Aaaaaaaaaa
Aaaaaaaaaa
menu
Beberapa orang percaya kuil itu memiliki kekuatan ilahi dan dapat
membantu menyembuhkan penyakit.
Dua orang yang terlibat dalam video itu kini terancam penjara
akibat perbuatannya.
Hindu
Yahudi
Image copyrightAFP
Itu situasi sulit yang dihadapi oleh Rabi Jackie Tabick, dari
Sinagoga West Central Liberal London.
Kristen
Pendeta Timothy Cole dinyatakan positif Sabtu (07/03) lalu, dan kini
tengah menjalani karantina bersama keluarganya.
Berita terkait
01 April 2020
23 Januari 2020
09 Februari 2020
29 Januari 2020
Copyright © 2020 BBC. BBC tidak bertanggung jawab atas isi situs dari luar.
Gobin Dd
Peminat kata
TERVERIFIKASI
Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.
FO LL OW
Agama, budaya, ekonomi adalah beberapa sendi kehidupan yang ikut mendapat imbas dari
wabah virus Corona.
Di kampung halaman saya yang masih dinyatakan negatif Corona harus merelakan pelbagai
aktivitas massa yang bernuansa budaya mesti ditunda.
Padahal, konteks masyarakat kami sangat lekat dengan acara-acara budaya yang melibatkan
banyak orang. Saya kira hal ini juga berlaku pada banyak tempat di Indonesia.
Di Filipina, masyarakat yang bermayoritaskan Kristen Katolik ini harus rela merayakan
Paskah dari rumah. Upacara Paskah di Gereja yang biasa dibanjiri oleh banyak umat tidak
akan terjadi.
Tentunya, kenyataan ini terasa asing karena kehidupan menggereja merupakan bagian tak
terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Hal ini bisa juga berlaku pada banyak pemilik agama
lain, di mana upacara agama dibatasi karena alasan wabah Corona.
Hal ini juga diamini Elizabeth Ohene, seorang mantan menteri di pemerintahan Ghana, yang
menyatakan tentang dampak virus Corona bagi negara Ghana, Afrika (BBC.com 26/3/2020).
Menurutnya, negara Ghana memang akan mengalami krisis besar karena wabah virus
Corona. Krisis itu bukan menyangkut persoalan kesehatan semata, tetapi lebih dari itu
dampak wabah Corona pada cara hidup dalam rupa kehidupan budaya dan sosial masyarakat.
Elizabeth Ohene menyatakan kalau di Ghana ada beberapa hal yang dinilai suci di dalam
kehidupan mereka dan hal itu sulit tersentuh oleh situasi apa pun. Hal-hal yang dianggap suci
di mata orang Ghana adalah agama, berjabatan tangan dan pemakaman.
Sejauh ini, ketiga hal ini sangat dianjurkan untuk dihentikan praktiknya untuk sementara
waktu. Pasalnya, banyak kasus penyebaran virus Corona berkaitan erat dengan ketiga hal
yang dinilai suci di mata orang Ghana.
Contohnya, berjabatan tangan. Sejak virus Corona mewabah, gesture berjabatan tangan
sangat dilarang keras. Alasannya kontak fisik bisa memungkinkan penyebaran virus Corona.
Namun dalam pandangan masyarakat Ghana, menolak berjabatan tangan dengan seseorang
berarti orang itu adalah musuh. Dengan dikeluarkannya aturan untuk tidak berjabatan tangan,
pastinya menciptakan kesan yang berbeda.
Selain itu, hal yang menjadi tantangan serius bagi masyarakat Ghana juga adalah soal
kematian. Upacara pemakaman di Ghana dirayakan dengan upacara besar.
Sejak adanya pasien yang dinyatakan positif virus Corona, pemerintah Ghana menyatakan
kalau yang ada hanyalah pemakaman pribadi tanpa kehadiran banyak orang.
Persoalannya, tidak ada dalam pemahaman orang Ghana tentang pemakaman yang dirayakan
dalam jumlah yang terbatas. Pemakaman seseorang selalu dipenuhi banyak orang.
