Oleh:
Bahan Ajar ini disusun dengan tujuan agar mahasiswa Program Studi
Budidaya Perairan (PS BDP) pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
(FPIK) Universitas Pattimura dapat menggunakannya sebagai acuan dalam
proses belajar mengajar mata kuliah Genetika dan Pemuliaan Ikan khususnya
topik yang diajarkan oleh B.M. Laimeheriwa.
Karena tiada gading yang tak retak, begitu pula bahan ajar ini, maka demi
penyempurnaan buku ini, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari mahasiswa serta para pembaca yang telah berkenan
membaca bahan ajar ini. Akhir kata, penulis mengharapkan agar bahan ajar ini
dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya para mahasiswa PS BDP FPIK
Universitas Pattiumura Ambon.
Penulis
DAFTAR ISI
Dari semua hewan dan tanaman dalam laut, ikan adalah sumber
makanan paling utama bagi banyak orang dari berbagai budaya.
Sebagian besar ikan yang dikonsumsi manusia diperoleh melalui
eksploitasi populasi-populasi alam/liar.
Kita tidak perlu melestarikan populasi ikan dengan tidak
menggunakan ikan-ikan tersebut, akan tetapi kita harus
mengembangkan cara-cara bagaimana menggunakannya agar populasi-
populasi ikan tersebut bisa memberikan hasil yang optimal secara
berkesinambungan.
Perikanan adalah interaksi yang kompleks di dalam dan di antara
populasi-populasi ikan yang dipanen, populasi-populasi nelayan, serta
lingkungannya masing-masing. Manajemen perikanan berkisar dari
keprihatinan seorang nelayan sampai ke masalah yang bermagnitud
internasional.
Tujuan mempelajari genetika perikanan adalah:
belajar memahami, menginterpretasi dan menggunakan analisis
genetika dalam bidang perikanan.
memahami genetika spesies air (aquatic species) dan belajar
bagaimana kerjanya sistem tersebut.
Mengapa kita peduli tentang genetika dalam bidang perikanan ?
8
Sudah lama, tetapi hanya beberapa saja yang berarti. Pada abad
ke-12 sebelum Masehi, di Cina sudah ada yang mengenal garis-garis
besar atau pedoman seleksi ikan. Agak kemudian, tercatat hasil kerja
dengan ikan akuarium (tahun 1919) serta penentuan seks pada ikan
akuarium (1925). Kemudian ada pula kerja terapan, misalnya untuk
mengetahui daya tahan terhadap penyakit pada ikan trout, pengaruh
keturunan terhadap musim memijah, serta perbedaan populasi, juga
pada ikan trout.
Mengapa genetika tidak banyak (belum banyak) digunakan dalam
perikanan? Ada dua sebab, yaitu:
• yang bersifat mental: - kurang tenaga terlatih, mistik tentang
genetika, serta kurang paham akan hubungan antara genetika dan
riwayat hidup (genetics and life-history).
• Yang bersifat fisik: - memerlukan ketepatan tehnik pemeliharaan,
kurangnya fasilitas yang memadai dan tepat, serta kurangnya cara
pengukuran yang objektif tentang keragaman genetis (misalnya
sampai tahun 1950-an dikenal ukuran pertumbuhan: panjang, lebar,
dan warna).
9
Ada dua syarat, yaitu keragaman secara biologis dan harus bisa
menjelaskan hubungan biologis, misalnya tetua-filial, atau antara dua
spesies. Bagaimanakah ikan atau spesies air memenuhi persyaratan
tersebut di atas ?
Segi positif dari ikan bagi analisis genetika ialah: mudah disilang,
jumlah yang banyak diperoleh dari persilangan tunggal, serta banyak
keragaman yang tampak jelas. Segi negatifnya ialah: daur hidup yang
agak panjang, serta kesulitan dalam pemeliharaan.
