Anda di halaman 1dari 6

1. Apa perbedaan antara mempelajari hukum dan Filsafat Hukum?

Hukum dalam definisi nya memiliki prinsip yang sangat sulit untuk dirumuskan
dalam suatu batasan yang paling sempurna. Penulis sendiri memiliki definisi yang
sependapat menurut salah satu pernyataan ahli hukum yaitu E. Utrecht mengatakan
sebagaimana dikutip oleh C.S.T Kansil (1989: 38), memberikan batasan hukum sebagai
berikut: “hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan
larangan-larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan karena itu harus
ditaati oleh masyarakat itu”. Dalam pernyataan tersebut disebutkan bahwa adanya sebuah
peraturan yang harus ditaati, dengan demikian hukum bersifat memaksa.1
Hal yang dipelajari dalam hukum telah di implementasikan dalam teori hukum.
Teori hukum adalah teori bidang hukum yakni berfungsi memberikan argumentasi yang
meyakinkan bahwa hal-hal yang dijelaskan itu adalah ilmiah, atau hal-hal yang dijelaskan
itu memenuhi standar teoritis.2
Teori hukum boleh disebut sebagai kelanjutan dari usaha mempelajari hukum
positif, setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian itulah kita mengonstruksikan
kehadiran teori hukum secara jelas. Teori hukum memang berbicara tentang banyak hal,
yang dapat masuk ke dalam lapangan politik hukum, filsafat hukum, atau kombinasi dari
ketiga bidang tersebut. Karena itu, teori hukum dapat saja membicarakan sesuatu yang
bersifat universal, dan tidak menutup kemungkinan membicarakan mengenai hal-hal
yang sangat khas menurut tempat dan waktu tertentu.3
Sedangkan sifat khas dari filsafat ialah bahwa ilmu itu membahas masalah yang
sifatnya umum. Objek filsafat hukum merupakan hukum itu sendiri. Ia memasalahkan
hakikat pada hukum, alasan terdalam dari eksistensinya (tujuan, subjek, pembuat), sifat-
sifatnya. Bukan mengenai hukum yang satu dengan yang lain, misalnya mengenai hukum
romawi atau hukum belanda, bukan mengenai hukum pidana, tetapi mengenai hukum an
sich. Maka kesimpulan-kesimpulan filsafat hukum berlaku bagi umum bagi setiap
hukum.4
Filsafat Hukum dan Teori Hukum berbeda satu dengan yang lain. Dimana Filsafat
Hukum menekankan pembahasan sebagian besar dari sudut studi filsafat, dan oleh karena
itu menekankan penelitian dan penyelidikan dari sudut tradisi filsafat. Sementara itu
Teori Hukum cenderung kepada bentuk operasional berdasarkan legal academy, yang
cenderung mengonsentrasikan diri kepada rasionalisasi dan legitimasi dari legal doctrine
seperti perbuatan melawan hukum dan kontrak. Tentu dalam pembahasan filsafat hukum

1
Dr. Fence M. Wantu, SH., MH., Pengantar Ilmu Hukum, cet.1, 2015, hlm. 2
2

H. Juhaya S. Praja, Teori Hukum dan Aplikasinya, cet.2, Bandung, CV Pustaka Setia, 2014, hlm, 53.
3

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1986, hlm.224-225
4

Prof. Emeritus, Pengantar Filsafat Hukum, cet.1, Bandung, Mandar Maju, 2018, hlm. 5
nanti tidak dapat dihindarkan membicarakan Teori Hukum yang bersumber dari Filsafat
Hukum.5

