Anda di halaman 1dari 102

BAHAN AJAR

Oleh:

Dr. Bruri M. Laimeheriwa

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
KATA PENGANTAR

Bahan Ajar ini disusun dengan tujuan agar mahasiswa Program Studi
Budidaya Perairan (PS BDP) pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
(FPIK) Universitas Pattimura dapat menggunakannya sebagai acuan dalam
proses belajar mengajar mata kuliah Genetika dan Pemuliaan Ikan khususnya
topik yang diajarkan oleh B.M. Laimeheriwa.

Penulis memberanikan diri untuk menyusun buku ini berdasarkan


berbagai sumber pustaka, internet maupun pengalaman pengajar mata kuliah
Genetika dan Pemuliaan Ikan sejak tahun 2003 hingga sekarang. Selain itu,
terdorong oleh masih kurangnya buku-buku pegangan Genetika dan Pemuliaan
Ikan yang dapat menjadi pedoman bagi mahasiswa PS BDP Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura Ambon.

Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan


penghargaan yang sebesar-besarnya kepada tim dosen pengasuh mata kuliah
ini, juga kepada para mahasiswa yang telah menjalin kerja sama sehingga
proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan tertib dan lancar.

Karena tiada gading yang tak retak, begitu pula bahan ajar ini, maka demi
penyempurnaan buku ini, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari mahasiswa serta para pembaca yang telah berkenan
membaca bahan ajar ini. Akhir kata, penulis mengharapkan agar bahan ajar ini
dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya para mahasiswa PS BDP FPIK
Universitas Pattiumura Ambon.

Ambon, Maret 2017

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………………….. i

DAFTAR ISI …………………………………………………………………………….. ii

BAB I. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP......…………………………………. 1

1.1. Pengertian dan Ruang Lingkup …..……..……..………………………………. 1


1.2. Sejarah Perkembangan Ilmu Genetika…….......………………………………. 2
1.3. Relevansi penelitian genetika dengan bidang perikanan.……………………. 7
1.4. Riwayat singkat analisis genetika dalam bidang perikanan …………………. 8
1.5. Persyaratan untuk kesuksesan analisis genetika ….…………………………. 9
1.6. Lingkup perkuliahan genetika perikanan.….. ………….………………………. 9

BAB II. DASAR FISIK HEREDITAS…..……..….. ……………….…………………… 10

2.1. Materi hereditas………………..…..……..….. ………………..…………………. 10


2.2. Struktur Sel……………………..…..……..….. ………………..…………………. 11
2.3. Struktur Kromosom..…………..…..……..….. …………………..………………. 13
2.4. Variasi Genetika ..……………..…..……..….. ……………………..……………. 18
2.5. Pembelahan sel………………..…..……..….. ………………………..…………. 24
2.6. Gametogenesis ………………..…..……..….. ………………………..…………. 31

BAB III. SITOGENETIKA (ANALISIS KROMOSOM)..……………………………... 33

3.1. Pengertian Sitogenetika…………………………....………………………..……. 33


3.2. Teori Kromosom……….…………………………....…………………………..…. 33
3.3. Nomenklatur dan morfologi kromosom ..………....…………………………….. 36
3.4. Fungsi Analisis Kromosom ..…………….………....……………………………. 39
3.5. Ciri dasar analisis kromosom..………….………....……………………………. 40
3.6. Kriteria umum analisis kromosom ..…….………....……………………………. 40
3.7. Prosedur umum analisis kromosom……………....……………………………. 42
3.8. Teknik pembuatan preparat kromosom..………....……………………………. 42
3.9. Metode analisis data kromosom..………………....……………………………. 50

BAB IV. VARIASI KROMOSOM….…………………………………………………… 54

4.1. Variasi dalam jumlah kromosom.………………....……………………………. 54


4.2. Variasi dalam ukuran kromosom………………....……………………………. 67
4.3. Variasi dalam susunan segmen kromosom .…....……………………………. 68
4.4. Variasi dalam jumlah segmen kromosom .. .…....……………………………. 71
4.5. Variasi dalam morfologi kromosom……………....……………………………. 77
4.6. Pengamatan umum terhadap spesies air ….…....……………………………. 78
4.7. Perubahan pada struktur kromosom ikan ....…....……………………………. 79
4.8. Penggunaan analisis kromosom dalam bidang perikanan.…………………. 80

BAB V. RANGKAI KELAMIN DAN PENENTUAN JENIS


KELAMIN ………………………………….…………………………………. 81

5.1. Rangkai kelamin……………………………....…....……………………………. 81


5.2. Perubahan pada struktur kromosom ikan ....…....……………………………. 92
5.3. Perubahan pada struktur kromosom ikan ....…....……………………………. 94

DAFTAR PUSTAKA .………………………………………………………………... 98


BAB I
PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP

1.1. Pengertian genetika perikanan.

Genetika (dari bahasa Yunani genno, 'melahirkan') merupakan


cabang biologi yang paling banyak dipelajari saat ini. Ilmu ini
mempelajari berbagai aspek yang menyangkut pewarisan sifat
(hereditas) dan variasi sifat pada organisme maupun suborganisme
(seperti virus dan prion). Istilah 'Genetika' diperkenalkan oleh William
Bateson pada satu surat pribadi kepada Adam Chadwick dan ia
menggunakannya pada Konferensi Internasional tentang Genetika yang
ke-3 pada 1906.
Bidang kajian genetika dimulai dari ranah molekular hingga
populasi. Secara lebih rinci, genetika berusaha menjelaskan :
a. material apa saja yang membawa informasi untuk diwariskan
(bahan genetik),
b. bagaimana informasi itu diekspresikan (ekspresi genetik),
c. bagaimana informasi itu ditransmisikan dari satu individu ke
individu yang lain (pewarisan genetik), dan
d. terjadinya variasi antara satu individu dan individu lain
berdasarkan ketiga hal yang disebutkan sebelumnya.

Dalam kamus genetika yang disusun oleh King dan Stansfield


(2002), genetika didefinisikan sebagai studi ilmiah tentang hereditas (the
scientific study of heredity). Dengan demikian, genetika perikanan adalah
studi ilmiah mengenai sifat-sifat yang menurun dalam bidang perikanan.
2

1.2. Sejarah Perkembangan Ilmu Genetika

Para ahli menetapkan genetika dimulai dengan ditemukannya


kembali naskah artikel yang ditulis Gregor Mendel pada tahun 1900.
Tetapi orang sudah mengenal konsep genetika sejak masa prasejarah,
seperti penjinakan (domestikasi) dan mengembangkan galur-galur murni
(pemuliaan) ternak dan tanaman. Orang juga sudah mengenal efek
persilangan dan perkawinan sekerabat serta membuat sejumlah prosedur
dan peraturan mengenai hal tersebut sejak sebelum genetika berdiri
sebagai ilmu yang mandiri.
Sejumlah percobaan terdokumentasi yang terkait dengan genetika
telah banyak dilakukan pada masa Pra-Mendel, yang kelak banyak
membantu memberikan bukti bagi teori Mendel, misalnya :
a. usaha pembuatan Raphanobrassica melalui persilangan lobak dan
kubis pada abad ke-17 oleh Koehlreuter, seorang pemulia
sayuran berkebangsaan Jerman, untuk menghasilkan tanaman
yang menghasilkan lobak dan kubis sekaligus, meskipun tidak
berhasil;
b. penemuan dan penjelasan tentang pembuahan berganda pada
tumbuhan berbunga (Magnoliophyta) oleh E. Strassburger (1878)
dan S. Nawaschin (1898);
c. Charles Darwin pada abad ke-19 juga melakukan ribuan
persilangan (hasilnya diterbitkan pada 1896 di bawah judul The
variation of animals and plants under domestication) dan berhasil
mengidentifikasi adanya penurunan penampilan pada generasi
hasil perkawinan sekerabat (depresi inbred) dan penguatan
penampilan pada hasil persilangan antarinbred (heterosis) tetapi
dia tidak bisa memberikan penjelasan;
d. usaha dari Karl Pearson untuk menjelaskan kemiripan antara
orang tua dan anak melalui metode regresi (yang malah menjadi
dasar dari banyak teknik statistika modern).
3

Pada masa pra-Mendel, orang belum mengenal gen dan kromosom


(meskipun DNA sudah diekstraksi namun pada abad ke-19 belum
diketahui fungsinya). Kemiripan sifat antarkerabat dianggap terjadi
karena ada bahan yang diwariskan secara acak melalui sperma.
Peletakan dasar ilmiah melalui percobaan sistematik baru
dilakukan pada paruh akhir abad ke-19 oleh Gregor Mendel. Ia adalah
seorang biarawan dari Brno (Brunn dalam bahasa Jerman), Austro-
Hungaria (sekarang bagian dari Republik Ceko), yang disepakati umum
sebagai 'pendiri genetika' setelah karyanya Versuche über
Pflanzenhybriden ("Percobaan mengenai Persilangan Tanaman",
dipublikasi cetak pada tahun 1866) ditemukan kembali secara terpisah
oleh Hugo de Vries, Carl Correns, dan Erich von Tschermak pada tahun
1900. Dalam karyanya itu, Mendel pertama kali menemukan bahwa
pewarisan sifat pada tanaman (ia menggunakan tujuh sifat pada
tanaman kapri, Pisum sativum) mengikuti sejumlah nisbah matematika
yang sederhana. Yang lebih penting, ia dapat menjelaskan bagaimana
nisbah-nisbah ini terjadi, melalui apa yang dikenal sebagai 'Hukum
Pewarisan Mendel'.
Dari karya ini, orang mulai mengenal konsep gen (Mendel
menyebutnya 'faktor'). Gen adalah pembawa sifat. Alel adalah ekspresi
alternatif dari gen dalam kaitan dengan suatu sifat. Setiap individu
disomik selalu memiliki sepasang alel, yang berkaitan dengan suatu sifat
yang khas, masing-masing berasal dari tetuanya. Status dari pasangan
alel ini dinamakan genotip. Apabila suatu individu memiliki pasangan alel
sama, genotip individu itu bergenotip homozigot, apabila pasangannya
berbeda, genotip individu yang bersangkutan dalam keadaan heterozigot.
Genotip terkait dengan dengan sifat yang teramati. Sifat yang terkait
dengan suatu genotip disebut fenotip.
Setelah penemuan ulang karya Mendel, genetika berkembang
sangat pesat. Perkembangan genetika sering kali menjadi contoh klasik
mengenai penggunaan metode ilmiah dalam ilmu pengetahuan atau
sains. Berikut adalah tahapan-tahapan perkembangan genetika:
4

• Tahun 1859 Charles Darwin menerbitkan The Origin of Species,


sebagai dasar variasi genetik.;
• Tahun 1865 Gregor Mendel menyerahkan naskah Percobaan
mengenai Persilangan Tanaman;
• Tahun 1878 E. Strassburger memberikan penjelasan mengenai
pembuahan berganda;
• Tahun 1900 Penemuan kembali hasil karya Mendel secara
terpisah oleh Hugo de Vries (Belgia), Carl Correns (Jerman), dan
Erich von Tschermak (Austro-Hungaria) ==> awal genetika
klasik;
• Tahun 1903 Kromosom diketahui menjadi unit pewarisan
genetik;
• Tahun 1905 Pakar biologi Inggris William Bateson
mempopulerkan istilah 'genetika';
• Tahun 1908 dan 1909 Peletakan dasar teori genetika populasi
oleh Weinberg (dokter dari Jerman) dan secara terpisah oleh
James W. Hardy (ahli matematika Inggris) ==> awal genetika
populasi;
• Tahun 1910 Thomas Hunt Morgan menunjukkan bahwa gen-gen
berada pada kromosom, menggunakan lalat buah (Drosophila
melanogaster) ==> awal sitogenetika;
• Tahun 1913 Alfred Sturtevant membuat peta genetik pertama
dari suatu kromosom;
• Tahun 1918 Ronald Fisher (ahli biostatistika dari Inggris)
menerbitkan On the correlation between relatives on the
supposition of Mendelian inheritance (secara bebas berarti
"Keterkaitan antarkerabat berdasarkan pewarisan Mendel"), yang
mengakhiri perseteruan antara teori biometri (Pearson dkk.) dan
teori Mendel sekaligus mengawali sintesis keduanya ==> awal
genetika kuantitatif;
• Tahun 1927 Perubahan fisik pada gen disebut mutasi;
• Tahun 1928 Frederick Griffith menemukan suatu molekul
pembawa sifat yang dapat dipindahkan antarbakteri (konjugasi);
5

• Tahun 1931 Pindah silang menyebabkan terjadinya rekombinasi;


• Tahun 1941 Edward Lawrie Tatum and George Wells Beadle
menunjukkan bahwa gen-gen menyandi protein, ==> awal
dogma pokok genetika;
• Tahun 1944 Oswald Theodore Avery, Colin McLeod and Maclyn
McCarty mengisolasi DNA sebagai bahan genetik (mereka
menyebutnya prinsip transformasi);
• Tahun 1950 Erwin Chargaff menunjukkan adanya aturan umum
yang berlaku untuk empat nukleotida pada asam nukleat,
misalnya adenin cenderung sama banyak dengan timin;
• Tahun 1950 Barbara McClintock menemukan transposon pada
jagung;
• Tahun 1952 Hershey dan Chase membuktikan kalau informasi
genetik bakteriofag (dan semua organisme lain) adalah DNA;
• Tahun 1953 Teka-teki struktur DNA dijawab oleh James D.
Watson dan Francis Crick berupa pilin ganda (double helix),
berdasarkan gambar-gambar difraksi sinar X DNA dari Rosalind
Franklin ==> awal genetika molekular;
• Tahun 1956 Jo Hin Tjio dan Albert Levan memastikan bahwa
kromosom manusia berjumlah 46;
• Tahun 1958 Eksperimen Meselson-Stahl menunjukkan bahwa
DNA digandakan (direplikasi) secara semikonservatif;
• Tahun 1961 Kode genetik tersusun secara triplet;
• Tahun 1964 Howard Temin menunjukkan dengan virusRNA
bahwa dogma pokok dari tidak selalu berlaku;
• Tahun 1970 Enzim restriksi ditemukan pada bakteri Haemophilus
influenzae, memungkinan dilakukannya pemotongan dan
penyambungan DNA oleh peneliti (lihat juga RFLP) ==> awal
bioteknologi moderen;
• Tahun 1977 Sekuensing DNA pertama kali oleh Fred Sanger,
Walter Gilbert, dan Allan Maxam yang bekerja secara terpisah.
Tim Sanger berhasil melakukan sekuensing seluruh genom
Bacteriofag Φ-X174;, suatu virus ==> awal genomika;
6

• Tahun 1983 Perbanyakan (amplifikasi) DNA dapat dilakukan


dengan mudah setelah Kary Banks Mullis menemukan Reaksi
Berantai Polymerase (PCR);
• Tahun 1985 Alec Jeffreys menemukan teknik sidik jari genetik.
• Tahun 1989 Sekuensing pertama kali terhadap gen manusia
pengkode protein CFTR penyebab cystic fibrosis;
• Tahun 1989 Peletakan landasan statistika yang kuat bagi analisis
lokus sifat kuantitatif (analisis QTL) ;
• Tahun 1995 Sekuensing genom Haemophilus influenzae, yang
menjadi sekuensing genom pertama terhadap organisme yang
hidup bebas;
• Tahun 1996 Sekuensing pertama terhadap eukariota: ragi khamir
Saccharomyces cerevisiae;
• Tahun 1998 Hasil sekuensing pertama terhadap eukariota
multiselular, nematoda Caenorhabditis elegans, diumumkan;
• Tahun 2001 Draf awal urutan genom manusia dirilis bersamaan
dengan mulainya Human Genome Project;
• Tahun 2003 Proyek Genom Manusia (Human Genome Project)
menyelesaikan 99% pekerjaannya pada tanggal (14 April)
dengan akurasi 99.99%.

Genetika berkembang baik sebagai ilmu murni maupun ilmu


terapan. Cabang-cabang ilmu ini terbentuk terutama sebagai akibat
pendalaman terhadap suatu aspek tertentu dari objek kajiannya.
Cabang-cabang murni genetika: genetika molekular, genetika sel
(sitogenetika), genetika populasi, genetika kuantitatif, dan genetika
perkembangan. Cabang-cabang terapan genetika: genetika kedokteran,
ilmu pemuliaan, dan rekayasa genetika atau rekayasa gen.

Bioteknologi merupakan ilmu terapan yang tidak secara langsung


merupakan cabang genetika tetapi sangat terkait dengan perkembangan
di bidang genetika. Kajian genetika klasik dimulai dari gejala fenotipe
(yang tampak oleh pengamatan manusia) lalu dicarikan penjelasan
7

genotipiknya hingga ke aras gen. Berkembangnya teknik-teknik dalam


genetika molekular secara cepat dan efisien memunculkan filosofi baru
dalam metodologi genetika, dengan membalik arah kajian. Karena
banyak gen yang sudah diidentifikasi sekuensnya, orang memasukkan
atau mengubah suatu gen dalam kromosom lalu melihat implikasi
fenotipik yang terjadi. Teknik-teknik analisis yang menggunakan filosofi
ini dikelompokkan dalam kajian genetika arah-balik atau reverse
genetics, sementara teknik kajian genetika klasik dijuluki genetika arah-
maju atau forward genetics.