Bahan bacaan ini akan diawali oleh bab tentang dasar fisik
hereditas, untuk menyegarkan kembali ingatan kita pada perkuliahan
genetika dasar. Bab berikutnya menyajikan tentang cytogenetics,
termasuk analisis kromosom dalam bidang perikanan dan penentuan
kelamin pada ikan. Selanjutnya, bab tentang sifat-sifat kualitatif dan
analisis gen tunggal, termasuk analisis genetika populasi. Ini diikuti oleh
bab tentang sifat-sifat kuantitatif dan analisis pemuliaan, kemudian
ditutup dengan bab mengenai aplikasi konsep genetika.
10
BAB II
DASAR FISIK HEREDITAS
Jlh.
No
Kelompok Nama Umum Nama Ilmiah Kromosom
.
Somatis
1 Protozoa Binatang Paramaecium Aurelia 30-40
2 Cnidaria sandal Hydra vulgaris 32
3 Nematoda Hidra Ascaris lumbricoides 24
4 Mollusca Cacing bulat Helix pomatia 54
Bekicot Bombyx mori 56
5 Arthropoda Ulat sutera Musca domestica 12
Lalat rumah Drosophila melanogaster 8
Lalat buah Apis mellifica 32, 16
Lebah madu Carassius auratus 100
6 Pisces Ikan mas Rana pipiens 26
7 Amphibia Katak Gallus domesticus 78
8 Aves Ayam Rattus rattus 42
9 Mamalia Tikus Pan troglodytes 48
Simpanse Homo sapiens 46
Manusia Pinus mercusii 24
10 Gymnosperma Pinus Solanum tuberosum 48
11 e Kentang Solanum lycopersicum 24
Angiospermae Tomat Oryza sativa 24
Padi Allium cepa 16
Bawang merah Zea mays 20
Jagung
Pada makhluk tingkat tinggi, sel somatis (sel tubuh, kecuali sel
kelamin) mengandung satu stel kromosom yang diterimanya dari kedua
induk/orang tuanya. Kromos-kromosom yang berasal dari induk betina
bentuknya serupa dengan yang berasal dari induk jantan. Maka sepasang
kromosom itu disebut kromosom homolog. Karena itu jumlah kromosom
dalam sel tubuh dinamakan diploid (2n). Sel kelamin (gamet) hanya
16
orangtua kita. Bagian ini akan dibahas lebih lanjut pada sub bab
berikutnya.
3) Fertilisasi random; Sifat random fertilisasi menambah variasi
genetis yang ditimbulkan dari meiosis. Bayangkan sebuah zigat
yang dihasilkan dari sebuah perkawinan antara wanita dan pria.
Sel telur manusia, yang mewakili satu dari hampir 8 juta
kemungkinan kombinasi kromosom, dibuahi oleh sebuah sel
sperma tunggal yang mewakili satu dari 8 juta kemungkinan
yang berbeda. Jadi tanpa mempertimbangkan pindah silang
sekalipun, pasangan orangtua manapun akan menghasilkan
sebuah zigot dengan salah satu dari sekitar 64 triliun (8 juta x 8
juta) kombinasi diploid.
2. Pindah silang ganda, ialah pindah silang yang terjadi pada dua
tempat. Jika pindah silang ganda (double crossing over)
berlangsung diantara dua buah gen yang terangkai (misalnya
gen A dan B), maka terjadinya pindah silang ganda itu tidak
akan nampak dalam fenotip, sebab gamet-gamet yang
dibentuk hanya dari tipe parental saja, atau dari tipe
rekombinasi saja, atau dari tipe parental dan tipe rekombinasi
akibat pindah silang tunggal. Akan tetapi jika diantara gen A
dan B masih ada gen ketiga, misalnya gen C, maka terjadinya
pindah silang ganda antara gen A dan B akan tampak.
24
Jadi pada meiosis (gambar 11), sebuah sel induk diploid akhirnya
menghasilkan empat sel anakan masing-masing haploid.
3. Gametogenesis
Hasil akhir dari meiosis biasanya tidak langsung berupa gamet,
melainkan memerlukan sedikit waktu untuk berkembang menjadi gamet.
Proses ini disebut maturasi.
Gametogenesis pada hewan tingkat tinggi terbagi atas 2 macam,
yaitu spermatogenesis dan oogenesis (gambar 12). Lebih jelas akan
diuraikan di bawah ini.
