Oleh :
UNIVERSITAS UDAYANA
BUKIT JIMBARAN
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Manusia, keragaman dan kesederajatan”.
Adapun maksud penulisan makalah , yakni untuk memenuhi tugas bidang studi Ilmu Sosial
dan Budaya Dasar. Selain itu, makalah ini juga untuk menambah wawasan para pembaca.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada ibu Dra. Km. Sriningsih.Msi, selaku dosen
Bidang Ilmu Sosial dan Budaya Dasar yang telah membimbing kami dalam penyusunan
makalah ini. Terima kasih juga kami ucapkan kepada narasumber yang telah memberikan
informasi mengenai pokok bahasan makalah ini serta pihak-pihak lain yang tidak dapat kami
sebutkan.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah
agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami,
kami yakin masih banyak kekurangan makalah kami. Oleh sebab itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................3
BAB I TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................................................4
1.1 MANUSIA, KERAGAMAN, DAN KESEDERAJATAN..........................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................................................7
2.1 Artikel...........................................................................................................................................7
2.2 Solusi............................................................................................................................................8
BAB III PENUTUP...................................................................................................................................10
3.1 Simpulan.....................................................................................................................................10
3.2 Saran...........................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................11
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1. Semangat religious;
2. Semangat nasionalisme
3. Semangat pluralism;
4. Semangat humanisme;
5. Dialog antar-umat beragama; dan
6. Membangun suatu pola komunikasi
D. PROBLEMATIKA DISKRIMINASI
Diskriminasi adalah setiap Tindakan yang melakukan pembedaan terhadap seseorang
atau sekelompok. Pada dasarnya diskriminasi tidak terjadi begitu saja, akan tetapi
karena adanya beberapa factor penyebab, antara lain:
1. Persaingan yang semakin ketat dalam berbagai bidang kehidupan.
2. Tekanan dan intimidasi
3. Ketidakberdayaan golongan miskin
Dari kajian yang dilakukan terhadap berbagai kasus disintegrasi bangsa dan bubarnya
sebuah negara, maka dapat disimpulkan adanya enam faktor utama yang secara
gradual bisa menjadi penyebab utama proses itu, yaitu;
1. Kegagalan kepemimpinan
2. Krisis ekonomi yang akut dan berlangsung lama
3. Krisis politik
4. Krisis sosial
5. Demoralisasi tentara dan polisi
6. Intervensi asing
1. Manusia Beradab dalam Keragaman
Hubungan antara kebudayaan dengan peradaban sangat erat. Peradaban adalah salah
satu perwujudan kebudayaan yang bernilai tinggi, indah dan harmonis yang
mencerminkan tingkat kebudayaan masyarakat yang bersangkutan.
Dalam hal ini, maka terdapat teori yang menunjukan penyebab konflik di tengah
masyarakat, antara lain:
1. Teori hubungan masyarakat
2. Teori identitas
3. Teori kesalahpahaman antarbudaya
4. Teori transormasi
JAKARTA, KOMPAS.com - Langit abu-abu muda menggantung di sekitar Jakarta Pusat, Minggu
(12/11/2017) siang. Sejenak kemudian, matahari dengan angkuh menyibak mendung tipis. Lalu, mulai
redup lagi. Cuaca siang itu memang sedikit "galau".
Dengan atasan kotak-kotak, Reviana Christiani (52) terlihat khusyuk mendengarkan khotbah dari
Pendeta Pelangi Kurnia Putri. Suara Pendeta Pelangi tetap lantang meski tanpa pelantang yang sempat
tak berfungsi. Sementara dari sisi barat dan utara, kendaraan bermotor berbagai rupa hilir mudik.
Namun, hal itu tak mengurangi kekhusyukan Reviana dan puluhan jemaat Gereja Kristen Indonesia
(GKI) Yasmin dan HKBP Filadelfia.
Bagi Reviana dan para jemaat, ibadah Minggu siang ini adalah ibadah yang ke-157 kalinya sejak 2012
yang dilakukan di seberang Istana Kepresidenan. Pada 2012, gereja mereka disegel oleh pemerintah
daerah setempat, hanya karena desakan dari kelompok intoleran. Reviana tidak tahu pasti nama
kelompok intoleran yang menggangu ibadah mereka. Dia seperti tidak ingin menyimpan dendam.
Namun, akibat tekanan dari kelompok intoleran, Pemerintah Kota Bogor akhirnya mencabut izin
mendirikan bangunan (IMB) GKI Yasmin, meski pembangunannya sudah mencapai setengah
pekerjaan.
Reviana lantas kembali mengingat bagaimana perlakuan kelompok intoleran terhadap para jemaat
yang beribadah di depan gereja. Tak hanya kepada orang dewasa, kelompok intoleran ini juga
mendorong dan memaki anak-anak. Tindakan kelompok intoleran ini membekas di benak anak-anak,
termasuk anak Reviana yang kini sudah menginjak bangku perguruan tinggi. "Dia mengalami waktu
kecil, dari dia dilemparin, dimaki-maki. Anak saya yang kecil ini mengalami," ucap Reviana. Saat
peristiwa itu terjadi, putranya sedang duduk di kelas 5 sekolah dasar.
