Bahan Bakar Cair
Bahan Bakar Cair
TEKNIK MESIN
i
I.1. Kebutuhan Gasolin Indonesia 1
I.2. Spesifikasi Gasolin 3
I.3. Penyaluran Bahan Bakar Minyak 6
i
37
BAB VI. Bahan bakar Gas 37
VI.2. Pemakaian BBG 38
VI.3. Kebijakan Harga BBG 38
VI.4. Konsep Pengembangan BBG 38
VI.5 Keuntungan BBG
40
BAB VII. Gas buang kendaraan bermotor
40
VII.1. Jenis Gas Buang 45
VII.2. Pengendalian Gas Buang 54
VII.3. Penutup
56
DAF TAR PUSTAKA
ii
BAB I
GASOLIN DI INDONESIA
melebihi 2.818.305 mobil penumpang, 1.609.440 mobil beban, 633.368 bus dan
pemborosan bahan bakar dan polusi udara yang meningkat. Dari 17.938.640 buah
kendaraan tersebut, 3,14 juta mobil dan 12,88 juta sepeda motor menggunakan
gasolin dan selebihnya adalah kendaraan berbahan bakar solar atau lainnya.
1
Kebutuhan gasolin 1998-1999 untuk jumlah kendaraan di atas adalah 11.608.994
KL (kilo liter) dan sulit bagi Pertamina memenuhi angka ini bila tidak
Dari data yang ada diketahui bahwa konsumsi gasolin di Indonesia pada tahun
1997-1998 mencapai 10,97 KL dengan laju pertumbuhan rata-rata per tahun 8,5%.
Jenis gasolin yang diproduksi dan dipasarkan oleh Pertamina dengan nama
premium saat ini memiliki angka oktan 88 dengan kandungan timbal maksimum 3
gram/liter dan kadar belerang maksimum 2% bobot. Di samping premium disediakan
pula gasolin yang beroktan lebih tinggi , yaitu Premix, dengan angka oktan 94. Proses
produksinya ditempuh dengan cara pencampuran premium dengan 15% MTBE
(Methyl Tertiery Butyl Ether) sehingga kandungan timbalnya sama dengan premium.
Jenis gasolin dengan kandungan timbalnya dapat dilihat pada Tabel 2.
2
Tabel 2. Jenis gasolin dan kandungan timbalnya
NO JENIS KANDUNGAN TEL (CC/LJSG)
1 Premium 88 1.0
2 Premix 94 1.0
3 Super TT 98 0.0
4 BB2L (Bensin Biru 2 Langkah) 0.0
Gasolin yang digunakan sebagai bahan bakar motor harus memenuhi beberapa
spesifikasi. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan efisiensi pembakaran pada
mesin dan mengurangi dampak negatif dari gas buangan hasil pembakaran bahan
bakar yang dapat menimbulkan berbagai masalah lingkungan dan kesehatan.
Gasolin yang digunakan sebagai bahan bakar harus memenuhi spesifikasi yang
berlaku di Indonesia pada saat ini, sebagaimana ditetapkan pemerintah melalui
surat keputusan Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi No. 22K/72/DDJM/1990
dan No. 18K/72/DDJM/1990.
Gasolin yang digunakan sebagai bahan bakar harus memiliki nilai oktan yang
cukup tinggi dan memiliki kandungan bahan – bahan berbahaya seperti timbal,
sulfur, senyawa – senyawa nitrogen , yang dapat menimbulkan efek kerusakan
lingkungan dan masalah kesehatan. Nilai oktan yang harus dimiliki oleh gasoline
yang digunakan sebagai bahan bakar ditampilkan dalam Tabel 3 berikut.
Jangkauan titik didih senyawa gasolin antara 40°C sampai 220°C yang
terdiri dari senyawa karbon C5 sampai C12 . Gasolin tersebut berasal dari berbagai
jenis minyak mentah yang diolah melalui proses yang berbeda-beda baik secara
distilasi langsung maupun dari hasil perengkahan, reformasi, alkilasi dan
3
isomerisasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa komposisi kimia gasolin
terdiri dari senyawa hidrokarbon tak jenuh (olefin), hidrokarbon jenuh (parafin)
dan hidrokarbon siklik atau hidrokarbon aromatik.
1. Sifat Pembakaran.
Angka oktan diukur dengan menggunakan mesin baku, yaitu mesin CFR (
Cooperative Fuel Reseach ) yang dipoerasikan pada kondisi tertentu, di mana
bahan bakar dibandingkan dengan bahan bakar rujukan yang terbuat dari n –
heptana ( angka oktan 0) san isooktana (angka oktan 100). Angka oktan bensin
yang diukur didefinisikan sebagai persentase isooktana dalam bahan bakar rujukan
yang memberikan intensitas ketukan yang sama pada mesin uji.
Ada dua macam angka oktan, yaitu angka oktan riset (RON) yang
memberikan gambaran mengenai unjuk kerja dalam kondisi pengendaraan biasa
dan angka oktan motor (MON) yang memberikan gambaran mengenai unjuk kerja
dalam kondisi pengendaraan yang lebih berat.
4
Untuk mendapatkan mendapatkan bensin dengan angka oktan yang cukup tinggi,
dapat dilakukan dengan cara – cara sebagai berikut:
2. Sifat Volatilitas
Ada tiga sifat volatilitas yang biasa digunakan dalam spesifikasi bensin /
gasoline antara lain: kurva distilasi, tekanan uap, dan perbandingan V/L. Dua
parameter pertama digunakan dalam spesifikasi bensin di Indonesia, sedangkan
parameter ketiga belum digunakan di Indonesia.
Beberapa sifat bagian depan kurva distilasi yang disebutkan di atas berkaitan
dengan ukuran kedua volatilitas yaitu tekanan uap. Pada spesifikasi bensin
digunakan pengukuran tekanan uap yang agak khusus yaitu tekanan uap reid
(RVP), dimana tekanan uap diukur dalam tabung tekanan udara pada suhu 100 0 F.
Bensin / gasoline harus bersih, aman , tidak rusak dan tidak merusak dalam
penyimpanan dan pemakaiannya. Parameter spesifikasi yang berkaitan dengan
5
sifat ini antara lain adalah zat getah, korosi dan berbagai uji tentang
kandungan senyawa belerang yang bersifat korosif.
Selain getah yang sudah ada sejak awal dalam bensin, getah juga dapat
terbentuk karena komponen – komponen bensin bereaksi dengan udara selama
penyimpanan. Hidrokarbon jenuh mempunyai kecenderungan unutk mengalami
pembentukan getah bensin.
Di dalam pengangan bahan bakar minyak, termasuk bensin Super TT, terdapat
berbagai prosedur dimana pemakai harus mengetahui dan mengikutinya dengan
maksud menjaga kualitas/mutu bahan bakar minyak yang akan digunakan sekaligus
mempertimbangkan faktor keselamatan kerja bagi penggunanya. Prosedur tersebut
terbagi atas 3 kelompok penanganan, yaitu:
1. Penerimaan
2. Penimbunan
3. Penyaluran
Adapun penyerahan bahan bakar minyak dari Pertamina kepada konsumen terdapat
beberapa macam cara, antara lain:
1. Melalui SPBU untuk kendaraan umum,
2. Melalui kapal/tongkang untuk industri- industri besar,
3. Melui mobil tangki untuk industri- industri sedang,
6
4. Melalui pipa untuk PLN,
5. Melalui container/drum untuk daerah-daerah terpencil
1. Penerimaan
Di dalam proses penerimaan bahan bakar minyak oleh industri, hal- hal
yang perlu diketahui dan dilaksanakan adalah:
- Rencana nominasi penerimaan bahan bakar minyak harus sesuai atau tersedia
ruang kosong pada tangki penimbun di lokasi penerimaan.
- Untuk persiapan penerimaan, lakukan pemeriksaan dokumen yang berkaitan
dengan jumlah dan mutu bahan bakar minyak.
- Memeriksa segel-segelnya, apabila ada yang rusak buatkan berita acara atas
kejadian tersebut serta segera menghubungi bagian penjualan Pertamina
terdekat.
- Memeriksa mutu bahan bakar minyak tersebut secara visual (warna, bau,
spesific grafity), apabila terjadi kecurigaan atas mutunya segera konsultasi
dengan wira penjualan atau sales engineer Pertamina setempat.
- Memasang Bonding Cable yang ada pada mobil tangki ke tanah.
- Memeriksa tangki timbun, meyakinkan masih ada volume yang cukup untuk
menerima serta mencatat volume bahan bakar minyak sebelum penimbunan.
- Menyiapkan selalu Fire and Safety (pemadam kebakaran dan keselamatan
kerja) guna pencegahan apabila terjadi kebakaran.
- Menyiapkan fasilitas pembongkaran (memasang slang pembongkaran,
membuka valve, menghidupkan pompa inlet)
- Apabila proses pembongkaran bahan bakar minyak telah selesai, mencatat
volume akhir dalam tangki timbun, mengurangi dengan volume awal sehingga
didapat volume penerimaan, bila tidak sesuai lakukan pemeriksaan kalibrasi
tangki.
- Khusus untuk penerimaan dalam drum milik konsumen, industri kecil dan
untuk daerah terpencil tanggung jawab Pertamina hanya sampai ujung nozzle.
- Khusus penerimaan melalui pipa sebelum dimulai pemompaan pihak
konsumen melakukan pengecekan kuantitas dan kualitas pada tangi yang akan
dioperasikan di depot Pertamina.
- Menyelesaikan administrasi penerimaan.
7
- Melakukan pendiaman minyak hingga stabil dengan maksud
memisahkan/mengendapkan air yang teremulsi di dalam bahan bakar minyak.
2. Penimbunan
Pelaksanaan penimbunan dapat dilakukan dengan beberapa cara/tempat
penimbunan, yaitu:
a. Tangki Vertikal,
b. Tangki Horizontal.
Untuk penimbunan bahan bakar minyak yang menggunakan tangki horizontal
umumnya dibuat dengan kapasitas 15 m3 sampai dengan 100 m3 , sedangkan untuk
keperluan penimbunan bahan bakar minyak dengan jumlah yang lebih besar dapat
dipergunakan tangki tegak/vertikal.
Di dalam proses penimbunan bahan bakar minyak, untuk menjaga faktor
kebakaran dan keselamatan kerja, perlu dierhatikan desain tangki timbun yag
dipergunakan serta peralatan-peralatan yang harus dilengkapi. Sedangkan hal-
hal yang harus diketuhui dan dilakukan dalam penimbunan bahan bakar
minyak adalah sebagai berikut:
- Lakukan pemeriksaan dan pencatatan jumlah/volume bahan bakar minyak
dalam tangki timbun setiap hari dan setiap kali ada mutasi atau pergerakan.
- Periksalah secra periodik mutu baha bakar minyak secra visual (contoh
diambil dari bagian atas, tengah dan bawah), apabila terdapat kecurigaan atas
mutu bahan bakar minyak tersebut, dapat dikonsultsikan dengan sales
engineer/wira penjualan Pertamina setempat.
