PROPOSAL
A. Latar Belakang
Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh
kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan peran keluarga.
DBD pertama kali diketahui pada tahun 1950an namun, pada tahun1975 hingga
sekarang merupakan penyebab kematian utama pada anak-anak di Negara-negara Asia.
Organisasi kesehatan dunia(WHO) memperkirahkan bawha 2,5 milyar atau 40%
populasi di dunia beresiko terhadap penyakit DBD terutama yang tinggal di daerah
perkotaan di Negara tropis dan subtropics. Saat ini juga diperkirakan ada 390 juta infeksi
dengue yang terjadi di seluruh dunia setiap tahun(WHO, 2015)
Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan, yaitu suatu
kondisi patologis berupa kelainan fungsi atau morfologi suatu organ tubuh yang di
sebabkan oleh interaksi manusia dengan segala sesuatu disekitarnya yang memiliki
potensi penyakit. Lingkungan sangat berpengaruh terhadap kejadian penyakit DBD
terutama suatu keadaan lingkungan yang sanitasinya buruk. Faktor lain yang
mempengaruhi kejadian penyakit DBD yaitu akibat curah hujan yang tinggi berlangsung
sepanjang Januari sampai Februari. Hal ini diperparah dengan tingkat kepedulian
masyarakat dan peran keluarga terhadap kebersihan lingkungan yang masih rendah.
Sanitasi lingkungan sangat erat hubungannya dengan proses pertumbuhan dan
perkembangbiakkan nyamuk, sanitasi lingkungan yang buruk dapat menyebabkan
berbagai macam penyakit salah satunya adalah DBD yang disebabkan oleh nyamuk
Aedes Aegpyti dimana nyamuk tersebut dapat berkembang biak di lingkungan yang
kotor serta berkembang biak pada lubang-lubang atau wadah yang dapat menampung air
saat terjadi hujan.
Penyakit DBD paling sensitIf terhadap perubahan iklim termasuk lingkungan fisik.
Perubahan iklim akan berpengaruh terhadap media transmisi penyakit, karena vector
yang aka berkembangbiak optimum apabila suhu, kecepatan angin dan kelembapan
tersedia dalam jumlah yang optimum untuk kehidupannya (Wulandari, 2016).
Siklus hidup nyamuk itu sendiri juga sangat berpengaruh oleh tersedianya air atau
genangan sebagai media berkembang biak dari telur menjadi nyamuk dewasa, selain itu
kejadian DBD diduga disebabkan masih banyaknya tempat perindukan nyamuk yang
berupa bak mandi, ember, gentong, yang bukan untuk keperluan sehari-hari misalnya
vas bunga, ban bekas, tempat sampah, serta tempat penampungan air alamiah seperti
lubang pohon, pelepah, lubang batu, dan dilanjutkan dengan sanitasi lingkungan yang
buruk (Sholehuddin, 2015).
Sampai saat ini DBD masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan
menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Kerugian sosial yang terjadi antara lain
karena menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga dan
berkurangnya usia harapan hidup masyarakat. Dampak ekonomi langsung adalah biaya
pengobatan yang cukup mahal, sedangkan dampak tidak langsung adalah kehilangan
waktu kerja dan biaya lain yang dikeluarkan selain pengobatan seperti transportasi dan
akomodasi selama perawatan di rumah sakit (Kemenkes, 2013).
Perilaku masyarakat yang kurang baik dan kondisi lingkungan yang tidak
memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor resiko penularan penyakit bebasis
lingkungan, salah satunya penyakit DBD. Word health organization (WHO) menyatakan
bahwa aspek penyimpanan air bersih, penyediaan tempat pembuangan sampah, dan
modifikasi habitat larva sangat erat kaitannya dengan tempat perindukan vektor Aedes
Aegypti (Kemenkes RI, 2017).
Factor resiko yang berhubungan dengan penyakit Demam Berdarah Dengue dari
faktor lingkungan seperti perilaku penerapan 3M Plus, pengelolahan sampah dan peran
keluarga dalam menanggani masalah penyakit Demam Berdarah. Pencegahan DBD
dapat dilakukan dengan cara merubah perilaku masyarakat agar lebih mengutamakan
pola hidup bersih untuk menghindari dari berbagai macam penyakit.