1. Spermatogenesis ialah gametogenesis pada hewan jantan.
Sel-sel primordial diploid di dalam testis membelah secara
mitosis berkali-kali dan membentuk spermatogonium.
Selama pertumbuhannya sel ini membentuk sel spermatosit
primer (diploid) yang kemudian membelah secara meiosis.
Hasilnya berupa dua buah selspermatosit skunder yang
masing-masing haploid. Selanjutnya sel-sel ini mengalami
meiosis II dan menghasilkan 4 spermatid haploid (gambar
13). Selama proses maturasi terbentuklah bagian seperti
ekor dan tiap spermatid menjadi gamet jantan yang
dinamakan spermatozoa.
Gambar 13.
13 Spermatogenesis dan oogenesis.
(Sumber: http://www.marine-genomics-europe.org,
http://www.marine 2007).
007).
BAB III
SITOGENETIKA
(ANALISIS KKROMOSOM)
pada tahun 1978, dan pada ikan Basichlichthys bonariensis yang diteliti
oleh Arai dan Koike pada tahun 1980.
Spesies yang berbeda mempunyai jumlah kromosom yang khas
(Tabel 3.). Kisarannya sangat luas, dari dua pada beberapa tanaman
berbunga sampai beberapa ratus pada tanaman pakis tertentu.
5. Bentuk-bentuk
Gambar 15. Bentuk bentuk kromosom berdasarkan posisi sentromer
(Elridge, 1985).
Analisis
mempunyai respons yang berbeda dari bahan yang diberi perlakuan. Jika
konsentrasi larutan kolkisin dan lamanya waktu perlakuan kurang
mencapai keadaan yang tepat, maka poliploidi belum dapat diperoleh.
Sebaliknya jika konsentrasinya terlalu tinggi atau waktu perlakuan terlalu
lama, maka kolkisin akan memperlihatkan pengaruh negatif yakni banyak
sel yang rusak.
Substansi kolkisin cepat mengadakan difusi ke dalam jaringan
organisme dan kemudian disebarluaskan ke berbagai bagian tubuh
melalui jaringan pengangkut. Berbagai percobaan menunjukkan bahwa
penggunaan konsentrasi larutan kolkisin yang agak kuat yang diberikan
dalam waktu singkat, memberikan hasil yang lebih baik daripada
penggunaan konsentrasi yang kecil dalam waktu yang lama. Oleh
karenanya konsentrasi 0,0075 ppt sering dipakai. Kolkisin biasanya
dilarutkan dalam air, dan tidak boleh dilarutkan dalam air panas karena
dapat merusak komposisi kolkisin.
d. Perlakuan fiksasi.
Pada prinsipnya, bahan fiksasi yang diserap oleh sel atau jaringan
menyebabkan sel-sel berhenti membelah pada tahap tersebut, tanpa
mengakibatkan kerusakan, pembengkakan atau penyusutan kromosom,
dan tanpa mengubah unsur pokok dalam struktur sel. Dua hal utama
yang diperoleh dari proses ini yakni: struktur sel yang semula tidak jelas
tampak menjadi lebih jelas, serta struktur sel yang semula rapuh
menjadi stabil dan cukup kuat. Faktor-faktor yang mempengaruhi fiksasi
antara lain: temperatur, pH, tekanan osmotik, kecepatan penetrasi, laju
perubahan kimia dan fisika, serta lamanya fiksasi. Fiksasi yang terlalu
cepat dapat mengakibatkan hasil yang diperoleh tidak baik.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam fiksasi antara lain:
pemilihan bahan fiksasi yang tepat, besar kecilnya organisme
(menentukan cepat dan seragamnya penetrasi bahan fiksasi), rasio
volume bahan fiksasi dengan jaringan yang difiksasi (biasanya 10-12
kali), serta karakter jaringan yang difiksasi. Beberapa jaringan tertentu
lambat dalam penetrasi. Misalnya, pada tumbuhan, epidermis biasanya
dilapisi (covered) dengan lapisan kutikel yang bersifat hidrofobik.