1.3. Relevansi penelitian genetika dengan bidang perikanan.

Dari semua hewan dan tanaman dalam laut, ikan adalah sumber
makanan paling utama bagi banyak orang dari berbagai budaya.
Sebagian besar ikan yang dikonsumsi manusia diperoleh melalui
eksploitasi populasi-populasi alam/liar.
Kita tidak perlu melestarikan populasi ikan dengan tidak
menggunakan ikan-ikan tersebut, akan tetapi kita harus
mengembangkan cara-cara bagaimana menggunakannya agar populasi-
populasi ikan tersebut bisa memberikan hasil yang optimal secara
berkesinambungan.
Perikanan adalah interaksi yang kompleks di dalam dan di antara
populasi-populasi ikan yang dipanen, populasi-populasi nelayan, serta
lingkungannya masing-masing. Manajemen perikanan berkisar dari
keprihatinan seorang nelayan sampai ke masalah yang bermagnitud
internasional.
Tujuan mempelajari genetika perikanan adalah:
 belajar memahami, menginterpretasi dan menggunakan analisis
genetika dalam bidang perikanan.
 memahami genetika spesies air (aquatic species) dan belajar
bagaimana kerjanya sistem tersebut.
 Mengapa kita peduli tentang genetika dalam bidang perikanan ?
8

 gen-gen mengontrol dan menjelaskan setiap fungsi biologi dari


suatu organisme. Misalnya menentukan bagaimana harus bertahan
hidup dan berkembang biak (to survive and reproduce).
 interaksi genetika dan manipulasi sumberdaya alam. Misalnya,
dampak pengelolaan terhadap sumberdaya alam, pengaruh-
pengaruh yang bertalian dalam pengembangan budidaya,
memakai spesies eksotis (yang tidak asli dari suatu daerah) untuk
membuat sumberdaya baru, serta pengembangan budidaya
komersial.

1.4. Riwayat singkat analisis genetika dalam bidang perikanan.

Sudah lama, tetapi hanya beberapa saja yang berarti. Pada abad
ke-12 sebelum Masehi, di Cina sudah ada yang mengenal garis-garis
besar atau pedoman seleksi ikan. Agak kemudian, tercatat hasil kerja
dengan ikan akuarium (tahun 1919) serta penentuan seks pada ikan
akuarium (1925). Kemudian ada pula kerja terapan, misalnya untuk
mengetahui daya tahan terhadap penyakit pada ikan trout, pengaruh
keturunan terhadap musim memijah, serta perbedaan populasi, juga
pada ikan trout.
Mengapa genetika tidak banyak (belum banyak) digunakan dalam
perikanan? Ada dua sebab, yaitu:
• yang bersifat mental: - kurang tenaga terlatih, mistik tentang
genetika, serta kurang paham akan hubungan antara genetika dan
riwayat hidup (genetics and life-history).
• Yang bersifat fisik: - memerlukan ketepatan tehnik pemeliharaan,
kurangnya fasilitas yang memadai dan tepat, serta kurangnya cara
pengukuran yang objektif tentang keragaman genetis (misalnya
sampai tahun 1950-an dikenal ukuran pertumbuhan: panjang, lebar,
dan warna).
9

1.5. Persyaratan untuk kesuksesan analisis genetika.

Ada dua syarat, yaitu keragaman secara biologis dan harus bisa
menjelaskan hubungan biologis, misalnya tetua-filial, atau antara dua
spesies. Bagaimanakah ikan atau spesies air memenuhi persyaratan
tersebut di atas ?
Segi positif dari ikan bagi analisis genetika ialah: mudah disilang,
jumlah yang banyak diperoleh dari persilangan tunggal, serta banyak
keragaman yang tampak jelas. Segi negatifnya ialah: daur hidup yang
agak panjang, serta kesulitan dalam pemeliharaan.

1.6. Lingkup perkuliahan genetika perikanan.

Bahan bacaan ini akan diawali oleh bab tentang dasar fisik
hereditas, untuk menyegarkan kembali ingatan kita pada perkuliahan
genetika dasar. Bab berikutnya menyajikan tentang cytogenetics,
termasuk analisis kromosom dalam bidang perikanan dan penentuan
kelamin pada ikan. Selanjutnya, bab tentang sifat-sifat kualitatif dan
analisis gen tunggal, termasuk analisis genetika populasi. Ini diikuti oleh
bab tentang sifat-sifat kuantitatif dan analisis pemuliaan, kemudian
ditutup dengan bab mengenai aplikasi konsep genetika.
10

BAB II
DASAR FISIK HEREDITAS

2.1. Materi Hereditas

Meskipun banyak orang menghubungkan genetika terutama


dengan pemindahan sifat-sifat dari suatu generasi ke generasi lain, atau
apa yang kita sebut keturunan (heredity), lebih jauh kita mengetahui
bahwa hal ini mencakup seluruh proses biologi. Perhatikanlah kriteria
yang biasa digunakan oleh para ahli biologi untuk membedakan
organisme hidup dari benda mati: kemampuan untuk bereproduksi,
bermutasi, ber-evolusi, mengadakan reaksi biokimia (metabolisme).
Semua fenomena ini sebenarnya ada di bawah pengaruh keturunan.
Tidak mengherankan bahwa pemindahan sifat (hereditas) adalah
aspek genetika yang menarik perhatian para ilmuwan dan mungkin
menimbulkan keingintahuan besar pada orang awam. Hal inilah yang
membuat para ilmuwan pendahulu kita memunculkan berbagai macam
teori, yang diantaranya menimbulkan kontrofersi di masyarakat karena
dianggap bertentangan dengan doktrin agama. Semua ini terjadi karena
keterbatasan pengetahuan dan peralatan modern.
Sebelum abad ke-17, orang menyangka bahwa kehidupan muncul
secara spontan. Pengamatan sehari-hari menyokong teori ‘generatio
spontania’ (kehidupan timbul secara spontan) ini. Sebagai contoh para
ilmuwan tanpa mikroskop mengamati adanya belatung-belatung yang
sekonyong-konyong timbul pada daging mentah yang sebelumnya tidak
memperlihatkan infestasi apa-apa. Seandainya pada waktu itu ada
mikroskop mereka akan melihat adanya telur-telur serangga yang kecil-
kecil menempel pada daging sebelum belatung-belatung muncul.
Pada abad-abad ke-18 dan 19, dengan penyempurnaan mikroskop
dan teknik ilmiah, diketahui bahwa tidak ada kehidupan spontan, bahwa
semua bentuk hidup berasal dari bentuk hidup yang telah ada lebih dulu.
Diketahui bahwa sel-sel benih bersatu dalam proses pembuahan
11

(fertilisasi), membentuk sel tunggal yang kemudian mengalami


pembagian dan secara perlahan-lahan berkembang menjadi embrio.
Akan tetapi bagaimana cara sifat-sifat diwariskan dari generasi ke
generasi berikutnya belum diketahui.
Dengan kemajuan ilmu dan teknologi, materi-materi hereditas
yang terkandung di dalam sel dapat diungkapkan. Materi utama dalam
pewarisan sifat organisme adalah kromosom yang di dalamnya terdapat
gen. Kromosom terletak di dalam inti sel (nukleus).

2.2. Struktur Sel

Bagian terkecil dari tubuh makhluk hidup dinamakan sel. Pada


suatu jenis makhluk sel-sel itu tidak selalu sama bentuknya, misalnya sel
otot berbeda dengan sel syaraf atau sel darah, juga sel hewan berbeda
dengan sel tumbuhan (Gambar 1).

Gambar 1. Perbedaan struktur sel hewan dan sel tumbuhan.


(Sumber: http://www.phschool.com, 2010).
12

Tabel 1. Fungsi organell sel hewan (Stansfield, 1989).

Organell sel Fungsi


- Membrana sel atau - Melaluinya substansi ekstraseluler disaring
membrana plasma dan diserap atau melepaskan produk sel
- Nukleus - Mengatur pertumbuhan dan reproduksi Sel
- Kromosom - Membawa instruksi herediter; pengaturan
proses-proses seluler (hanya terlihat jelas
selama pembelahan sel)
- Nukleolus -Sintesis rRNA; menghilang pada saat
replikasi seluler
- Plasma nukleus - Mengandung bahan pembangun DNA dan
molekul-molekul mesenger yang berfungsi
sebagai perantara nukleus dan sitoplasma
- Membrana nukleus - Menjaga kelanjutan selektif antara bahan-
bahan nukleus dan sitoplasma
- Sitoplasma - Mengandung peralatan untuk
melaksanakan instruksi yang diperintahkan
nukleus
- Retikulum endoplasma - Permukaan yang luas untuk reaksi
biokimia yang normal terjadi pada atau
sepanjang permukaan membran
- Ribosom - Tempat sintesis protein
- Centriole - Membentuk kutub-kutub untuk proses
pembelahan; mampu bereplikasi
- Mitokondria - Produksi energi (siklus Kreb; rantai (pada
sel tanaman terdapat plastid) transpor
elektron; beta oksidasi asam lemak, dsb.)
- Golgi body atau Golgi - Membuat sekresi sel
apparatus
- Lysosom (hanya pada - Membuat enzyme pencernaan intraseluler
hewan) yang membantu pembuangan bakteri dan
benda asing; bisa menyebabkan kerusakan
sel bila patah
- Vacuole - Tempat penyimpanan air yang berlebihan,
bahan-bahan buangan, pigmen-pigmen
terlarut, dsb.
- Hyaloplasma -Mengandung enzyme untuk glycolysis dan
(cairan nutrien/ cairan sel) bahan pembangun seperti gula, asam
amino, air, vitamin, nukleotida dsb.
13

2.3. Struktur Kromosom

Di dalam inti sel (nukleus) kebanyakan makhluk terdapat


kromosom, yaitu benda-benda halus berbentuk batang panjang atau
pendek dan lurus atau bengkok, dengan bahan penyusun berupa
kromatin. Kromosom adalah pembawa bahan keturunan.
Kromatin berupa jalinan benang-benang halus dalam plasma inti
(nukleoplasma). Disebut demikian karena, kalau suatu jaringan diwarnai
dengan suatu zat warna, jalinan itu akan mengisap banyak zat warna.
Berasal dari kata chroma = berwarna, dan tin = benang.
Bagian-bagian kromatin tidak jelas dilihat dari mikroskop biasa,
karena halusnya dan tak teratur. Terdiri dari benang kromonema yang
berpilin-pilin longgar, diselaputi protein. Kalau sel mengalami proses
pembelahan, pilinan itu menjadi sangat rapat, sehingga kromatin
memendek dan membesar. Pada saat itu dapatlah terlihat jelas dengan
mikroskop biasa, dan disebut dengan kromosom.
Benda-benda ini, untuk pertama kali diberi nama kromosom
(Latin: krom = warna; soma = tubuh) oleh Waldeyer (1888). Sedangkan
Morgan (1933) menemukan fungsi kromosom dalam pemindahan sifat-
sifat genetik. Kemudian disusul oleh para peneliti lain yang memberikan
keterangan lebih banyak tentang kromosom.
Oleh karena jumlah kromosom yang dimiliki tiap spesies tertentu
adalah tetap, maka hal ini mempunyai arti penting dalam mengenal
filogeni dan taksonomi dari suatu spesies. Sebagai contoh, cacing Ascaris
megalocephalus univalens merupakan makhluk yang mempunyai
kromosom paling sedikit, yaitu hanya 2 kromosom di dalam sel somatis
(sel tubuh). Makhluk-makhluk lain mempunyai kromosom yang berbeda-
beda (Tabel 2). Jumlah kromosom pada makhluk hidup umumnya
berbeda-beda untuk masing-masing jenis. Walaupun jumlah kromosom
sama untuk 2 jenis organisme, hal ini tidak menunjukkan kedekatan
tingkat kekerabatan.
14

Gambar 2. Mikroskop cahaya (kiri) dan mikroskop elektron (kanan).


Untuk mengamati struktur halus kromosom dibutuhkan
mikroskop electron yang memiliki perbesaran jauh lebih kuat
dari pada mikroskop cahaya. (Sumber:
http://www.phschool.com, 2007).

Dalam sel yang sedang membelah, kromosom biasanya dapat


dilihat dengan menggunakan mikroskop biasa, terutama organisme yang
memiliki ukuran kromosom yang cukup besar, misalnya akar bawang
merah. Akan tetapi untuk mempelajari struktur halusnya harus
digunakan mikroskop elektron, karena dapat memberikan perbesaran
jauh lebih kuat (Gambar. 2). Kromosom terdiri dari dua bagian, yaitu
lengan (badan kromosom) dan sentromer (bagian yang membagi
kromosom menjadi dua lengan).
15

Tabel 2. Jumlah kromosom dari beberapa makhluk hidup. Banyak


sedikitnya jumlah kromosom tidak tergantung ukuran tubuh
atau tingkat kekerabatan. (Sumber: Suryo, 1989).

Jlh.
No
Kelompok Nama Umum Nama Ilmiah Kromosom
.
Somatis
1 Protozoa Binatang Paramaecium Aurelia 30-40
2 Cnidaria sandal Hydra vulgaris 32
3 Nematoda Hidra Ascaris lumbricoides 24
4 Mollusca Cacing bulat Helix pomatia 54
Bekicot Bombyx mori 56
5 Arthropoda Ulat sutera Musca domestica 12
Lalat rumah Drosophila melanogaster 8
Lalat buah Apis mellifica 32, 16
Lebah madu Carassius auratus 100
6 Pisces Ikan mas Rana pipiens 26
7 Amphibia Katak Gallus domesticus 78
8 Aves Ayam Rattus rattus 42
9 Mamalia Tikus Pan troglodytes 48
Simpanse Homo sapiens 46
Manusia Pinus mercusii 24
10 Gymnosperma Pinus Solanum tuberosum 48
11 e Kentang Solanum lycopersicum 24
Angiospermae Tomat Oryza sativa 24
Padi Allium cepa 16
Bawang merah Zea mays 20
Jagung

Pada makhluk tingkat tinggi, sel somatis (sel tubuh, kecuali sel
kelamin) mengandung satu stel kromosom yang diterimanya dari kedua
induk/orang tuanya. Kromos-kromosom yang berasal dari induk betina
bentuknya serupa dengan yang berasal dari induk jantan. Maka sepasang
kromosom itu disebut kromosom homolog. Karena itu jumlah kromosom
dalam sel tubuh dinamakan diploid (2n). Sel kelamin (gamet) hanya
16

mengandung separuh dari jumlah kromosom yang terdapat di dalam sel


somatis, karena itu jumlah kromosom dalam gamet dinamakan haploid
(n). Satu stel kromosom haploid dari suatu spesies disebut genom.
Kromosom dibedakan atas autosom (kromosom tubuh) dan
kromosom kelamin (kromosom seks). Kecuali beberapa hewan tertentu,
maka kebanyakan makhluk memiliki sepasang kromosom kelamin dan
sisanya merupakan autosom. Sebagai contoh, lalat buah (Drosophila
melanogaster) yang sering digunakan untuk penyelidikan genetika
mempunyai 8 kromosom, terdiri dari 6 autosom dan 2 kromosom
kelamin. Manusia memiliki 46 kromosom, terdiri dari 44 autosom dan 2
kromosom kelamin. Kromatin atau kromosom mengandung puluhan
sampai ratusan ribu gen. Gen adalah unit bahan genetik, dan istilahnya
diperkenalkan pertama kali oleh W. Johanssen. Gen terdiri dari DNA.
Gen (Inggris: gene; Jerman: gen; Belanda: geen; Perancis: gene)
merupakan faktor penentu penurunan sifat dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Orang tua melengkapi anaknya dengan informasi yang
terkode dalam bentuk unit-unit herediter yang berada di dalam gen.
Puluhan ribu gen yang kita warisi dari ibu bapak kita adalah penyusun
genom kita. Kedekatan genetik kita dengan orang tua kita menjelaskan
kemiripan keluarga.
Gen terkandung di dalam DNA, dimana DNA merupakan penyusun
utama dari kromosom (gambar 3). Teori yang mengatakan bahwa gen
merupakan bagian dari kromosom disebut teori kromosom. Gen
diwariskan dari orang tua kepada keturunannya melalui gamet.
17

Gambar 3. Kromosom berisi DNA yang mengandung


gen. (Sumber: http://www.marine-
genomics-europe.org, 2007).

Anggota dari sepasang gen yang memiliki pengaruh berlawanan


disebut alel. Misalnya, T menentukan sifat tinggi pada batang, sedangkan
t menentukan sifat batang kerdil. Maka T dan t merupakan alel (T se-alel
dengan t), dimana T disebut alel dominan sedangkan t disebut alel
resesif. Tetapi andaikan R adalah gen yang menentukan warna merah
pada bunga, maka T dan R bukan alel (T tidak se-alel dengan R).
Pada tahun 1903, Boveri mempublikasikan kertas kerja yang
membahas implikasi hasil pengamatannya. Pada saat yang sama,
seorang ahli genetika W.S. Sutton juga menghasilkan kesimpulan-
kesimpulan yang serupa. Intinya bahwa Boveri dan Sutton berpendapat
bahwa basis fisik dari Hukum-hukum Mendel adalah perpindahan
kromosom pada waktu pematangan sel-sel benih. Konsep yang penting
ini menghasilkan apa yang disebut Hipotesis Sutton. Pokok-pokok utama
dari hipotesis ini adalah :
1. Gen-gen dibawa oleh kromosom. Kromosom menentukan
sifat-sifat yang sama. Ini merupakan sebab mengapa alel
berjumlah sepasang.
2. Anggota sepasang kromosom berasal dari sumber induk
(maternal) dan bapak (paternal) serta dipindahkan secara
18

terpisah kepada generasi keturunan berikutnya. Ini


merupakan sebab mengapa alel berpisah.
3. Pemindahan satu anggota dari tiap pasang kromosom
kepada masing-masing sel benih disebabkan oleh suatu tipe
pembelahan sel khusus yang disebut meiosis, yang
menghasilkan pembagian 2 secara tepat dari isi kromosom
sel-sel benih. Pembelahan meiosis akan dibahas pada sub
bab berikutnya.
4. Suatu sel benih memuat setiap kombinasi gen-gen maternal
dan paternal di dalam kromosomnya, mengingat bahwa
pemindahan setiap pasang kromosom tertentu tidak
tergantung dari pemindahan pasang kromosom lainnya. Ini
adalah basis bagi Hukum Pilihan Bebas.
5. Karena kromosom-kromosom homolog secara genetik
berbeda, yaitu membawa alel-alel yang berbeda, maka sel-
sel benih secara genetik berbeda satu dengan yang lain. Ini
merupakan hasil pilihan bebas.
6. Setiap kromosom harus mengandung lebih dari satu gen,
dan gen-gen pada satu kromosom harus dipindahkan
bersama-sama. Ini adalah dasar dari konsep pautan
(linkage).