2. Apa pentingnya konteks dalam teori hukum (Legal Theory)? Terangkan !


Semua Teori Hukum (Legal Theory) harus dilihat di dalam konteks mereka. Ada
3 (tiga) konteks dasar yang paling utama. Pertama, pentingnya konteks sejarah di dalam
mana teori itu dibuat. Kedua, adalah konteks budaya di mana teori tersebut merupakan
bagian. Akhirnya perlu dipertimbangkan konteks dalam masalah-masalah tertentu di
mana suatu teori ditawarkan sebagai jawaban.
Konteks Sejarah
Dalam usaha memahami suatu teori hukum kita harus mengetahui dalam konteks
apa teori hukum itu lahir. Pertama, konteks sejarah suatu teori hukum tidak lepas dari
masa di waktu mana ia lahir. Tiap masa melahirkan generasi yang memikirkan
masyarakat yang lebih baik dalam masanya. Teori hukum lahir sebagai reaksi terhadap
keadaan masyarakat.
Kedua, suatu sistem hukum merupakan karakteristik dari suatu masyarakat
dimana ia hidup, dengan demikian teori hukum tidak terlepas dari budaya suatu
masyarakat. Hak atas suatu penemuan lebih kuat hidup dalam suatu masyarakat yang
individualistis daripada masyarakat komunal. Hak dan kewajiban berbeda dari suatu
masyarakat ke masyarakat lainnya, begitu juga apa yang dimaksud dengan adil dan
kebebasan. Tiap-tiap masyarakat tidak sama penghayatannya terhadap agama.
Ketiga, teori hukum juga lahir dari konteks permasalahan-permasalahan khusus
dalam usaha mencari jawaban atas permasalahan tersebut. Umpamanya, klasifikasi teori
hukum ke dalam Hukum Alam dan kaum positivist dalam beberapa kasus
menggambarkan perbedaan yang asli tentang apa yang dimaksud dengan hukum itu.
Harus diingat bahwa teori hukum itu adalah cabang dari filsafat.
Teoretisi hukum bergerak di dalam iklim intelektual dari masanya, mereka
bereaksi terhadap ide-ide atau masalah-masalah yang ada pada saat itu. Teoritis-teoritis
yang belakangan mendapat keuntungan dari generasi yang sebelumnya dan melahirkan
teori baru. Misalnya, Teori Hukum Positivis lahir akibat ketidakpuasan terhadap Teori
Hukum Alam (Natural Law).
Konteks Budaya
Walaupun keberadaan suatu sistem hukum merupakan salah satu karakteristik
dari masyarakat manusia, dan karenanya Teori Hukum (Legal Theory) dalam kerangka
ini merupakan budaya silang, bagaimanapun arti dari hak, kebebasan dan keadilan akan
berbeda secara substansial dari satu budaya ke budaya lainnya. Faktor-faktor yang
5
Martin P. Golding and William A. Edmundson (Eds), Philosophy of Law and Legal Theory, Oxford :
Blackwell Publishing Ltd, 2005, h. 1.
membuat perbedaan ini berbeda pula, tetapi secara khusus memasukkan basis ekonomi
dari tiap masyarakat. Misalnya masyarakat kapitalis berlainan dengan masyarakat sosialis
mengenai apa yang dimaksud dengan hak-hak kepemilikan atau hak-hak atas harta
kekayaan. Status agama dalam tiap masyarakat juga membuat perbedaan tersebut.
Walaupun demikian sikap akan bisa berubah secara fundamental karena berjalannya
waktu.
Konteks dimana suatu permasalahan akan dijawab
Selain dari sudut konteks sejarah dan budaya dalam mana Teori Hukum (Legal
Theory) dibuat dan dibahas, jawaban lain diberikan oleh ahli hukum yaitu Teori Hukum
(Legal Theory) harus dinilai dalam konteks permasalahan yang mereka hadapi. Misalnya,
pembagian Teori Hukum (Legal Theory) dalam Hukum Alam dan Positivisme.
Perbedaan jawabannya akan secara mudah didapat dari kenyataan atau fakta di mana
pertanyaan itu diajukan, yaitu apa yang menjadikan suatu pertanyaan hukum? Dan apa
yang membuat hukum menjadi hukum yang baik?6

6
Rochelle Cooper Dreyfuss, Intellectual Property Law dalam Hendra Tanu Atmadja, Hak Cipta atau Lagu,
Jakarta, Fakultas Hukum Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003, hal. 19
3. Mengapa belajar Filsafat Hukum?
Jika membahas mengenai alasan mengapa kita belajar filsafat hukum. Maka,
dalam beberapa literatur filsafat hukum digambarkan sebagai suatu disiplin modern yang
memiliki tugas untuk menganalisis konsep-konsep preskriptif yang berkaitan dengan
jurisprudensi7. Kajian tentang filsafat merupakan studi yang sifatnya mendasar dan
komprehensif dalam ilmu hukum. Hal ini karena filsafat hukum merupakan landasan bagi
hukum positif yang berlaku di suatu negara dan dalam pengaturan hak asasi manusia.
Di Indonesia, Pancasila sebagai philosophische gronslag merupakan dasar dari
filsafat hukum dan praktik hukum. Perenungan dan perumusan nilai-nilai filsafat hukum
juga mencakup penyerasian nilai-nilai, misalnya antara penyerasian ketertiban dan
ketenteraman, antara kebendaan dan kerohanian, dan antara kelanggengan dan
konservatisme (Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, 1979: 11)
Serta objek filsafat hukum adalah hukum itu sendiri. Objek tersebut dikaji secara
mendalam dan radikal.8 Secara sederhana, filsafat hukum dapat dikatakan sebagai cabang
filsafat yang mengatur tingkah laku atau etika yang mempelajari hakikat hukum. Dengan
kata lain, filsafat hukum adalah ilmu yang mempelajari hukum secara filosofis.9
Menurut Aristoteles, kedudukan filsafat hukum dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Logika. Ilmu ini dianggap sebagai ilmu pendahuluan bagi filsafat.

2. Filsafat teoritis. Dalam cabang ini mencakup tiga macam ilmu, yaitu:
 Fisika yang mempersoalkan dunia materi dari alam nyata ini.
 Matematika yang mempersoalkan benda-benda alam dalam kuantitasnya.
 Metafisika yang mempersoalkan tentang hakikat segala sesuatu ilmu
metafisika.