- Setiap 6 tahun sekali dilakukan pembersihan tangki timbun, hal ii
dimaksudkan untuk membersihkan segala macam bentuk kotoran dalam tangki
yang dapat merusak mutu bahan bakr minyak dalam tangi timbun.
- Lakukan draining setiap pagi untuk membuang air yang mengendap.
- Fasilitas serta perlengakapan pendukung penimbunan diusahakan yang kedap
terhadap percikan listrik (flame proof) guna mencegah kemungkinan
kebakaran.
- Harus disediakan fasilitas serta sarana fire and safety di lokasipenimbunan
bahan bakar minyak.
8
3. Penyaluran/Penggunaan
Di dalam proes penyaluran/penggunaan bahan bakar minyak, hal- hal
yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan adalah sebagai berikut:
- Memeriksa selalu jalur-jalur perpipaan penyaluran dari kebocoran dan
memeriksa saringan/filter.
- Fasilitas serta peralatan pendukung penyaluran diusahakan yang kedap
terhadap percikan listrik (flame proof) guna mencegah terjadinya kebakaran.
- Melakukan pencatatan terhadap pemakaian bahan bakar minyak setiap
harinya sehingga dapat diperkirakan konsumsi setiap bulan serta waktu
permintaan penyuplaian bahan bakar minyak.
- Menghindari penyaluran/pengeluaran pada saat yang sama dari tangki yang
sama dengan tangki penerimaan. Hal ini untuk menghindari kesalahan
perhitungan penerimaan/penyaluran.
9
BAB II
ADITIF PADA GASOLIN
II.1. Pendahuluan
Menaikkan angka oktan pada bensin adalah salah satu upaya unt
uk meningkatkan kualitas bensin. Angka oktan bensin sendiri didefinisikan sebagai
persentase isooktana dalam bahan bakar rujukan yang memberikan intensitas ketukan
yang sama pada mesin uji. Terdapat dua jenis angka oktan, yaitu: (1) angka oktan riset
(RON) yang memberikan gambaran tentang kecenderungan bahan bakar untuk
mengalami pembakaran tidak normal pada kondisi pengendaraan sedang dan juga
pada kecepatan rendah dan dilakukan dengan metode riset, dan (2) angka oktan motor
(MON) yang memberikan gambaran mengenai kinerja pengendaraan pada kondisi
operasi yang lebih berat, kecepatan tinggi atau kondisi beban tinggi. Bilangan oktan di
pasaran merupakan rata-rata aritmetis dari MON dan RON.
Untuk mendapatkan bensin dengan angka oktan yang cukup tinggi dapat ditempuh
beberapa cara: memilih minyak bumi dengan kandungan aromat yang tinggi dalam
trayek didih gasoline; meningkatkan kandungan aromatik melalui pengolahan
reformasi atau alkana bercabang dengan alkilasi atau isomerisasi atau olefin bertitik
didh rendah; mengunakan komponen berangka oktan tinggi sebagai bahan ramuan
seperti alcohol atau eter; menambahkan aditif peningkat angka oktan.
Dalam makalah ini akan dibahas berbagai macam aditif peningkat angka oktan
yang digunakan selama ini maupun yang akan datang. Hal ini disebabkan kebutuhan
akan angka oktan bensin yang tinggi semakin meningkat seiring dengan kemajuan
perkembangan teknologi kendaraan bermotor. Dan kebutuhan akan lingkungan yang
lebih bersih juga menjadi salah satu penyebab berkembangnya penelitian untuk
menemukan aditif-aditif baru yang ramah lingkungan dan bersahabat dengan
kesehatan.
Zat aditif yang masih digunakan di Indonesia hingga saat ini adalah Tetraethyl
Lead (TEL). Namun penggunaan zat aditif tersebut did uga sebagai penyebab
utama
10
keberadaan timbal di atmosfer. Para ahli lingkungan meneliti sampai sejauh mana
mekanisme transportasi timbal di atmosfer serta dampak yang ditimbulkannya
terhadap kehidupan manusia dan lingkungannya.
Timbal adalah neurotoksin - racun penyerang syaraf - yang bersifat akumulatif
clan dapat merusak pertumbuhan otak pada anak-anak. Studi mengungkapkan bahwa
dampak timbal sangat berbahaya pada anak-anak karena berpotensi menurunkan
tingkat kecerdasan (IQ). Selain itu, timbal (Pb) sebagai salah satu komponen polutan
udara mempunyai efek toksit yang luas pada manusia clan hewan dengan
mengganggu fungsi ginjal, saluran pencemaan, sistem saraf pada remaja, menurunkan
fertilitas, menurunkan jumlah spermatozoa clan meningkatkan spermatozoa abnormal
serta aborsi spontan.
Ada beberapa pertimbangan mengapa timbal digunakan sebagai aditif bensin,
di antaranya adalah timbal memiliki sensitivitas tinggi dalam meningkatkan angka
oktan, di mana setiap tambahan 0.1 gram timbal per 1 liter gasoline mampu
menaikkan angka oktan sebesar 1.5 - 2 satuan angka oktan. Di samping itu, timbal
merupakan komponen dengan harga relatif murah untuk kebutuhan peningkatan 1
satuan angka oktan dibandingkan dengan menggunakan senyawa lainnya.
Pertimbangan lain adalah bahwa pemakaian timbal dapat menekan kebutuhan aromat
sehingga proses produksi relatif lebih murah dibandingkan produksi gasoline tanpa
timbal.
Berbagai pertimbangan di atas menyimpulkan bahwa dengan menambahkan
senyawa timbal pada gasoline berangka oktan rendah akan didapatkan gasoline
dengan angka oktan tinggi melaui proses produksi berbiaya murah - meski berdampak
inefisiensi pada perawatan mesin - dibandingkan dengan proses produksi gasoline
dengan campuran senyawa lainnya. Dampak positif lainnya bahwa adanya timbal
dalam gasoline juga bermanfaat dengan kemampuannya memberikan fungsi
pelumasan pada dudukan katup dalam proses pembakaran khususnya untuk kendaraan
produksi tahun lama. Adanya fungsi pelumasan ini akan mendorong dudukan katup
terlindung dari proses keausan sehingga lebih awet - untuk mobil yang diproduksi
tahun lama.
Satu hal yang menjadi kegalauan kita, bahwa timbal pada gasoline memiliki
dampak negatif terhadap lingkungan hidup termasuk kepada kesehatan manusia.
Dampak negatif ini adalah bahwa pencemaran timbal dalam udara menurut penelitian
merupakan penyebab potensial terhadap peningkatan akurnulasi kandungan timbal
11
dalam darah terutarna pada anak-anak. Akumulasi timbal dalam darah yang relatif
tinggi akan menyebabkan sindroma saluran pencernaan, kesadaran (cognitive effect
), anemia, kerusakan ginjal hipertensi, neuromuscular dan konsekuensi
pathophysiologis serta kerusakan syaraf pusat dan perubahan tingkah laku. Pada
kondisi lain, akumulasi timbal dalam darah ini juga menyebabkan ganggua n
fertilitas, keguguran janin pada wanita hamil, serta menurunkan tingkat kecerdasan
(IQ) pada anak-anak. Penyerapan timbal secara terus menerus melalui pernafasan
dapat berpengaruh pula pada sistem haemopoietic.
Di Amerika Serikat sendiri telah ada suatu studi yang mendalam mengenai
sejauh mana kemungkinan keterlibatan gasoline bertimbal dalam peningkatan timbal
dalam darah. Studi ini dinamakan NHANES (National Health and Nutrition
Examination Study ) 2 dan 3. NHANES 2 mensurvey 27,801 orang antara tahun
1976-1980dengan rentang umur 6 bulan hingga 74 tahun yang tinggal di 64 daerah
di
Amerika Serikat.
Untuk selanjutnya, sebagai lanjutan dari apa yang telah dilakukan oleh
NHANES 2, NHANES 3 juga telah melakukan penelitian pada rentang tahun 1988-
1991, dimana pada saat itu, penggunaan timbal di Amerika Serikat telah hampir
dihilangkan, dan hal ini mengakibatkan penurunan yang sangat drastis pada
penumpukan timbal di dalam darah, pada orang dengan rentang umur 1-74
tahun, yaitu sekitar 2.8 µg dl-1 .
12
Tabel 3. Dampak kesehatan akibat Pb.
kecerdasan
II.4. MMT
II.5. Naphtalene
16
BAB III
17
Tabel 4. Proses penurunan kandungan TEL pada bahan bakar gasoline produksi
Pertamina
NO TAHUN KANDUNGAN TEL (CC/USG)
1 Sabelum 1990 (Super 98) 2.5
2 1990 – 1996 1.5
3 1997 1998 1.0
POLA II
NO TAHUN KANDUNGAN TEL
(CC/USG)
1 1999 – 2000
Pulau Jawa 0.0
Luar Pulau 0.5
Jawa
2 2000 – 2001 0.0
Untuk kondisi saat ini, kebijakan energi dalam hal ini gasoline masih
memanfatkan bensin timbal hingga 2000 - mungkin di atas tahun 2000 -dan
berdasarkan perencanaan tahun 1996, bensin tanpa timbal baru diterapkan pada
tahun 2001. Guna mengantisipasi hal di atas, Pertamina mempersiapkan sarana
produksi HOMC agar mencukupi bahan baku bensin dengan angka oktan tinggi,
yaitu dengan merencanakan pengembangan 3 reformer masing- masing
Reformer Musi (2000/2001), Reformer Balikpapan dan Cilacap (2002/2003).
Namun sejauh itu, akar persoalan sebenarnya terletak pada political will dari
pembuat kebijakan untuk menciptakan energi bersih, sehingga polusi udara yang
berdampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan manusia dapat dicegah.
18
III.3. Pemakaian GTT Ditinjau dari Aspek Ekonomi
Konversi energi bersih dalam jangka pendek menuntut investasi khusus untuk
pengadaan peralatan produksi. Konversi energi ini harus pula diikuti oleh pengadaan
berbagai peralatan serta sarana dan prasarana infrastruktur yang dipergunakan untuk
menghasilkan energi bersih. Dalam jangka panjang sangat efisien, meski untuk jangka
pendek terlebih dalam situasi krisis ekonomi dan krisis politik ini perlu dukungan
yang kuat terkait dengan beban ekonomi dalam hal pengadaan modal investasi dan
modal kerja operasionalnya. Hal ini terkait dengan persoalan manajemen produksi dan
distribusi yang menjadi kebijakan negara dalam hal ini pemerintah -- melalui
Pertamina -- tidak mengikuti kecenderungan manajemen dan perdagangan modern
yaitu yang berorientasi pada clean product and clean production dalam hal ini
menciptakan energi bersih.