2.4. Variasi Genetis

Variasi yang terdapat pada suatu individu dalam popupasi makhluk


sesungguhnya disebabkan 2 hal, yaitu : variasi genetis dan variasi
lingkungan (fenokopi). Variasi genetis ialah variasi yang disebabkan
karena perubahan pada bahan genetis (terutama akibat mutasi). Variasi
lingkungan ialah varias yang disebabkan hanya oleh perubahan
lingkungan, sedangkan bahan genetis tetap. Pengaruh lingkungan dapat
berupa intensitas cahaya matahari, suhu, kandungan garam tanah,
suasana kehidupan rumah tangga, masyarakat atau kehidupan sehari-
hari.
19

Variasi genetis diwariskan kepada keturunan lewat materi inti sel


di dalam gamet, sedangkan variasi lingkungan tidak diwariskan. Kadang-
kadang sulit membedakan apakah suatu variasi karakter disebabkan
variasi genetis atau variasi lingkungan. Lagi pula faktor genetis dan
faktor lingkungan bekerja sama membina suatu karakter. Adakalanya
satu diantaranya dominan terhadap yang lain, namun kadang-kadang
keduanya sama-sama dominan.
Kesulitan dalam membedakan penyebab suatu karakter, apakah
akibat variasi genetis atau lingkungan, seringkali ditemukan dalam dunia
kesehatan. Sebagai contoh, penyakit ayan (epilepsi) dapat mempunyai
latar belakang genetis, tetapi dapat pula timbul karena pengaruh
lingkungan. Berhubung dengan itu untuk memberikan diagnosa yang
tepat, haruslah diteliti silsilah keluarganya, atau mencari keterangan
yang dapat memberikan petunjuk penyebab penyakit tersebut.
Pada spesies yang bereproduksi secara seksual, perilaku
kromosom selama meiosis dan fertilisasi bertanggung jawab atas
sebagian besar variasi tiap generasi. Ada tiga mekanisme yang memberi
kontribusi pada variasi genetis yang timbul akibat reproduksi seksual,
yaitu :
1) Pemilahan kromosom secara bebas/independent assortment
(Gambar 4); Pembelahan sel secara meiosis akan menghasilkan
sel gamet (jantan dan betina) yang memiliki kromosom haploid
(n). Pada metafase I, pasangan homolog kromosom, masing-
masing terdiri dari satu kromosom maternal dan satu kromosom
paternal, diletakkan pada plat metafase. Karena masing-masing
pasangan kromosom homolog ditempatkan secara independen
terhadap pasangan lainnya dalam metafase I, orientasi ini sama
randomnya dengan pelemparan koin, maka pembelahan meiosis
menghasilkan pemilahan kromosom maternal dan paternal
secara independen ke dalam sel anak.
2) Pindah Silang/Crossing Over (Gambar 4); Suatu proses yang
dinamakan pindah silang menghasilkan kromosom individual
yang menggabungkan gen-gen yang diwarisi dari kedua
20

orangtua kita. Bagian ini akan dibahas lebih lanjut pada sub bab
berikutnya.
3) Fertilisasi random; Sifat random fertilisasi menambah variasi
genetis yang ditimbulkan dari meiosis. Bayangkan sebuah zigat
yang dihasilkan dari sebuah perkawinan antara wanita dan pria.
Sel telur manusia, yang mewakili satu dari hampir 8 juta
kemungkinan kombinasi kromosom, dibuahi oleh sebuah sel
sperma tunggal yang mewakili satu dari 8 juta kemungkinan
yang berbeda. Jadi tanpa mempertimbangkan pindah silang
sekalipun, pasangan orangtua manapun akan menghasilkan
sebuah zigot dengan salah satu dari sekitar 64 triliun (8 juta x 8
juta) kombinasi diploid.

Gen-gen yang terangkai pada satu kromosom biasanya letaknya


tidak berdekatan satu dengan lainnya, sehingga gen-gen itu dapat
mengalami perubahan letak yang disebabkan karena adanya penukaran
segmen dari kromatid-kromatid pada sepasang kromosom homolog.
Peristiwa ini sering disebut dengan pindah silang (crossing over).
21

Gambar 4. Pindah silang dan pemilahan kromosom secara bebas.


(Sumber: http://www.phschool.com, 2007).

Yang dimaksud dengan pindah silang adalah proses penukaran


segmen dari kromatid-kromatid bukan saudara (nonsister chromatids)
dari sepasang kromosom homolog. Peristiwa pindah silang umum terjadi
pada setiap gametogenesis (peristiwa pembentukan gamet) pada
kebanyakan makhluk hidup, seperti tumbuhan, hewan dan manusia.
Pindah silang terjadi ketika meiosis I (akhir profase I atau permulaan
metafase I), yaitu ketika kromosom telah mengganda menjadi dua
kromatid (Gambar 5).
22

Gambar 5. Pindah silang (crossing over) pada kromosom yang terjadi


pada meiosis I. (Sumber: http://www.phschool.com, 2007).

Pada waktu kromosom-kromosom hendak memisah (yaitu pada


anafase I), kromatid-kromatid yang bersilang itu melekat dan putus
dibagian kiasma, kemudian tiap potongan itu melekat pada kromatid
sebelahnya secara timbal nalik. Berhubung dengan itu gen-gen yang
terletak pada bagian yang pindah itu akan berpindah pula tempatnya ke
kromatid sebelahnya (homolognya).

Pindah silang dibedakan atas 2 (Gambar 6), yaitu :


1. Pindah silang tunggal, ialah pindah silang yang terjadi pada
satu tempat. Dengan terjadinya pindah silang itu akan
terbentuk 4 macam gamet. Dua macam gamet memiliki gen-
gen yang sama dengan gen-gen yang dimiliki induk
23

(parental), maka dikatakan gamet-gamet tipe parental. Dua


gamet lainnya merupakan gamet-gemet baru, yang terjadi
sebagai akibat adanya pindah silang. Gamet-gamet ini
dinamakan gamet-gamet tipe rekombinasi. Gamet-gamet tipe
parental dibentuk jauh lebih banyak dibandingkan dengan
gamet-gamet tipe rekombinasi.

Gambar 6. Pindah silang tunggal (kiri) dan pindah silang ganda


(kanan). (Sumber: http://www.marine-genomics-
europe.org, 2007).

2. Pindah silang ganda, ialah pindah silang yang terjadi pada dua
tempat. Jika pindah silang ganda (double crossing over)
berlangsung diantara dua buah gen yang terangkai (misalnya
gen A dan B), maka terjadinya pindah silang ganda itu tidak
akan nampak dalam fenotip, sebab gamet-gamet yang
dibentuk hanya dari tipe parental saja, atau dari tipe
rekombinasi saja, atau dari tipe parental dan tipe rekombinasi
akibat pindah silang tunggal. Akan tetapi jika diantara gen A
dan B masih ada gen ketiga, misalnya gen C, maka terjadinya
pindah silang ganda antara gen A dan B akan tampak.
24

Kemungkinan terjadinya pindah silang ternyata dipengaruhi oleh


beberapa faktor, antara lain seperti :
1. Temperatur yang melebihi atau kurang dari temperatur biasa
dapat memperbesar kemungkinan terjadinya pindah silang.
2. Makin tua suatu individu, makin kurang kemungkinan untuk
mengalami pindah silang.
3. Zat kimia tertentu dapat memperbesar kemungkinan pindah
silang.
4. Penyinaran dengan sinar X dapat memperbesar kemungkinan
pindah silang.
5. Makin jauh jarak antara gen-gen yang terangkai, makin besar
kemungkinan terjadinya pindah silang.
6. Pada umumnya pindah silang terjadi pada makhluk betina
maupun jantan. Tapi ada pengecualian, yaitu pada ulat sutera
(Bombix mori) yang betina tidak pernah terjadi pindah silang,
demikian pula pada lalat Drosophila melanogaster jantan.

2.5. Pembelahan Sel

a. Pembelahan Sel secara Mitosis

Mitosis hanya merupakan satu bagian dari siklus sel. Sebenarnya,


fase mitotik (M) yang mencakup mitosis dan sitokinesis biasanya
merupakan bagian tersingkat dari siklus sel tersebut. Pembelahan sel
mitosis yang berurutan bergantian dengan interfase yang jauh lebih lama
yang sering kali meliputi 90% dari siklus ini. Selama interfase inilah sel
tumbuh dan menyalin kromosom dalam persiapan untuk pembelahan sel.
Interfase dapat dibagi menjadi sub fase : fase G1 (Gap pertama),
fase S (sintesis DNA) dan fase G2 (Gap kedua). Selama ketiga sub fase
ini sel tumbuh dengan menghasilkan protein dan organel dalam
sitoplasma. Kromosom diduplikasi hanya pada fase S. Dengan demikian
suatu sel tumbuh (G1) dan tumbuh lagi sampai sel tersebut
menyelesaikan persiapannya untuk pembelahan sel (G2) dan membelah
25

(M = mitosis). Sel anak kemudian dapat mengulangi siklus ini (Gambar.


7).
Gamet betina setelah dibuahi oleh gamet jantan akan bersifat diploid
(2n) dan dinamakan zigot. Dalam perkembangannya, zigot ini akan
membelah berkali-kali dan proses pembelahan sel inilah yang dinamakan
mitosis.

Gambar 7. Siklus sel pada eukariotik. (Sumber: Campbel,


N.A., dkk. 2002).

Mitosis berlangsung dalam beberapa fase, yaitu interfase, profase,


metaphase, anaphase dan telofase (Gambar 8 dan 9).
1. Interfase; Sel siap untuk mulai membelah, tetapi belum
memperlihatkan kegiatan membelah. Inti sel nampak keruh,
lambat laun nampak benang-benang kromatin yang halus.
2. Profase; Benang-benang kromatin makin menjadi pendek,
sehingga menjadi tebal. Terbentuklah kromosom-
kromosom. Tiap kromosom lalu membelah memanjang dan
anakan kromosom ini dinamakan kromatid. Dinding nukleus
mulai menghilang. Sentriol (bentuk seperti bintang dalam
sitoplasma) juga membelah.
26

Gambar 8. Bagan umum pembelahan sel secara mitosis.


(Sumber: http://www.phschool.com, 2007).

3. Metafase; Kromosom-kromosom menmpatkan diri di bidang


tengah (ekuator) dari sel.
4. Anafase; Sentromer membelah dan kedua buah kromatid
memisahkan diri dan bergerak men elahan itu memiliki sifat
keturunan yang sama. Mulai saat uju ke kutub sel yang
berlawanan. Tiap kromatid hasil pemb ini kromatid-kromatid
ini berlaku sebagai kromosom baru.

5. Telofase; Di tiap kutub sel terbentuk stel kromosom yang


identik. Serabut gelendong inti lenyap dan dinding nukleus
terbentuk lagi. Kemudian plasma sel terbagi menjadi 2
bagian yang disebut sitokinesis. Pada sel hewan sitokinesis
ditandai dengan melekuknya sel ke dalam, sedang pada
27

tumbuh-tumbuhan karena selnya berdinding, sitokinesis


ditandai dengan terbentuknya dinding pemisah di tengah-
tengah sel.

Gambar 9. Tahap-tahap pembelahan sel secara mitosis.


(Sumber: http://www.phschool.com, 2007).

b. Pembelahan Sel secara Meiosis

Reproduksi seksual mencakup pembentukan gamet-gamet


(gametogenesis) dan pembuahan (fertilisasi). Gametogenesis
berlangsung di dalam alat reproduksi (gametangium) dan akan dibahas
pada sub bab berikutnya.
Gamet bersifat haploid (n) tetapi berasal dari sel induk diploid (2n).
Berhubung dengan itu pembentukan gamet harus didahului dengan
pembelahan reduksi dari jumlah kromosom dan pembelahan ini lazim
disebut meiosis.
28

Beberapa dari tahap-tahap meiosis sangat menyerupai tahap-tahap


yang terdapat pada mitosis. Meiosis, seperti halnya mitosis, di dahului
oleh replikasi kromosom. Namun replikasi tunggal ini diikuti oleh dua
pembelahan sel yang berurutan yang disebut meiosis I dan meiosis II.
Pembelahan ini menghasilkan 4 (empat) sel anak dan masing-
masing hanya memiliki setengah dari kromosom sel induk.
Pada pembelahan sel secara meiosis, setelah kromosom
mereplikasi satu kali, sel diploidnya akan membelah diri dua kali,

Gambar 10. Bagan umum pembelahan sel secara meiosis.


(Sumber: http://www.phschool.com, 2007).

menghasilkan 4 sel anakan yang haploid. Diagram pada gambar 10


hanya menampilkan satu pasang kromosom homolog. Pertama, masing-
masing dari kromosom tersebut bereplikasi dan terjadi pindah silang
(crossing over). Kemudian hasil pembelahan pertama (meiosis I) akan
memisahkan kedua kromosom dari pasangan homolog, mengemasnya di
29

dalam sel-sel anak yang terpisah (haploid). Pembelahan kedua (meiosis


II) memisahkan kromatid-kromatid bersaudara. Setiap sel anak yang
dihasilkan dari meiosis II adalah sel haploid, mengandung satu
kromosom tunggal dari pasangan homolog.
Pembelahan sel secara meiosis berlangsung dalam 2 tingkat dan
dibedakan atas bererapa fase, yaitu :
1. Meiosis I, dibedakan atas beberapa fase :
a. Profase I; Berbeda dari profase pada mitosis, yaitu bahwa
kromosom-kromosom homolog membentuk pasangan yang
dinamakan bivalen. Proses berpasangannya kromosom homolog
dinamakan sinapsis. Kemudian setiap anggota bivalen membelah
memanjang, sehingga terbentuklah 4 kromatid. Ke empat
kromatid pada satu bivalen dinamakan tetrad. Selama sinapsis
dapat terjadi pindah silang (pertukaran segmen dari kromatid-
kromatid dalam sebuah tetrad).
b. Metafase I; Bivalen-bivalen menempatkan diri di bidang tengah
dari sel secara acak (random).
c. Anafase I; Sentromer belum membelah. Kini kromosom-kromosom
homolog (masing-masing terdiri dari 2 kromatid) saling
memisahkan diri dan bergerak menuju ke kutub sel yang
berlawanan. Berarti jumlah kromosom telah diparoh, dari keadaan
diploid (2n) menjadi haploid (n). Kini berlangsung sitokinesis,
sehingga sel induk yang mula-mula diploid itu telah menjadi dua
sel anakan masing-masing haploid. Meiosis I berakhir. Waktu yang
pendek antara meiosis I dan meiosis II dinamakan interkinase.
2. Meiosis II, dibedakan atas beberapa fase :
a. Profase II; Serabut-serabut gelendong terbentuk lagi.
b. Metafase II; Sentromer-sentromer menempatkan diri di tengah
sel.
c. Anafase II; Sentromer dari tiap kromosom membelah,
kromatid-kromatid memisahkan diri dan bergerak ke kutub
yang berlawanan. Pada saat ini kromatid telah berubah menjadi
kromosom.
30

d. Telofase II; Berlangsungnya sitokinesis kedua, diikuti dengan


terbentuknya dinding inti.

Jadi pada meiosis (gambar 11), sebuah sel induk diploid akhirnya
menghasilkan empat sel anakan masing-masing haploid.

Gambar 11. Tahap-tahap pembelahan sel secara meiosis.


(Sumber: http://www.phschool.com, 2007).
31

3. Gametogenesis
Hasil akhir dari meiosis biasanya tidak langsung berupa gamet,
melainkan memerlukan sedikit waktu untuk berkembang menjadi gamet.
Proses ini disebut maturasi.
Gametogenesis pada hewan tingkat tinggi terbagi atas 2 macam,
yaitu spermatogenesis dan oogenesis (gambar 12). Lebih jelas akan
diuraikan di bawah ini.
1. Spermatogenesis ialah gametogenesis pada hewan jantan.
Sel-sel primordial diploid di dalam testis membelah secara
mitosis berkali-kali dan membentuk spermatogonium.
Selama pertumbuhannya sel ini membentuk sel spermatosit
primer (diploid) yang kemudian membelah secara meiosis.
Hasilnya berupa dua buah selspermatosit skunder yang
masing-masing haploid. Selanjutnya sel-sel ini mengalami
meiosis II dan menghasilkan 4 spermatid haploid (gambar
13). Selama proses maturasi terbentuklah bagian seperti
ekor dan tiap spermatid menjadi gamet jantan yang
dinamakan spermatozoa.

