Anda di halaman 1dari 2

Rumah tradisional bali merupakan konsep yang berlandaskan qgama hindu dengan kombinasi dari

hubungan keseimbangan antara bhuwana agung (alam semesta, dunia yang lebih besar,) dan bhuwana
alit (manusia, miniatur kecil). Sistem konstruksi pada arsitektur tradisional bali mempertimbangkan
konsep agama hindu bali yang dinamakan tri angga, yaitu sebuah konsep hirarki dari mulai nista, madya
dan utama.

Pada alam semesta (bhuwana agung) susunan tersebut tampak selaku bhur, bhuwah dan swah (tiga
dunia/tri loka) bhur sebagai alam ‘bawah’ adalah alam hewan atau butha memiliki nilai ‘nista’, bwah
adalah alam manusia dengan nilai ‘madya’ dan swah alam para Dewa memiliki nilai ‘utama’. Demikin
pula pada manusia (bhuwana alit) ungkapan tata nilai ini terlihat pada tubuhnya yang tersusun atas: kaki
sebagai ‘nista angga’, badan sebagai ‘madya angga’ dan kepala adalah ‘utama angga

Konsepsi tata ruang Sanga Mandala menjadi pertimbangan dalam penzoningan kegiatan dan
tata letak bangunan dalam pekarangan rumah, seperti halnya dengan mata angin arah utara
selatan yang di sebut kaja kelod, dan timur barat yang disebut kangin kauh. Hal ini sangat
penting karena orientasi orang bali terhadap gunung-laut (kaja-kelod) dan arah terbit matahari
-matahari terbenam (kangin-kauh) menjadi pedoman bagi perletakan pola perumahan pada
umumnya.

Kondisi geografis wilayah Bali bagian utara yang berada di utara pegunungan dan berada di selatan laut
(Laut Bali) menjadi pedoman penetapan arah kaja-kelod.Sefangkan wilayah Bali bagian selatan yang
berada di selatan pegunungan dan di utara laut merupakan pemodaman dasar penetapan arah kaja-
kelod.

The Balinese house is a concept based on Hinduism with a combination of a balance relationship
between the Bhuwana Agung (the universe) and the Bhuana Alit (human). The concept of construction
of Balinese house considers the Hinduism concept called Tri angga, which is a hierarchical concept from
the nista, madya and utama.

In the Bhuwana Agung (the universe) the arrangement appears as bhur, bhuwah and swah (tri loka)
bhur as the 'bottom' is animal or butha has 'nista' values, bwah is human nature with 'madya' values and
swah is the realm of gods has a 'utama' value. Also in the Bhuwana alit (human) this expression of values
is seen in the body which is composed of the foot as 'nista angga', the body as 'madya angga' and the
head is 'utama angga'.

Sanga Mandala's spatial conception becomes a consideration in zoning the activities and layout of a
Balinese house building. This is very important because the orientation of the Balinese towards
mountain-sea (kaja-kelod) and the direction of sunrise-sunset (kangin-kauh) becomes a guide for laying
out housing patterns in general.

The geographical condition of the northern part of Bali which is in the north of the mountains and in the
south sea is a guideline for setting direction of kaja-kelod. Whereas the southern part of Bali which is in
the south of the mountains and in the north of the sea is the basic for setting direction of the kaja-kelod.

Anda mungkin juga menyukai