Hal ini mendorong tidak dikembangkannya rencana pengembangan penciptaan
energi bersih, dan berbagai kebijakan keuangan dan cash flow dan sebagainya tidak
diarahkan pada pengembangan energi bersih. Ini menyebabkan munculnya alasan
ketiadaan dana investasi untuk pengembangan energi bersih tersebut. Sisi lain adalah
kecenderungan dugaan - mark up atas pengembangan kilang, sehingga untuk investasi
diperlukan dana yang berlipat ganda dari yang seharusnya dibutuhkan.
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, guna mengembangkan
unleaded gasoline diperlukan HOMC yaitu bahan baku pembuatan premium yang
memiliki angka oktan tinggi. Yang menjadi persoalan adalah masih terbatasnya
produksi HOMC tersebut sehingga saat ini mesti mengimpor. Apabila akan dibangun
sarana kilang yang mampu menghasilkan HOMC maka perlu dibangun unit reformer
di mana setiap reformer membutuhkan modal investasi berkisar US$ 1,6 2.6 Billion --
informasi dari sumber lain US$ 250 500 Million per unit reformer --. Dan untuk
memenuhi kebutuhan gasoline pada tahun 1998/1999 yang sebesar 11.608.994 KL
dibutuhkan setidaknya 3 unit reformer.
Persoalan investasi reformer ini menjadi krusial mengingat buruknya
manajemen likuiditas. Satu-satunya cara saat ini adalah adanya kebijakan alokasi
modal investasi dari tabungan pemerintah -- meski disadari realitas kondisi moneter
dan fiskal sedang ambruk --, mengingat peluang pembiayaan dengan mengandalkan
kemampuan Pertamina dinilai tidak mungkin, karena problem Cash Flow yang
disebabkan kekisruhan manajemen opersional dan manajemen keuangan.
19
Keadaan kesulitan Cash Flow untuk operasional usaha bukan merupakan
ukuran tidak feasible- nya untuk melakukan investasi guna pengembangan
unit reformer dan atau impor HOMC. sehingga menjadi indikasi penundaan
pengembangan unit reformer sesuai dengan jadwal yang direncanakan oleh Pertamina
di atas. Sebagai catatan bahwa penurunan kandungan TEL dari 1.0 menjadi 0.5
diperlukan impor sebesar 20.0 RTBCD. Sementara penurunan kandungan TEL dari
0.5 menjadi 0.0 diperlukan impor HOMC sebesar 11.63 MBCD.
Kebijakan konversi energi bersih -- bensin tanpa timbal -- adalah kebijakan
mendesak untuk kepentingan perbaikan ekonomi makro. Penerapan kebijakan udara
bersih yang mengurangi polusi udara akan berdampak positif khususnya di daerah
perkotaan yang dengan sendirinya akan menurunkan jumlah penderita sakit/penyakit
akibat polusi udara. Menurunnya penderita sakit/penyakit di kalangan masyarakat
akan membawa dampak meningkatnya produktifitas kerja di satu sisi dan menurunnya
pengeluaran untuk tujuan Maya pengobatan di sisi lain. Meningkatnya produktivitas
kerja ini akan mendorong meningkatnya tabungan masyarakat sementara
berkurangnya biaya pengobatan yang berarti berkurangnya pengeluaran rumah tangga
dapat dikonversikan untuk memperoleh barang/jasa lain. Kondisi meningkatnya
tabungan dan semakin variasinya pola konsumsi atas barang/jasa ini merupakan
cerminan meningkatnya derajat kesejahteraan masyarakat.
Hal ini berarti kenaikan pertumbuhan ekonomi nasional atau perbaikan ekonomi
makro.
Sejalan dengan krisis ekono mi, melalui Letter of Intens (Lol) yang berisikan
50 butir kesepakatan yang ditandatangani antara pemerintah Indonesia dengan
International Monetary Fund (IMF), terdapat satu 'amanat' yang berdimensi
lingkungan, yaitu butir ke-50 dari isi LoI. Amanat tersebut menyoroti bahwa upaya
terhadap pelestarian lingkungan yang berkelanjutan, perlu dibuat beberapa peraturan
perundang-undangan, baik undang-undang sektoral yang memiliki aspek terhadap
lingkungan hidup, maupun peraturan pelaksana dari UU No. 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup itu sendiri, yang salah satunya adalah dibuatnya
kebijakan penghapusan bensin bertimbal (Leaded Gasoline Phase Out).
20
Landasan pengaturan pencemaran udara, khususnya yang berasal dari
kendaraan bermotor di Indonesia adalah UU No. 14 Th. 1992 tentang Lalu Lintas &
Angkutan Jalan (Ps. 50), UU No. 23 Th. 1992 tentang Kesehatan Nasional, UU No.
23 Th. 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP No. =11 Th. 1999
tentang
Pengendalian Pencemaran udara.
Kebijakan penghapusan bensin bertimbal yang dikaitkan dengan penguasaan
tunggal sektor minyak dan gas oleh Pertamina menjadi salah satu faktor kendala
terhadap upaya penghapusan bensin bertimbal. Bila kita kembalikan kepada hak-hak
dasar masyarakat atas lingkungan hidup, maka UU No. 23 Th. 1997, menjamin setiap
orang atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Dengan asumsi bahwa "lingkungan
hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia berikut perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (ps.l [1] )", maka
kehadiran bensin bertimbal yang memiliiki dampak terhadap kesehatan yang memiliki
korelasi yang sangat erat dengan aspek sosial masyarakat, sudah sepatutnya ditarik
dan digantikan dengan bahan bakar yang ramah lingkungan (bensin tanpa timbal). Di
sini peran Organisasi Lingkungan atau Lembaga Swadaya Masyarakat seharusnya
dapat menggugat Pertamina yang telah mengesampingkan aspek lingkungan hidup
dan dampak kesehatan terhadap masyarakat, dengan menempuh upaya hukum melalui
hak gugat LSM (Legal Standing of NGO) atau mengadvokasi masyakat untuk
melakukan gugatan perwakilan (Class Actions).
PP No. 41 Th. 1999 yang lahir sebagai mandat dari UU No. 23 Th. 1997,
diharapkan menjadi landasan langkah penciptaan kondisi udara ke arah kondisi yang
layak dihirup oleh masyarakat. Asas pertimbangan lahirnya PP ini, bahwa udara
sebagai sumber daya alam yang mempengaruhi kehidupan manusia serta makhluk
hidup lainnya dan juga bermanfaat bagi pelestarian lingkungan hidup. Sebetulnya,
masalah utama pencemaran udara yang diakibatkan oleh transportasi sudah diatur dan
menjadi pokok bahasan dari UU No. 14 Th. 1992. Bahkan UU tersebut memberikan
"sanksi pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda setinggitingginya
Rp.
2.000.000; kepada setup kendaraan bermotor yang tidak memenuhi kewajiban
persyaratan ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan dan kepada setup
pemilik, pengusaha angkutan umum dan atau pengemudi kendaraan bermotor yang
tidak »wncegah terjadinya pencemaran udara (Ps. SD)".
21
Terlepas apakah PP tentang Pencemaran Udara merupakan peraturan
pelaksana dari pasal50 UU No. 14 Th. 1992 atau hanya bagian dari peraturan
pelaksana yang diamanatkan oleh UU No. 23 Th. 1997, yang pasti kedua peraturan
perundang-undangan itu tidak menyentuh upaya penghapusan bensin bertimbal. UU
No. 14 Th. 1992 misalnya, hanya mengatur mengenai kewajiban pengguna/pemakai
kendaraan bermotor, padahal dalam kaitannya dengan bensin bertimbal, tanggung
jawab bukan terletak pada pemakai kendaraan bermotor tersebut sebagai konsumen,
tetapi merupakan tanggung jawab dari Pertamina sebagai produsen. Lainnya, yaitu PP
No. 41 Th. 1999 mengatur mengenai kewajiban produsen, dalam hal ini misalnya
Pertamina, untuk menaati ambang batas emisi udara dalam produksinya.
Alasan lainnya adalah apabila kita mengacu kepada definisi pencemaran udara
yang tercantum dalam referensi-referensi tentang pencemaran udara, termasuk
didalamnya PP tentang Pencemaran Udara yang me ngatakan pencemaran udara
adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke
tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.
Toleransi yang berwujud nilai ambang batas yang diberikan dalam ruang udara
ambien didasari oleh kemampuan atmosfir udara dalam menetralisir dan menstabilkan
dalam batas-batas tertentu dalam ekosistem. Apabila kita kaitkan dengan karakteristik
zat-zat/bahan-bahan emisi gas buang, khususnya bensin bertimbal yang bersifat
akumulatif, maka zat/bahan sisa buangan ini yang terhirup dan selanjutnya
terakumulasi dalam tubuh manusia, tentu tidak lagi dapat ditetapkan nilai ambang
batasnya. Karena sekecil apapun tingkat pencemarannya - sifat akumulatif dan tidak
adanya kemampuan tubuh untuk menetralisir mengeluarkannya - menyebabkan
timbal yang terhirup atau masuk ke dalam tubuh melalui kulit maupun saluran
pencernaan, berdampak buruk bagi kesehatan manusia.
Bahwa semangat menciptakan kualitas udara agar dapat dijamin mutunya (UU
No. 14 Th. 1992 & PP No. 41 Th. 1999), akan sulit tercapai, selama kedua peraturan
perundang-undangan itu tetap membuka "peluang" lebar atau bahkan mempercepat
terjadinya kerusakan mutu udara. Pertimbangan ini didasarkan kepada isi pasal di
dalam batang tubuh, dimana dalam ketentuan umum - pasal 1 angka 16 & 17 -
mengenai baku mutu emisi & ambang batas emisi, diberikan suatu toleransi (batas
maksimum) bahan pencemar yang boleh dikeluarkan. Artinya bila batas maksimum
tidak ditekan ke titik paling rendah, maka bahan pencemar akan terakumulasi
22
sehingga tetap akan memperparah kondisi & kualitas udara (comulative effect).
Kekhawatiran ini didasari oleh kenaikan yang sangat pesat dari jumlah kendaraan &
industri di kota-kota besar, Jakarta & Surabaya misalnya, yang tidak sebanding
dengan daya dukung lingkungan.
Spesifikasi tersebut sesuai Surat Keputusan Dirjen Migas No. 112 K/72/ddjm/1995
Tanggal 18 Agustus 1995
23
Persoalan yang timbul antara lain:
Ada anggapan mesin kendaraan menjadi rusak kalau bensinnya tidak mengandung
timbal sebagai zat additif. Timbal dalam hal ini berfungsi sebagai pelumas bagi
katup dan mencegah letupan (anti knocking).
Ada anggapan dari sebagian masarakat bahwa bila bensin tidak mengandung
timbal mesin menjadi tidak bertenaga, sebab Pb digunakan untuk menaikan oktan.
Kesediaan masyarakat menggunakan bensin tanpa timbal (Super TT & BB2L)
masih susah karena harganya mahal dibanding bensin bertimbal dan distribusinya
tidak merata.