Gambar 12. Spermatogenesis dan oogenesis.


(Sumber: http://www.marine-genomics-europe.org, 2007).
32

2. Oogenesis ialah gametogenesis pada hewan betina. Sel


primordial diploid dalam ovarium (disebut oogonium)
mengalami pertumbuhan menjadi oosit primer (diploid).
Pada meiosis I jumlah kromosom diparoh, kemudian sel
membelah menjadi sebuah sel besar (oositt sekunder)
se dan
sebuah sel kecil (badan kutub primer). Badan kutub
mengalami degradasi dan tidak ikut dalam mengambil
bagian fertilisasi.
fertilis Pada meiosis II, dari oositt dihasilkan dua
buah
uah sel tak sama besar, yang besar
besar disebut ootid
sedangkan yang kecil disebut badan kutub skunder. Setelah
mengalami pertumbuhan, ootid menjadi gamet betina yang
dinamakan sel telur atau ovum (gambar 13).

Gambar 13.
13 Spermatogenesis dan oogenesis.
(Sumber: http://www.marine-genomics-europe.org,
http://www.marine 2007).
007).

Persatuan gamet jantan dan betina dinamakan fertilisasi. Sel telur


yang dibuahi menjadi zigot (diploid) yang kemudian berkembang menjadi
janin (embrio) melalui mitosis berkali-kali.
berkali
33

BAB III

SITOGENETIKA
(ANALISIS KKROMOSOM)

3.1. Pengertian Sitogenetika

Cytogenetics adalah gabungan antara cytology (studi tentang sel)


dan genetika, yang berusaha menjelaskan hubungan antara kejadian-
kejadian di dalam sel (khususnya kromosom) dengan fenomena genetis.
Lebih jelasnya, cytology adalah cabang ilmu biologi yang membicarakan
tentang besar (ukuran), struktur dan riwayat hidup kromosom,
sedangkan cytogenetics adalah studi tentang struktur kromosom dan
tingkah laku kromosom selama proses mitosis dan meiosis.

3.2. Teori kromosom.

Istilah kromosom diberikan untuk pertama kalinya oleh Weyder


pada tahun 1882 untuk benda-benda halus berbentuk benang panjang
atau pendek yang dapat dilihat di dalam nukleus. Kromosom ikut
membelah pada waktu pembelahan inti berlangsung, lebih dahulu
diketahui oleh Schneider pada tahun 1873 dan Strasburger di tahun
1875, yang dikuatkan oleh Flemming pada tahun 1882 serta Van
Beneden di tahun 1883 yang melihat bahwa setiap kromosom ikut
membelah secara longitudinal di waktu pembelahan inti. Selanjutnya
Rabl dan Boveri di tahun 1885 berpendapat bahwa tiap-tiap spesies
memiliki jumlah kromosom yang tetap dan bahwa ada hubungan antara
kromosom dan gen-gen yakni gen-gen terdapat dalam kromosom.
Pada tahun 1901, Montgomery menunjukkan kromosom-kromosom
terdapat dalam pasangan-pasangan dengan bentuk dan ukuran yang
mudah dibedakan satu dari yang lain dan juga dibuktikan bahwa
berpasangannya kromosom homolog itu menyangkut kromosom-
kromosom yang berasal dari induk jantan dan induk betina. Sedangkan
34

Sutton dan Boveri dalam tahun 1903 berhasil memperlihatkan dengan


jelas bahwa benar ada hubungan antara kromosom dan keturunannya.
Dalam sel somatis terdapat dua kelompok kromosom yang serupa
yaitu yang satu berasal dari induk betina dan yang lainnya berasal dari
induk jantan, yakni terdapat kromosom dalam pasangan homolog yang
sejajar dengan terdapatnya gen-gen dalam pasangan. Kromosom
memiliki sifat morfologi yang tetap sepanjang berbagai pembelahan sel
dan setiap kromosom atau pasangan kromosom mempunyai peranan
tertentu dalam kehidupan dan perkembangan individu.
Kromoson terletak di sel nukleus (sel gonad mapun sel somatid)
dengan jumlah yang sama dalam suatu individu. Tiap kromoson disebut
juga sebagai kromatin yang tersusun atas dua kromatid yang berhadap
hadapan. Pada kromatin inilah lokasi gen (lokus), yang didalamnya
terdapat alel alel sebagai penyandi protein ataupun enzim yang menjaga
dan mempengaruhi sistim biokimia yang ada pada organisme.
Prinsip kerja untuk menggidentifikasi kromoson disebut karyotyping,
yaitu pengamatan kromoson memanfaatkan teknik pewarnaan dan
mengunakan miskroskop untuk mengamati pemendaraannya. Jaringan
yang bisa digunakan untuk karyotiping misalnya: embrio, larva ikan, fin
or scale epithel, leukosit dan ovary dan testis
Dari beberapa jenis jaringan/ sel di atas yang paling mudah
untuk menampilkan kromosom adalah mengunakan sel leukosit (sel
darah). Karena paling mudah untuk dikultur dan dikondisikan pada tahap
mitosis, sel darah merah tidak dapat digunakan untuk kariotiping karena
tidak memiliki inti sel.
Sel mampu untuk menggandakan diri, melalui proses mitosis
maupun miosis dihasilkan sel anakan, sifat diploid dari sel somatid dan
haploid untuk sel gonad. Untuk melakukan karyotyping diawali dengan
preparase sel menuju tahap metafase dengan suatu teknik kultur untuk
merangsang sel mencapai tahap metaphase misalnya pengunaan
colchicines..
35

Tabel 3. Jumlah kromosom (2n) beberapa spesies tumbuhan dan


hewan (Brown, 1972; Levan et al., 1983).
Kromosom
Nama umum Nama ilmiah
(2n)
Nyamuk Culex pipiens 6
Lalat rumah Musca domestica 12
Bawang merah Allium cepa 16
Katak (betung) Bufo americanus 22
Padi Oryza sativa 24
Kodok hijau Rana pipiens 26
Buaya Alligator mississipiensis 32
Kucing Felis domesticus 38
Tikus rumah Mus musculus 40
Monyet rhesus Macaca mulatta 42
Gandum Triticum aestivum 42
Manusia Homo sapiens 46
Kentang Solanun tuberosum 48
Banteng Bos taurus 60
Keledai Equus asinus 62
Kuda Equus caballus 64
Anjing Canis familiaris 78
Ayam Gallus domesticus 78
Ikan mas Cyprinus carpio 104

Meratanya kromosom-kromosom pada metafase merupakan saat


yang paling baik untuk menghitung jumlah kromosom dan
membandingkan ukuran serta morfologi dari kromosom dan penentuan
jumlah komosom diambil dari frekuensi tertinggi atau modus Hal serupa
telah umum dilakukan terhadap Melanoteania boasemani, M. patoti, dan
Oreohromis sp. (Carman et al., 1998) dan Telmatherina ladigesi
(Andriani, 2001). Dari penelitian-penelitian lain terhadap jumlah
kromosom berdasarkan modus, didapatkan jumlah kromosom diploid
sebanyak 48 pada ikan Atherian elymus yang diteliti oleh Arai dan Fujiki
36

pada tahun 1978, dan pada ikan Basichlichthys bonariensis yang diteliti
oleh Arai dan Koike pada tahun 1980.
Spesies yang berbeda mempunyai jumlah kromosom yang khas
(Tabel 3.). Kisarannya sangat luas, dari dua pada beberapa tanaman
berbunga sampai beberapa ratus pada tanaman pakis tertentu.

3.3. Nomenklatur dan morfologi kromosom.

Nomenklatur adalah cara pemberian nama atau istilah suatu


kromosom, sedangkan morfologi merupakan struktur tubuh sebuah
kromosom. Gambar 4 memperlihatkan nomenklatur dan morfologi suatu
kromosom (Levan et al., 1983; Darnell et al., 1990).
Setiap kromosom memiliki sentromer, karena sentromer berfungsi
sebagai tempat berpegangannya benang-benang plasma dari spindel
atau gelondong inti di waktu pembelahan sel berlangsung. Apabila
benang spindel berkontraksi sehingga memendek, maka kromosom
bergerak (tertarik) ke arah kutub sel (pada stadium anafase). Kromosom
yang tidak memiliki sentromer disebut kromsosom asentris, yakni
biasanya labil dan mudah hancur dan hilang dalam plasma. Jika pada
sebuah kromosom dapat ditemukan beberapa sentromer sehingga kerap
kali sukar mengenalnya, maka sentromer itu dinamakan diffuse
centromere. Ada cara untuk memudahkan tujuan itu ialah dengan
memberikan zat penghalang mitosis sebelum pemberian warna pada
preparat, misalnya paradiklorobensen dan kolkisin.
37

Gambar 14. Nomenklatur dan morfologi suatu kromosom


(Levan et al., 1983; Darnell et al., 1990).

Meskipun posisi sentromer suatu kromosom tertentu tetap, namun


dapat berbeda pula bagi kromosom yang lain. Kromosom dapat dibagi
menjadi lima kelompok berdasarkan letak sentromer, yaitu: telosentrik,
subtelosentrik, akrosentrik, metasentrik dan submetasentrik. Tetapi pada
umumnya penggolongan yang selalu digunakan adalah metasentrik
(sentromer terletak di tengah-tengah sehingga keempat lengan
kromosom sama panjang), submetasentrik (sentromer terletak agak ke
atas sehingga lengan atas kromosom lebih pendek dari lengan kromosom
bawah) dan akrosentrik (sentromer terletak di ujung atas sehingga
terdapat dua lengan kromosom yang jauh lebih panjang). Pembagian
bentuk kromosom menurut posisi sentromer ditunjukkan pada Gambar 5.
38

5. Bentuk-bentuk
Gambar 15. Bentuk bentuk kromosom berdasarkan posisi sentromer
(Elridge, 1985).

Tipe kromosom berdasar letak sentromer dapat dilihat pada


gambar di bawah ini:

Gambar 16. Klasifikasi Kromosom berdasarkan Morfologi


orfologi
39

Identifikasi kromosom dapat dilakukan berdasarkan antara lain:


klasifikasi/ tipe kromoson (Metacentris, telocentris, acrocentris) dan
ukuran, diurutkan dari yang kromoson terbesar diikuti kromoson kecil
dibawahnya banding patterns/ pola khas kromoson sex

3.4. Fungsi Analisis Kromoson

Beberapa fungsi dasar dari analisis kromosom suatu organisme


adalah:
a) Sebagai petunjuk proses Evolusi. Ikan yang memiliki kesamaan
jumlah kromoson memiliki kedekatan yang lebih besar dari ikan
yang jumlah kromosonya berbeda
b) Identifikasi spesies.
c) Identifikasi stok (populasi) untuk tujuan manajemen. (keragaman
kromoson antar spesies pada ikan nila sebagai contoh. Bisa
digunakan untuk menghasilkan monosex dari perkawinan T
nilotica(XX) dengan T hornorum jantan(ZZ).
d) Dalam suatu spesies ikan yang sama, bisa memiliki jumlah
kromoson yang berbeda, derajat kesamaan kromoson dan
kesamaan morfologi dapat digunakan untuk mengestimasi
hubungan antar spesies dari tingkat genus sampai ordo.
e) Taksonomi modern dikembangkan berdasarkan Squensing
kromoson
f) Variasi dalam populasi menunjukkan keragaman genetik suatu
spesies
g) variasi antar populasi dapat digunakan untuk memperkirakan
hubungan dalam proses evolusi (menentukan tingkatan
kededakan dlm taksonomi)
40

3.5. Ciri dasar analisis kromosom

Beberapa ciri dasar yang digunakan untuk analisis:


a. Setiap spesies punya kandungan DNA atau ADN yang khas,
terbungkus dalam satu set kromosom yang khas pula yakni:
komposisi kimia (ADN dan protein) dan atribut fisik (terlihat pada
metafase dari mitosis). Dicirikan oleh posisi sentromer: bisa
metasentris, akrosentris atau telosentris. Dapat juga menggunakan
kelainan-kelainan fisik (physical anomalies) untuk kepentingan
identifikasi, misalnya terdapat satelit.
b. Perubahan jumlah kromosom atau komposisi fisik yang disebabkan
oleh perubahan-perubahan genetis yang dapat digunakan sebagai:
1. dasar untuk analisis dan diagnosis penyakit-penyakit
genetis pada manusia.
2. dapat digunakan untuk menentukan hubungan evolusi dan
akibat-akibat dari usaha langsung untuk mengubah
komposisi kromosom, misalnya induksi polyploidi.
3. Jumlah ADN dan jumlah kromosom yang umumnya
bersifat sebagai penunjuk (indikatif) bagi status evolusi.

3.6. Kriteria umum analisis kromosom.

Dalam banyak kasus, yang diukur adalah jumlah kromosom dan


struktur fisik. Dapat juga menggunakan parameter lain misalnya
kandungan DNA, rasio basa, dsb..
Persyaratan untuk memperoleh data: kromosom harus dalam
keadaan kondens (condensed state), harus dalam susunan dua dimensi
(two dimensional array), harus dalam fase yang sama dari siklus sel dan
harus bisa diamati (must be able to see them). Ketiga syarat pertama
diperoleh dengan menggunakan jaringan yang cepat membelah (rapidly
dividing tissue). Beberapa cara yang digunakan:
 sumber alam: embrio dini, insang, ginjal, dasar sisik (pada ikan
yang masih muda) dan epithel mata.
41

 induced rapid division: sayat bagian sirip dan gunakan jaringan


yang sedang tumbuh (regenerating tissue).
 sistem buatan (artificial system): kultur sel, leukosit.
 Pilihan bergantung pada kebutuhan kerja dan persediaan bahan.

Perlakuan untuk berhenti pada suatu fase dari pembelahan sel,


misalnya metafase. Jenis bahan kimia untuk mencegah kromosom
bermigrasi ke kutub-kutub seperti: colchicine, colcemid, velbon,
cytochalasin B dsb.. Untuk memperbesar sel agar kromosom menyebar
(swell the cell to spread out chromosomes) digunakan cairan hipotonik:
akuadestilata, sitrat hipotonik. Proses fixative untuk menghentikan reaksi
dan mematikan sel. Yang paling umum adalah menggunakan etanol dan
asam asetat dengan rasio 3 : 1. Proses aplikasikan ke “slide” dan di
“stain” (dibercak). Metode aplikasi ke slide bervariasi sesuai dengan
bahan yang digunakan, misalnya untuk jaringan (insang, ginjal, dsb.)
digunakan tehnik squash. Untuk sel (misalnya kultur sel), sebarkan pada
slide lalu difixed (dipanaskan/heated). Cara stain umumnya untuk AND
atau nukleuprotein. Stain yang dipakai misalnya: Giemsa, aceto-orecin,
crystal-violet, dsb..
Proses observasi di bawah mikroskop untuk menentukan karyotipe
yakni memasang kromosom yang tampak sama (pairing the
chromosomes that looked the same), serta memperhatikan adanya
kemungkinan perubahan-perubahan pada struktur.
42

3.7. Prosedur umum analisis kromosom.

Prosedur umum analisis kromosom dalam garis besar dapat


digambarkan:

Jaringan atau sel yang cepat membelah

Perlakuan dengan colchicine


(menghentikan pembelahan pada metafase)

Perlakuan dngan cairan hipotonik


(untuk memperbesar sel)

Di”fixed” untuk menghentikan reaksi

Aplikasi ke slide dan di stain

Analisis

3.8. Teknik pembuatan preparat kromosom.

Ada banyak cara untuk memperoleh preparat kromosom. Teknik


pembuatan preparat yang telah dikenal luas ada dua cara yakni:
pembuatan preparat kromosom langsung dari sel-sel organ yang diambil
dari tubuh organisme yang masih muda (kebanyakan larva atau anakan
dari organisme tersebut), dan melakukan kultur jaringan atau kultur sel.
Teknik yang pertama relatif lebih murah dan mudah dibandingkan
dengan teknik yang kedua. Akan tetapi, kromosom-kromosom tampak
lebih jelas dengan menggunakan teknik yang kedua.
Tujuan utama analisis kromosom adalah mengungkapkan informasi
mengenai karakteristik dan morfologi seperti jumlah kromosom, struktur
dan tingkah laku kromosom selama pembelahan sel berlangsung. Prinsip-
prinsip dasar yang diterapkan secara umum sama untuk setiap spesies
organisme. Meski demikian, ada sejumlah modifikasi prosedur atau
43

metode yang berbeda untuk setiap spesies sehingga mendapatkan ciri-


ciri pokok kromosom spesies tersebut.
Penyediaan preparat sel yang baik diperlukan dalam
menginterpretasi karakteristik kromosom yang dimiliki. Setiap prosedur
dalam penyediaan preparat sel atau jaringan memerlukan perhatian yang
rinci. Proses ini diawali dengan menyeleksi material jaringan,
mengumpulkan serta menyiapkannya sebagai preparat untuk diteliti di
bawah mikroskop. Tahapan-tahapan tersebut membutuhkan teknik yang
baik dan tepat. Banyak metode telah dikembangkan dalam menangani
sel hewan dan tumbuhan, akan tetapi prinsip dasarnya sama yakni:
menyeleksi dan mengumpulkan sel atau jaringan; perlakuan awal dengan
menggunakan kolkisin, perlakuan dengan larutan hipotonik, fiksasi
jaringan, pewarnaan, pembuatan slide preparat, dan merekam data dan
pengukuran mikrometri.

a. Seleksi dan koleksi sel atau jaringan.