Kasus DBD yang meningkat serta bertambah luasnya wilayah yang terjangkit dari
waktu ke waktu di Indonesia disebabkan multi factorial antara lain semakin majunya
sarana transportasi masyarakat, padatnya permukiman penduduk, perilaku manusia
seperti kebiasaan menampung air untuk keperluan sehari-hari seperti menampung air
hujan dan air sumur, tempat penampungan air seperti bak mandi dan dan drum yang
jarang dibersihkan akan berpotensi sebagai tempat perkembangbiakkan nyamuk,
kebiasaan menyimpan barang-barang bekas atau kurang memeriksa lingkungan terhadap
adanya air yang tertampug di dalam wadah-wadah dan kurang melakukan/melaksanakan
kebersihan dan 3M Plus, sehingga terdapatnya nyamuk Aedes Aegypti sebagai vektor
utama pnyakit DBD hampir di seluruh pelosok tanah air serta adanya empat virus
dengue yang bersirkulasi setiap sepanjang tahunnya (Lidya, 2015).
Berdasarkan survei awal yang dilakukan pada bulan Maret 2019 di Puskesmas
Kawatuna dengan melakukan wawancara pada 5 orang warga tentang pencegahan DBD
dari hasil wawancara yang dilakukan 1 orang warga mengatakan paham mengenai
pencegahan DBD dan 4 orang warga lainnya mengatakan tidak paham terhadap
pencegahan DBD dan masih banyak warga yang belum mengetahui bagaimana cara
pencegahan DBD dan kebersihan lingkungan juga belum terwujud secara optimal, oleh
karena itu masih ditemukan sampah-sampah yang dibuang sembarang atau berserahkan
di halaman rumah dan di lingkungan pemukiman seperti: kaleng-kaleng bekas, ban-ban
bekas, tempurung, serta masih ditemukan tempat-tempat perindukan dan
perkembangbiakan nyamuk demam berdarah dengue di dalam dan di luar rumah, yang
kesemuanya ini dapat merupakan tempat perindukan nyamuk demam berdarah dengue.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah ada pengaruh peran keluarga
dan kondisi sanitasi lingkungan terhadap pencegahan terjadinya demam berdarah dengue
di wilayah kerja puskesmas kawatuna.
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilaksanakan oleh calon peneliti pada
bulan Maret di Puskesmas Kawatuna diperoleh data jumlah warga yang terkena DBD
pada tahun 2019 sebanyak 124, dimananya 56 laki-laki dan 68 perempuan.
Dari latar belakang diatas maka calon peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul” pengaruh peran keluarga dan kondisi sanitasi lingkungan terhadap
pencegahan terjadinya demam berdarah dengue Di Wilayah Kerja Puskesmas
Kawatuna”.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada pengaruh peran keluarga dan kondisi sanitasi lingkungan terhadap
pencegahan terjadinya demam berdarah dengue di Wilayah Kerja Puskesmas
Kawatuna?
C. Tujuan Penelitian
1.Tujuan Umum:
2. Tujuan Khusus:
2. Bagi Masyarakat
TINJAUAN PUSTAKA
2. Etiologi DBD
Demam berdarah dengue (DBD) disebabkan melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypty yang mengandung virus dengue, dan pada saat nyamuk Aedes Aegypti maka
virus dengue akan masuk dalam tubuh, setelah masa inkubasi 3-25 hari penderita
akan mengalami demam tinggi selama 3 hari berturut-turutb. Biasanya banyak
penderita yang mengalami kondisi fatal karena mengaggap ringan gejala DBD
tersebut.
1. Ciri-ciri nyamuk penyebab Demam Berdarah Dengue yaitu:
a) Badab nyamuk yang berwarna hitam dan belang-belang putih pada seluruh
tubuhnya ( loreng)
b) Nyamuk ini dapat berkembangbiak Pada Tempat Penampungan Air (TPA)
dan pada barang-barang yang memungkinkan untuk digenangi air seperti bak
mandi, tempayan, drum, vas bunga, barang bekas dan lain-lain
c) Nyamuk Aedes Aegypti tidak dapat berkembangbiakan di got atau selokan
ataupun kolam yang airnya langsung berhubungan dengan tanah
d) Nyamuk Aedes aegypti biasanya menggigit manusia pada pagi dan sore hari
e) Nyamuk ini termasuk jenis nyamuk yang dapat terbang hingga 100 meter
f) Hinggap pada pakaian yang bergantungan dalam kamar ( Hermayudi,2-17).