Pengaruh bensin bertimbal bagi kendaraan yang selama ini dianggap dapat
merusak mesin kendaraan sudah merupakan cerita yang tidak masuk akal terutama
bagi kendaraan-kendaraan keluaran tahun 1985 keatas, bahkan penggunaan bensin
tanpa timbal dapat mengurangi korosi. Kendaraan yang dirancang pada tahun 80-an
sudah menggunakan dudukan katup yang keras sehingga tidak berpengaruh terhadap
mesin saat pembakaran, sebagai pelumas dapat diganti dengan bahan lain yang tidak
merusak kesehatan dan lingkungan.
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan oleh angkatan bersenjata Amerika
Serikat dan perusahaan pos Amerika, juga pemerintah Jerman tidak bisa membuktikan
bensin tanpa timbal dapat merusak mesin mobil, kecuali pada mesin yang mempunyai
dudukan katup yang tidak keras. Berdasarkan penelitian bensin tanpa timbal memang
mempunyai pengaruh pada mesin- mesin kendaraan tua yang diproduksi
sebelum tahun 80-an dapat merusak dudukan katup. Itupun kalau mobil dipacu pada
kecepatan
100 km/jam selama satu jam terus menerus. Kalau kendaraan dijalankan dalam
keadaan normal apalagi di Jakarta sulit kecepatan 100 km/jam selama satu jam terus
menerus. Dengan demikian tidak ada persoalan penggunaan bensin tanpa timbal.
Menurut data dari Gaikindo jenis kendaraan yang beresiko rusak tersebut
hanya 3% jumahnya. Bagi kendaraan tua untuk menanggulangi akibat rusaknya katup
pada mesin dapat diatasi dengan zat aditif khusus untuk bensin (MTBE ; methyl-
tertiary-butyl-ether). Berdasarkan merek dan tahun, kendaraan-kendaraan yang tidak
memerlukan timah hitam atau timbal:
Sejak tahun 1978 : Mitsubishi, Nissan, Suzuki
Sejak tahun 1979 : Subaru, Daihatsu (kecuali Taft 4x4 1983)
Sejak tahun 1981 : Honda dan Toyota
Sejak tahun 1982 : Isuzu dan Mazda.
24
Anggapan kedua ya ng sering membuat pemilik kendaraan memilih
bensin bertimbal adalah kinerja mesin yang menjadi lemah. Padahal penyebab lemah
atau kuatnya tarikan mesin adalah angka oktan dari bahan bakar (bensin) itu.
Semakin tinggi nilai angka oktannya semakin baik untuk tarikan daya mesin. Untuk
Indonesia, saat ini Super TT mempunyai nilai oktan (98) jauh lebih baik ketimbang
premix (95) ataupun premium (88). Berdasarkan pengalaman bengkel Indomobil
Suzuki (Rudi S) untuk mesin- mesin yang baru atau tahun 1985 ke atas bila
mengunakan Super TT tarikan mesin lebih ringan dan mesin lebih bersih serta tanpa
meninggalkan bekas dikatup (kerak) ruang pembakaran. Hanya saja persoalan harga,
kiranya menjadi kendala.
Secara teknis, kendaraan yang menggunakan bensin tanpa timbal justru akan
meningkatkan daya, di samping nilai oktannya lebih tinggi juga mesin menjadi lebih
besar sehingga daya yang dihasilkan lebih maksimal.
III.6. Penutup
25
Dampak ekonomi makro konversi energi bersih - bensin tanpa timbal - akan
memperbaiki distribusi pendapatan melalui peningkatan output sektor-sektor terkait.
Peningkatan output dalam sektor transportasi diperoleh setelah terjadi kontraksi antar
peningkatan b iaya bahan bakar sebagai konsekuensi logis tambahan
biaya penyesuaian teknologi di satu sisi dengan penurunan biaya perawatan di sisi lain.
Negara memiliki tanggung jawab mutlak untuk menjadikan seluruh kegiatan
yang dilakukannya tidak merusak dan mencemari lingkungan hidup. BUMN dalam
hal ini Pertamina bertanggung jawab agar sehuuh proses kegiatan dan hasil
produksinya tidak merusak dan mencemari lingkungan. Karenanya, pemerintah harus
mampu memaksa Pertamina agar bensin yang diproduksi tidak mengandung Timbal
(Pb). Di samping itu Pertamina sendiri wajib mempunyai program untuk menurunkan
kadar timbal sampai tingkat 0 (nol).
26
BAB IV
BAHAN BAKAR DIESEL
IV.1. Pendahuluan
Bahan bakar mesin diesel sebagian besar terdiri dari senyawa hidrokarbon dan
senyawa nonhidrokarbon. Senyawa hidrokarbon yang dapat ditemukan dalam bahan
bakar diesel antara lain parafinik, naftenik, olefin dan aromatik. Sedangkan untuk
senyawa nonhidrokarbon terdiri dari senyawa yang mengandung unsur non logam,
yaitu S, N, O dan unsur loga m seperti vanadium, nikel dan besi.
ASTM mengklasifikasikan bahan bakar diesel menjadi tiga tingkatan, yaitu :
1. Tingkat 1-D
Merupakan bahan bakar yang volatile untuk mesin dengan perubahan
kecepatan dan loading yang berfrekuensi, misalnya untuk kendaraan bermotor.
2. Tingkat 2-D
Merupakan bahan bakar dengan volatilitas lebih rendah untuk mesin industri,
mesin kapal laut dan lokomotif.
3. Tingkat 4-D
Bahan bakar dengan volatilitas lebih rendah untuk mesin berkecepatan rendah
dan sedang.
Standar bahan bakar pada Tabel 7 merupakan batas minimum yang dibutuhkan
unt uk menjamin kinerja yang memuaskan dari mesin diesel. Dapat dilihat pula
bahwa semakin tinggi tingkatannya, temperatur distilasi akan semakin tinggi
artinya volatilitas semakin rendah.
27
bakar jenis ini yang biasa disebut sebagai bahan bakar diesel. Biasanya digunakan
untuk kendaraan bermotor.
2. Industrial Diesel Oil, yaitu bahan bakar yang digunakan untuk mesin- mesin
yang
mempunyai putaran mesin kurang atau sama dengan 1000 rpm, biasanya
digunakan untuk mesin- mesin industri. Bahan bakar jenis ini d isebut
minyak diesel.
28
ol,max
Ramsbottom D524 0.15 0.15 0.35 0.35
carbon residue
pada 10% residu
distilasi
Mesin- mesin dengan putaran mesin yang cepat (>1000 rpm) membutuhkan
bahan dengan karakteristik tertentu yang berbeda dengan minyak diesel. Karakteristik
yang diperlukan berhubungan dengan auto ignition (kemampuan menyala sendiri),
kemudaham mengalir dalam saluran bahan bakar, kemampuan untuk teratomisasi,
kemampuan lubrikasi, nilai kalor dan karakteristik lain.
Karakteristik yang umum perlu diketahui untuk menilai kinerja bahan bakar
diesel antara lain viskositas, angka setana, berat jenis, titik tuang, nilai kalor
pembakaran, volatilitas, kadar residu karbon, kadar air dan sedimen, indeks diesel,
titik embun, kadar sulfur, dan titik nyala.
IV.2.1. Viskositas
Viskositas adalah tahanan yang dimiliki fluida yang dialirkan dalam pipa
kapiler terhadap gaya gravitasi, biasanya dinyatakan dalam waktu yang diperlukan
untuk mengalir pada jarak tertentu. Jika viskositas semakin tinggi, maka tahanan
untuk mengalir akan semakin tinggi. Karakteristik ini sangat penting karena
mempengaruhi kinerja injektor pada mesin diesel. Atomisasi bahan bakar sangat
menjadi tetesan yang lebih besar dengan momentum tinggi dan memiliki
dingin. Hal ini menyebabkan pemadaman flame dan peningkatan deposit dan
emisi mesin.
29
Ba han bakar dengan viskositas lebih rendah memproduksi spray
yang terlalu halus dan tidak dapat masuk lebih jauh ke dalam silinder pembakaran,
sehingga terbentuk daerah fuel rich zone yang menyebabkan pembentukan jelaga.
bakar. Viskositas yang relatif tinggi mempunyai sifat pelumasan yang lebih baik.
Pada umumnya, bahan bakar harus mempunyai viskositas yang relatif rendah agar
dapat mudah mengalir dan teratomisasi Hal ini dikarenakan putaran mesin yang
cepat membutuhkan injeksi bahan bakar yang cepat pula. Namun tetap ada batas
minimal karena diperlukan sifat pelumasan yang cukup baik untuk mencegah
menyala sendiri (auto ignition). Skala untuk angka setana biasanya menggunakan
referensi berupa campuran antara normal setana (C 16 H34 ) dengan alpha methyl
setana memiliki angka setana 100, alpha methyl naphtalene memiliki angka
setana 0, dan heptamethylnonane memiliki angka setana 15. Angka setana suatu
bahan bakar biasanya didefinisikan sebagai persentase volume dari normal setana
Angka setana yang tinggi menunjukkan bahwa bahan bakar dapat menyala
pada temperatur yang relatif rendah, dan sebaliknya angka setana rendah
menunjukkan bahan bakar baru dapat menyala pada temperatur yang relatif tinggi.
30
Penggunaan bahan bakar mesin diesel yang mempunyai angka setana yang
tinggi dapat mencegah terjadinya knocking karena begitu bahan bakar diinjeksikan ke
dalam silinder pembakaran maka bahan bakar akan langsung terbakar dan tidak
terakumulasi.
31
8100 3400 H - O/8
Nilai Kalor C kcal/kg
100
Nilai kalor H, C, dan O dinyatakan dalam persentase berat setiap unsur yang
terkandung dalam satu kilogram bahan bakar.
IV.2.6. Volatilitas
Volatilitas adalah sifat kecenderungan bahan bakar untuk berubah fasa
menjadi fasa uap. Tekanan uap yang tinggi dan titik didih yang rendah menandakan
tingginya volatilitas.
32
IV.2.7. Kadar Residu Karbon
Kadar residu karbon menunjukkan kadar fraksi hidrokarbon yang
mempunyai titik didih lebih tinggi dari range bahan bakar . Adanya fraksi
pembakaran yang dapat mengurangi kinerja mesin. Pada temperatur tinggi deposit
BAKAR LPG
ELPIJI merupakan merk dagang dari LPG atau Liquefied Petroleum Gasses.
Merupakan campuran dari berbagai hydrocarbon, sebagai hasil penyulingan minyak
mentah, berbentuk gas. Dengan menambah tekanan atau menurunkan suhunya
membuat menjadi cairan. Inilah yang kita kenal dengan bahan bakar gas cair.
Terutama digunakan oleh para ibu rumah tangga dan restoran sebagai pengganti
bahan bakar minyak yang kian menipis persediaanya. Elpiji merupakan senyawa
hidrokarbon yang dikenal sebagai Butana, Propana, Isobutana atau camp uran
antara Butana dengan Propana. Secara umum ELPIJI bersifat :
Berat jenis gas ELPIJI lebih besar dari udara, yaitu :
o Butana mempunyai berat jenis dua kali berat jenis udara.
o Propana mempunyai berat jenis satu setengah kali berat udara.