Secara umum perlakuan fiksasi dibedakan atas perlakuan fisik dan
kimiawi. Perlakuan secara fisik seperti pendinginan jaringan dalam
nitrogen cair telah banyak digunakan untuk sel atau jaringan hewan.
Perlakuan ini sangat efektif menjaga struktur sel, karena proses difusi
yang sangat kecil dan tidak terjadi perubahan enzim secara signifikan.
Kelemahan perlakuan secara fisik yakni dapat menyebabkan terputusnya
sel karena adanya kristal es dalam sel atau jaringan. Perlakuan secara
kimiawi dengan menggunakan bahan (reagent) kimia seperti larutan
carnoy yang telah banyak dipakai dalam penyediaan preparat dari sel
segar. Perlakuan secara kimiawi membutuhkan keseimbangan dan
ketepatan bahan-bahan yang dipakai. Sebagai contoh, pencampuran
larutan asam dan alkohol pada kondisi seimbang dapat menjaga struktur
sel pada kondisi yang stabil dan memungkinkan untuk diamati. Akan
tetapi, reaksi beberapa asam yang berlebihan dapat menyebabkan
struktur sel menyusut.
49
e. Perlakuan pewarnaan.
Panjang kromosom
PRK = × 100%
Panjang genom
Panjang lengan panjang kromosom
RLK =
Panjang lengan pendek kromosom
Panjang lengan pendek kromosom
HNPS = × 100%
Panjang kromosom total
BAB IV.
VARIASI KROMOSOM
Euploidy: Aneuploidy:
*) Autotetraploid ---> bila ploidy melibatkan hanya set kromosom yang homolog
Allotetraploid ---> bila melibatkan set kromosom yang non-homolog
55
a. Euploidi
b. Aneuploidi
Sindroma Turner
Penderita sindrom ini adalah wanita dengan ciri sebagai berikut:
kehilangan 1 kromosom X, gonad tidak berfungsi dengan baik, tidak
memiliki ovarium atau uterus, tubuh pendek, tTidak punya lipatan pada
leher, wajah menyerupai anak kecil dan dada berukuran kecil.
Formula kromosomnya adalah 45, XO
60
Sindroma Klinefelter
Penderita Sindroma Klinefelter adalah pria dengan ciri seperti
wanita yakni: tumbuhnya payudara, pertumbuhan rambut kurang, lengan
dan kaki ekstrim panjang sehingga seluruh tubuh nampak tinggi, suara
tinggi seperti wanita, testis kecil, Genitalia eksterna tampak normal
tetapi spermatozoa biasanya tidak dibentuk sehingga individu bersifat
steril Formula kromosom : 47,XXY
62
Sindroma Tripel-X
Penderita Sindroma Tripel-X adalah perempuan dengan ciri-ciri:
alat kelamin dalam dan payudara tidak berkembang, mental abnormal,
menstruasi sangat tidak teratur.
Formula kromosom Sindroma Tripel-X: 47,XXX Bagaimana hal
ini dapat terjadi?
64
Pria XYY
Ciri umum dari pria XYY anatar lain: agresif, suka berbuat jahat
serta melanggar hukum, abnormalitas pada alat genitalia luar dan dalam,
namun tidak menimbulkan anomali pada tubuh
sel). Jika protein lamin A berubah, maka akan merubah bentuk dan
fungsi membran inti sel yang mengakibatkan kematian sel secara
prematur.
Sindroma Cri-du-chat
Karyotipe penderita sindroma Cri-du-chat, kromosom nomor 5
mengalami delesi pada lengan pendeknya.
73
Wolf-Hirschhorn Syndrome
• Terjadi karena delesi pada bagian lengan pendek (p) kromosom no.4
• Kelainan ini sangat jarang terjadi
• Penderita mengalami mikrocephali, sumbing, kemunduran mental,
cacat pada kulit kepala, hemangioma pada beberapa bagian tubuh
• Hemangioma : tumor jaringan lunak yang muncul pada bayi atau anak2
usia kurang dari 1 th. Tidak berbahaya.