Pemakaman itu sendiri memberikan banyak manfaat pada banyak sektor. Banyak usaha yang
bersandar dari upacara pemakaman. Saat pemakaman dilarang, usaha-usaha itu bisa
mendapat imbas besar.
Negara Ghana juga terkenal dengan praktik hidup keagamaan. Saat presiden Ghana, Nana
Akufo-Addo mengumumkan tentang larangan upacara agama secara massal, hal itu
menimbulkan ketidakpercayaan pada banyak tokoh agama.
Pasalnya, doa bersama dan jadwal upacara keagamaan menjadi pusat kehidupan masyarakat.
Larangan untuk terlibat dalam upacara agama bisa berdampak hebat pada masyarakat.
Wabah virus Corona yang menghantam Ghana juga menghantam banyak negara. Bukan
hanya kehidupan ekonomi dan sosial yang mendapat dampak dari virus ini. Bahkan wabah
virus Corona juga mengancam hal-hal yang bernilai suci di mata masyarakat.
Hemat saya, situasi ini bisa membuka kesempatan untuk merenung tentang makna kesuciaan
itu sendiri. Benar kalau ekspresi pada yang suci hadir lewat bahasa tubuh dan upacara
tertentu. Tetapi hal-hal ini sudah terbatas saat berhadapan dengan wabah virus Corona.
Kita berhadapan dengan realitas yang berbeda karena wabah virus Corona. Di tengah realitas
yang berbeda ini, kita mungkin bisa berpikir bagaimana kita membahasakan dan
mengekspresikan nilai kesucian.
Secara umum, nilai kesucian itu berhubungan dengan Sang Khalik. Karenanya, segala
sesuatu yang berlekatan dengan nilai suci mesti dihormati.
Di tengah wabah Corona, kita mungkin sadar kalau nilai kesucian itu tidak terbatas pada
ruang tertentu (tempat Ibadan), bahasa tubuh tertentu dan upacara tertentu. Toh, tidak ada
gunanya upacara keagamaan kalau cara hidup kita berseberangan dengan makna kesucian.
Dengan ini, Kita bisa mewujudnyatakan nilai kesucian itu lewat relasi harmonis di dalam
keluarga dan solidaritas di antara kita satu sama lain. Tinggal di rumah dan berada bersama
keluarga bisa menjadi kesempatan untuk mendekati Tuhan, sumber kesucian.
Dalam situasi seperti ini, kita juga mungkin patut berefleksi bagaimana kita telah memaknai
kesucian lewat upacara-upacara agama dan budaya dan dampaknya untuk hidup harian kita.
Toh, kesucian akan bernilai saat praktik hidup merupakan cerminan langsung dari apa yang
kita rayakan lewat agama dan budaya.
Video Pilihan
TERPOPULER
NILAI TERTINGGI
Dirikan Posko, Bukan Hanya Corona, Lapar Juga Bisa Membunuh Manusia
Belajar Nyetir di Kala Lockdown, Denda 16 Juta Rupiah
Bagai Sirip Ikan Beku
Cerpen | Cinta nan Abadi
Akankah Riza Patria Alat Istana untuk Kontrol Anies Baswedan?
FEATURE ARTICLE
TERBARU
HEADLINE
Resonansi
Republika
Azyumardi Azra
Apa hubungan antara virus corona atau popular juga sebagai Covid-19 dengan
agama? Dalam wacana, percakapan atau bahkan perdebatan tentang virus
mematikan yang telah menjadi pandemi global lebih terkait dengan hal ihwal
kesehatan atau sanitasi, bukan dengan agama.
Perbincangan juga lebih terkait dengan dampak ekonomi luar biasa yang diakibatkan
virus corona. Dampak ekonominya mencakup hampir semua sektor sejak dari
ekonomi formal sampai informal; sejak dari sektor digital dan jasa sampai
tradisional.
Tapi menjawab pertanyaan di awal, wabah virus corona sejak wabah meluas
melibatkan langsung dan tidak dengan agama, khususnya agama-agama dengan
banyak penganut secara global seperti Kristianitas, Islam, Hindu atau Budha. Respon
agama terhadap wabah corona terkait dengan sentimen, teologi dan praksis
keagamaan di kalangan umat beragama.