Kromosom-kromosom hanya tampak jelas selama pembelahan sel


terjadi. Oleh karena itu, langkah pertama dalam mempersiapkan
preparat sel adalah memilih (seleksi) dan mengumpulkan (koleksi)
bagian organ tiram mutiara untuk mendapatkan sel-sel yang membelah
secara aktif.
Analisis kromosom diploid (2n) membutuhkan jaringan tubuh
(somatic) yang di dalamnya sedang berlangsung pembelahan mitosis.
Pembelahan mitotis pada hewan banyak ditemukan pada jaringan muda
yang aktif membelah seperti jaringan epitel pada kulit, insang, mantel,
tulang belakang dan sel darah putih. Sedangkan pada tumbuhan banyak
bersumber dari jaringan merismatik seperti pada ujung daun, kambium
dan ujung akar. Callus yang dihasilkan dari kultur jaringan dapat
digunakan, akan tetapi sulit untuk menentukan jumlah kromosom.
Kunci keberhasilan utama untuk memperoleh sel-sel yang aktif
membelah adalah ketepatan menentukan fase-fase dalam siklus sel.
Umumnya jaringan epitel pada insang tiram mudah diperoleh dan
44

ditangani. Pada permukaan insang banyak terdapat sel-sel epitel yang


terus aktif menyaring makanan yang masuk dan proses pernafasan,
sehingga dalam insang (terutama pada tiram muda) lebih banyak terjadi
pembelahan mitosis dibandingkan dengan jaringan lainnya Secara
teoritis, material yang paling baik memiliki nilai indeks mitosis (Mitotic
Index atau MI) yang tinggi. MI adalah rasio antara jumlah sel-sel yang
sedang membelah dengan jumlah sel dalam suatu sampel. Adanya
variasi diurnal dalam siklus sel, perbedaan respon setiap spesies
terhadap panjang hari (day-lenght) dan kondisi temperatur lingkungan
sangat menentukan terjadinya pembelahan mitosis sebuah sel atau
jaringan. Oleh karena itu, perlu mengetahui waktu mitosis optimum
dalam koleksi bagian organ suatu spesies.
Lamanya waktu siklus mitosis berbeda-beda untuk setiap organisme
bergantung pada spesies, jaringan, kondisi fisiologis, temperatur dan
lingkungannya. Tabel 1 memperlihatkan durasi siklus mitosis beberapa
spesies telah diteliti oleh para ahli sitogenetika spesies dengan kromosom
diploid.
45

Tabel 4. Durasi siklus mitosis dalam sel beberapa spesies


(Alberts et al., 1983).

Kromosom Durasi mitotis


Species Referensi
(2n) (jam)

Haplopappus gracilis 4 10.5 Sparvoli et al., 1966

Crepis capiliaris 6 10.75 Van't Hof, 1965

Trillium erectum 10 29 Van't Hof and Sparrow, 1963

Tradescantia 12 20 Wimber, 1960


paludosa
Vicia faba 12 13 Van't Hof and Sparrow, 1963

Impatiens balsamina 14 8.8 Van't Hof, 1965

Lathyrus angulatus 14 12.25 Evans and Rees, 1971

Lathyrus articularis 14 14.25 Evans and Rees, 1971

Lathyrus hirsutus 14 18 Evans and Rees, 1971

Avena strigosa 14 9.8 Yang and Dodson, 1970

Secale cereale 14 12.75 Ayonoadu and Rees, 1968

Allium cepa 16 17.4 Van't Hof, 1965

Hyacinthus orientalis 16 24 Evans and Rees, 1971

Zea mays 20 10.5 Evans and Rees, 1971

Melandrium album 22 15.5 Choudhun, 1969

Lycopersicon 24 10.6 Van't Hof, 1965


esculentum
Tulipa kaufmanniana 24 23 Van't Hof and Sparrow, 1963

Avena strigosa 28 9.9 Yang and Dodson, 1970

Pisum sativum 28 12 Van't Hof et al., 1960

Triticum durum 28 14 Avanzi and Deri, 1969

Allium tuberosum 32 20.6 Van't Hof, 1965

Helianthus annuus 34 9 Van't Hof and Sparrow, 1963

Triticum aestivum 42 10.5 Bennett, 1971


46

b. Perlakuan awal dengan kolkisin.

Kolkisin dengan rumus kimia C22H25O6N merupakan suatu alkaloid


yang berasal dari umbi dan biji tanaman Autumn crocus (Colchicum
autumnale, Linn) yang termasuk dalam famili Liliaceae. Nama colchicum
diambil dari nama colchis, ialah seorang raja yang menguasai daerah di
tepi Laut Hitam, karena di daerah itu terdapat banyak sekali tanaman
tersebut. Tanaman yang berbunga di musim gugur ini hanya
memperlihatkan bunga-bunganya saja di atas permukaan tanah. Dalam
musim semi tanaman ini memiliki daun, buah dan biji.
Larutan kolkisin dengan konsentrasi yang kritis berfungsi mencegah
terbentuknya benang-benang plasma dari gelendong inti (spindel)
sehingga pemisahan kromosom pada anafase dari mitosis tidak
berlangsung dan menyebabkan penggandaan kromosom tanpa
pembentukan dinding sel. Akibatnya proses mitosis mengalami
modifikasi. Karena tidak terbentuk spindel, maka kromosom-kromosom
tetap tinggal berserakan dalam sitoplasma. Pada stadium ini kromosom-
kromosom memperlihatkan gambaran yang khas seperti tanda silang (X).
Akan tetapi kromosom-kromosom juga dapat memisahkan diri pada
sentromernya, sehingga terbentuk nukleus perbaikan (restitusi) yang
mengandung kromosom dua kali lipat (sel poliploid). Apabila pengaruh
dari kolkisin telah menghambur, sel poliploid yang baru ini dapat
membentuk spindel pada kedua kutubnya dan membentuk nukleus
anakan poliploid seperti yang terjadi pada telofase dari mitosis biasanya.
Akan tetapi jika konsentrasi larutan kolkisin yang kritis dibiarkan terus
berlanjut, maka pertambahan genom akan mengikuti suatu deret ukur
seperti 4n, 8n, 16n, dan seterusnya.
Belum ada ukuran tertentu mengenai besarnya konsentrasi larutan
kolkisin yang harus digunakan, juga mengenai lamanya waktu perlakuan.
Keduanya itu bergantung pada bahan yang akan dipakai dalam
percobaan. Akan tetapi, dapat dikatakan bahwa umumnya kolkisin dapat
bekerja efektif pada konsentrasi 0,001-1,00 %. Lamanya perlakuan
dengan kolkisin juga berkisar dari 3-24 jam. Setiap organisme
47

mempunyai respons yang berbeda dari bahan yang diberi perlakuan. Jika
konsentrasi larutan kolkisin dan lamanya waktu perlakuan kurang
mencapai keadaan yang tepat, maka poliploidi belum dapat diperoleh.
Sebaliknya jika konsentrasinya terlalu tinggi atau waktu perlakuan terlalu
lama, maka kolkisin akan memperlihatkan pengaruh negatif yakni banyak
sel yang rusak.
Substansi kolkisin cepat mengadakan difusi ke dalam jaringan
organisme dan kemudian disebarluaskan ke berbagai bagian tubuh
melalui jaringan pengangkut. Berbagai percobaan menunjukkan bahwa
penggunaan konsentrasi larutan kolkisin yang agak kuat yang diberikan
dalam waktu singkat, memberikan hasil yang lebih baik daripada
penggunaan konsentrasi yang kecil dalam waktu yang lama. Oleh
karenanya konsentrasi 0,0075 ppt sering dipakai. Kolkisin biasanya
dilarutkan dalam air, dan tidak boleh dilarutkan dalam air panas karena
dapat merusak komposisi kolkisin.

c. Perlakuan dengan larutan hipotonik.


Perlakuan larutan hipotonik bertujuan agar sel membesar dan
mencegah cairan tidak keluar dari membran. Di samping itu, perlakuan
ini juga menghentikan pembentukan spindel, meningkatkan jumlah
metafase sel, meningkatkan viskositas sitoplasma serta memfasilitasi
penetrasi bahan fiksasi dengan menghilangkan penghalangnya seperti
dinding sel. Pada fase metafase kromosom dapat tertahan, sehingga
dengan mudah dihitung dan diamati tingkah lakunya.

d. Perlakuan fiksasi.

Perlakuan fiksasi bertujuan menstabilkan struktur sel. Fiksasi yang


dilakukan tepat pada jaringan yang akan dibuat preparat. Oleh karena
itu, organisme dimatikan dulu untuk mengambil jaringan epitel pada
insang tiram. Selama proses fiksasi akan terjadi penetrasi bahan-bahan
fiksasi ke dalam sel atau jaringan, dimana fiksasi dilakukan sebagai
preservasi sel dan strukturnya pada kondisi yang memungkinkan.
48

Pada prinsipnya, bahan fiksasi yang diserap oleh sel atau jaringan
menyebabkan sel-sel berhenti membelah pada tahap tersebut, tanpa
mengakibatkan kerusakan, pembengkakan atau penyusutan kromosom,
dan tanpa mengubah unsur pokok dalam struktur sel. Dua hal utama
yang diperoleh dari proses ini yakni: struktur sel yang semula tidak jelas
tampak menjadi lebih jelas, serta struktur sel yang semula rapuh
menjadi stabil dan cukup kuat. Faktor-faktor yang mempengaruhi fiksasi
antara lain: temperatur, pH, tekanan osmotik, kecepatan penetrasi, laju
perubahan kimia dan fisika, serta lamanya fiksasi. Fiksasi yang terlalu
cepat dapat mengakibatkan hasil yang diperoleh tidak baik.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam fiksasi antara lain:
pemilihan bahan fiksasi yang tepat, besar kecilnya organisme
(menentukan cepat dan seragamnya penetrasi bahan fiksasi), rasio
volume bahan fiksasi dengan jaringan yang difiksasi (biasanya 10-12
kali), serta karakter jaringan yang difiksasi. Beberapa jaringan tertentu
lambat dalam penetrasi. Misalnya, pada tumbuhan, epidermis biasanya
dilapisi (covered) dengan lapisan kutikel yang bersifat hidrofobik.
Secara umum perlakuan fiksasi dibedakan atas perlakuan fisik dan
kimiawi. Perlakuan secara fisik seperti pendinginan jaringan dalam
nitrogen cair telah banyak digunakan untuk sel atau jaringan hewan.
Perlakuan ini sangat efektif menjaga struktur sel, karena proses difusi
yang sangat kecil dan tidak terjadi perubahan enzim secara signifikan.
Kelemahan perlakuan secara fisik yakni dapat menyebabkan terputusnya
sel karena adanya kristal es dalam sel atau jaringan. Perlakuan secara
kimiawi dengan menggunakan bahan (reagent) kimia seperti larutan
carnoy yang telah banyak dipakai dalam penyediaan preparat dari sel
segar. Perlakuan secara kimiawi membutuhkan keseimbangan dan
ketepatan bahan-bahan yang dipakai. Sebagai contoh, pencampuran
larutan asam dan alkohol pada kondisi seimbang dapat menjaga struktur
sel pada kondisi yang stabil dan memungkinkan untuk diamati. Akan
tetapi, reaksi beberapa asam yang berlebihan dapat menyebabkan
struktur sel menyusut.
49

e. Perlakuan pewarnaan.

Pewarnaan terhadap preparat kromosom bertujuan menciptakan


perbedaan optikal diantara kromosom dengan struktur sel lainnya
sehingga dapat dibedakan di bawah mikroskop. Struktur sel yang spesifik
membutuhkan pewarnaan yang spesifik pula. Pewarnaan giemsa sudah
dipergunakan secara luas dalam analisis kromosom, yang memberikan
warna spefisik yakni biru gelap hingga keunguan. Pewarnaan ini sangat
efektif pada kromosom somatik terutama jaringan epitel pada insang,
karena kromosom suatu spesies dengan spesies lainnya dapat dibedakan.
Hal ini memungkinkan, karena pewarnaan giemsa secara spesifik dapat
memberikan perbedaan yang jelas antara sentromer, kromatin dan
telomer pada metafase mitosis.
Beberapa metode yang biasanya digunakan untuk pewarnaan
dalam analisiskromosom antara lain:
 C-banding. Untuk identifikasi pasangan tiap kromoson kromoson,
termasuk kromosom sex, tapi tidak bisa menjelasakan detail
kromosom hingga struktur arms
 Staining of Nucleolus organizer region. Perwarnaan silver, spesialis
pewarnaan bagian nucleolus organizer region(NORs) berguna
untuk genetik marker untuk evolusi.
 Q banding, mengunakan fluorenscennt dye quinacrin
dihydrochlorine, pewarnaan lebih detail sampai basa DNA, juga
bisa untuk identifikasi kromoson arm, dan loci2 dalam kromoson.

f. Pembuatan slide preparat.


Pembuatan slide preparat bertujuan mengoptimalkan kromosom
sehingga mudah dilihat di bawah mikroskop. Sel diolesi di atas slide dan
diwarnai dengan mencelupkannya ke dalam larutan giemsa. Hal penting
yang perlu diperhatikan adalah tidak boleh menggerakkan cover slip
karena akan merusak sel.
50

g. Pemotretan dan pengukuran mikrometri.

Pemotretan bertujuan mendapatkan gambar kromosom untuk


selanjutnya diukur. Pemotretan dengan menggunakan kamera digital
lebih baik dari foto manual karena dapat difokuskan pada spesimen
sehingga dapat mengenali jelas kromosom serta menyediakan secara
representatif semua hal yang diamati pada spesimen tersebut. Hasil foto
kamera digital memudahkan untuk diolah dengan menggunakan sotfware
pada komputer sehingga dapat membuat efek-efek yang jelas dalam
menjelaskan morfologi dan tingkah laku kromosom.
Pembacaan dan pengukuran kromosom tidak dapat dilakukan di
bawah mikroskop, akan tetapi dilakukan dengan bantuan software.
Pengukuran mikrometri digunakan untuk mengukur panjang lengan atau
rasio lengan. Hasil pengukuran ini dikalibrasi dengan pembesaran yang
digunakan pada lensa mikroskop.

3.9. Metode analisa data kromosom.

a. Metode penentuan jumlah kromosom diploid (2n).

Penentuan jumlah kromosom diploid (2n) didasarkan pada jumlah


kromosom yang memiliki frekuensi tertinggi atau modus.

b. Metode analisis karakteristik kromosom.

Analisis karakteristik kromosom dilakukan mencakup: ukuran


kromosom, tipe kromosom dan struktur morfologi kromosom. Data
ukuran kromosom diperoleh dari pengukuran mikrometri terhadap
ukuran lengan pendek dan lengan panjang, sedangkan panjang relatif
kromosom (PRK), rasio lengan kromosom (RLK) serta harga numerik
posisi kromosom (HNPS), dihitung dengan menggunakan rumus yang
diusulkan oleh Brown (1972) dan Levan et al. (1983), sebagai berikut:
51

Panjang kromosom
PRK = × 100%
Panjang genom
Panjang lengan panjang kromosom
RLK =
Panjang lengan pendek kromosom
Panjang lengan pendek kromosom
HNPS = × 100%
Panjang kromosom total

Tipe kromosom ditentukan berdasarkan HNPS dan RLK sesuai pola


yang diusulkan oleh Levan et al., 1983 (Tabel 4).
Analisis struktur morfologi kromosom dilakukan dengan
mengamati bagian-bagian kromosom sesuai nomenklaturnya, meliputi:
kromatid, telomer, sentromer, serta kelainan fisik kromosom seperti
keberadaan lekukan sekunder (nucleolar organizer) dan satelit.

c. Metode penyusunan genom kromosom.

Genom set kromosom suatu organisme, diperoleh dengan


mengurutkan tiap kromosom sesuai panjangnya. Penomoran dimulai dari
ukuran terpanjang hingga terpendek berdasarkan PRK.

d. Metode penyusunan kariotipe kromosom.

Kariotip kromosom merupakan suatu gambaran lengkap dari


kromosom pada metafase dari suatu sel yang tersusun secara teratur
dan merupakan pasangan-pasangan dari sel diploid yang normal. Pada
sebagian besar hewan, semakin dekat kedudukan taksonominya semakin
banyak persamaan bentuk, ukuran dan jumlah kromosomnya. Kesamaan
kromosom mungkin saja terdapat pada dua spesies yang berbeda dalam
satu genus yang sama, tetapi bentuk, ukuran dan susunan (kariotip)
kromosom masing-masing spesies akan terlihat berbeda.
Berdasarkan posisi sentromer dan panjang lengan kromosom,
maka dapat dihitung beberapa nilai dari kromosom tersebut, yaitu indeks
52

sentromer (centromere index), rasio lengan (arm ratio), dan panjang


relatif kromosom (relative length). Indeks sentromer didefinisikan
sebagai rasio dari lengan yang lebih pendek dengan panjang total
kromosom dan dinyatakan dalam persen. Berdasarkan selang nilai indeks
sentromer, maka kromosom diklasifikasi atas median, submedian dan
terminal. Tabel 3 memperlihatkan klasifikasi kromosom berdasarkan
posisi sentromer (MacGregor & Varley, 1983).

Tabel 3. Klasifikasi kromosom berdasarkan posisi sentromer


(MacGregor and Varley, 1983).