75
Ada dua tipe yang umum terjadi di antara spesies ikan, sebagai
berikut:
1. Robertsonian rearrangements/events yang menyatakan bahwa dua
akrosentris pada satu spesies bersambung menjadi satu metasentris
pada yang lain. Kemudian diusul bahwa mungkin kebalikannya yang
terjadi, yaitu satu metasentris memisah menjadi dua akrosentris.
Hasilnya, perubahan pada jumlah kromosom, tetapi tanpa perubahan
pada jumlah lengan (arm number).
2. Pericentric inversion, yaitu perubahan dalam kromosom yang
melibatkan sentromer. Hasilnya, tidak ada perubahan pada jumlah
kromosom, tetapi perubahan dalam jumlah lengan.
BAB V.
Telah kita pelajari pola pewarisan sifat yang diatur oleh gen-gen
berangkai atau gen-gen yang terletak pada satu kromosom. Keberadaan
gen berangkai pada suatu spesies organisme, yang meliputi urutan dan
jaraknya satu sama lain, menghasilkan peta kromosom untuk spesies
tersebut, misalnya peta kromosom pada lalat Drosophila melanogaster
yang terdiri atas empat kelompok gen berangkai.
Salah satu dari keempat kelompok gen berangkai atau keempat
pasang kromosom pada D. melanogaster tersebut, dalam hal ini
kromosom nomor 1, disebut sebagai kromosom kelamin. Pemberian
nama ini karena strukturnya pada individu jantan dan individu betina
memperlihatkan perbedaan sehingga dapat digunakan untuk
membedakan jenis kelamin individu. Ternyata banyak sekali spesies
organisme lainnya, terutama hewan dan juga manusia, mempunyai
kromosom kelamin.
Gen-gen yang terletak pada kromosom kelamin dinamakan gen
rangkai kelamin (sex-linked genes) sementara fenomena yang
melibatkan pewarisan gen-gen ini disebut peristiwa rangkai kelamin
(linkage). Adapun gen berangkai yang dibicarakan pada Bab V adalah
gen-gen yang terletak pada kromosom selain kromosom kelamin, yaitu
kromosom yang pada individu jantan dan betina sama strukturnya
sehingga tidak dapat digunakan untuk membedakan jenis kelamin.
Kromosom semacam ini dinamakan autosom.
Seperti halnya gen berangkai (autosomal), gen-gen rangkai kelamin
tidak mengalami segregasi dan penggabungan secara acak di dalam
gamet-gamet yang terbentuk. Akibatnya, individu-individu yang
dihasilkan melalui kombinasi gamet tersebut memperlihatkan nisbah
fenotipe dan genotipe yang menyimpang dari hukum Mendel. Selain itu,
82
Pewarisan Rangkai X
Percobaan yang pertama kali mengungkapkan adanya peristiwa
rangkai kelamin dilakukan oleh T.H Morgan pada tahun 1910. Dia
menyilangkan lalat D. melanogaster jantan bermata putih dengan betina
bermata merah. Lalat bermata merah lazim dianggap sebagai lalat
normal atau tipe alami (wild type), sedang gen pengatur tipe alami,
misalnya pengatur warna mata merah ini, dapat dilambangkan dengan
tanda +. Biasanya, meskipun tidak selalu, gen tipe alami bersifat
dominan terhadap alel mutannya.
Hasil persilangan Morgan tersebut, khususnya pada generasi F1,
ternyata berbeda jika tetua jantan yang digunakan adalah tipe alami
(bermata merah) dan tetua betinanya bermata putih. Dengan perkataan
lain, perkawinan resiprok menghasilkan keturunan yang berbeda.
Persilangan resiprok dengan hasil yang berbeda ini memberikan petunjuk
bahwa pewarisan warna mata pada Drosophila ada hubungannya dengan
jenis kelamin, dan ternyata kemudian memang diketahui bahwa gen
yang mengatur warna mata pada Drosophila terletak pada kromosom
83
kelamin, dalam hal ini kromosom X. Oleh karena itu, gen pengatur warna
mata ini dikatakan sebagai gen rangkai X.
Secara skema pewarisan warna mata pada Drosophila dapat dilihat
pada Gambar 6.1. Kromosom X dan Y masimg-masing lazim
dilambangkan dengan tanda dan .