Ada kalangan umat dari agama berbeda yang meyakini teologi dan menjalankan
praksis keagamaan tertentu yang kontra-produktif dengan usaha membendung
penyebaran wabah Covid-19. Mereka ini dapat disebut kelompok splinter—kalangan
umat beragama yang berbeda dengan arus utama (mainstream) penganut agama
masing-masing.
Ketika wabah corona mulai meledak di Wuhan, provinsi Hubei, China Daratan, sejak
pada 31 Desember 2019 dengan jumlah korban tewas yang meningkat cepat, ada
pandangan splinter umat Islam.
Intinya, virus corona adalah laskar ‘Ababil’ yang dikirim Allah Swt untuk
menghancurkan China yang menindas kaum Muslim Uyghur di Provinsi Otonom Xin
Jiang.
Sekadar diingat kembali, lasykar ‘Ababil’ atau kumpulan burung dalam jumlah sangat
banyak yang menjatuhkan batu ke atas pasukan gajah pimpinan Abrahah yang ingin
menghancurkan Ka’bah di Makkah. Hasilnya, lasykar Ababil berhasil menghancurkan
pasukan Abrahah.
Masalahnya, virus corona tidak pandang agama. Warga Wuhan tidak hanya
penganut Tao atau ateis-komunis, ada catatan resmi tentang Muslim China Hui yang
wafat terkena wabah corona. Populasi Muslim Hui Wuhan saja hampir 2 persen dari
total penduduk 11 juta; mereka memiliki empat masjid utama di Wuhan.
Ketika virus corona menyebar secara global terlihat jelas virus corona tidak
mempedulikan agama. Banyak warga negara berpenduduk mayoritas Muslim seperti
Iran, Indonesia, Malaysia, Mesir, Turki dan seterusnya juga terkena. Sebelumnya
beberapa media.com berorientasi Islam menyebarkan fake news (berita bohong)
Turki sebagai bebas virus corona.
Masih ada pandangan splinter di kalangan Muslim yang beredar dalam media sosial;
misalnya tentang orang-orang China daratan berbondong-bondong ke masjid belajar
berwudhu dan masuk Islam. Pandangan ini bersumber dari keyakinan bahwa mereka
yang berwudhu bakal selalu bersih dan karena itu imun dari virus corona.
Juga ada cerita bohong tentang dokter Palestina, Manar Saadi al-Shenawi yang
katanya diumumkan otoritas China sebagai telah menemukan vaksin, Disebutkan
vaksin itu manjur 100 persen untuk menyembuhkan mereka yang terjangkit virus
corona.
Kedua cerita di atas terbukti termasuk di antara 242 hoaks tentang virus corona
yang diumumkan Kominfo pekan lalu (17/3/2020). Tidak ada warga China yang
ramai-ramain belajar berwudhu dan masuk Islam; juga tidak benar ada dokter
Palestina yang menemukan vaksin anti Covid-19. Bahkan di dunia internasional
sekalipun belum ditemukan vaksin manjur.
Pandangan splinter lain muncul ketika Majelis Ulama Indonesia (MUI); ulama al-
Azhar Kairo, Mesir; dan hay’ah kibar ulama’ (ulama-ulama besar) Arab Saudi
mengeluarkan fatwa tentang kebolehan mengganti shalat Jumat di masjid dengan
shalat zhuhur di rumah atau tidak shalat berjamaah di masjid. Kebolehan ini berlaku
di daerah wabah bencana corona atau untuk mencegah terjadinya penyebaran virus
Covid-19.
virus corona
pandemi corona
covid 19
covid-19
resonansi
wni positif corona
azyumardi azra
muslim uyghur
islam
abrahah
allah
china
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terkait
Berita Terpopuler
Home
About Us
Contact Us
Dari Redaksi
Privacy Policy
Disclaimer
Pedoman Siber
Karir
© 2019 republika.co.id - All Rights Reserved.