Tidak mempunya i sifat pelumasan terhadap metal.
Merupakan Solvent yang baik terhadap karet, sehingga perlu diperhatikan
terhadap kemasan atau tabung yang di pakai.
Tidak berwarna baik berupa cairan maupun dalam bentuk gas.
Tidak berbau. Sehingga untuk kesalamatan, ELPIJI komersial perlu ditambah zat
odor, yaitu Ethyl Mercaptane yang berbau menyengat seperti petai.
Tidak mengandung racun.
Bila menguap di udara bebas akan membentuk lapisan karena kondensasi
sehingga adanya aliran gas.
Setiap kilo gram ELPIJI cair dapat berubah menjadi kurang lebih 500 liter gas
ELPIJI.
Sebagai sumber energi (bahan bakar), digunakan oleh rumah tangga untuk
memasak, penerangan, water heater, gas stoves, rice cookers, seterika, dan
semacamnya. Secara umum, ELPIJI digunakan oleh restoran, rumah makan, rumah
sakit, laboratorium. Industri yang menggunakan ELPIJI sebagai bahan bakar adalah
pabrik-pabrik, penyulingan, perusahaan keramik, dok perkapalan, bengkel dan
semacamnya. Selain digunakan sebagai bahan bakar, gas ELPIJI digunakan pula
sebagai bahan penekan. Digunakan untuk hasil produksi yang berjenis spray, seperti
deodorant, minyak wangi spray, cat pylox, dan kosmetik sejenisnya.
Secara garis besar, fungsi LPG adalah sebagai berikut :
Sebagai bahan untuk rumah tangga meliputi kompor, Pemanas Air dan lampu
penerangan.
Sebagai bahan bakar industri, meliputi industri Makanan, Kertas, Tekstil,
Percetakan, Cat, Keramaik, Gelas, Industri Logam dan sebagainya.
Berguna pula sebagai bahan penekan atau zat penyemprotan seperti pada obat
nyamuk Spray, cat Spray (Pilox) dan deodorant.
Sebagai bahan baku.
Bahan bakar gas cair ELPIJI mempunyai ciri khas sebagai berikut :
Sensitif terhadap api.
Mudah terbakar.
Tidak berwarna dan berbau.
Mempunyai daya pemanasan yang tinggi karena mempunyai nilai kalor yang
relatif lebih tinggi per satuan beratnya dibanding bahan bakar lain untuk kegunaan
yang sama.
Bersih, tidak berwarna, mudah dan aman dalam pengangkutan dan
penyimpanannya.
Tidak menyebabkan pengkaratan pada besi dan tabung kemasan
Untuk mengetahui kebocoran pada tabung gas, bahan bakar iini diberikan
aroma khusus (gas MERCAPTANE) yang berbau seperti petai. Bau ini amat menusuk
hidung, sehingga bila tabung bocor dapat segera terdeteksi dan dapat ditanggulangi
secepatnya.
Penggunaan yang tepat bahan bakar ini dapat menghemat waktu karena memudahkan
saat memasak Kompor ELPIJI berpemantik api otomatis, sehingga tidak perlu
menyediakan korek api setiap hari.
Bahan bakar gas ELPIJI tidak meninggalkan sisa pembakaran seperti bahan
bakar lainnya. Ruangan dapur pun akan terjamin kebersihannya. Memasak dengan
ELPIJI membutuhkan waktu lebih sedikit dibanding dengan bahan bakar lainnya.
Konsumsi pemakaian bahan bakar gas untuk keperluan rumah tangga, menurut
perhitungan sekitar 150 sampai dengan 200 gra m gas ELPIJI setiap jamnya. Maka
terbukti gas ELPIJI lebih efektif dibandingkan bahan bakar lainnya.
4000 15
Kayu Bakar
8000 15
Arang
11000 40
Minyak Tanah
4500 55
Gas Kota
11900 60
Elpiji
860 (Kcal/Kwh) 60
Listrik
Tabel 10. Kadar CO dan CO2 hasil pembakaran pada beberapa jenis bahan bakar
Jenis bahan bakar Konsentrasi CO pada gas Konsentrasi CO2 pada gas
buangan buangan
LPG 20 ppm 2714 ppm
Biogas 3.6 ppm 2145 ppm
Kerosene 32.8 ppm 3092 ppm
charcoal 413 ppm 1807 ppm
V.2.2. Unburned Hydrocarbon (UHC)
UHC adalah senyawa hidrokarbon yang tidak terbakar yang dihasilkan dari
proses pembakaran yang tidak sempurna. UHC sangat terkait dengan efisiensi
pembakaran dari bahan bakar. Reaksi pembakaran yang tidak sempurna ini bisa
disebabkan oleh karena rendahnya rasio udara-bahan bakar (A/F) atau karena
pencampuran udara dari bahan bakar yang tidak homogen.
UHC merupakan komponen dari senyawa organik yang volatile (VOC), yang
bila kandungannya tinggi di udara akan dapat mencemarkan lingkungan dan dapat
menyebabkan gangguan penglihatan.
V.2.3. NOx
Oksida-oksida Nitrogen (NOx ) biasanya dihasilkan dari proses pembakaran
pada suhu tinggi dari bahan bakar gas, minyak atau batu bara. Secara umum reaksi
yang terjadi adalah
N2 + O2 2 NO
Pada temperatur pembakaran di bawah 1000 F ( 538 C ) kenaikan NOx sangat
kecil dan tidak signifikan. Di atas 1500 F ( 816 C ) kenaikan V menjadi semakin besar
dan sangat signifikan. Kandungan NOx yang tinggi di udara dapat menyebabkan
pencemaran udara, dan menggangu kesehatan. NOx terbentuk dari reaksi oksigen
dengan nitrogen yang terdapat dalam udara ataupun bahan bakar akibat tingginya
suhu pembakaran. Komponen utama dari NOx adalah nitrogen-oksida (NO), yang
dapat dikonservasikan lagi menjadi nitrogen-dioksida (NO2 ) dan nitrogen-tetraoksida
(N 2 O4 ).
NOx merupakan salah satu komponen pembentuk photochemical smog yang
merupakan campuran gas NO, NO2 , dan PAN (Peroksi Asetil Nitrat) hasil reaksi
berantai N2 , O2 , dan UHC, dengan matahari sebagai katalisnya. Gas NO juga turut
berperan terhadap rusaknya lapisan ozon dan terjadinya hujan asam.
Pengaruh dari terbentuknya photochemical smog ini adalah :
a. Mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan makhluk hidup lain
b. Menimbulkan rasa perih pada mata, bila konsentrasinya rendah (0.1 ppm)
c. Mengganggu fungsi saluran pernapasan, bila konsentrasinya tinggi (70 ppm)
VI.1. Pendahuluan
Bahan Bakar Gas (BBG) adalah gas bumi yang telah dimurnikan dan aman,
bersih andal, murah, dipakai sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Komposisi
BBG sebagian besar terdiri dari gas metana ( CH4 ) dan etana (C 2 H6 ) lebih
kurang
90% dan selebihnya adalah gas propana (C 3 H8 ), butana (C 4 H10 ), pentana
(C 5 H10 ),
nitrogen dan karbon dioksida. BBG lebih ringan daripada udara dengan berat jenis
sekitar 0,6036 dan mempunyai nilai oktan 120.
Agar setiap kendaraan BBG dapat membawa gas sebanyak mungkin, BBG
dimasukkan ke dalam tangki dengan dimampatkan sekitar 200 bar dan masih
berbentuk gas.
Sudah sekitar 11 tahun Bahan Bakar Gas (BBG) dipasarkan secara komersial
sebagai bahan bakar kendaraan bermotor di Indonesia, namun perkembangan
penjualannya berjalan sangat lambat. Konsumsi BBG hanya 0,33 % dari total
konsumsi bahan bakar kendaraan di wilyah Pantai Utara (Pantura) Jawa.
Beberapa penyebab kelambanan pengembangan dan pemasyarakatan BBG
antara lain:
Dari sisi produsen. Harga jual BBG lebih rendah dari biaya pengadaannya
sehingga produsen enggan mengembangkan usaha ini. Apabila harga jual BBG
dinaikan akan makin sulit bersaing dengan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang
harganya disubsidi.
Dari sisi konsumen. Conversion kit dari BBM ke BBG dirasakan terlalu mahal,
SPBG sulit diperoleh dan masyarakat sudah terbiasa menggunakan bahan bakar
cair.
Disisi lain, upaya penghematan konsumsi BBM melalui program diversifikasi energi
sudah merupakan agenda nasional yang mendesak mengingat:
Indonesia akan menjadi net oil importer dalam waktu yang tidak lama lagi.
Ketika stasus net importer tiba, kita tidak bisa menghindar dari keharusan
mengkonsumsi BBM dengan harga sesuai pasar yakni sekitar 3 kali lipat dari
harga BBM saat ini.
Anggaran subsidi BBM terus meningkat. Pada APBN 1998/2000, jumlahnya
mencapai Rp 39,89 trilyun dan tahun 2000 diperkirakan lebih dari Rp. 45 trilyun.
Anggaran subsidi tersebut sebagian digunakan untuk mengimpor BBM yang pada
tahun 2000 (s/d bulan September) nilainya sudah mencapai US$ 2,34 milyar.
Teknologi BBG untuk kendaraan bermotor telah lama diterapkan di Italia sejak
tahun 1934 dan menyusul negara negara lainnya seperti : Amerika, Selandia Baru,
Kanada, Argentina, Malaysia, Brazilia, Muangthai dan Rusia.
Di Indonesia, BBG telah diuji coba oleh suatu tim Evaluasi Teknis Proyek
Percontohan Bahan Bakar Gas dengan hasil baik dan layak untuk dipakai pada
kendaraan bermotor.
Segala macam tipe/merk kendaraan dapat menggunakan BBG, untuk itu perlu
dipasang peralatan tambahan yang disebut "Conversion Kit ". Bila
diperlukan, kendaraan BBG dapat kembali menggunakan Bahan Bakar Minyak hanya
dengan memutar tombol penyeleksi bahan bakar (2 sistem).
Harga jual BBG lebih murah bila dibandingkan denga n harga jual
minyak premium dan minyak solar. Kunci utama untuk mengurangi konsumsi
BBM dan meningkatkan pemanfaatan BBG terletak pada kebijakan harga.
Sebab, seandainya harga BBM disesuaikan sampai ke tingkat yang wajar (sesuai
harga keekonomian), maka anggaran subsidi dapat diminimalisir, efisiensi
konsumsi BBM oleh masyarakat akan meningkat dan sumber-sumber energi lain
yang biaya pengadaannya (harga keekonomiannya) lebih murah dari BBM dapat
berkembang menyesuaikan harga pasar. Daya beli masyarakat yang rendah,
kebiasaan mengkonsumsi BBM dengan harga murah dan kelangkaan energi
alternatif telah
menimbulkan resistensi yang luar biasa terhadap upaya pengurangan/pencabutan
subsidi BBM.