Posisi Selang indeks


Terminologi alternatif Simbol
sentromer Sentromer (%)
Median Metasentrik M 46 – 49
Submedian Submetasentrik (lebih sm 36 – 45
Submedian metasentrik) sm 26 – 35
Subterminal Submetasentrik (kurang st 15 – 30
metasentrik)
Akrosentrik

Demikian pula berdasarkan harga numerik posisi sentromer (HNPS)


atau numeric value of centromere (NVC) dan rasio lengan kromosom
(RLK) atau arm ratio of centromere (ARC), maka kromosom dibedakan
atas empat tipe yaitu: metasentrik, submetasentrik, subtelosentrik dan
telosentrik. Pembagian tipe kromosom menurut nilai HNPS dan RLK
ditunjukkan pada Tabel 4 (Levan et al., 1983).
53

Tabel 4. Tipe kromosom berdasarkan nilai HNPS dan RLK


(Levan et al., 1983).

HNPS (%) RLK Tipe kromosom


50,00-37,50 1,00-1,67 metasentrik (m)
37,50-25,00 1,68-3,00 submetsentrik (sm)
24,99-12,50 3,01-7,00 subtelosentrik (st)
12,49-00,00 7,01- ∼ telosentrik (t)

Penyusunan kariotipe kromosom diperoleh dengan memasang-


masangkan kromosom yang homolog berdasarkan PRK dan tipe
kromosom yang diperoleh.

e. Metode penyusunan rumus kromosom.

Penyusunan rumus kromosom berdasarkan distribusi dan komposisi


tipe kromosom. Penyusunan rumus kromosom berguna dalam identifikasi
dan taksonomi suatu spesies terhadap spesies lainnya dalam satu genus
maupun famili.
54

BAB IV.
VARIASI KROMOSOM

Variasi kromosom merupakan proses dimana terjadi perubahan


kromoson/struktur materi genetik yang akan diwariskan pada
turunannya dan perubahannya bersifat permanen. Variasi dapat terjadi
pada jumlah maupun struktur suatu kromosom.

4.1. Variasi dalam Jumlah Kromosom

Tiap spesies mempunyai jumlah kromosom yang karakteristik.


Sebagian besar organisme tingkat tinggi adalah diploid, dengan dua set
kromosom homolog: satu set diberikan oleh tetua jantan dan set lainnya
oleh tetua betina. Variasi dalam jumlah kromosom (ploidy) umum
dijumpai di alam. Istilah euploidy diberikan kepada organisme dengan set
kromosom yang jumlahnya berubah (berkurang atau bertambah)
menurut jumlah dasar (n). Aneuploidy adalah variasi jumlah kromosom
yang terjadi tidak meliputi keseluruhan set kromosom, hanya pada
bagian-bagiannya saja. Biasa ada sisipan “somic” dalam nomenklaturnya.

Tabel Nomenkatur euplodi dan aneuploidi

Euploidy: Aneuploidy:

Monoploid --> n kromosom atau Monosomic --> 2n – 1


satu set kromosom
Triploid --> 3n kromosom atau Trisomic --> 2n + 1
tiga set kromosom
Tetraploid*)--> 4n kromosom atau Tetrasomic --> 2n + 2
empat set kromosom Double trisomic --> 2n + 1 + 1
Polyploid --> lebih dari 2n kromosom Nullosomic --> 2n - 2

*) Autotetraploid ---> bila ploidy melibatkan hanya set kromosom yang homolog
Allotetraploid ---> bila melibatkan set kromosom yang non-homolog
55

Secara umum, variasi dalam jumlah kromosom ada dua jenis,


yaitu : Euploidi dan Aneuploidi

a. Euploidi

Euploidi ialah suatu keadaan dimana jumlah kromosom yang


dimiliki oleh sesuatu makhluk merupakan kelipatan dari kromosom
dasarnya (kromosom haploidnya). Individunya disebut bersifat euploid
Banyak dijumpai pada tumbuhan, pada hewan dan manusia jarang
karena menyebabkan kematian.

Tabel 5. Variasi jumlah kromosom dalam Euploidi


56

b. Aneuploidi

Aneuplodi ialah suatu keadaan dimana suatu organisme


kekurangan atau kelebihan kromosom tertentu Individu disebut bersifat
aneuploid Biasanya disebabkan karena nondisjunction

Tabel 6. Variasi dalam jumlah kromosom aneuploidi

Beberapa kasus variasi jumlah kromosom pada manusia yang


disebut sebagai sindroma.

Sindroma Down (trisomi-21)

Ciri umum dari sindroma down pada manusia adalah: IQ rendah,


tubuh pendek, kepala lebar, wajah membulat, kelopak mata memiliki
lipatan epikantus mirip orang ‘oriental’, mulut selalu terbuka.
Formula kromosom yang terjadi adalah: perempuan = 47,XX, +21
dan laki-laki = 47,XY, +21
57

Gambar 18 . Trisomi-21 (Sindroma Down):


1. Karyotipe; b. Individu

Skema terjadinya individu sindroma Down trisomi-21 adalah


melalui nondisjunction selama oogenesis (ND = nondisjunction; MI =
meiosis 1; MII = meiosis2) yang dapat digambarkan sebagai berikut:
58

Gambar 19 . Skema terjadinya Trisomi-21 (Sindroma Down)

Sindroma Trisomi-18 (Sindroma Edward’s)

Ciri-ciri Sindroma Edward’s antara lain: kelainan pada banyak


alat tubuh, telinga rendah, rahang bawah rendah, mulut kecil, tuna
mental, ginjal dobel, tulang dada pendek, dan hanya dijumpai pada
anak-anak, pada dewasa tidak pernah karena mengakibatkan kematian
59

Gambar 20. Trisomi-18 (Sindroma Edward’s).


1. Individu; B. Karyotype.

Sindroma Turner
Penderita sindrom ini adalah wanita dengan ciri sebagai berikut:
kehilangan 1 kromosom X, gonad tidak berfungsi dengan baik, tidak
memiliki ovarium atau uterus, tubuh pendek, tTidak punya lipatan pada
leher, wajah menyerupai anak kecil dan dada berukuran kecil.
Formula kromosomnya adalah 45, XO
60

Gambar 21. Penderita Sindrom Turner. (gambar atas) leher penderita


sindrom Turner tanpa lipatan kulit dan (gambar bawah)
kembali normal setelah dioperasi.
61

Gambar 22. Karyotype penderita sindrom Turner

Sindroma Klinefelter
Penderita Sindroma Klinefelter adalah pria dengan ciri seperti
wanita yakni: tumbuhnya payudara, pertumbuhan rambut kurang, lengan
dan kaki ekstrim panjang sehingga seluruh tubuh nampak tinggi, suara
tinggi seperti wanita, testis kecil, Genitalia eksterna tampak normal
tetapi spermatozoa biasanya tidak dibentuk sehingga individu bersifat
steril Formula kromosom : 47,XXY
62

Gambar 23. Penderita sindroma Klinefelter


1. Pria dengan sindroma Klinefelter (47,XXY); B. Karyotipe

Bagaimana sindrom ini dapat terjadi ? Dapat dilihat pada skema di


bawah ini:
63

Gambar 24. Diagram perkawinan yang menunjukkan terjadinya individu


dengan sindroma Klinefelter.

Sindroma Tripel-X
Penderita Sindroma Tripel-X adalah perempuan dengan ciri-ciri:
alat kelamin dalam dan payudara tidak berkembang, mental abnormal,
menstruasi sangat tidak teratur.
Formula kromosom Sindroma Tripel-X: 47,XXX Bagaimana hal
ini dapat terjadi?
64

Gambar 25. Skema terjadinya wanita tripel-X (47,XXX)


65

Pria XYY
Ciri umum dari pria XYY anatar lain: agresif, suka berbuat jahat
serta melanggar hukum, abnormalitas pada alat genitalia luar dan dalam,
namun tidak menimbulkan anomali pada tubuh

Gambar 26. Karyotipe anak dengan tambahan kromosom-Y (47,XYY).


66

Gambar 27. Skema terjadinya pria XYY

Hutchinson-Gilford Progeria Syndrome (HGPS)

Kelainan ini ditandai dengan penuaan dini dari individu penderitanya,


biasanya hanya bertahan hingga usia 20 tahun, penderita memiliki tubuh
yang ringkih, seperti orang tua dan mengalami beberapa gangguan
sistem tubuh seperti aterosklerosis dan kardiovaskular
Umumnya kelainan genetik ini disebabkan oleh mutasi titik pada
gen LMNA (gen lamin A), mengakibatkan tergantinya sitosin dengan
timin sehingga protein lamin A tidak dapat berfungsi dengan baik. Lamin
A merupakan protein struktural penyusun inti sel manusia (memperkuat
67

sel). Jika protein lamin A berubah, maka akan merubah bentuk dan
fungsi membran inti sel yang mengakibatkan kematian sel secara
prematur.

Gambar 28. Hutchinson-Gilford Progeria Syndrome (HGPS)

4.2. Variasi dalam ukuran kromosom

Umumnya, sebagian besar organisme mempunyai kromosom yang


terlalu kecil dan terlalu banyak untuk menjadi subyek penelitian sitologi.
Lalat buah (Drosophila) dianggap organisme yang digemari untuk studi
genetika karena bisa menghasilkan banyak keturunan dalam lingkungan
terkurung sebuah botol kecil dalam jangka waktu singkat. Ada empat
pasang kromosom diploid pada D. Melanogaster, dengan bentuk yang
sangat kecil dalam sel-sel reproduksi serta sel-sel tubuhnya. Ada
kromosom besar (100 kali lebih besar) yang tidak biasa, ditemukan
dalam sel-sel kelenjar ludahnya. Kromosom-kromosom raksasa ini
68

diduga terdiri atas 100 – 1000 benang chromatin (chromonemata) yang


menyatu, dinamakan polytene.

4.3. Variasi dalam susunan segmen kromosom

Secara kebetulan kromosom bisa mengalami kerusakan spontan,


atau bisa diinduksi dengan radiasi ion dalam frekuensi tinggi sehingga
rusak. Ujung-ujung yang patah dari kromosom sedemikian seakan-akan
bersifat lengket dan bisa menempel kembali ke kromosom yang non-
homolog. Peristiwa ini dinamakan translocations (translokasi), yang
mengubah struktur kromosom baik secara genetis maupun morfologis.
Panjang kromosom dapat bertambah atau berkurang, tergantung pada
ukuran patahan yang ditranslokasikan.
Dalam kasus lain, anggap bahwa susunan normal segmen-segmen
dalam suatu kromosm adalah 1-2-3-4-5-6 dan terjadi patahan di bagian
2-3 dan 5-6, lalu patahan tersambung kembali dalam urutan yang
berlawanan, misalnya 1-2-5-4-3-6. Kejadian ini disebut inversions
(inversi). Inversi ada dua macam, yaitu pericentric inversion (yang
melibatkan sentromer) dan paracentric inversion (tidak melibatkan
sentromer).

Inversi merupakan mutasi kromosom dimana sebagian dari suatu


kromosom memiliki lokus gen-gen yang urutannya terbalik bila
dibandingkan dengan urutan lokus gen-gen pada kromosom normalnya.
Ada 2 macam, yaitu : a. Inversi parasentris b. Inversi perisentris
69

Gambar 29. Kemungkinan berasalnya inversi

Gambar 30. Kemungkinan macamnya inversi


70

Translokasi merupakan peristiwa pemindahan suatu bagian dari


sebuah kromosom ke bagian dari kromosom lain yang bukan homolognya

Gambar 31. Translokasi

Macam translokasi antara lain: translokasi sederhana, translokasi


pemindahan dan translokasi resiprok
71

Gambar 32. Tipe-tipe Translokasi

4.4. Variasi dalam jumlah segmen kromosom

Kehilangan suatu segmen kromosom dinamakan deletions


(deficiencies). Kehilangan segmen kromosom bisa sedemikian kecilnya ,
hanya berupa gene atau bagian dari gene. Deletions tidak
mengembalikan kondisi normal, karena segmen yang hilang itu tidak bisa
diganti. Kehilangan segmen dalam porsi tertentu biasanya bersifat lethal
bagi organisme diploid karena ketidakseimbangan genetis.
Segmen ekstra atau segmen tambahan pada suatu kromosom
(duplications atau additions) bisa terjadi dalam berbagai cara. Umumnya,
kehadiran segmen ekstra ini tidak sebegitu berakibat buruk terhadap
72

organisme dibandingkan dengan suatu defisiensi atau delesi. Ada yang


beranggapan bahwa duplikasi berguna dalam evolusi bahan genetis baru.
Delesi atau defisiensi adalah mutasi kromosom karena hilangnya
suatu segmen materi genetik dan informasi genetik yang terdapat dalam
suatu kromosom. Penyebab : pemanasan, radiasi, virus atau bahan
kimia

Gambar 33. Terjadinya delesi Sebuah kromosom putus di dua tempat.

Segmen kromosom yang terdapat di antara dua tempat yang


patah itu terlepas dan hilang dalam plasma karena tidak memiliki
sentromer

Sindroma Cri-du-chat
Karyotipe penderita sindroma Cri-du-chat, kromosom nomor 5
mengalami delesi pada lengan pendeknya.
73

Gambar 34. Karyotipe penderita sindroma Cri-du-chat,


74

Gambar 35. Penampilan wajah individu yang mengalami sindrom


tangisan kucing pada usia 8 bulan (A), 2 tahun (B), 4 tahun
(C), dan 9 tahun (D)

Wolf-Hirschhorn Syndrome
• Terjadi karena delesi pada bagian lengan pendek (p) kromosom no.4
• Kelainan ini sangat jarang terjadi
• Penderita mengalami mikrocephali, sumbing, kemunduran mental,
cacat pada kulit kepala, hemangioma pada beberapa bagian tubuh
• Hemangioma : tumor jaringan lunak yang muncul pada bayi atau anak2
usia kurang dari 1 th. Tidak berbahaya.
75

Duplikasi merupakan mutasi kromosom yang disebabkan oleh


terulangnya suatu segmen dari kromosom

Gambar 36. Terjadinya duplikasi

Gambar 36. Skema terjadinya duplikasi kromosom homolog


76

Gambar 37. Tipe-tipe duplikasi

Peristiwa duplikasi dapat ditemukan pada lalat buah Drosophila


melanogaster . Lalat normal bermata bulat Lalat mutan bermata sempit
(‘Bar’) hasil dari duplikasi pada kromosom-X
77

Gambar 38. Pengaruh berbagai susunan bagian 16A dari kromosom X


D. Melanogaster terhadap ukuran mata

4.5. Variasi dalam morfologi kromosom

Bentuk kromosom bisa berubah setiap terjadi pembelahan sel bila


sudah terjadi patahan karena translokasi atau inversi. Pematahan dan
penempelan segmen kromosom bisa terjadi berulang kali, dan siklus
kejadian ini dinamakan breakage-fusion-bridge cycle. Bentuk kromosom
tidak selalu seperti batangan (rod shape). Karena mengalami siklus
breakage-fusion-bridge tadi, sering ditemukan kromosom berbentuk
cincin (ring chromosome) pada organisme tingkat tinggi. Dikenal juga
Robertsonian rearrangements (Robertsonian translocations) pada
beberapa spesies ikan, yaitu traslokasi antara dua kromosom akrosentris
di mana patahan pada satu kromosom dekat sentromer dan pada
kromosom lainnya patahan terjadi tepat di belakang sentromer.
Kromosom lebih kecil yang terbentuk biasanya tidak cukup mengandung
bahan heterochromatic dan cenderung menghilang, sehingga hanya
78

tertinggal satu kromosom metasentris. Robertsonian translocations


menyebabkan pengurangan jumlah kromosom.

4.6. Pengamatan umum terhadap spesies air

1. lebih sedikit ADN dibandingkan dengan vertebrata tingkat tinggi,


tetapi sama dalam jumlah kromosom. Jadi, ukuran rata-rata
kromosom menjadi lebih kecil

Tabel 7. Kandungan DNA beberapa organisme


Organisme Kandungan ADN Bilangan diploid
(picogram/cell) (2N)
Manusia 7.30 46
Anguilla rostrata 1.40 38
Fundulus 1.50 45
heteroclistus
Savelinus fontinalis 3.50 84

2. karyotipe dengan 48 kromosom akrosentris adalah yang paling khas


pada ikan.
a. kira-kira seperempat punya 2N=48
b. lebih dari separuh masuk kelas 2N=46, 2N=48, dan 2N=50.
c. Sisanya tersebar dari 2N=20 (pada Crassostrea gigas)
sampai 2N=108.
Catatan: ini dari sampel yang relatif sedikit, dari keselu-
ruhan jumlah spesies yang ada.
3. sebagian besar perubahan-perubahan kromosom tampaknya
merupakan mekanisme penting dari perubahan-perubahan karena
evolusi.
a. mikrokromosom pada beberapa ikan primitif, misalnya
sturgeon, ratfish dan skates.
b. Kenyataan akan perubahan-perubahan yang besar pada
jumlah kromosom dan kandungan ADN di antara spesies
yang saling bertalian. Tampak pada tiga famili ikan:
cyprinidae, catostomidae dan salmonidae.
79

4. mekanisme penentuan seks (kelamin) umumnya tidak berbeda nyata


dan sangat meluas (sex determining mechanism generally not highly
differentiated and very diversed). Differensiasi seks pada vertebrata
tingkat tinggi didasarkan pada kromosom tertentu, dan ini secara fisik
dikenal. Dapat mengenal banyak tipe yang berbeda pada spesies air:
a. aksi lingkungan terhadap gen, ---> seks ditentukan oleh
faktor-faktor berikut: tingkat kepadatan populasi, rasio
antara kedua seks, kondisi pada waktu lahir, perkembangan
semasa embrio, dsb..
b. aksi differensial dari gen tunggal (differential action of single
gene): tampak pada beberapa jenis ikan, serta lebih
merupakan masalah kontrol terhadap gen.
c. aksi dari suatu seri gen (multiple genes). Pada Hymenoptera (lebah),
yang heterozygot adalah betina, yang homozygot adalah jantan, dan
hemizygot (haploid) adalah jantan.