Reviana juga tak tahu dari mana datangnya kelompok ini. Menurut informasi yang ia dapat
dari sesama jemaat, anggota kelompok penyerang itu kebanyakan orang-orang dari luar lingkungan
tempat tinggal Reviana. Akan tetapi, akibat aksi kelompok intoleran tersebut, jemaat GKI Yasmin
berkurang. Mereka merasa ibadahnya diusik. "Awalnya jemaat ada sekitar 200 orang. Sekarang yang
aktif setiap minggunya sekitar 70-80 orang," kata Reviana. "Yang lainnya, mereka mencari gereja
terdekat, mungkin ke gereja induk, atau gereja lain yang terdekat. Kan tidak semua orang mau
bersusah-susah, cari nyaman, cari aman. Pragmatisnya saja," tuturnya. Reviana sendiri mengaku mau
bersusah-payah, dengan setiap dua pekan sekali beribadah di seberang Istana Merdeka. Alasannya, ia
dan keluarga telah berkomitmen bahwa kebenaran dan keadilan harus ditegakkan.
Secara perizinan, tidak ada yang keliru dengan GKI Yasmin. Putusan Mahkamah Agung pun
menyatakan jemaat berhak beribadah di dalam gereja. "Kami sudah punya patokan secara undang-
undang, secara hukum di Indonesia. Itu sudah kami punya, ya kami perjuangkan. Siapa lagi kalau
bukan kami sendiri yang memperjuangkan," ucap Reviana. "Kalau kami tidak peduli, apalagi orang
lain mau peduli," kata dia lagi.
Jelang Hari Raya Natal yang tinggal 43 hari, Reviana berharap jemaat GKI Yasmin bisa
beribadah di dalam gereja mereka sendiri. Sebab, selama ini para jemaat selalu beribadah natal dari
rumah ke rumah. Reviana berkomitmen akan tetap ibadah di seberang Istana Merdeka sampai sampai
hak para jemaat diterpenuhi. "Saya berharap Pemerintah Kota Bogor dan juga internal dari GKI
sendiri memberikan janjinya berkoordinasi. Sehingga apa yang kami perjuangkan, bisa masuk ke
dalam gereja dan memiliki gereja itu, bisa segera tercapai," ujar Reviana.
2.2 Solusi
Berdasarkan pada permasalahan di artikel atas, dapat kita ketahui bahwa masih
banyaknya kasus diskriminasi. Tindakan intoleran merujuk pada keengganan untuk atau
ketidakmauan untuk berbuat toleran, atau dengan kata lain tidak membiarkan orang atau
kelompok lain untuk berbeda. Perbedaan yang tidak diinginkan tersebut berupa beda
pandangan dengan dirinya ataupun dengan kelompoknya. Oleh sebab itu, maka perilaku
yang muncul adalah penolakan terhadap orang atau kelompok lain.
Salah satu hal yang dapat dijadikan solusi adalah Bhineka Tunggal Ika yang
merupakan ungkapan yang menggambarkan masyarakat Indonesia yang “majemuk” atau
“heterogen”. Masyarakat Indonesia terwujud sebagai hasil interaksi sosial dari banyak
suku bangsa dengan beraneka ragam latar belakang kebudayaan, agama, sejarah,dan
tujuan yang sama yang disebut Kebudayaan Nasional.
Pada konteks inilah muncul peranan penting kaum pergerakan yang mencoba
membangun kembali rasa satu bangsa dengan doktrin baru yang disebut nasionalisme
Indonesia. Hal inilah yang diperjuangkan kaum nasionalis agar masyarakat Indonesia
segera muncul dan dikenali dalam bentuk satu bangsa dan negara yaitu pentingnya
menjaga Persatuan Indonesia.
Jemaat GKI Yasmin Bogor terus berjuang untuk melawan ketidakadilan terhadap
penutupan dan penyegelan gereja sah mereka. GKI Yasmin disegel oleh Satpol PP Kota
Bogor pada tanggal 10 April 2010 sebagai pelaksanaan perintah Walikota Bogor.
Semenjak saat itu, jemaat beribadah di halaman gereja dan di jalan. Namun karena selalu
mendapatkan intimidasi, maka jemaat mengalihkan tempat ibadah di rumah-rumah
jemaat secara bergantian setiap Minggu I dan III, karena setiap Minggu II dan IV, ibadah
dilaksanakan di Monas, Jakarta Pusat, bersama-sama dengan jemaatn HKBP Filadelfia
Tambun, Bekasi, tepatnya di seberang Istana Negara.
Kelompok minoritas ini harus mendapat perhatian serius karena semakin
ganasnya diskriminasi yang terjadi diantara umat manusia yang kemudian
memberikan informasi baru akan pentingnya pengakuan bahwa mereka adalah
manusia yang sama dengan manusia yang lainnya, sehingga harus setara dalam
hak dan kewajiban untuk bebas dalam menentukan pilihan. Oleh sebab itu,
Pemerintah Pusat maupun Pemda harus terus didesak untuk bersepakat
menghapuskan Peraturan Daerah (Perda) diskriminatif dan bisa menjamin kebebasan
beragama seluruh masyarakat Indonesia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Agama akan menjadi bahan bakar yang cukup baik untuk memanaskan
derajat intoleransi seseorang ketika dia mengalami keterancaman atas
hadirnya kelompok lain yang membuat dirinya menjadi tidak nyaman. Dalam
kehidupan bermasyarakat di Kota Bogor secara khusus, mayoritas kultural sebaiknya
tidak dijadikan sebagai ukuran utama. Hal yang lebih menentukan adalah bagaimana
individu dapat mengembangkan kehidupan publik secara lebih baik yang
ditandai dengan kemampuan menginternalisasi prinsip multikulturalisme,
toleransi, dan nilai-nilai sosial yang bersifat publik.
3.2 Saran
Suryowati, Estu. 2017. Curahan Hati Jemaat GKI Yasmin Terusir dari Gerejanya Sendiri.
Nasional Kompas. https://nasional.kompas.com/read/2017/11/12/22395911/curahan-
hati-jemaat-gki-yasmin-terusir-dari-gerejanya-sendiri?page=2. (Diakses pada tanggal
20 April 2020)