Dari hasil kajian, biaya pengadaan BBG jauh lebih murah dari BBM
khusus nya solar dan premium, apabila harga jual BBG dan BBM ditentukan oleh
mekanisme pasar, maka BBG yang harganyan sekitar Rp. 850/lsp, akan mampu
bersaing dengan BBM yang harganya sekitar Rp. 2000/liter.
Namun pencabutan subsidi BBM (menaikkan harga BBM 3 kali lipat) sangat
tidak realistis. Karena itu perlu “solusi jalan tengah” dengan melakukan pengalihan
subsidi BBM kepada BBG sampai harga kedua jenis energi tersebut dapat ditentukan
oleh mekanisme pasar. Usulan subsidi BBG tersebut, sama sekali tidak akan
membebani Pemerintah. Sebaliknya Pemerintah justru diuntungkan karena yang
terjadi bukanlah penambahan anggaran subsidi melainkan hanya mengalihkan alokasi
subsidi dari BBM ke BBG dengan jumlah lebih kecil untuk setiap volume BBM yang
di substitusi BBG.
1. Komponen : IP
C 1 + C2 % volum 62.0 - D-1945 -
C3 % volum - 8.0 D-1945 -
C4 % volum - 4.0 D-1945 -
C5 % volum - 1.0 D-1945 - visual
N2 % volum - 2.0 D-1945 -
H2 S ppm volum - 14.0 D-2385 AAS
Hg (merkuri) ppb volum - 9.0 -
O2 % volum - 0.2 D-1945 Gravimetri
H2 O % volum - 0.035 - -
CO2 % volum - 5.0 D-1945 -
o
2. Densitas relatif pada suhu 28 C 0.56 0.89 - -
3. Nilai kalor pada 15o C kj//kg 44,000 - -
Dan tekanan 1 atm
44
BAB VII
VII.1.1. Partikulat
Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya merupakan
fasa padat yang terdispersi dalam udara dan membentuk asap. Fasa padatan tersebut
45
berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar minyak yang berkomposisikan
senyawa organik hidrokarbon. Selain itu partikulat juga mengandung timbal yang
merupakan bahan aditif untuk meningkatkan kinerja pembakaran bahan bakar pada
mesin kendaraan. Partikel asap mempunyai diameter berkisar 0.5 – 1 m.
Asap dapat mengurangi jarak pandang karena partikel padatan di dalamnya
memencarkan atau menyerap sinar. Intensitas pengurangan jarak pandang ini
tergantung kepada ukuran dan bentuk dari partikulat. Menurunnya jarak pandang
berdampak negatif terhadap sistem transportasi khususnya pesawat terbang dengan
memperlambat operasi bandara udara karena kebutuhan untuk menambah jarak antar
pesawat guna menghindari kecelakaan.
Asap juga menyebabkan kotornya pakaian dan bahan tekstil, korosi pada
bahan bangunan dari logam (khususnya pada kelembaban 75%) serta merusak cat
bangunan. Partikulat memencarkan dan memantulkan sinar matahari sehingga
mengurangi intensitas sinar yang jatuh ke permukaan bumi. Hal ini dapat
memperlama periode hujan dan salju.
Selain itu asap juga dapat merusak kesehatan mahluk hidup. Partikulat yang
menempel pada permukaan daun dapat merusak jaringan daun jika terserap ke
dalamnya. Selain itu partikulat akan menutup stoma ta sehingga
mengurangi kemampuan tumbuhan untuk berfotosintesis dan mengganggu
pertumbuhannya. Hewan yang memakan tumbuhan yang terlapisi oleh partikukat dapat
mengalami gangguan pencernaan bahkan kematian karena keracunan zat-zat
berbahaya yang terdapat pada partikulat tersebut. Efek partikulat pada kesehatan
manusia menjadi berbahaya dikarenakan ukuran partikulat yang sangat kecil dapat
menembus system pernapasan sampai ke bagian paru-paru bagian dalam. Terlebih lagi
partikulat dapat mengikat polutan lain yang terdapat di dalam udara (SOx, NOx ,
dll) sehingga tertinggal dalam tubuh untuk waktu yang lebih lama. Penelitian
intensif telah dilakukan terhadap efek timbal pada manusia karena kerusakan jaringan
tubuh yang ditimbulkan lebih hebat, terutama pada sis tem pembentukan darah,
sistem saraf dan sistem ekskresi. Termasuk juga sistem reproduksi, fungsi hati, jantung
serta enzim dalam tubuh.
46
VII.1.2. Hidrokarbon (HC)
Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga menghasilkan gas buang yang
mengandung hidrokarbon, termasuk di dalamnya senyawa alifatik dan aromatik yang
terdapat dalam bahan bakar.
Senyawa alifatik terdapat dalam beberapa macam gugus yaitu alkana, alkena,
alkuna. Alkana merupakan senyawa inert dan tidak reaktif pada atmosfer terhadap
reaksi fotokimia. Alkena atau olefin merupakan senyawa tak jenuh dan sangat aktif di
atmosfer terhadap reaksi fotokimia. Oleh karena itu penelitian terhadap polutan alkena
menjadi sangat penting, terlebih lagi dengan munculnya polutan sekunder yang
berasal dari reaksi fotokimia alkena, seperti peroksiasetil nitrat (PAN) dan ozon (O 3 ).
Salah satu senyawa alkena yang cukup banyak terdapat pada gas buang kendaraan
adalah etilen. Penelitian menunjukkan bahwa etilen dapat mengganggu pertumbuhan
tomat dan lada, juga merusak struktur dari anggrek. Alkuna, meskipun lebih reaktif
dari alkena namun jarang ditemukan di udara bebas dan tidak menjadi masalah utama
dalam pencemaran udara akibat gas buang kendaraan.
Senyawa aromatik juga menjadi pusat perhatian dalam studi pencemaran udara
karena sifatnya yang aktif secara biologis dan dapat menyebabkan kanker
(carcinogenic).
47
yang lama adalah gangguan sistem saraf, lambatnya refleks dan penurunan
kemampuan penglihatan.
50
Mesin sebaiknya dipastikan bekerja pada suhu yang tep at. Karena suhu yang tidak
tepat, misalnya terlalu dingin akan mengakibatkan injeksi bahan bakar berlebihan. Hal
ini juga bisa berakibat Anda gagal dalam uji emisi gas buang. Untuk mengetahui
apakah kendaraan teresebut layak atau tidak mendapat sertifikat uji emisi, maka dapat
dilakukan suatu cara yang sederhana yaitu dengan memacu kendaraan kendaraan
tersebut pada kecepatan tinggi. Ini akan membantu untuk mengetahui apakah busi
kendaraan tersebut berfungsi dengan baik atau tidak, gas buang bebas karbon atau
tidak, dan apakah residu tertinggal pada catalytic converter atau tidak.
Sebelum mengikuti uji emisi terlebih dahulu kendaraan harus dikondisikan.
Pengkondisian bisa dilakukan dengan memanaskan mesin selama 15 menit sehingga
memastikan mesin berada pada suhu yang cukup, sensor oksigen panas dan
mengirimkan sinyal, serta catalytic converter berfungsi. Agar bisa berfungsi catalityc
converter harus dalam kondisi panas. Jika converter berada di bagian bawah-belakang
kendaraan dan mesin tidak dijalankan atau berjalan lambat dan sebentar, converter
akan dingin dan berhenti berfungsi.
Selama uji emisi, teknisi akan mengukur kadar hidrokarbon (HC), karbon
monoksida (CO), dan nitrogen oksida (NOx). HC biasanya berasal dari pembakaran
yang tidak sempurna. Silinder yang macet akan mengakibatkan kadar HC tinggi.
Sedangkan CO dihasilkan oleh proses pembakaran normal akan tetapi kadar CO
tinggi dapat dicegah melalui penggunaan bahan bakar secara hati-hati dan
penggunaan catalytic converter. Selain itu bensin campur dalam jumlah banyak akan
mengakibatkan tingginya kadar CO.
Sementara itu NOx terjadi saat suhu pembakaran sangat tinggi, yang
diakibatkan oleh desain mesin atau penggunaan Exhaust Gas Recirculation (EGR)
pada suhu silinder tinggi. Waktu pembakaran yang tidak tepat dapat meningkatkan
suhu silinder sehingga mendongkrak emisi NOx. Jadi sebaiknya jangan pernah
menggunakan bensin campur.
Tidak lulusnya uji emisi kendaraan biasanya disebabkan oleh hal-hal yang
sederhana seperti: busi atau kawat busi yang jelek, filter udara kotor, waktu
pembakaran yang tidak tepat, atau pemakaian bensin campur dalam jumlah banyak.
Perawatan rutin dan pemanasan mesin sebelum uji emisi akan membantu kelulusan uji
emisi kendaraan Anda.
Akibatnya memang sangat positif, industri otomotif berlomba membuat
kendaraan dengan motor bakar yang tidak banyak menghasilkan emisi di bawah
51
standar yang diizinkan. Untuk memperoleh emisi yang rendah antara lain dengan
pemasangan katub PVC sistem karburasi, sistem pemantikan yang lebih sempurna,
sirkulasi uap BBM.
Selain itu dikembangkan kendaraan berbahan bakar alternatif, seperti bahan
bakar gas, mobil listrik, dan juga mobil fuel-cell yang paling ramah lingkungan.
Sebelum mereka bisa memanfaatkan energi alternatif secara maksimal, mereka juga
mengembangkan teknologi seperti HCCI (homogeneous-charge compression-
ignition) yang memberikan basis untuk kelas baru emisi rendah.
Pemakaian gas alam cair, misalnya, bukan hanya lebih ramah lingkungan, tapi
juga menguntungkan untuk kondisi Indonesia yang sangat kaya gas alam. Namun, itu
perlu didukung kebijakan yang mempermudah pembangunan SPBU untuk gas alam.
52
Amerika Serikat menggunakan biodiesel yang berbahan baku minyak kedelai.
Sebagai negara penghasil minyak sawit terbesar dunia, Malaysia dan Indonesia juga
telah mengembangkan produk biodiesel dari minya sawit (palm biodiesel) meskipun
belum dilakukan secara komersial.
Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) telah berhasil mengembangkan palm
biodiesel dari minyak sawit mentah (CPO), refined bleached deodorised palm oil
(RBDPO) dan fraksi- fraksi seperti stearin dan olein serta minyak inti sawit. Palm
fatty acid destillate (PFAD) yang merupakan hasil samping dari pabrik minyak goreng
maupun minyak goreng bekas dari industri rumahan (home industry) juga telah
dikembangkan oleh PPKS sebagai bahan baku pembuatan palm biodiesel.
Penggunaan biodiesel.