2. Daur hiduo Aedes Aegypti:
a) Nyamuk betina meletakkan telur di tempat perkembang-biangkannya.
b) Dalam beberapa hari telur menetas menjadi jentik, kemudian berkembang
menjadi kepompong dan akhirnya menjadi nyauk (Perkemban-biakan dari
telur- jemtik- kepompong- nyamuk membuthkan waktu 7-10 hari).
c) Dalam tempo 1-2 hari nyamuk yang baru menetas ini (betina) akan menggigit
( mengisap darah ) manusia dan siap untuk melakakuka perkawinan dengan
nyamuk jantan.
d) Setelah mengisap darah, nyamuk betina istirahat sambil menunggu proses
pematangan telurnya. Nyamuk lebih suka beristirahat di tumbuh-tumbuhan
atau di benda yang tergantung ditempat perkembangbiakanya.
e) Bila nyamuk mengisap darah seorang penderita Demam Berdarah Dengue
(DBD) atau carrier, maka nyamuk ini seumur hidupnya akan menularkan
virus itu tersebut.
f) Siklus nyamuk mengisap darah dan bertelur ini berulangsetiap 3-4 hari.
g) Umur nyamuk betina itu rata-rata 2-3 bulan.
3. Tahapan siklus nyamuk Demam Berdarah:
a) Telur
Telur nyamuk Aedes Aegypti memiliki dinsing bergaris-garis dan
bentuknya seperti bangunan kasa. Telur berwarna hitam dan diletakkan satu
per satu pada dinding perindukan. Panjang telur nyamuk Aedes Aegypti 1 mm
dengan bentuk bulat oval atau memanjang, apabila dilihat dengan mikroskop
bentuknya seperti ceurutu. Telur bertahan berbulan-bulan dengan suhu -2℃
sampai 42℃ dalam keadaan kering. Telur akan menetas jika kelembapannya
terlalu rendah dalam waktu 4 sampai 5 hari.
b) Larva
Perkembangan larva biasanya tergantung pada suhu, kepadatan
populasi, dan ketersediaan makanan. Larva berkembang pada suhu 28℃
sekitar 10 hari, dan pada suhu air antara 30-40℃ larva akan berkembang
menjadi pupa dalam waktu 5-7 hari. Larva menyukai air bersih, akan tetapi
dapat hidup dalam air yang kurang baik yang bersifat asam atau basa.
Larva beristirahat di air kemudian membentuk sudut dengan permukaan dan
menggantung hamper tegak. Larva akan berenang menuju dasar tempat
apabila tersentuh dengan gerakan jungkir balik. Larva mengambil oksigen
diudara dengan berenang menuju dasar tempat permukaan dan menempelkan
siphoonnya diatas permukaan air. Larva Aedes Aegypti memiliki empat tahap
perkembangan yang disebut instar meliputi: instar I,II,III,dan IV, di mana
setiap pergantian instar ditandai dengan pergantian kulit yang disebut ekdisi.
Larva instar IV mempunyai ciri siphon pendek, sangat gelap dan kontras
dengan warna tubuhnya. Gerakan larva iistar IV itu lebih lincah dan sensitive
terhadap rangsangan cahaya. Dalam keadaan normal (cukup makan dan suhu
sekitaran 25-27℃ ) perkembangan larva instar sekitar 6-8 hari.
c) Pupa
Pupa Aedes Aegypti berbentuk bemgkok dengan kepala besar
sehingga menyerupai tanda koma, memiliki siphon pada thoraks untuk
bernafas. Pupa nyamuk Aedes Aegypti bersifat aquatic dan tidak seperti
kebanyakan pupa serangga lain yaitu sangat aktif dan seringkali disebut
acrobat (tumbler). Pupa Aedes Aegypty tidak makan tetapi masih memerlukan
oksigen untuk berbafas melalui sepasang struktur seperti terompet yang kecil
pada thoraks. Pupa pada tahap alhir akan membungkus tubuh larva dan
mengalami metamorphosis menjadi Aedes Aegypti dewasa.
d) Imago (nyamuk dewasa)
Pupa membuthkan waktu 1-3 hari sampai beberapa minggu menjadi
nyamuk deawasa. Nyamuk jantan menetas terlebih dahulu dari nyamuk
betina, nyamuk betina setelah deawasa membutuhkan darah untuk dapat
mengalami kopulasi.