P: + + w P: w w +
x x
betina normal jantan mata putih betina mata putih jantan normal
F1 : + w + F1: + w w
Jika kita perhatikan Gambar 39, akan nampak bahwa lalat F1 betina
mempunyai mata seperti tetua jantannya, yaitu normal/merah.
Sebaliknya, lalat F1 jantan warna matanya seperti tetua betinanya, yaitu
putih. Pewarisan sifat semacam ini disebut sebagai criss cross
inheritance.
Pada Drosophila, dan juga beberapa spesies organisme lainnya,
individu betina membawa dua buah kromosom X, yang dengan
sendirinya homolog, sehingga gamet-gamet yang dihasilkannya akan
mempunyai susunan gen yang sama. Oleh karena itu, individu betina ini
dikatakan bersifat homogametik. Sebaliknya, individu jantan yang
hanya membawa sebuah kromosom X akan menghasilkan dua macam
gamet yang berbeda, yaitu gamet yang membawa kromosom X dan
gamet yang membawa kromosom Y. Individu jantan ini dikatakan
bersifat heterogametik.
84
Pewarisan Rangkai Y
Pada umumnya kromosom Y hanya sedikit sekali mengandung gen
yang aktif. Jumlah yang sangat sedikit ini mungkin disebabkan oleh
sulitnya menemukan alel mutan bagi gen rangkai Y yang dapat
menghasilkan fenotipe abnormal. Biasanya suatu gen/alel dapat dideteksi
keberadaannya apabila fenotipe yang dihasilkannya adalah abnormal.
Oleh karena fenotipe abnormal yang disebabkan oleh gen rangkai Y
jumlahnya sangat sedikit, maka gen rangkai Y diduga merupakan gen
yang sangat stabil.
Gen rangkai Y jelas tidak mungkin diekspresikan pada individu
betina/wanita sehingga gen ini disebut juga gen holandrik. Contoh gen
holandrik pada manusia adalah Hg dengan alelnya hg yang menyebabkan
bulu kasar dan panjang, Ht dengan alelnya ht yang menyebabkan
pertumbuhan bulu panjang di sekitar telinga, dan Wt dengan alelnya wt
yang menyebabkan abnormalitas kulit pada jari.
86
P: P:
+ + x b b b b x + +
betina normal jantan bulu pendek betina bulu pendek jantan normal
F1 : F1:
+ b + b + b + b
betina normal jantan normal betina normal jantan normal
a) b)
Gambar 40. Diagram pewarisan gen rangkai kelamin tak sempurna
Sistem XO
Sistem XO dijumpai pada beberapa jenis serangga, misalnya
belalang. Di dalam sel somatisnya, individu betina memiliki dua buah
kromosom X sementara individu jantan hanya mempunyai sebuah
kromosom X. Jadi, hal ini mirip dengan sistem XY. Bedanya, pada sistem
XO individu jantan tidak mempunyai kromosom Y. Dengan demikian,
jumlah kromosom sel somatis individu betina lebih banyak daripada
jumlah pada individu jantan. Sebagai contoh, E.B. Wilson menemukan
bahwa sel somatis serangga Protenor betina mempunyai 14 kromosom,
sedang pada individu jantannya hanya ada 13 kromosom.
P: Ε AAXX x AAXY Γ
gagal pisah
gamet : AXX AO AX AY
F1 : AAXXX AAXXY AAXO AAOY
betina super betina jantan steril letal
Partenogenesis
Pengaruh lingkungan
Sistem penentuan jenis kelamin bahkan ada pula yang bersifat
nongenetik. Hal ini misalnya dijumpai pada cacing laut Bonellia, yang
jenis kelaminnya semata-mata ditentukan oleh faktor lingkungan.. F.
Baltzer menemukan bahwa cacing Bonellia yang berasal dari sebuah telur
yang diisolasi akan berkembang menjadi individu betina. Sebaliknya,
cacing yang hidup di lingkungan betina dewasa akan mendekati dan
memasuki saluran reproduksi cacing betina dewasa tersebut untuk
kemudian berkembang menjadi individu jantan yang parasitik.
