furosemid

Terkadang dikombinasikan dengan manitol. Terapi kombinasi ini telah terbukti

berhasil pada beberapa penelitian. Furosemid dapat meningkatkan efek manitol,

namun harus diberikan dalam dosis tinggi, sehingga risiko terjadinya kontraksi

volume melampaui manfaat yang diharapkan. Peranan asetasolamid, penghambat

karbonik anhidrase yang mengurangi produksi CSS, terbatas pada pasien high-

altitude illness dan hipertensi intrakranial benigna.

Induksi hipotermi telah digunakan sebagai intervensi neuroproteksi pada pasien.

dengan lesi serebral akut.

9. KOMPLIKASI

Pada edema serebri, tekanan intrakranial meningkat, yang menyebabkan

meningkatnya morbiditas dan menurunnya cerebral blood flow (CBF).

Peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan tekanan tambahan pada sistem,

memaksa aliran yang banyak untuk kebutuhan jaringan. Edema serebri dapat

menyebabkan sakit kepala, penurunan kesadaran dan muntah, pupil edema.

Herniasi dapat menyebabkan kerusakan yang berhubungan dengan tekanan kepada

jaringan yang bersangkutan dan tanda-tanda dari disfungsi struktur yang tertekan.

a. Fungsi Otak

35
Pada edema serebri dapat terjadi gangguan fungsi otak, baik oleh edema

serebri sendiri sehingga neuron-neuron tidak berfungsi sepenuhnya maupun

oleh kenaikan TIK akibat edema serebri. Otak terletak dalam rongga tengkorak

yang dibatasi oleh tulang-tulang keras; dengan adanya edema serebri, mudah

sekali terjadi kenaikan TIK dengan akibat-akibat seperti herniasi, torsi dan lain-

lain yang akan mengganggu fungsi otak.

b. Aliran Darah ke Otak

Berdasarkan hasil percobaan, terdapat hubungan antara TIK dan aliran

darah yang menuju ke otak. Perfusi darah ke jaringan otak dipengaruhi oleh

tekanan arteri (tekanan sistemik), TIK dan mekanisme otoregulasi otak. Perfusi

darah ke jaringan otak hanya dapat berlangsung apabila tekanan arteri lebih

besar daripada TIK. Perbedaan minimal antara tekanan arteri dan TIK yang

masih menjamin perfusi darah ialah 40 mmHg. Kurang dari nilai tersebut,

perfusi akan berkurang/ terhenti sama sekali.

Sampai pada batas-batas tertentu perubahan tekanan arteri TIK dapat

diimbangi oleh mekanisme otoregulasi otak, sehingga perfusi darah tidak

terganggu dan fungsi otak dapat berlangsung seperti biasa. Mekanisme

otoregulasi mudah mengalami kerusakan oleh trauma, tumor otak, perdarahan,

iskemia dan hipoksia.

c. Kenaikan Tekanan Intrakranial


36
Karena mekanisme kompensasi ruang serebrospinalis dan sistem vena,

maka pada awal penambahan volume cairan jaringan otak belum ada kenaikan

TIK. Mekanisme kompensasi tersebut terbatas kemampuannya sehingga

penambahan volume intrakranial selanjutnya akan segera disertai kenaikan

TIK. Pertambahan volume 2% atau 10 -15 ml tiap hemisfer sudah

menimbulkan kenaikan TIK yang hebat

d. Herniasi Jaringan Otak

37
Edema serebri yang hebat menyebabkan terjadinya herniasi jaringan

otak terutama pada tentorium serebellum dan foramen magnum.

1). Herniasi tentorium serebelum

Akibat herniasi tentorium serebelum ialah tertekannya bangunan-

bangunan pada daerah tersebut seperti mesensefalon, N. III, A. serebri

posterior, lobus temporalis dan unkus. Yang mungkin terjadi akibat

herniasi ini ialah :

a) Unkus lobus temporalis tertekan ke bawah dan menekan bangunan

pada hiatus.

b) N. III yang mengandung serabut parasimpatis untuk konstriksi pupil

mata tertekan sehingga pupil berdilatasi dan refleks cahaya negatif.

Tekanan pada mesensefalon antara lain dapat menimbulkan

gangguan kesadaran, sebab di sini terdapat formatio retikularis. Penderita

menjadi somnolen, sopor atau koma. tekanan pada A. serebri posterior

menyebabkan iskemia dan infark pada korteks oksipitalis.

38
2). Herniasi foramen magnum

Peninggian TIK terutama pada fossa posterior akan mendorong

tonsil serebelum ke arah foramen magnum. Herniasi ini dapat mencapai

39
servikal 1 dan 2 dan akan menekan medulla oblongata, tempatnya pusat-

pusat vital. Akibatnya antara lain gangguan pernapasan dan kardiovaskuler.

40

Anda mungkin juga menyukai