Klasifikasi dari Aedes Aegypti adalah sebagai berikut:
Filum : Arthopoda
Kelas : Insecta
Ordo : Nematocera
Infra Ordo : Culicom Orfa
Super family : Culicoides
Sub Famili : Culicoidea
Genus : Aedes
Species : Aedes Aegypti
Dalam menurunkan keturunanya, nyamuk Aedes aegypti betina
hanya kawin satu kali seumur hidupnya. Biasanya perkawinan terjadi 24-28
hari dari saat nyamuk dewasa (Hernayudi, 2017).
3. Tugas keluarga
Ada beberapa tugas dasar yang didalamnya terdapat delapan tugas pokok,
antara lain:
a) memelihara kesehatan fisik keluarga dan para anggota.
b) Berupaya untuk memelihara sumber-sumber daya yang ada dalam
keluarga
c) Mengatur tugas masing-masing anggota sesuai dengan kedudukannya
d) Melakukan sosialisasi antar anggota keluarga agar timbul keakraban dan
kehangatan para anggota keluarga.
e) Melakukan pengaturan jumlah anggota keluarga yang diinginkan
f) Memelihara ketertiban anggota keluarga
g) Penempatan anggota-anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas
h) Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga
(Harmoko, 2012).
4. Peran keluarga
Salah satu peran keluarga adalah sebagian tempat kita
berlabuh, tempat berlindung, tempat mendapat kasih saying dan perhatian.
Keluarga juga tempat saling memotivasi atau mendukung sesame
anggotanya. Keluarga merupakan tempat tumpuan harapan hidup tenang,
nyaman, dan bahagia.
5. Faktor yang mempengaruhi peran keluarga
a) faktor kelas sosial, ditemukan oleh unsur-unsur seperti pendidikan,
pekerjaan, dan penghasilan, apabila pendapatan atau penghasilan lebih
besar maka memunginkan lebih bisa terpenuhi kebutuhannya. Sehingga
semakin tinggi status ekonomi seseorang maka akan semakin tinggi pula
kelas sosialnya (Notoatmodjo, 2013 dalam Widya, 2016).
b) Faktor bentuk keluarga , keluarga merupakan unsur penting dalam
perawatan anak, kehidupan anak dapat ditentukan oleh lingkungan
keluarga. Keperawatan anak harus mengenali keluarga sebagai tempat
tinggal. Keluarga dengan orag tua lengkap akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak(Wong, 2009 dalam Widya, 2016)
c) Faktor tahap perkembangan keluarga, faktor ini di mulai dari pernikahan,
dilanjutkan tahap menyatuhkan dua pribadi yang berbeda, dan di
lanjutkan dengan tahap persiapan menjadi orang tua. Tahap selanjutya
menjadi orang tua denngan tahap berduka (Wong, 2009) dalam Widya
2016)
d) Faktor model peran, informasi yang terkait dengan masalah sehari-hari
dalam masyarakat, akan menyebabkan masalah peran dari individu,
sehingga akan terjadi transisi peran dan konflik (Friedman, 2002, dalam
Widya, 2016).
e) Faktor peristiwa situasional khususnya masalah kesehatan atau sakit,
kejadian kehidupan situasional yang berhadapan dengan keluarga dengan
pengaruh sehat sakit terhadap peran keluarga.
Kondisi Sanitasi
Lingkungan:
1) Lingkungan
rumah.
2) Penampungan air.
3) Tempat
pembuangan
sampah.