Pengembangan produk biodiesel ternyata lebih mengembirakan dibandingkan
dengan penggunaan minyak tumbuhan langsung sebagai bahan bakar Proses termal
(panas) di dalam mesin akan menyebabkan minyak terurai menjadi gliserin dan asam
lemak. Asam lemak dapat teroksidasi atau terbakar secara relatif sempurna, tetapi dari
gliserin akan terbentuk senyawa akrolein dan terpolimerisasi menjadi senyawa plastis
yang agak padat. Senyawa ini menyebabkan kerusakan pada mesin, karena
membentuk deposit pada pompa injektor. Karena itu perlu dilakukan modifikasi pada
mesin- mesin kendaraan bermotor komersial apabila menggunakan minyak
tumbuhan langsung sebagai pengganti bahan bakar minyak bumi.
Selain karena alasan ketersediaan minyak bumi yang terbatas, pengembangan
produk biodiesel dari minyak tumbuhan seperti minyak sawit, juga diarahkan pada
sifat bahan bakunya yang dapat diperbaharui. Disamping itu, produksi gas hasil
pembakarannya, yakni karbon dioksida CO 2 di atmosfer yang berlebihan bersifat
merusak lingkungan dengan efek rumah kaca yang ditimbulkannya. Dengan
memanfaatkan minyak tumbuhan sebagai bahan bakar, maka pembentukan CO2 baru
di atmosfer diperkirakan hampir tidak ada. Hal ini disebabkan CO2 hasil pembakaran
dari biodiesel akan dikomsumsikan kembali oleh tanaman baru untuk kebutuhan
proses fotosintesisnya (siklus karbon).
Selain mereduksi efek rumah kaca, penggunaan biodiesel juga akan
meningkatkan kualitas udara lokal dengan mereduksi emisi gas berbahaya, seperti
karbon monooksida (CO), ozon (O 3 ), nitrogen oksida (Nox), sulfur dioksida (SO2 ),
dan hidrokarbon reaktif lainnya, serta asap dan partikel yang dapat terhirup. Hasil
53
pengamatan menunjukkan bahwa kadar emisi gas buang seperti CO, CO2 , NOx, SO2 ,
dan hidrokarbon dari bahan bakar camp uran palm biodiesel dan solar lebih rendah
dibandingkan dengan bahan bakar solar murni.
Penggunaan biodiesel juga dapat mereduksi polusi tanah, serta melindungi
kelestarian perairan dan sumber air minum. Hal ini berhubungan dengan penggunaan
mesin- mesin diesel di sektor perairan. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki
oleh biodiesel ini ditunjang oleh sifatnya yang dapat teroksigenasi relatif sempurna
atau terbakar habis, non-toksik, dan dapat terurai secara alami (biodegradable).
Hasil pengujian biologis menunj ukkan bahwa tingkat toksisitas akut
biodiesel pada tikus percobaan relatif rendah, yakni dengan nilai LD50 (nilai dosis
yang menyebabkan kematian hewan percobaan sebanyak 50 persen dari populasi
percobaan) sebesar 17,4 gram per kilogram berat badan (BB).
VII.2.2.2. Etanol.
Ethanol merupakan alkohol cair dengan bilangan oktana yang tinggi dan
mampu menggantikan bensin.Ethanol diproduksi dari sumber daya alam yang dapat
diperbaharui (renewable recources) seperti jagung di Amerika serikat dan tebu di
Brazil. Menurut studi yang ada, ethanol lebih menguntungkan terhadap lingkungan
yang bersih dibandingkan dengan bensin premium. Bahan bakar ethanol menurut
laporan mengurangi carbon monoksida (CO), hidrokarbon serta emisi beracun
lainnya. Tapi bisa terjadi kemungkinan ethanol ini menghasilkan emisi acetaldehyde
sebagai polutan beracun. Pada umumnya harga ethanol lebih mahal jika dibandingkan
dengan harga bensin. Ethanol sementara ini belum dikembangkan di Indonesia. Brasil
merupan negara yang paling maju dibidang kendaraan bermotor dengan bahan bakar
ethanol.
VII.2.2.3. BBG.
Gas bumi akan menjawab salah satu solusi pencemaran udara Ibukota.
Populasi kendaraan bermotor untuk umum berjumlah sekitar 2600 kendaraan.
Sedangkan jumlah kendaraan di Jakarta sekitar 2,6 juta. Kendaraan ini terdiri atas
armada taxi, bus umum, mikrolet dan mikro mini. Bebepa mikron gram setiap harinya
emisi pegas buang dikeluarkan oleh kendaraan ini jika tidak teratasi. Maka Jakarta
akan menjadi limbah polusi udara. Salah satu cara mengurangi pencemaran adalah
54
pemakaian gas bumi. Cadangan gas kita cukup tersedia dalam jumlah relatip yang
cukup besar. Oleh karena itu, hal ini merupakan suatu tantangan dan juga merupakan
suatu kesempatan .
Sebetulnya BBG merupakan energi alternatif pengganti BBM yang paling
prospektif untuk dikembangkan segera, karena:
BBG memiliki beberapa keunggulan terhadap BBM, antara lain karena cadangan
gas bumi relatif masih cukup besar dan biaya pengadaannya lebih murah dari
BBM.
Kendaraan yang menggunakan BBG akan memperpanjang usia pemakaian
minyak pelumas, mesin dan busi, ramah lingkungan dan aman bagi pemakai.
Konsumsi BBM untuk sektor transportasi adalah yang paling dominan (mencapai
52%) dibandingkan untuk industri (19%), listrik (7%) dan rumah tangga (22%).
Jadi substitusi BBM dengan BBG akan mengurangi konsumsi BBM secara
signifikan.
Untuk itulah pemerintah melalui pertamina mengadakan uji coba pemakaian bahan
bakar alternatif untuk kendaraan bermotor. Pada tahun 1987 introduksi pemakaian gas
sebagai bahan bakar alternatif telah disampaikan kepada masyarakat umum. Dikala itu
500 taxi Blue Bird proyek percontohan dan relatif berhasil. Gas disperser waktu itu
baru lima buah yang tersebar dilima wilayah ibukota. Oleh karena jumlah stasiun
pengisian bahan bakar ( SPBG ) sangat terbatas , maka minat masyarakat terhadap
BBG kurang mendukung suksesnya pemakaian BBG. Apalagi disamping jumlahnya
terbatas, penyebaran juga kurang merata. Inilah alasan yang cukup kuat mengapa
BBG kurang populer dimata masyarakat umum. Namun kini jumlah gas dispenser
terus bertambah menjadi 13 buah. Sementara itu 9 SPBG sedang dalam persiapan
pembangunan. Dengan beroperasinya SPBG - SPBG ini maka diharapkan konstribusi
sumber daya gas bumi akan semakin berperan. Oleh karena itu pengembangan BBG
diharapkan akan memacu masyarakat untuk berperan untuk menciptakan lingkungan
yang bersih. Caranya adalah mengkonversikan kendaraan dengan bahan bakar gas.
Negara - negara yang cukup maju dibidang pembangunan BBG selain New Zealand
adalah Italia dan Argentina. Amerika kini juga tidak mau ketinggalan dalam hal ini.
Sudah sekitar 11 tahun Bahan Bakar Gas (BBG) dipasarkan secara komersial
sebagai bahan bakar kendaraan bermotor di Indonesia, namun perkembangan
55
penjualannya berjalan sangat lambat. Konsumsi BBG hanya 0,33% dari total
konsumsi bahan bakar kendaraan di wilyah Pantai Utara (Pantura) Jawa.
VII.2.2.4. Elpiji.
Selain BBG,kini telah dikembangkan pula Elpiji untuk bahan bakar kendaraan
bermotor. Ini menunjukan bahwa trend bahan bakar transportasi dimasa mendatang
mengarah semakin jelas , yakni bahan bakar yang tidak mencemari lingkungan. Di
beberapa negara maju seperti Belanda, Italia,Australia dan bahkan Singapura telah
lama memanfaatkan Elpiji untuk kendaraan bermotor. Kini Elpiji untuk kendaraan
bermotor juga semakin marak, jika kita naik taxi Citra maka kita akan naik tasi
dengan bahan bakar Elpiji.Selain taksi, kendaraan angkot di kota - kota tertentu juga
telah dan akan menggunakan Elpiji sebagai bahan bakarnya. Negara yang paling
mencolok dibidang pengembangan Elpiji untuk kendaraan bermotor di dunia selain
negeri Kincir Angin adalah Selandia Baru, Italia, Jepang, Belgia, Kanada,Australia
dan Spanyol. Negara negara ini telah cukup lama berkecimpung dibidang
pengembangan Elpiji untuk kendaraan bermotor. Jika ketiga bahan bakar substitusi ini
telah banyak digunakan,maka sangat diyakini bahwa pencemaran udara ibu kota
semakin kecil, namun demikian pemerintah sebagai katalitas pembangunan sangat
menentukan keberhasilan pen gembangan sumber-sumber energi alternatif untuk
kendaraan bermotor. Kanada dan New Zealand adalah contoh negara yang
memberikan kemudahan atau bahkan pinjaman dalam bentuk grant untuk industri
bahan bakar alternatif. Sekali lagi bahwa komitmen pemerintah sangat menentukan
untuk keberhasilannya.Hal ini dikarenakan pengalihan mental (mental swtch)
masyarakat terhadap bahan bakar alternatif membutuhkan perubahan sikap, keuangan,
teknologi serta peraturan. Selain keterlibatan pemerintah yang tak kalah pentingya
adalah partisipasi industri o tomotif. Keterlibatan disini maksudnya,
mereka memproduksi kendaraan yang dapat menggunakan bahan bakar alternatif dan
juga membantu didalam mengatasi beragam kesulitan untuk kendaraan bermotor
dengan bahan bakar alternatif. Yang paling penting adalah bahwa masyarakat pemilik
kendaraan bermotor mau menerima bahan bakar alternatif. Mereka harus yakin bahwa
bahan bakar alternatif ini selain harganya lebih murah, juga efisien serta memperbaiki
kualitas lingkungan. Jika trend bahan bakar ini benar, maka dalam beberapa tahun
yang akan datang era bahan bakar alternatif seperti Ethanol, BBG dan Elpiji akan
semakin marak.
56
VII.2.2.5. Biogas
Kotoran ternak dapat dipergunakan sebagai sumber energi alternatif yang
ramah lingkungan. Lewat proses fermentasi, limbah yang baunya amat merangsang
itu dapat diubah menjadi biogas. Energi biogas punya kelebihan dibanding energi
nuklir atau batu bara, yakni tak berisiko tinggi bagi lingkungan. Selain itu, biogas tak
memiliki polusi yang tinggi sehingga sanitasi lingkungan pun makin terjaga.
Sejak terjadi krisis energi pada tahun 1973, masalah energi menjadi topik
utama dunia. Negara-negara maju mulai berlomba mencari terobosan baru dalam
menghasilkan energi alternatif yang jauh lebih murah ketimbang minyak dan gas.