3. Filsafat praktis. Dalam cabang ini tercakup tiga macam ilmu, yakni:
 Etika yang mengatur kesusilaan dan kebahagiaan dalam hidup
perseorangan.
 Ekonomi yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran dalam keluarga.
 Politik yang mengatur kesusilaan dan kemakmuran dalam negara

4. Filsafat Poetika. Filsafat poetika biasa disebut dengan filsafat estetika. Filsafat ini
meliputi kesenian dan sebagainya.10
7
Astim Riyanto, Filsafat Hukum, Bandung, Yapemdo, 2003, hlm. 19.

8
Wawan Muhwan Hariri, Pengantar Ilmu Hukum, cet.1, Bandung: Pustaka Setia, 2012, hlm. 172.

9
Purnadi Purbacaraka dan Soekanto, Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum, Bandung, Alumni, 1986,
hlm. 2-4.

10
Astim Riyanto, Filsafat hukum, hlm. 445.
Kesimpulan berdasarkan uraian filsafat Aristoteles tersebut adalah suatu cara
yang dianggap benar untuk mendapatkan solusi terhadap permasalahan hukum.

4. Apa yang dimaksud dengan hukum alam?


Yang dimaksudkan dengan hukum alam menurut ajaran ialah hukum yang
berlaku universal dan abadi. Menilik sumbernya, hukum alam ini ada yang bersumber
dari Tuhan (irasional) dan yang bersumber dari akal (rasio) manusia. Para pendukung
aliran Hukum Alam yang irasional antara lain adalah Thomas Aquinas, Jhon Salisbury,
Dante, Piere Dubois, Marsilius Padua, dan Jhon Wycliffe . Tokoh-tokoh aliran Hukum
Alam yang rasional antara lain adalah Hugo de Groot (Grotius), Cristian Thomasius,
Immanuel Kant, dan Samuel von Pufendorf.11
Dalam sumber irasional, dapat dikatakan sumber ini berpandangan teologis bahwa
seluruh alam semesta diatur oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai ciptaannya. Maka aturan
yang diciptakan oleh manusia harus berdasarkan pada hukum Tuhan yang Abadi.
Sedangkan sumber rasio dalam pandangan sekulernya, diyakini bahwa manusia memiliki
akal budi yang menjadi sumber tatanan moral dalam diri dan masyarakat manusia.
Terdapat prinsip-prinsip universal yang berlaku, dan saat menggapainya harus
disingkirkan segala hukum positif yang tidak bersumber kepada hukum alam.12
Friedmann mencoba mengonstruksi hukum alam ini dengan memandang dari
sudut pandang fungsi yang dimilikinya. Menurutnya, hukum alam memiliki sifat jamak,
yakni:
(1) Sebagai instrumen utama dalam transformasi dari hukum sipil kuno pada zaman
Romawi ke suatu sistem yang luas dan kosmopolitan;
(2) Sebagai senjata oleh kedua belah pihak dalam pertikaian antara gereja pada Abad
Pertengahan dan para Kaisar Jerman;
(3) Sebagai latar belakang pemikiran untuk mendukung berlakunya hukum
internasional, dan menuntut kebebasan individu terhadap absolutisme; dan
(4) Sebagai dasar bagi para hakim Amerika (yang berhak untuk menafsirkan
konstitusi) dalam menentang usaha-usaha perundang-undangan negara untuk
memodifikasi dan mengurangi kebebasan mutlak individu dalam bidang ekonomi
dengan menerapkan prinsip-prinsip hukum alam.13

11
Prof. Emeritus, Pengantar Filsafat Hukum, cet.1, Bandung, Mandar Maju, 2018, hlm. 53

12
Dr. I Ketut Wirawan, Buku Ajar Fakultas Hukum Universita Udayana, Pengantar Filsafat Hukum, hlm. 30

13
DAFTAR PUSTAKA

Dreyfuss, Rochelle Cooper. Intellectual Property Law dalam Hendra Tanu Atmadja. Hak Cipta atau Lagu. Jakarta.
Fakultas Hukum Pascasarjana Universitas Indonesia. 2003.

Golding, Martin P. and William A. Edmundson (Eds). Philosophy of Law and Legal Theory. Oxford : Blackwell
Publishing Ltd. 2005.

Hariri, Wawan Muhwan. Pengantar Ilmu Hukum. cet.1. Bandung. Pustaka Setia. 2012.

Purbacaraka, Purnadi dan Soekanto. Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum. Bandung. Alumni. 1986.

Praja, H. Juhaya S. Teori Hukum dan Aplikasinya. cet.2. Bandung. CV Pustaka Setia. 2014.

Prof. Emeritus. Pengantar Filsafat Hukum. cet.1. Bandung. Mandar Maju. 2018.

Raharjo, Satjipto. Ilmu Hukum. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti. 1986.

Riyanto, Astim. Filsafat Hukum. Bandung. Yapemdo. 2003.

Riyanto, Astim. Filsafat hukum.

Wantu, Fence M. Pengantar Ilmu Hukum. cet.1. 2015.

Wirawan, I Ketut. Buku Ajar Fakultas Hukum Universita Udayana. Pengantar Filsafat Hukum.

Anda mungkin juga menyukai