4) Kondisi rumah. Pencegahan DBD
Peran keluarga:
1) Perilaku atau sifat
BAB III
METODE PENELITIAN
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi atau yang dianggap dapat mewakili
populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian warga yang pernah
menderita penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Kawatuna, dan dianggap dapat mewakili populasi pada saat penelitian.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
purposive Sampling yaitu dimana peneliti menentukan pengambilan sampel
dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuai dengan yang diharapkan.
N
n=
(1+ ( Ne2 ) )
124
n=
(1+ ( 124. 0,22 ))
124
n=
1+124.24,8
124
n=
1+3,07
124
n=
4,07
n = 30 orang
Keterangan :
n = Ukuran sampel
N =Ukuran populasi
1 = Angka ketentuan
e = Presentasi kelonggaran pengambilan sampel yang masih bisa di toleril.
Dalam rumus slovin ada ketentuan sebagai berikut:
Nilai e= 0,1 (10%) untuk populasi dalam jumlah besar
Nilai e = 0,2 (20%) untuk populasi dalam jumlah kecil
Sehingga:
Berdasarkan perhitungan di atas dari 124 populasi penelitian ini
menggunakan 30 sampel.Penelitian ini mengambil sampel dengan cara
menetapkan ciri-ciri khusus yang sesuia dengan yang diharapkan.
4. Kriteria sampel
a. Kriteria Inklusi:
1).Warga yang pernah terdiagnoasa penyakit DBD dan terdaftar di Puskesmas
Kawatuna.
2). Mendapatkan pelayanan kesehatan
3). Dapat berkomunikasi dengan baik
4). Usia : .≥12 tahun
b. Kriteria Eklusi:
1).subjek tidak bersedia menjadi responden dalam penelitian
2).Pindah tempat tinggal saat dilakukan penelitian
D. Variabel Penelitian
Variabel menelitian mengandung pengertian ukuran atau ciri-ciri yang
diambil oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimilki
oleh kelompok lain(Notoadmodjo,2018). Variabel ini dibedakan menjadi dua yaitu
variabel independen (variabel bebas) dan variabel dependen (variabel terikat).
1. Variabel independen
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2014).
Variabel independen dalam penelitian ini adalah peran keluarga dan kondisi
sanitasi lingkungan
2. Variabel dependen
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi
akibat karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2014). Dalam penelitian ini
variabel terikatnya adalah pencegahan penyakit Demam Berdarah
Dengue(DBD) Di wilayah Kerja Puskesmas Kawatuna.
E. Devnisi Operasional
Devinis operasional adalah menjelaskan semua variabel dan semua istilah
yang akan digunakan dalam penelitian secara optional, sehingga mempermudah
pembaca, penguji dalam mengartikan makna penelitian (Nursalam, 2013). Adapun
definisi operasional ini akan diuraikan sebagai berikut:
1. Pencegahan penyakit DBD
Upaya untuk megurangi resiko penderita DBD yang di akibatkan oleh nyamuk
dengan cara melakukan 3M Plus.
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Pengisian Kuesioner
Skala : Ordinal
Hasil ukur :1. Ya (1, jika jawaban responden Ya)
2. Tidak (0, jika jawaban responden Tidak)
2. Sanitasi Lingkungan
Mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan
sebagainya.
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Pengisian Kuesioner
Skala : Ordinal
Hasil ukur : 1. Ya (1, jika jawaban responden Ya)
2. Tidak (0, Jika jawaban responden Tidak)
3. Peran keluarga
Seperangkat perilaku antar pribadi, sifat serta kegiatan yang berhubungan
dengan pribadi dalam posisi dan situasi tertentu.
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Pengisian Kuesioner
Skala : Ordinal
Hasil ukur : 1.Ya (1, jika jawaban responden Ya)
2.Tidak (0, jika jawaban responden Tidak)
F. Instrumen Penelitian
1. Kuesioner
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan sumber
data primer, yaitu pengisian lembar kuesioner. Di dalam lembar kuesioner ada
daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, dimana responden tinggal
memberikan jawaban. Kuesioner berisi daftar pertanyaan terkait identitas
responden dan variabel dalam penelitian yang diajukan peneliti terhadap
responden. Pertanyaan yang dugunakan adalah angket terutup dan terstruktur
dimana angket tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga responden hanya tinggal
memilih jawaban yang sudah tersedia.