91
Kromatin Kelamin
Seorang ahli genetika dari Kanada, M.L. Barr, pada tahun 1949
menemukan adanya struktur tertentu yang dapat memperlihatkan reaksi
pewarnaan di dalam nukleus sel syaraf kucing betina. Struktur semacam
ini ternyata tidak dijumpai pada sel-sel kucing jantan. Pada manusia
dilaporkan pula bahwa sel-sel somatis pria, misalnya sel epitel selaput
lendir mulut, dapat dibedakan dengan sel somatis wanita atas dasar ada
tidaknya struktur tertentu yang kemudian dikenal dengan nama
kromatin kelamin atau badan Barr.
Pada sel somatis wanita terdapat sebuah kromatin kelamin
sementara sel somatis pria tidak memilikinya. Selanjutnya diketahui
bahwa banyaknya kromatin kelamin ternyata sama dengan banyaknya
kromosom X dikurangi satu. Jadi, wanita normal mempunyai sebuah
kromatin kelamin karena kromosom X-nya ada dua. Demikian pula, pria
normal tidak mempunyai kromatin kelamin karena kromosom X-nya
hanya satu.
Dewasa ini keberadaan kromatin kelamin sering kali digunakan
untuk menentukan jenis kelamin serta mendiagnosis berbagai kelainan
kromosom kelamin pada janin melalui pengambilan cairan amnion embrio
(amniosentesis). Pria dengan kelainan kromosom kelamin, misalnya
penderita sindrom Klinefelter (XXY), mempunyai sebuah kromatin
kelamin yang seharusnya tidak dimiliki oleh seorang pria normal.
Sebaliknya, wanita penderita sindrom Turner (XO) tidak mempunyai
kromatin kelamin yang seharusnya ada pada wanita normal.
Mary F. Lyon, seorang ahli genetika dari Inggris mengajukan
hipotesis bahwa kromatin kelamin merupakan kromosom X yang
mengalami kondensasi atau heterokromatinisasi sehingga secara genetik
menjadi inaktif. Hipotesis ini dilandasi hasil pengamatannya atas ekspresi
gen rangkai X yang mengatur warna bulu pada mencit. Individu betina
heterozigot memperlihatkan fenotipe mozaik yang jelas berbeda dengan
ekspresi gen semidominan (warna antara yang seragam). Hal ini
menunjukkan bahwa hanya ada satu kromosom X yang aktif di antara
kedua kromosom X pada individu betina. Kromosom X yang aktif pada
92
suatu sel mungkin membawa gen dominan sementara pada sel yang lain
mungkin justru membawa gen resesif.
Hipotesis Lyon juga menjelaskan adanya mekanisme kompensasi
dosis pada mamalia. Mekanisme kompensasi dosis diusulkan karena
adanya fenomena bahwa suatu gen rangkai X akan mempunyai dosis
efektif yang sama pada kedua jenis kelamin. Dengan perkataan lain, gen
rangkai X pada individu homozigot akan diekspesikan sama kuat dengan
gen rangkai X pada individu hemizigot.
HH bertanduk bertanduk
1. Sistem paling umum yang dideteksi dari ikan adalah sistem penentuan
kelamin XY (seperti pada manusia). Kromosom-kromosom kelamin
pada betina identik (XX), karena itu disebut homogametis. Pada yang
jantan adalah satu pasangan yang berbeda (XY), dinamakan
heterogametis. Kromosom Y adalah kromosom yang menentukan
kelamin; tetua jantan yang menentukan kelamin pada spesies yang
mempunyai sistem penentuan kelamin XY. Keturunan yang menerima
kromosom Y dari tetua jantan akan menjadi jantan, sementara yang
menerima kromosom X-nya akan menjadi betina.
Sistem ke tujuh dan delapan adalah sistem dimana hanya ada satu
kromosom kelamin, yakni sistem XO dan ZO (O adalah simbol tanpa
kromosom).
DAFTAR PUSTAKA
King, R.C. and W.D. Stansfield. 2002. A dictionary of genetics. 6th Ed..
Oxford University Press Inc., New York. 530 p.