4.7. Perubahan pada struktur kromosom ikan

Ada dua tipe yang umum terjadi di antara spesies ikan, sebagai
berikut:
1. Robertsonian rearrangements/events yang menyatakan bahwa dua
akrosentris pada satu spesies bersambung menjadi satu metasentris
pada yang lain. Kemudian diusul bahwa mungkin kebalikannya yang
terjadi, yaitu satu metasentris memisah menjadi dua akrosentris.
Hasilnya, perubahan pada jumlah kromosom, tetapi tanpa perubahan
pada jumlah lengan (arm number).
2. Pericentric inversion, yaitu perubahan dalam kromosom yang
melibatkan sentromer. Hasilnya, tidak ada perubahan pada jumlah
kromosom, tetapi perubahan dalam jumlah lengan.

Perubahan struktur kromosom ini terjadi di antara spesies ikan


salmon dan trout. Sudah ada yang menggunakannya untuk menjelaskan
evolusi pada salmon dan trout.
80

4.8. Penggunaan analisis kromosom dalam bidang perikanan

Sifat-sifat atau ciri-ciri yang menyebabkan analisi ini terpakai:


1. jumlah yang tetap serta sifat-sifat fisik pada satu spesies.
- memungkinkan identifikasi dan membedakan spesies.
- dapat digunakan untuk identifikasi persilangan antar spesies.
2. hubungan evolusi yang konsisten.
- spesies yang lebih dekat hubungannya punya sifat-sifat kromosom
yang lebih sama, daripada yang jauh hubungannya.
- memungkinkan penggunaan cytogenetics dalam sistematik dan
klasifikasi.
3. variasi yang ditentukan secara genetis adalah sama dalam satu
spesies. Ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan mencirikan
populasi.
4. Ketidakhadiran dari sebagian besar unit kromosom mengantar ke efek
biologis yang besar. Mungkin digunakan dalam pemuliaan untuk daya
tahan dan reproduksi yang lebih baik.
Menilai kembali (assessment) kerja di bidang kromosom untuk
masalah perikanan, dapat dikatakan ada segi-segi yang baik (positif) dan
ada pula segi yang negatif.
Segi-segi yang baik adalah: konsisten dalam satu spesies,
beberapa variasi yang mungkin digunakan untuk menerangkan populasi,
dan prosedur analisis agak sederhana yaitu menghitung jumlah dan
tentukan sifat-sifat fisik. Sedangkan segi yang negatif adalah: prosedur
yang memakan waktu, memerlukan ketrampilan yang pasti, tidak bisa
untuk analisis yang cepat, tekniknya masih sangat primitif, walaupun
berkembang cepat. Hal ini, termasuk juga kromosom yang kecil,
menyebabkan analisis menjadi sulit. Selain itu masih terbatas, dilihat dari
sudut data yang bisa diperoleh. Setelah mendapat jumlah, ukuran dan
bentuk, tidak banyak yang bisa dilakukan tanpa perlakuan lebih lanjut.
Dengan kata lain, baik untuk mendapat informasi dasar biologis (basic
biological info) serta dalam memberi batasan kelainan tingkah laku
(anomalous behaviour) dan tidak cocok bila butuh data yang cepat.
81

BAB V.

RANGKAI KELAMIN DAN PENENTUAN JENIS KELAMIN

5.1. Rangkai kelamin

Telah kita pelajari pola pewarisan sifat yang diatur oleh gen-gen
berangkai atau gen-gen yang terletak pada satu kromosom. Keberadaan
gen berangkai pada suatu spesies organisme, yang meliputi urutan dan
jaraknya satu sama lain, menghasilkan peta kromosom untuk spesies
tersebut, misalnya peta kromosom pada lalat Drosophila melanogaster
yang terdiri atas empat kelompok gen berangkai.
Salah satu dari keempat kelompok gen berangkai atau keempat
pasang kromosom pada D. melanogaster tersebut, dalam hal ini
kromosom nomor 1, disebut sebagai kromosom kelamin. Pemberian
nama ini karena strukturnya pada individu jantan dan individu betina
memperlihatkan perbedaan sehingga dapat digunakan untuk
membedakan jenis kelamin individu. Ternyata banyak sekali spesies
organisme lainnya, terutama hewan dan juga manusia, mempunyai
kromosom kelamin.
Gen-gen yang terletak pada kromosom kelamin dinamakan gen
rangkai kelamin (sex-linked genes) sementara fenomena yang
melibatkan pewarisan gen-gen ini disebut peristiwa rangkai kelamin
(linkage). Adapun gen berangkai yang dibicarakan pada Bab V adalah
gen-gen yang terletak pada kromosom selain kromosom kelamin, yaitu
kromosom yang pada individu jantan dan betina sama strukturnya
sehingga tidak dapat digunakan untuk membedakan jenis kelamin.
Kromosom semacam ini dinamakan autosom.
Seperti halnya gen berangkai (autosomal), gen-gen rangkai kelamin
tidak mengalami segregasi dan penggabungan secara acak di dalam
gamet-gamet yang terbentuk. Akibatnya, individu-individu yang
dihasilkan melalui kombinasi gamet tersebut memperlihatkan nisbah
fenotipe dan genotipe yang menyimpang dari hukum Mendel. Selain itu,
82

jika pada percobaan Mendel perkawinan resiprok (genotipe tetua jantan


dan betina dipertukarkan) menghasilkan keturunan yang sama, tidak
demikian halnya untuk sifat-sifat yang diatur oleh gen rangkai kelamin.
Gen rangkai kelamin dapat dikelompok-kelompokkan berdasarkan
atas macam kromosom kelamin tempatnya berada. Oleh karena
kromosom kelamin pada umumnya dapat dibedakan menjadi kromosom
X dan Y, maka gen rangkai kelamin dapat menjadi gen rangkai X (X-
linked genes) dan gen rangkai Y (Y-linked genes). Di samping itu,
ada pula beberapa gen yang terletak pada kromosom X tetapi memiliki
pasangan pada kromosom Y. Gen semacam ini dinamakan gen rangkai
kelamin tak sempurna (incompletely sex-linked genes). Pada bab
ini akan dijelaskan cara pewarisan macam-macam gen rangkai kelamin
tersebut serta beberapa sistem penentuan jenis kelamin pada berbagai
spesies organisme.

Pewarisan Rangkai X
Percobaan yang pertama kali mengungkapkan adanya peristiwa
rangkai kelamin dilakukan oleh T.H Morgan pada tahun 1910. Dia
menyilangkan lalat D. melanogaster jantan bermata putih dengan betina
bermata merah. Lalat bermata merah lazim dianggap sebagai lalat
normal atau tipe alami (wild type), sedang gen pengatur tipe alami,
misalnya pengatur warna mata merah ini, dapat dilambangkan dengan
tanda +. Biasanya, meskipun tidak selalu, gen tipe alami bersifat
dominan terhadap alel mutannya.
Hasil persilangan Morgan tersebut, khususnya pada generasi F1,
ternyata berbeda jika tetua jantan yang digunakan adalah tipe alami
(bermata merah) dan tetua betinanya bermata putih. Dengan perkataan
lain, perkawinan resiprok menghasilkan keturunan yang berbeda.
Persilangan resiprok dengan hasil yang berbeda ini memberikan petunjuk
bahwa pewarisan warna mata pada Drosophila ada hubungannya dengan
jenis kelamin, dan ternyata kemudian memang diketahui bahwa gen
yang mengatur warna mata pada Drosophila terletak pada kromosom
83

kelamin, dalam hal ini kromosom X. Oleh karena itu, gen pengatur warna
mata ini dikatakan sebagai gen rangkai X.
Secara skema pewarisan warna mata pada Drosophila dapat dilihat
pada Gambar 6.1. Kromosom X dan Y masimg-masing lazim
dilambangkan dengan tanda dan .

P: + + w P: w w +
x x
betina normal jantan mata putih betina mata putih jantan normal

F1 : + w + F1: + w w

betina normal jantan normal betina normal jantan mata putih


a) b)

Gambar 39. Diagram persilangan rangkai X pada Drosophila

Jika kita perhatikan Gambar 39, akan nampak bahwa lalat F1 betina
mempunyai mata seperti tetua jantannya, yaitu normal/merah.
Sebaliknya, lalat F1 jantan warna matanya seperti tetua betinanya, yaitu
putih. Pewarisan sifat semacam ini disebut sebagai criss cross
inheritance.
Pada Drosophila, dan juga beberapa spesies organisme lainnya,
individu betina membawa dua buah kromosom X, yang dengan
sendirinya homolog, sehingga gamet-gamet yang dihasilkannya akan
mempunyai susunan gen yang sama. Oleh karena itu, individu betina ini
dikatakan bersifat homogametik. Sebaliknya, individu jantan yang
hanya membawa sebuah kromosom X akan menghasilkan dua macam
gamet yang berbeda, yaitu gamet yang membawa kromosom X dan
gamet yang membawa kromosom Y. Individu jantan ini dikatakan
bersifat heterogametik.
84

Rangkai X pada kucing


Warna bulu pada kucing ditentukan oleh suatu gen rangkai X. Dalam
keadaan heterozigot gen ini menyebabkan warna bulu yang dikenal
dengan istilah tortoise shell. Oleh karena genotipe heterozigot untuk gen
rangkai X hanya dapat dijumpai pada individu betina, maka kucing
berbulu tortoise shell hanya terdapat pada jenis kelamin betina.
Sementara itu, individu homozigot dominan (betina) dan hemizigot
dominan (jantan) mempunyai bulu berwarna hitam. Individu homozigot
resesif (betina) dan hemizigot resesif (jantan) akan berbulu kuning.
Istilah hemizigot digunakan untuk menyebutkan genotipe individu
dengan sebuah kromosom X. Individu dengan gen dominan yang
terdapat pada satu-satunya kromosom X dikatakan hemizigot dominan.
Sebaliknya, jika gen tersebut resesif, individu yang memilikinya disebut
hemizigot resesif.

Rangkai X pada manusia


Salah satu contoh gen rangkai X pada manusia adalah gen resesif
yang menyebabkan penyakit hemofilia, yaitu gangguan dalam proses
pembekuan darah. Sebenarnya, kasus hemofilia telah dijumpai sejak
lama di negara-negara Arab ketika beberapa anak laki-laki meninggal
akibat perdarahan hebat setelah dikhitan. Namun, waktu itu kematian
akibat perdarahan ini hanya dianggap sebagai takdir semata.
Hemofilia baru menjadi terkenal dan dipelajari pola pewarisannya
setelah beberapa anggota keluarga Kerajaan Inggris mengalaminya.
Awalnya, salah seorang di antara putra Ratu Victoria menderita hemofilia
sementara dua di antara putrinya karier atau heterozigot. Dari kedua
putri yang heterozigot ini lahir tiga cucu laki-laki yang menderita
hemofilia dan empat cucu wanita yang heterozigot. Melalui dua dari
keempat cucu yang heterozigot inilah penyakit hemofilia tersebar di
kalangan keluarga Kerajaan Rusia dan Spanyol. Sementara itu, anggota
keluarga Kerajaan Inggris saat ini yang merupakan keturunan putra/putri
normal Ratu Victoria bebas dari penyakit hemofilia.
85

Rangkai Z pada ayam


Pada dasarnya pola pewarisan sifat rangkai Z sama dengan
pewarisan sifat rangkai X. Hanya saja, kalau pada rangkai X individu
homogametik berjenis kelamin pria/jantan sementara individu
heterogametik berjenis kelamin wanita/betina, pada rangkai Z justru
terjadi sebaliknya. Individu homogametik (ZZ) adalah jantan, sedang
individu heterogametik (ZW) adalah betina.
Contoh gen rangkai Z yang lazim dikemukakan adalah gen resesif br
yang menyebabkan pemerataan pigmentasi bulu secara normal pada
ayam. Alelnya, Br, menyebabkan bulu ayam menjadi burik. Jadi, pada
kasus ini alel resesif justru dianggap sebagai tipe alami atau normal
(dilambangkan dengan +), sedang alel dominannya merupakan alel
mutan.

Pewarisan Rangkai Y
Pada umumnya kromosom Y hanya sedikit sekali mengandung gen
yang aktif. Jumlah yang sangat sedikit ini mungkin disebabkan oleh
sulitnya menemukan alel mutan bagi gen rangkai Y yang dapat
menghasilkan fenotipe abnormal. Biasanya suatu gen/alel dapat dideteksi
keberadaannya apabila fenotipe yang dihasilkannya adalah abnormal.
Oleh karena fenotipe abnormal yang disebabkan oleh gen rangkai Y
jumlahnya sangat sedikit, maka gen rangkai Y diduga merupakan gen
yang sangat stabil.
Gen rangkai Y jelas tidak mungkin diekspresikan pada individu
betina/wanita sehingga gen ini disebut juga gen holandrik. Contoh gen
holandrik pada manusia adalah Hg dengan alelnya hg yang menyebabkan
bulu kasar dan panjang, Ht dengan alelnya ht yang menyebabkan
pertumbuhan bulu panjang di sekitar telinga, dan Wt dengan alelnya wt
yang menyebabkan abnormalitas kulit pada jari.
86

Pewarisan Rangkai Kelamin Tak Sempurna


Meskipun dari uraian di atas secara tersirat dapat ditafsirkan bahwa
kromosom X tidak homolog dengan kromosom Y, ternyata ada bagian
atau segmen tertentu pada kedua kromosom tersebut yang homolog satu
sama lain. Dengan perkataan lain, ada beberapa gen pada kromosom X
yang mempunyai alel pada kromosom Y. Pewarisan sifat yang diatur oleh
gen semacam ini dapat dikatakan tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin,
dan berlangsung seperti halnya pewarisan gen autosomal. Oleh karena
itu, gen-gen pada segmen kromosom X dan Y yang homolog ini disebut
juga gen rangkai kelamin tak sempurna.
Pada D. melanogaster terdapat gen rangkai kelamin tak sempurna
yang menyebabkan pertumbuhan bulu pendek. Pewarisan gen yang
bersifat resesif ini dapat dilihat pada Gambar 40.

P: P:
+ + x b b b b x + +
betina normal jantan bulu pendek betina bulu pendek jantan normal

F1 : F1:
+ b + b + b + b
betina normal jantan normal betina normal jantan normal
a) b)
Gambar 40. Diagram pewarisan gen rangkai kelamin tak sempurna

Dapat dilihat pada Gambar 40 bahwa perkawinan resiprok untuk


gen rangkai kelamin tak sempurna akan memberikan hasil yang sama
seperti halnya hasil yang diperoleh dari perkawinan resiprok untuk gen-
gen autosomal. Jadi, pewarisan gen rangkai kelamin tak sempurna
mempunyai pola seperti pewarisan gen autosomal.
87

5.2. Sistem penentuan kelamin

Telah disebutkan di atas bahwa pada manusia dan mamalia, dalam


hal ini kucing, individu pria/jantan adalah heterogametik (XY) sementara
wanita/betina adalah homogametik (XX). Sebaliknya, pada ayam individu
jantan justru homogametik (ZZ) sementara individu betinanya
heterogametik (ZW). Penentuan jenis kelamin pada manusia/mamalia
dikatakan mengikuti sistem XY, sedang pada ayam, dan unggas lainnya
serta ikan tertentu, mengikuti sistem ZW.
Selain kedua sistem tersebut, masih banyak sistem penentuan jenis
kelamin lainnya. Berikut ini akan dijelaskan beberapa di antaranya.

Sistem XO
Sistem XO dijumpai pada beberapa jenis serangga, misalnya
belalang. Di dalam sel somatisnya, individu betina memiliki dua buah
kromosom X sementara individu jantan hanya mempunyai sebuah
kromosom X. Jadi, hal ini mirip dengan sistem XY. Bedanya, pada sistem
XO individu jantan tidak mempunyai kromosom Y. Dengan demikian,
jumlah kromosom sel somatis individu betina lebih banyak daripada
jumlah pada individu jantan. Sebagai contoh, E.B. Wilson menemukan
bahwa sel somatis serangga Protenor betina mempunyai 14 kromosom,
sedang pada individu jantannya hanya ada 13 kromosom.