Mereka pun menerapkan kebijakan diversifikasi energi. Tentunya ketergantungan
pada energi tak terbarukan tadi makin berkurang. Ini wajar, sebab setiap krisis yang
terjadi selalu memberikan efek pada kenaikan harga BBM serta ketersediaan yang
kurang memadai. Salah satu contoh energi alternatif tadi adalah biogas. Energi ini
memiliki masa depan yang cerah karena bahan baku tersebut sangat banyak. Namun
sayangnya pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas ini masih kalah populer jika
dibandingkan pupuk tanaman dari kotoran tersebut.
Padahal dengan teknologi biogas, kandungan zat- zat alami yang terdapat pada
kotoran ternak dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan energi yang kian meningkat.
Jadi ribut-ribut soal pasokan energi yang kurang tidak akan ada lagi. Hal ini
dikarenakan biogas bisa dipakai untuk apa saja. Mulai dari memasak, lampu
penerangan, transportasi hingga keperluan lain yang perlu energi. Apabila biogas
telah diaplikasikan secara luasmasalah mengenai kekurangan pasokan energi bisa
dihindari. Dan urusan sanitasi lingkungan pun bisa teratasi.
Menurut catatan ALGAS (1997), sektor peternakan merupakan kontributor
kedua dalam angka emisi gas metan. Nomor satunya dipegang sektor pertanian.
Bersama CO, N2O, NOx, gas metan adalah gas rumah kaca yang dihasilkan dari
aktivitas di bidang pertanian dan peternakan. Fermentasi dari pencernaan ternak
(enteric fermentation) menyumbang sebagian besar emisi gas metan yang dihasilkan
peternakan.
Namun kekhawatiran ini dapat ditanggulangi, emisi gas metan yang muncul
bisa dikurangi. Caranya adalah dengan memperbaiki kualitas makanan ternak. Bila
tidak, manfaatkanlah kotoran ternak tadi sebagai biogas. Di beberapa daerah, seperti
Solo, implementasi sisa produksi menjadi biogas telah dilakukan dengan
57
memanfaatkan kotoran ternak menjadi sumber energi panas untuk kebutuhan dapur.
Bahkan daerah tersebut telah berhasil merancang kompor khusus seperti layaknya
kompor gas elpiji. Hal ini merupakan bukti bahwa biogas bisa diterapkan sebagai
bahan bakar alternatif. Hanya saja bahan bakar ini membutuhkan sosialisasi dan
transfer teknologi dari berbagai pihak.
Gas Rawa
Biogas biasanya dikenal sebagai gas rawa atau lumpur. Gas campuran ini
didapat dari proses perombakan kotoran ternak menjadi bahan organik oleh mikroba
dalam kondisi tanpa oksigen. Proses ini dikenal dengan nama anaerob. Selama proses
fermentasi, biogas pun terbentuk.
Dari fermentasi ini, akan dihasilkan campuran biogas yang terdiri atas metana
(CH4), karbon dioksida, hidrogen, nitrogen dan gas lain seperti H2S. Metana yang
dikand ung biogas berjumlah 54 – 70 persen, sedang karbon dioksida antara 27 –
43 persen. Gas-gas yang lain hanya memiliki persentase yang lebih sedikit.
Selama proses tersebut, mikroba yang bekerja butuh makanan. Makanan tersebut
mengandung karbohidrat, lemak, protein, fosfor dan unsur-unsur mikro. Lewat
siklus biokimia, nutrisi tadi akan diuraikan. Dengan begitu, akan dihasilkan energi
untuk tumbuh. Dari proses pencernaan anaerobik ini akan dihasilkan gas metan.
Bila unsur- unsur dalam makanan tadi tidak berada dalam takaran yang
seimbang alias kurang, bisa dipastikan produksi enzim untuk menguraikan molekul
karbon komplek oleh mikroba akan terhambat. Untuk menjamin semuanya berjalan
dengan lancar, unsur-unsur nutrisi yang dibutuhkan mikroba harus tersedia secara
seimbang. Dalam pertumbuhan mikroba yang optimum biasanya dibutuhkan
perbandingan unsur C : N : P sebesar 100 : 2,5 : 0,5.
Selain masalah nutrisi, terdapat faktor lain yang perlu dicermati karena dapat
berpotensi mengganggu jalannya proses fermentasi. Hal ini dikarenakan ada beberapa
senyawa yang bisa menghambat proses penguraian dalam suatu unit biogas. Untuk
itu, saat menyiapkan bahan baku untuk produksi biogas, bahan-bahan pengganggu
seperti antibiotik, desinfektan dan logam berat harus diperhatikan saksama. Gas metan
hasil fermentasi ini akan menyumbang nilai kalor yang dikandung biogas, besarnya
antara 590 – 700 K.cal per kubik. Sumber utama nilai kalor biogas berasal dari gas
metan itu, plus sedikit dari H2 serta CO. Sedang karbon dioksida dan gas nitrogen
tidak memiliki konstribusi dalam soal nilai panas tadi.
58
Sementara dalam hal tingkat nilai kalor yang dimiliki, biogas punya
keunggulan yang signifikan ketimbang sumber energi lainnya, seperti coalgas (586
K.cal/m3) ataupun watergas (302 K.cal/m3). Nilai kalor biogas itu kalah oleh gas
alam (967 K.cal/m3). Bahkan, setiap kubik biogas setara dengan setengah kilogram
gas alam cair (liquid petroleum gases), setengah liter bensin dan setengah liter minyak
diesel. Biogas pun sanggup membangkitkan tenaga listrik sebesar 1,25 – 1,50
kilo watt hour
(kwh). Dari nilai kalor yang dikandung, biogas mampu dijadikan sumber energi dalam
beberapa kegiatan sehari- hari. Mulai dari memasak, pengeringan, penerangan
hingga pekerjaan yang membutuhkan pemanasan (pengelasan).
Selain itu, biogas juga bisa dipakai sebagai bahan bakar untuk menggerakkan
motor. Namun untuk keperluan ini, biogas sebelumnya harus dibersihkan dari
kemungkinan adanya gas H2 S karena gas tersebut bisa menyebabkan korosi. Agar
tidak menimbulkan gas ya ng berbau tersebut, maka biogas tersebut harus
dilewatkan pada ferri oksida. Ferri oksida inilah yang akan mengikat (gas) H2 S
sehingga korosi dapat dicegah.
Apabila biogas digunakan sebagai bahan bakar motor maka diperlukan sedikit
modifikasi pada sistem karburator. Hasil kerja motor dengan bahan bakar biogas ini
dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti pembangkit tenaga listrik,
pompa air dan lainnya. Selain itu, biogas juga bisa dipadukan dengan sistem produksi
lain.
VII.3. Penutup
Secara umum emisi gas buang terdiri dari partikulat, hidrokarbon, sulfur
oksida dan nitrogen oksida. Partikulat merupakan hasil pembakaran kendaraan
bermotor yang tidak sempurna yang berupa fasa padat terdisperi di udara. Partikulat
ini dapat mengakibatkan berkurangnya jarak pandang dan dapat menganggu
ksesehatan mahluk hidup. Hidrokarbon juga meripakan hasil pembakaran tak
sempurna pada kendaraan yang menghasilkan gas buang yang mengandung
hidrokarbon, termasuk di dalamnya senyawa alifatik dan aromatik yang terdapat
dalam bahan bakar. Senyawa aromatik dapat mengakibatkan pencemaran udara
karena sifatnya yang aktif secara biologis dan dapat menyebabkan kanker
(carcinogenic). Karbon monoksida berasal dari pembakaran tak sempurna bahan
bakar yang merupakan gas yang tak berwarna, tak berasa dan tak berbau.gas ini dapat
menganggu pernafasan pada konsentrasi yang tinggi. Sulfur dioksida juga berdampak
negatif terhadap lingkungan, material maupun manusia. Pada manusia, asam sulfat
(H2 SO4), sulfur dioksida (SO2 ) dan garam sulfat dapat menimbulkan iritasi pada
membran lendir saluran pernapasan dan memperparah penyakit pernapasan.
Karena dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh emisi gas buang ini
maka perlu diambil suatu tindakan pengendaliannya. Tindakan tersebut dapat
dilakukan dengan berbagai macam cara seperti: Uji emisi sehingga membatasi
kendaraan yang berpotensi untuk menghasilkan emisi gas buang yang berbahaya,
pemilihan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan, dan penggunaan katalitik
konverter untuk mengkonversikan gas buang yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
60
DAFTAR PUSTAKA
1. Ir. Djainudin Semar, Ir. Widjoseno Kaslan, Pengaruh Penambahan Aditif
Octane Booster AOB-17 sampai AOB-31 Terhadap Perubahan Angka
Oktana dan Sifat Fisika-Kimia Bensin premium 88, Jurnal Lemigas, 1999.
2. Kobe, KA and McKetta, Advences in Petroleum Chemistry and Refining, 10
vols, Interscience, New York, 1985.
3. KPBB,”Kebijakan Energi Bersih Melalui Penghapus BensinTimbal (Pb)”, E
law Indonesia Page.
http://members.fortunecity.com/lingkungan/artikel/timbal.htm
4. McGraw Hill Company, Chemical and process Technology Encyclopedia,
Editor in Chief Douglas M. Considine, consulting engineer, Loa Angeles,
California, USA.
5. Measurement of Octane Number in Gasoline, http://www.hgcinc.com.
6. Pertamina, Bahan Bakar Minyak LPG dan BBG, Februari 2001.
7. Roekmijati,”Senyawa Aditif Pengganti TEL”, Kilang edisi 2002, IMGP.
8. Sand, Peter,”Air Pollution in Europe : International Policy Responses,”
Environment volume 29 nomor 10, December 1987.
9. Shreve, R. Norris, Chemical Engineering Series, The Chemical Process
Industries, Second Edition, New York, Toronto, London, 1956.
10. Soedarmo, Muda A., Marlono Y., Konsep pengembangan BBG Sebagai
Energi Substitusi BBM. http://www.iatmi.org/makalah/bbg.htm.
11. Solomons, Graham, Fundamental of organic Chemistry, University of South
Florida.
12. World Resources Institute, Car Trouble: How New Technology, Clean Fuel
and Creative Thinking Can Revive the Auto Industry and Save Our Cities from
Smog and Gridlock, Boston: Beacon Press, 1993.
13. http://www.pertamina.com/indonesia/head_office/hupmas/news/Bpertamina/2
002/Februari/25Februari_2002/BP250202M416.html
14. http://www.pertamina.com/indonesia/head_office/hupmas/news/Pressrelease/2
001/PR24010116.htm
15. http://www.bappedajakarta.go.id/kilas/lingkungan2.html.
16. http://www.kompas.com/kompas- cetak/0105/06/iptek/tima22.htm
17. http://www.kompas.com/kompas- cetak/0107/08/iptek/timb22.htm
61
18. http://www.geocities.com/kincir2002/artikel/a4- biodiesel_sawit.htm
19. http://www.balikpapan.indonet.id/corporate/uppdn6/trend.htm
20. http://www.iptek.net.id/ind/berita/138.htm
21. http://www.ppmplp.depkes.go.id/artikel/pbadkl.html
22. http://www.berita- ui.net/bacaberita.asp/IDBerita=86
62