2. Alat tulis
Suatu alat untuk mencatat hasil penelitian, seperti pensil, pena, dan kertas
Keterangan:
X² = Nilai Chi-Square
Fo = Frekuensi Observasi Atau Pengamatan
Fe = Frekuensi Ekspetasi Atau Harapan
Menurut dahlan (2017) syarat uji Chi-Square adalah sel yang mempunyai
nilai expected lebih kecil dari lima maksimal 20% dari jumlah sel. Jika syarat uji
Chi-Square tidak terpenuhi, digunakan uji alternative, alternatif uji Chi-Square
bergantung pada jenis tabe.
a. Untuk tabel 2x2, alternative uji Chi-Square adalah uji fisher’s
b. Untuk tabel 2xk atau Bx2 dimana B dan K adalah data kategori nominal
lebih dari dua kategori, alternative Chi-Square adalah penyederhanaan
sel. Jika penyederhanaan sel tidak ogis, terpaksa kita menggunakan uji
Chi-Square.
c. Untuk tabel 2xk atau Bx2, dimana B dan K adalah dua kategorik dengan
kategorik lebih dari 2, alternative Chi-Square adalah uji Mann-Whitney
atau penyederhanaan sel.
I. Alur penelitian
Mengidentifikasi masalah
Mengajukan surat izin dan pengambilan data awal ke kepala kelurahan kawatuna
Mengajukan surat rekomendasi penelitian dari pihak Kampus STIKes Widya Nusantara Palu ke
Kepala Kelurahan
pembahasan
DAFTAR PUSTAKA
Dinkes Aceh. 2019. Giatkan Psn Dan 4m Plus Untuk Berantas Demam Berdarah. Aceh:
Dinkes Aceh.
Hermayudi, Ariani, AP. 2017. PENYAKIT DAERAH TROPIS. Yogyakarta: Nuha Medika.
Monica Ester. 2012. Demam Berdarah Dengue: Diagnosis, Pengobatan, Pencegahan, dan
Pengendalian. Jakarta:EGC
Rerung AK. 2015. Karaktersitik Penderita Demam Berdarah Dengue Pada Dewasa Di
Rumah Sakit Universitas Hasanudin Periode 1 Januari -31 Desember 2014.
Skripsi. Makasar : Universitas Hasanudin.
Shafrin, K.A. N.E Wahyuningsih., Dan Suhartono. 2016. Hubungan Kebradaan Breeding
Places Dan Praktik Buang Sampah Dengan Kejadian Demam Berdarah
Dengue (DBD) Di Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol. 4, No.4.
Sumantri, Arif. 2013. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Kencana Perdana Media Group.
Tosepu, R. 2016. Epidemiologi Lingkungan Teori Dan Aplikasi. Jakarta: Bumi Medika,
2016.
Lidya Ayun, L. 2015. Hubungan Antara Faktor Lingkungan Fisik dan Perilaku Dengan
Kejadian Demam Berdarah Dengue Di Wilayah Kerja Puskesmas Sekaran
Kecamatan Ceunungpati Kota Semarang Tahun 2015. Skripsi. Universitas
Negeri Semarang 2015.
Misnadiarly. 2009. Demam Berdarah Dengue (Dengue) Ekstrak Daun Jambu Biji Bisa
Untuk Mengatasi DBD.Jakarta: Pustaka Popular Obor.
Sholehuddin Mochammad, 2015. Hubungan Santasi Lingkungan, Perilaku Pengendalian
Jentik Nyamuk Dan Kepadatan Penduduk Dengan Kejadian Penyakit DBD Di
Kabupaten Jember, Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri
Semarang 2009.
Utari Ida. 2017. 7 Pilar Utama Ilmu Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta: Thema
Plublishing.
World Health Organization (WHO). 2015. Penyakit Demam Berdarah Dengue Dan
Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Wulandari, R.E. 2016. Hubungan Sanitasi Lingkungan, Unsur Iklim, Keberadaan Jentik
Nyamuk Ae. Aegypti Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue Di
Kabupaten Pacitan Tahun 2015. Skripsi. Universitas Airlangga 2016.