Sistem nisbah X/A


C.B. Bridge melakukan serangkaian penelitian mengenai jenis
kelamin pada lalat Drosophila. Dia berhasil menyimpulkan bahwa sistem
penentuan jenis kelamin pada organisme tersebut berkaitan dengan
nisbah banyaknya kromosom X terhadap banyaknya autosom, dan tidak
ada hubungannya dengan kromosom Y. Dalam hal ini kromosom Y hanya
berperan mengatur fertilitas jantan. Secara ringkas penentuan jenis
kelamin dengan sistem X/A pada lalat Drosophila dapat dilihat pada Tabel
8.
88

Tabel 8. Penentuan jenis kelamin pada lalat Drosophila


Σ kromosom Σ nibah X/A jenis kelamin
X autosom
1 2 0,5 jantan
2 2 1 betina
3 2 1,5 metabetina
4 3 1,33 metabetina
4 4 1 betina 4n
3 3 1 betina 3n
3 4 0,75 interseks
2 3 0,67 interseks
2 4 0,5 jantan
1 3 0,33 metajantan

Jika kita perhatikan kolom pertama pada Tabel 8 akan terlihat


bahwa ada beberapa individu yang jumlah kromosom X-nya lebih dari
dua buah, yakni individu dengan jenis kelamin metabetina, betina triploid
dan tetraploid, serta interseks. Adanya kromosom X yang didapatkan
melebihi jumlah kromosom X pada individu normal (diploid) ini
disebabkan oleh terjadinya peristiwa yang dinamakan gagal pisah (non
disjunction), yaitu gagal berpisahnya kedua kromosom X pada waktu
pembelahan meiosis.
Pada Drosophila terjadinya gagal pisah dapat menyebabkan
terbentuknya beberapa individu abnormal seperti nampak pada Gambar
41.
89

P: Ε AAXX x AAXY Γ

gagal pisah

gamet : AXX AO AX AY
F1 : AAXXX AAXXY AAXO AAOY
betina super betina jantan steril letal

Gambar 41. Diagram munculnya beberapa individu abnormal pada


Drosophila akibat peristiwa gagal pisah

Di samping kelainan-kelainan tersebut pernah pula dilaporkan


adanya lalat Drosophila yang sebagian tubuhnya memperlihatkan sifat-
sifat sebagai jenis kelamin jantan sementara sebagian lainnya betina.
Lalat ini dikatakan mengalami mozaik seksual atau biasa disebut dengan
istilah ginandromorfi. Penyebabnya adalah ketidakteraturan distribusi
kromosom X pada masa-masa awal pembelahan mitosis zigot. Dalam hal
ini ada sel yang menerima dua kromosom X tetapi ada pula yang hanya
menerima satu kromosom X.

Partenogenesis

Pada beberapa spesies Hymenoptera seperti semut, lebah, dan


tawon, individu jantan berkembang dengan cara partenogenesis, yaitu
melalui telur yang tidak dibuahi. Oleh karena itu, individu jantan ini
hanya memiliki sebuah genom atau perangkat kromosomnya haploid.
Sementara itu, individu betina dan golongan pekerja, khususnya
pada lebah, berkembang dari telur yang dibuahi sehingga perangkat
kromosomnya adalah diploid. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
partenogenesis merupakan sistem penentuan jenis kelamin yang tidak
ada sangkut pautnya sama sekali dengan kromosom kelamin tetapi
hanya bergantung kepada jumlah genom (perangkat kromosom).
90

Sistem gen Sk-Ts


Di atas disebutkan bahwa sistem penentuan jenis kelamin pada
lebah tidak berhubungan dengan kromosom kelamin. Meskipun demikian,
sistem tersebut masih ada kaitannya dengan jumlah perangkat
kromosom.
Pada jagung dikenal sistem penentuan jenis kelamin yang tidak
bergantung, baik kepada kromosom kelamin maupun jumlah genom,
tetapi didasarkan atas keberadaan gen tertentu. Jagung normal monosius
(berumah satu) mempunyai gen Sk, yang mengatur pembentukan bunga
betina, dan gen Ts, yang mengatur pembentukan bunga jantan. Jagung
monosius ini mempunyai fenotipe Sk_Ts_.
Sementara itu, alel-alel resesif sk dan ts masing-masing
menghalangi pembentukan bunga betina dan mensterilkan bunga jantan.
Oleh karena itu, jagung dengan fenotipe Sk_tsts adalah betina diosius
(berumah dua), sedang jagung skskTs_ adalah jantan diosius. Jagung
sksktsts berjenis kelamin betina karena ts dapat mengatasi pengaruh sk,
atau dengan perkataan lain, bunga betina tetap terbentuk seakan-akan
tidak ada alel sk.

Pengaruh lingkungan
Sistem penentuan jenis kelamin bahkan ada pula yang bersifat
nongenetik. Hal ini misalnya dijumpai pada cacing laut Bonellia, yang
jenis kelaminnya semata-mata ditentukan oleh faktor lingkungan.. F.
Baltzer menemukan bahwa cacing Bonellia yang berasal dari sebuah telur
yang diisolasi akan berkembang menjadi individu betina. Sebaliknya,
cacing yang hidup di lingkungan betina dewasa akan mendekati dan
memasuki saluran reproduksi cacing betina dewasa tersebut untuk
kemudian berkembang menjadi individu jantan yang parasitik.
91

Kromatin Kelamin
Seorang ahli genetika dari Kanada, M.L. Barr, pada tahun 1949
menemukan adanya struktur tertentu yang dapat memperlihatkan reaksi
pewarnaan di dalam nukleus sel syaraf kucing betina. Struktur semacam
ini ternyata tidak dijumpai pada sel-sel kucing jantan. Pada manusia
dilaporkan pula bahwa sel-sel somatis pria, misalnya sel epitel selaput
lendir mulut, dapat dibedakan dengan sel somatis wanita atas dasar ada
tidaknya struktur tertentu yang kemudian dikenal dengan nama
kromatin kelamin atau badan Barr.
Pada sel somatis wanita terdapat sebuah kromatin kelamin
sementara sel somatis pria tidak memilikinya. Selanjutnya diketahui
bahwa banyaknya kromatin kelamin ternyata sama dengan banyaknya
kromosom X dikurangi satu. Jadi, wanita normal mempunyai sebuah
kromatin kelamin karena kromosom X-nya ada dua. Demikian pula, pria
normal tidak mempunyai kromatin kelamin karena kromosom X-nya
hanya satu.
Dewasa ini keberadaan kromatin kelamin sering kali digunakan
untuk menentukan jenis kelamin serta mendiagnosis berbagai kelainan
kromosom kelamin pada janin melalui pengambilan cairan amnion embrio
(amniosentesis). Pria dengan kelainan kromosom kelamin, misalnya
penderita sindrom Klinefelter (XXY), mempunyai sebuah kromatin
kelamin yang seharusnya tidak dimiliki oleh seorang pria normal.
Sebaliknya, wanita penderita sindrom Turner (XO) tidak mempunyai
kromatin kelamin yang seharusnya ada pada wanita normal.
Mary F. Lyon, seorang ahli genetika dari Inggris mengajukan
hipotesis bahwa kromatin kelamin merupakan kromosom X yang
mengalami kondensasi atau heterokromatinisasi sehingga secara genetik
menjadi inaktif. Hipotesis ini dilandasi hasil pengamatannya atas ekspresi
gen rangkai X yang mengatur warna bulu pada mencit. Individu betina
heterozigot memperlihatkan fenotipe mozaik yang jelas berbeda dengan
ekspresi gen semidominan (warna antara yang seragam). Hal ini
menunjukkan bahwa hanya ada satu kromosom X yang aktif di antara
kedua kromosom X pada individu betina. Kromosom X yang aktif pada
92

suatu sel mungkin membawa gen dominan sementara pada sel yang lain
mungkin justru membawa gen resesif.
Hipotesis Lyon juga menjelaskan adanya mekanisme kompensasi
dosis pada mamalia. Mekanisme kompensasi dosis diusulkan karena
adanya fenomena bahwa suatu gen rangkai X akan mempunyai dosis
efektif yang sama pada kedua jenis kelamin. Dengan perkataan lain, gen
rangkai X pada individu homozigot akan diekspesikan sama kuat dengan
gen rangkai X pada individu hemizigot.

5.2. Hormon dan Diferensiasi Kelamin


Dari penjelasan mengenai berbagai sistem penentuan jenis kelamin
organisme diketahui bahwa faktor genetis memegang peranan utama
dalam ekspresi sifat kelamin primer. Selanjutnya, sistem hormon akan
mengatur kondisi fisiologi dalam tubuh individu sehingga mempengaruhi
perkembangan sifat kelamin sekunder.
Pada hewan tingkat tinggi dan manusia hormon kelamin disintesis
oleh ovarium, testes, dan kelenjar adrenalin. Ovarium dan testes masing-
masing mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai penghasil sel kelamin
(gamet) dan sebagai penghasil hormon kelamin. Sementara itu, kelenjar
adrenalin menghasilkan steroid yang secara kimia berhubungan erat
dengan gonad.

Gen terpengaruh kelamin


Gen terpengaruh kelamin (sex influenced genes) ialah gen yang
memperlihatkan perbedaan ekspresi antara individu jantan dan betina
akibat pengaruh hormon kelamin. Sebagai contoh, gen autosomal H yang
mengatur pembentukan tanduk pada domba akan bersifat dominan pada
individu jantan tetapi resesif pada individu betina. Sebaliknya, alelnya h,
bersifat dominan pada domba betina tetapi resesif pada domba jantan.
Oleh karena itu, untuk dapat bertanduk domba betina harus mempunyai
dua gen H (homozigot) sementara domba jantan cukup dengan satu gen
H (heterozigot).
93

Tabel 9. Ekspresi gen terpengaruh kelamin pada domba

Genotipe Domba jantan Domba betina

HH bertanduk bertanduk

Hh bertanduk tidak bertanduk

Hh tidak bertanduk tidak bertanduk

Contoh lain gen terpengaruh kelamin adalah gen autosomal B yang


mengatur kebotakan pada manusia. Gen B dominan pada pria tetapi
resesif pada wanita. Sebaliknya, gen b dominan pada wanita tetapi
resesif pada pria. Akibatnya, pria heterozigot akan mengalami kebotakan,
sedang wanita heterozigot akan normal. Untuk dapat mengalami
kebotakan seorang wanita harus mempunyai gen B dalam keadaan
homozigot.

Gen terbatasi kelamin

Selain mempengaruhi perbedaan ekspresi gen di antara jenis


kelamin, hormon kelamin juga dapat membatasi ekspresi gen pada salah
satu jenis kelamin. Gen yang hanya dapat diekspresikan pada salah satu
jenis kelamin dinamakan gen terbatasi kelamin (sex limited genes).
Contoh gen semacam ini adalah gen yang mengatur produksi susu pada
sapi perah, yang dengan sendirinya hanya dapat diekspresikan pada
individu betina. Namun, individu jantan dengan genotipe tertentu
sebenarnya juga mempunyai potensi untuk menghasilkan keturunan
dengan produksi susu yang tinggi sehingga keberadaannya sangat
diperlukan dalam upaya pemuliaan ternak tersebut.
94

5.3. Penentuan kelamin (seks) pada ikan

Metode penentuan kelamin dikenal hanya untuk beberapa spesies


ikan, tetapi ada sembilan sistem yang dikenal pada ikan, delapan
diantaranya dikontrol oleh kromosom kelamin. Kromosom-kromosom
kelamin beberapa spesies berbeda secara morfologis dan bisa
diidentifikasi. Namun, pada beberapa spesies lain, secara morfologis
tidak berbeda dan disimpulkan dari beberapa studi pergantian kelamin
(sex-reversal), eksperimen hibridisasi, manipulasi kromosom, analisis
fenotip yang terpaut kelamin (sex-linked).

1. Sistem paling umum yang dideteksi dari ikan adalah sistem penentuan
kelamin XY (seperti pada manusia). Kromosom-kromosom kelamin
pada betina identik (XX), karena itu disebut homogametis. Pada yang
jantan adalah satu pasangan yang berbeda (XY), dinamakan
heterogametis. Kromosom Y adalah kromosom yang menentukan
kelamin; tetua jantan yang menentukan kelamin pada spesies yang
mempunyai sistem penentuan kelamin XY. Keturunan yang menerima
kromosom Y dari tetua jantan akan menjadi jantan, sementara yang
menerima kromosom X-nya akan menjadi betina.

Betina (XX) >< Jantan (XY)

gamet X gamet X dan Y

Keturunan (progeny): XX dan XY


(betina) (jantan)

2. Sistem penentuan kelamin WZ. Kromosom-kromosom pada jantan


identik atau homogametis (ZZ); pada betina heterogametis (WZ).
Kromosom W yang menentukan kelamin; tetua betina yang
menentukan kelamin pada spesies yang mempunyai sistem penetuan
kelamin WZ. Keturunan yang menerima kromosom dari tetua betina
95

akan menjadi betina, sementara yang menerima kromosom Z-nya


akan menjadi jantan.

Betina (WZ) >< Jantan (ZZ)

gamet W dan Z gamet Z

Keturunan (progeny): WZ dan ZZ


(betina) (jantan)

Sistem yang ke tiga, empat dan lima, adalah sistem yang


mempunyai kromosom kelamin ganda (multiple sex-chromosomes).
Ketiga sistem ini adalah variasi-variasi pada sistem penentuan kelamin
XY dan WZ.

3. Sistem dengan kromosom ganda. Betina adalah X1X1X2X2 dan jantan


adalah X1X2Y. Pada sistem ini betina adalah homogametis dan jantan
heterogametis. Jadi, jantan menentukan kelamin keturunannya: yang
menerima kromosom-kromosom X1X2 dari teteu jantan akan menjadi
betina, sementara yang menerima kromosom Y-nya akan menjadi
jantan.
4. Sistem dengan kromosom W ganda. Jantan adalah ZZ dan betina
ZW1W2. Jantan adalah kelamin homogametis dan betina
heterogametis. Hasilnya, betina menentukan kelamin keturunannya:
yang menerima kromosom-kromosom W1W2 tetua betina akan
menjadi betina; sementara yang menerima kromosom Z-nya akan
menjadi jantan.
5. Sistem dengan kromosom Y ganda. Jantan adalah XY1Y2 dan betina
adalah XX. Jantan adalah kelamin heterogametis dan betina
homogametis. Jadi, jantan menentukan kelamin keturunannya: yang
menerima kromosom Y1Y2 dari tetua jantan akan menjadi jantan;
yang menerima kromosom X dari tetua jantan akan menjadi betina.
6. Sistem penentuan kelamin WXY. Ini adalah variant pada sisitem
penentuan kelamin XY. Kromosom W adalah kromosom X yang
96

termodifikasi, yang dapat menghalang kemempuan penentuan jantan


pada kromosom Y. Jadi, ikan XY dan YY adalah jantan, sedangkan
ikan XX, WX da WY adalah betina. Baik jantan maupun betina bisa
homogametis atau heterogametis. Lagi pula, setiap tetua (jantan atau
betina) dapat menetukan kelamin keturunannya, tergantung pada
kromosom-kromosom kelaminnya.

Sistem ke tujuh dan delapan adalah sistem dimana hanya ada satu
kromosom kelamin, yakni sistem XO dan ZO (O adalah simbol tanpa
kromosom).

7. Sistem penentuan kelamin XO adalah variant dari sistem penentuan


kelamin XY. Betina adalah XX dan jantan adalah XO. Betina adalah
homogametis dan jantan heterogametis. Jantan menentukan kelamin
keturunannya: yang menerima kromosom X tetua jantan akan
menjadi betina, sementara yang tidak menerima kromosom kelamin
akan menjadi jantan.

8. Sistem penentuan kelamin ZO adalah variant dari sistem penentuan


kelamin WZ. Pada sistem ini, betina adalah ZO dan jantan ZZ. Betina
adalah kelamin heterogametis, sedangkan jantan adalah kelamin
homogametis. Pada sistem penentuan kelamin ZO, betina
menentukan kelamin keturunannya: yang menerima kromosom Z
dari tetua betina akan menjadi jantan, sedangkan yang tidak
menerima kromosom kelamin akan menjadi betina.

Bila spesies mempunyai sistem-3, 4, 5, 7 dan 8, jumlah kromosom


tidak konstan dalam satu spesies. Jantan mempunyai satu kromosom
lebih banyak dari betina pada sistem 5 dan 8, sementara betina
mempunyai satu kromosom lebih banyak pada sistem 3, 4 dan 7.

9. Penetuan kelamin yang terakhir ini dikontrol oleh kromosom kelamin


tetapi dikontrol oleh autosom. Beberapa spesies ikan tidak
97

mempunyai kromosom kelamin; kelamin ditentukan oleh jumlah gen


jantan atau betina yang terletak pada autosom.

Kesembilan contoh sistem penentuan kelamin yang diuraikan


dapat dibaca dalam Tave (1993). Walau penentuan kelamin terutama
dikontrol faktor genetis, faktor lingkungan seperti suhu, fotoperiod,
salinitas, dan crowding dapat membantu penentuan kelamin pada ikan.
98

DAFTAR PUSTAKA

Ayala, F. and J.A. Kiger. 1984. Modern Genetics. The Benjamin


Cummings, Menlo Park. 923 p.

Falconer, D.S. 1981. Introduction to quantitative genetics. John Wiley


and Sons, 438 p.

King, R.C. and W.D. Stansfield. 2002. A dictionary of genetics. 6th Ed..
Oxford University Press Inc., New York. 530 p.

Ryman, N. and F. Utter (Eds.). 1987. Population genetics anf fishery


management. University of Washington Press, Seatlle. 420 p.

Stansfield, W.D. 1989. Schum’s outline of genetics. McGraw-Hill, New


York. 392 p.

Strickberger, M.W. 1985. Genetics. Macmillan Publisher Co. Inc, New


York. p.

Tave, D. 1993. Genetics for fish hatchery managers. Van Nostrand


Reinhold, New York. 415 p.

Campbell, N.A., dkk. 2002. Biologi. Erlangga. Jakarta.

Genomics. 2007. http://www.marine-genomics-europe.org.

Pai, A.C. 1985. Dasar-dasar Genetika. Erlangga. Jakarta.

Science. 2010. http://www.phschool.com.

Suryo. 1989. Genetika Manusia. Gadjah Mada University Press.


Yogyakarta.

-------. 2004. Genetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Yatim, W. 1991. Genetika. Tarsito. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai