Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH KEDOKTERAN OLAHRAGA

DOPING DAN SUPLEMEN

Oleh:
Bagus Indra Kusuma
NIM 122010101068

UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2015
DOPING
1. Doping
Kata Doping sendiri berasal dari kata dope, bahasa suku Kaffern di Afrika Selatan
yang artinya minuman keras berkonsentrasi tinggi dari campuran akar tumbuhan yang biasa
dipakai suku setempat untuk perangsang (stimulan) pada acara trance adat. Sedangkan
Doping dalam Bahasa Inggris berarti zat campuran opium dan narkotika untuk perangsang.
Kata doping pertama kali dipakai di Inggris pada tahun 1869 untuk balapan kuda di Inggris,
di mana kuda didoping agar menjadi juara (Muchtan, 2011).
Menurut UU No.3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, Bab I
Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 22, Doping adalah penggunaan zat dan/atau metode terlarang
untuk meningkatkan prestasi olahraga.
Menrut Pertodiharjo, Jenis-jenis doping beraneka macam, namun beberapa
diantaranya merupakan obat yang dilarang pemakaiannya oleh pemerintah baik di dalam
olahraga maupun di luar olahraga. Salah satu contohnya adalah sabu-sabu, barang tersebut
biasa digunakan ilmu medis dan berguna dalam meningkatkan kerja adrenalin, sehingga atlet
yang memakainya tidak merasa cepat lelah, badan terasa segar dan enerjik saat bertanding.
Sesuai dengan Undang Undang No.3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan
Nasional dalam Bab XVIII pasal 85 ayat (1) diuraikan : Doping dilarang dalam semua
kegiatan olahraga. Ayat (2) : Setiap induk organisasi cabang olah-raga dan/atau
lembaga/organisasi olahraga nasional wajib membuat peraturan doping dan disertai sanksi.
Ayat (3) : Pengawasan doping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Pemerintah.
Di Indonesia, wadah yang melakukan pengawasan doping adalah LADI (Lembaga
Anti Doping Indonesia). Sedangkan pada tingkat dunia, pengawasan dilakukan oleh WADA
(World Anti Doping Agency).

2. Jenis-Jenis Doping
Menurut The anti-doping code in sport (2004), obat-obatan yang masuk dalam
golongan doping dimasukan dalam delapan golongan. Ke delapan golongan tersebut adalah
sebagai berikut :
a). Stimulants
Stimulan adalah obat yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas fisik dan
kewaspadaan dengan meningkatkan gerak jantung dan pernapasan serta meningkatkan fungsi
otak. Dengan berkerja pada sistem saraf pusat, stimulan bisa merangsang tubuh baik secara
mental dan fisik. Contohnya adalah adrafinil, kokain, modafinil, pemoline, selegiline.
Dilarang karena dapat merangsang pikiran atau tubuh, sehingga meningkatkan kinerja dan
memberi atlet keuntungan yang tidak adil.
Atlet menggunakannya untuk meningkatkan kemampuan mereka dalam latihan pada
tingkat yang optimal, menekan kelelahan tempur dan nafsu makan.
b). Narcotic Analgesics
Analgesik narkotik biasanya mengambil bentuk obat penghilang rasa sakit yang bekerja
pada otak dan sumsum tulang belakang untuk mengobati rasa sakit yang terkait dengan
stimulus yang menyakitkan. Contohnya : buprenorfin, dextromoramide, heroin, morfin,
petidin. Analgesik narkotik dilarang karena dapat digunakan untuk mengurangi atau
menghilangkan nyeri dirasakan dari cedera atau sakit sehingga untuk membantu atlet dalam
latihan yang lebih keras dan untuk jangka waktu yang lama. Bahaya dalam hal ini adalah
bahwa obat itu hanya menyembunyikan rasa sakit tidak mengobati sakitnya itu sendiri.
Akibatnya, atlet mungkin memiliki rasa aman yang palsu, dan dengan terus melatih dan
bersaing, resiko kesehatan menjadi meningkat. Oleh karena itu obat ini dilarang digunakan
dalam kompetisi.
c). Cannabinoids
Cannabinoids adalah bahan kimia psikoaktif berasal dari tanaman ganja yang
menyebabkan perasaan relaksasi. Contohnya adalah hashis, minyak hashis, marijuana.
Marijuana umumnya tidak dianggap meningkatkan kinerja, tapi dilarang karena
penggunaannya merusak citra olahraga. Ada juga faktor keamanan terlibat karena
penggunaan ganja dapat melemahkan kemampuan atlet, sehingga mengorbankan keselamatan
atlet dan pesaing lainnya.
Atlet menggunakannya untuk meningkatkan waktu pemulihan mereka setelah latihan,
meningkatkan denyut jantung mereka, mengurangi kelemahan mereka. Obat ini Dilarang
dalam kompetisi.
d). Anabolic Agents
Anabolik steroid androgenik (AAS) adalah versi sintetis dari hormon testosteron.
Testosteron adalah hormon kelamin laki-laki ditemukan dalam jumlah besar pada
kebanyakan laki-laki dan di beberapa perempuan. Anabolik steroid androgenik masuk ke
dalam salah satu dari dua kategori: 1). Steroid eksogen adalah substansi yang tidak mampu
diproduksi oleh tubuh secara alami, dan 2). Steroid endogen adalah mereka zat yang mampu
diproduksi oleh tubuh secara alami. Contoh steroid eksogen adalah drostanolone, metenolone
dan oksandrolon, sedangkan contoh steroid endogen adalha androstenediol (andro),
dehydroepiandrosterone (DHEA) dan testosterone. Agen anabolik hanya boleh diresepkan
untuk penggunaan medis saja. Dilarang karena penggunaan agen anabolik dapat
meningkatkan kinerja seorang atlet, memberikan mereka keuntungan yang tidak adil.
Kemungkinan lain adalah efek samping yang serius medis bagi pengguna.
Atlet menggunakannya untuk meningkatkan ukuran dan kekuatan otot, mengurangi
jumlah waktu yang diperlukan untuk pulih setelah latihan,dan untuk melatih lebih keras dan
untuk jangka waktu yang lama. Obat ini dilarang di dalam dan di luar kompetisi.
e). Peptides Hormones
Hormon peptida adalah zat yang diproduksi oleh kelenjar dalam tubuh ,dan setelah
beredar melalui darah, dapat mempengaruhi organ-organ dan jaringan lain untuk mengubah
fungsi tubuh. Contohnya adalah eritropoietin, hormon pertumbuhan manusia, insulin,
corticotrophins. Hormon Peptida yang merupakan pelayan pembawa pesan antara organ
berbeda, dilarang karena merangsang berbagai fungsi tubuh seperti pertumbuhan, perilaku
dan sensitifitas terhadap rasa sakit.
Atlet menggunakannya untuk merangsang produksi hormone alami, meningkatkan
pertumbuhan otot dan kekuatan, dan meningkatkan produksi sel darah merah yang bisa
meningkatkan kemampuan darah untuk membawa oksigen. Obat ini filarang di dalam dan di
luar kompetisi.
f). Beta-2 Agonists
Beta-2 agonis adalah obat yang biasa digunakan untuk mengobati asma dengan relaksasi
otot-otot yang mengelilingi jalan napas dan membuka saluran udara. Contohnya : bambuterol
hidroklorida, hidroklorida reproterol, hidroklorida tulobuterol. Dilarang karena mereka dapat
memberikan keuntungan yang sama dengan Stimulan (no 1) atau, jika diberikan ke dalam
aliran darah, memiliki efek anabolic (lihat no 4).
Atlet menggunakannya untuk meningkatkan ukuran otot mereka dan mengurangi lemak
tubuh. Bila dimasukan melalui mulut atau pun dengan suntikan, Beta-2dapat memiliki efek
stimulasi yang kuat. Obat ini dilarang di dalam dan di luar kompetisi.
g). Masking Agents
Agen masking adalah produk yang berpotensi dapat menyembunyikan keberadaan zat
terlarang dalam urin atau sampel lainnya. Contohnya : epitestosterone, dekstran, diuretik,
probenesid. Dilarang karena Masking Agen dapat menyembunyikan keberadaan zat terlarang
dalam urin seorang atlet atau sampel lainnya, yang memungkinkan mereka untuk menutupi
penggunaan dan memperoleh keunggulan kompetitif yang tidak adil.
Atlet memang menggunakannya untuk menyembunyikan penggunaan zat terlarang
dalam proses pengujian. Obat ini dilarang di dalam dan di luar kompetisi
h.) Glucocorticosteroids
Dalam pengobatan konvensional, glukokortikosteroid digunakan terutama sebagai obat
anti-inflamasi dan untuk meringankan rasa sakit. Mereka umumnya digunakan untuk
mengobati asma, demam, peradangan jaringan dan rheumatoid arthritis. Contohnya :
deksametason, flutikason, prednison, triamsinolon, asetonid dan rofleponide. Dilarang karena
ketika diberikan secara sistemik (ke dalam darah) glukokortikosteroid dapat menghasilkan
perasaan euforia, berpotensi memberikan keuntungan yang tidak adil bagi atlet. Atlet
menggunakannya biasanya untuk menutupi rasa sakit yang dirasakan dari cedera dan
penyakit. Obat ini dilarang di dalam kompetisi saja.

3. Prosedur pemriksaan doping pada atlet


Menurut Ladi (2007), prosedur pemerikasaan atau pengumpulan sampel atlet diantaranya
sebagai berikut:
1. Tahap 1, pemberitahuan kepada olahragawan
a. Petugas pengawas doping (Dopping Control Officer) atau petugas pengantar
(chaperone) memberitahukan kepada olahragawan yang akan di ambil sampel
urinnya. Pembertahuan disampaikan secara langsung kepada yang bersangkutan,
dan petugas yang memberitahu memperlihatkan identifikasi dan organisasi
pelaksana pemeriksaan doping.
b. Petugas pemberitahu tersebut memberitahukan hak & kewajiban olahragawan,
termasuk hak olahragawan untuk punya pendamping selama proses pemeriksaan.
Kemudian olahragawan diminta untuk menandatangani formulir pemberitahuan
yang menyatakan bahwa yang bersangkutan telah mendapat pemberitahuan dan
bersedia menjalani emeriksaan, dan olahragawan akan menerima salinan formulir
tersebut.
2. Tahap 2, melapor ke ruang pengawasan doping
a. Olahragawan yang telah mendapat pemberitahuan segera melaporkan diri ke
ruang pengawasan doping, dan dalam waktu yang ditentukan petugas pengantar.
Petugas pengawasan doping memberikan izin bagi olahragawan untuk menunda
pengambilan sampel sambil melapor ke ruang pengawasan doping jika ada
kegiatan olahragawan, sepert jumpa pers atau menyelesaikan latihan.
Olahragawan tersebut tetap mendaoat pengawasan petugas sampai proses
pengambilan sampel selesai.
b. Olahragawan wajib menunjukkan tanda pengenal (kartu identitas yang ada pas
foto) dan diberi kesempatan untuk minum.
3. Tahap 3, pemilihan wadah penampung sampel urine
Olahragawan memilih sendiri salah satu wadah sampel urin yang disediakan
petugas dan memastikan bahwa wadah tersebut bersih, kosong, bersegel, dan tidak
rusak atau tercemar. Olahragawan membaawa sendiri wadah tersebut dan
menjaganya.
4. Tahap 4, pengambilan sampel
a. Hanya olahragawan terpilih dan petugas pengumpul sampel dengan jenis kelamin
sama yang diperbolehkan masuk ke kamar mandi selama pengambilan sampel.
Tujuannya adalah menjamin petugas pengumpul sampel mengamati
pengumpulan sampel dengan benar.
b. Olahragawan diminta untuk menaggalkan pakaian mulai dari lutut sampai dada
dan jari tangan sampai siku. Hal ini dimaksudkan agar petugas pengumpul sampel
dapat mengamati langsung urin yang dikumpulkan keluar dari tubuh olahragawan
tersebut, serta mencegah kemungkinan terjadi menipulasi sampel urin.
c. Olahragawan tetap mengawasi dan menjaga sampel urin serta membawanya
sendiri selama proses pemeriksaan. Tidak diperkenankan adanya tenaga
pendamping yang membawa sampel urin, kecuali pada olahragawan penyandang
cacat
5. Tahap 5, Volume Urine
a. Petugas Pengawas Doping menggunakan spesfikasi laboratorium yang relevan
untuk verifikasi, disaksikan oleh olahragawan, bahwa sampel urin yang
dikumpulkan olahragawan sesuai dengan volume yang dibutuhkan laboratorium
untuk analisis. Volume urin ang dibutuhkan antara 75-100 ml. bila jumlah urin
tidak mencukupi jumlah minimal yang dibutuhkan, olahragawan tersebut diminta
melakukan proses pengumpulan sampel tambahan (partial sample process).
6. Tahap 6, Pemilihan botol sampel
Bila olahragawan telah mendapatkan volume urin yang dibuthkan, olahragawan
tersebut diminta untuk mrmilih botol sampel A dan B yang terdapat dalam satu
perangkat bersegel. Olahragawan diminta untuk memeriksa dengan teliti bahwa botol
sampel masih bersegel, sesuai, tidak tercemar, berlabel benar, dan tidak rusak.
7. Tahap 7, pembagian volume sampel
a. Olahragawan diminta untuk membagi sendiri sampel urin yang elah dikumpulkan
dan memasukkannya dalam botol sampel. Bagi olahragawan penyandang cacat
dapat dibantu oleh pendamping olahragawan.
b. Olahragawan menuangkan ke dalam botol sampel B sebanyak urin yang
dibutuhkan (sepertiga dari jumlah total urin). Sisanya (dua per tiga pada dari
jumlah total urin) dimasukkan dalam botol sampel A. olahragawan diminta
menyisakan sedikit jumlah urin dalam wadah penampung untuk pemeriksaan
berat jenis dan/atau pH sampel urin yang dilakukan oeh Petugas Pengawas
Doping. Hal tersebut guna memastikan bahwa sampel dalam keadaan baik untuk
diperiksa sesuai dengan ketentuan laboratorium.
8. Tahap 8, penyegelan botol sampel
Olahragawan diminta untuk menyegel sendiri botol A dan B. Pendamping
olahragawan dan Petugas Pengawas Doping memeriksa bahwa botol telah bersegel
dengan benar dan baik.
9. Tahap 9, pemerikasaan berat jenis atau PH
Petugas Pengawas Doping memeriksa berat jenis dan/atau pH sampel urin
menggunakan sisa urin dalam wadah penampung urin. Hasil pemeriksaan dicatat pada
formulir pengawasa doping (doping control form). Bila beat jenis atau pH sampel
tidak memenuhi persyaratan, maka olahragawa diminta untuk mengulangi
pengumpulan sampel urin sampai sesuai dengan persyaratan.
10. Tahap 10, pengisian formulir pengawasan doping
a. Olahragawan diminta memeberikan informasi tentang seluruh obat-obatan atau
suplemen yang dikonsumsi selama 3-7 hari sebelum pemeriksaan. Informasi
tersebut dicatat pada formulir pengawasan doping. Olahragawan mempunyai hak
untuk memerikan komentar dan tanggapan terhadap pelaksanaan pengawasan
doping. Olahragawan memeriksa kembali seluruh kebenaran informasi yang
dicatat pada formulir pengawas doping, termasuk nomor kode sampel.
b. Petugas yang menyaksikan proses pengumpulan sampel, pendamping
olahragawan, petugas pengawas doping, dan olahragawan menandatangani
formulir pengawasan doping pada akhir proses pengumpulan sampel.
c. Olahragawan diberikan salinan formulir pengawasan doping.

4. Dampak penggunaan Doping


Berikut ini merupakan dampak buruk  atau bahaya doping bagi orang yang
mengkonsumsinya (Utomo, 2014):
1.  Konsumsi obat doping pada atlet dapat meningkatkan prestasi yang melampai batas
kemampuan normal. Keadaan ini tidak wajar dan berbahaya, karena rasa letih merupakan
peringatan dari tubuh bahwa seseorang tersebut telah sampai batas kemampuannya. Jika
dipaksakan bisa menimbulkan “exhaustion” yang membahayakan kesehatan. Overdose
dapat berbahaya, dapat menimbulkan kekacauan pikiran, delirium, halusinasi, perilaku
ganas, dan juga aritmia jantung yang dapat menimbulkan masalah serius. Untuk
mengatasi gejala ini digunakan sedative misalnya diazepam.
2.  Doping dengan suntikan darah akan menimbulkan reaksi alergi, meningkatnya sirkulasi
darah di atas normal, dan mungkin gangguan ginjal. Golongan obat peptide hormonis
dan analognya dapat berakibat si atlet menderita sakit kepala, perasaan selalu letih,
depresi, pembesaran buah dada pada atlet pria, dan mudah tersinggung.
3. Dampak buruk dari suntikan eritropoetin adalah darah menjadi lebih pekat sehingga mudah
menggumpal dan memungkinkan terjadinya stroke (pecahnya pembuluh darah di otak).
4.  Pemakaian deuretika yang terlalu berlebihan dapat menyebabkan pengeluaran garam
mineral yang berlebihan. Sehingga mengakibatkan timbulnya kejang otot, mual, sakit
kepala, dan pingsan. Pemakaian yang terlalu sering mungkin akan menyebabkan
gangguan ginjal dan jantung.
5. Pemakaian obat analgesic pada atlit perempuan berfungsi menghilangkan rasa sakit ketika
haid. Namuan dampak buruknya  jika salah memilih obat bisa menyebabkan sulit
bernapas, mual, konsentrasi yang hilang, dan mungkin menimbulkan adiksi atau
ketagihan.
6.  Salah satu jenis obat doping yang paling sering digunakan para atlet adalah obat-obatan
anabolik, seperti hormon androgenik steorid. Jenis hormon ini punya efek berbahaya,
baik bagi atlet pria maupun atlet perempuan karena mengganggu keseimbangan hormon
tubuh dan dapat juga meningkatkan risiko terkena penyakit hati dan jantung. Jika atlit
wanita mengkonsumsi obat ini, dapat menyebabkan tumbuhnya sifat pria, seperti
berkumis, suara berat, dan serak. Selanjutnya, menimbulkan gangguan menstruasi,
perubahan pola distribusi pertumbuhan rambut, mengecilkan ukuran buah dada, dan
meningkatkan agresivitas. Bagi atlet remaja, penggunaan obat ini dapat menyebabkan
timbulnya jerawat. Dan yang paling mengkhawatirkan adalah pertumbuhannya akan
berhenti.
7. Beta-blockers membendung penyampaikan rangsangan ke jantung, paru-paru dan aliran
darah, memperlambat rata-rata detak jantung. Itu dilarang dalam olahraga seperti
panahan dan menyelam karena menghindarkan getaran. Efek merugikan yang terjadi
antar alain mimpi buruk, susah tidur, kelelahan, depresi, gula darah rendah dan gagal
jantung.
8. HGH  atau Human Growth Hormone (hormon pertumbuhan manusia), somatotrophin.
menyamai hormon pertumbuhan dalam darah yang dikendalikan oleh mekanisme
kompleks yang merangsang pertumbuhan, membantu sintesa protein dan menghancurkan
lemak. HGH disalahgunakan oleh saingan untuk merangsang otot dan pertumbuhan
jaringan. Efek yang merugikan termasuk kelebihan kadar glukosa, akumulasi cairan,
sakit jantung, masalah sendi dan jaringan pengikat, kadar lemak tinggi, lemahnya otot,
aktivitas thyroid yang rendah dan cacat.
Suplemen Olahraga

Suplemen makanan adalah produk yang digunakan untuk melengkapi makanan,


mengandung bahan satu atau lebih sebagi berikut, yaitu: Vitamin, mineral, tumbuhan atau
bahan dari tumbuhan, asam amino, bahan yang digunakan untuk meningkatkan angka
kecukupan gizi , atau konsentrat. Suplemen dapat berupa tablet, tablet hisap, tablet kunyah,
kapsul (BPOM, 2013)
Selain dari suplemen makanan yang kita kenal seperti suplemen gizi dan non gizi
yang bisa berbentuk kapsul, kapsul lunak, tablet, bubuk, atau cairan yang fungsinya sebagai
pelengkap untuk menjaga vitalitas tubuh, ada juga yang disebut suplemen olahraga.
Suplemen ini berfungsi untuk menunjang kegiatan olahraga dengan efek yang berbeda-beda
pada setiap jenis suplemen. Beberapa efek yang ditimbulkan adalah untuk menambah energi,
membentuk tubuh atau mengencangkan otot.

Suplemen bukanlah obat. Obat adalah zat kimia yang digunakan untuk
menyembuhkan suatu penyakit dan meringankan rasa sakit diderita. Obat merupakan zat
yang cukup keras bekerja bagi tubuh dan seringkali mempunyai efek samping bermacam-
macam. Oleh karena itu, pemakaian obat harus dengan resep dokter. Sedangkan suplemen
sebagian besar bekerja sebagai tambahan gizi selain makanan yang dikonsumsi sehari-hari.
Suplemen juga merupakan zat yang membantu mengoptimalkan hormon dan fungsi tubuh
(Taufiq, 2013).
Suplemen tidak bekerja seperti obat. Suplemen bertujuan untuk membantu tubuh
bekerja secara maksimal. Bahan di dalam suplemen tidak ada yang mengandung adiktif atau
zat yang dapat membuat seseorang ketagihan. Alat bantu ergogenik dapat dipakai dalam
berbagai cara, apakah memperlancar produksi energi melalui tiga sistem energi manusia atau
mengoptimalisasi aplikasinya untuk olahraga. Berkenaan dengan hal tersebut alat bantu
ergogenik dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu alat bantu mekanik atau
biomekanik, alat bantu farmakologi, alat bantu fisiologi dan alat bantu gizi (Riyadi dkk.
2007).
Suplemen olahraga dapat berfungsi sebagai alat bantu farmakologi, alat bantu
fisiologi dan alat bantu gizi. Alat bantu gisiologis secara teoritis dimaksudkan mempengaruhi
secara langsung proses-proses fisiologi tertentu yang penting bagi olahraga. Salah satu alat
bantu fisiologi yang paling berhasil adalah doping darah, yaitu menambah darah atau dalam
istilah teknis dikenal dengan induksi arythrocythemia. Beberapa prosedur dapat digunakan,
tetapi yang paling aman adalah teknik autologus transfusion. Suplemen besi, yang sering
dipertimbangkan sebagai alat bantu ergogenik gizi, diklasifikasikan sebagai alat bantu
fisiologi (Riyadi dkk. 2007).
Alat bantu ergogenik psikologi dapat dikelompokkan dalam dua kategori umum.
Pertama sebagai pembangkit energi psikologi yang dimaksudkan memaksimalkan produksi
energi, yang kerjanya kemungkinan mirip dengan obat-obat jenis stimultan. Kedua sebagai
penenang psikologi yang secara teoritis dinyatakan memberikan pengaruh menenangkan
sehingga membantu mengurangi taraf kecemasan dalam olahraga (Riyadi dkk. 2007).
Secara teoritis terdapat alat batnu ergogenik gizi pada setiap kelas zat gizi dari enam
kelas utama zat gizi. Para atlet pada umumnya sudah biasa menggunakan suplemen dari
hampir semua zat gizi dalam usahanya memperbaiki penampilan fisik. Sebagai contoh,
senyawa karbohidrat tertentu sudah diketahui membantu penyerapan dan utilisasi karbohidrat
selama latihan (Riyadi dkk. 2007).
Berikut beberapa contoh jenis suplemen olahraga yang terdapat secara bebas di
pasaran:
1. Minuman Isotonik
Manfaat : mengganti cairan, energi dan elektrolit tubuh yang hilang. Komposisi
minuman ini dirancang sedemikian rupa sehingga memiliki tekanan osmotik yang sama
dengan tekanan darah manusia. Dengan demikian, begitu minuman diteguk dalam sekejap
dapat terserap oleh tubuh. Karena yang sifatnya mengosongkan perut dan memiliki daya
serap tinggi didalam usus. Umumnya komposisi terbesar minuman isotonik tetaplah air
(hingga 98%). Dua persen lainnya barulah terdiri dari ion NaCl (Natrium klorida), KP
(kalium fosfat), Mg (magnesium sitrat), dan Ca (kalsium laktat), yang berfungsi mengganti
elektrolit tubuh yang hilang.
Dampak : Minuman isotonik biasanya mengandung asam nitrat. Karena itu
mengonsumsinya tidak boleh sembarangan. Seluruh asam memiliki sifat erosif dan dapat
berpengaruh pada gigi serta lambung. Karena itu, sebaiknya konsumsi secepat mungkin, dan
menggunakan sedotan, serta tidak ditahan atau dipakai berkumur. Selain itu, sebelum
dikonsumsi sebaiknya didinginkan dulu di lemari es. Selain rasanya lebih segar, minuman
yang didinginkan dapat mengurangi kemungkinan erosi pada tubuh. Selain itu, dalam
keadaan dingin, zat-zat yang terkandung di dalamnya lebih cepat diserap saluran pencernaan.
Untuk wanita hamil dan mereka yang usia lanjut, tidak masalah kalau ingin
mengonsumsi minuman kesehatan ini, sejauh tidak berlebihan. Kelebihan kalium akan
berpengaruh pada metabolisme tubuh dan menimbulkan efek jantung berdebar kencang.
2. Minuman Berenergi
Manfaat:Tubuh mendapat sumber energi dari karbohidrat, protein, dan lemak. Dalam
minuman energi, yang menjadi sumber energi adalah kabohidrat, karena lemak dan protein
biasanya tidak enak rasanya bila diminum. Minuman energi juga ada yang ditambahkan
vitamin dan mineral. Adanya kedua zat ini membuat pembentukan energi dalam tubuh bisa
optimal.
Dampak: Hal penting yang perlu diperhatikan adalah jika terjadi perubahan drastis
dalam tubuh. Misalnya setelah minum minuman energi, tubuh jadi jauh lebih bersemangat
atau tidak capek, meski telah melakukan banyak aktivitas. Hal ini bisa merupakan efek
dopping. Jika benar begitu, bisa berbahaya. Tanpa sadar tubuh terus dipaksa bekerja keras.
Akibatnya, fungsi organ-organ penting( seperti ginjal, hati, jantung) bisa terganggu.

3. Suplemen Creatine
Manfaat: Untik menambah tenaga ke sel-sel otot, sehingga membentuk otot agar
terlihat berat. Biasanya, jenis suplemen ini diminati kaum pria yang ingin memiliki tubuh
kekar.
Dampak: Jika dikonsumsi sesuai anjuran dan takaran yang tepat, tidak akan
menimbulkan masalah. Pada pemakaian normal, zat ini tidak menimbulkan efek samping.
Namun bila melebihi dosis dan tidak diimbangi latihan yang benar, dapat membahayakan
ginjal karena banyak menyerap cairan tubuh. Padahal creatine alami bisa didapat dari
makanan sehari-hari, terutama daging merah, dan ikan, walau dalam jumlah sedikit.

4. Suplemen Hormon (berbentuk susu protein)


Manfaat: Menambah tenaga dan membentuk otot tubuh. Selain berbentuk susu,
suplemen ini ada pula yang berbentuk kapsul dan tablet, kebanyakan untuk jenis suplemen
yang bersifat memengaruhi hormon.
Dampak: Sebaiknya, penggunaan suplemen ini sesuai petunjuk dokter. Pasalnya, jika
tidak disertai pengetahuan yang benar tentang pemakaiannya, bisa membahayakan kesehatan.
Sebab suplemen ini bekerja memengaruhi hormon. Kasus yang pernah terjadi, yaitu
berpengaruh pada kerja jantung. Bahan-bahan dalam suplemen tersebut memacu kerja
jantung menjadi lebih cepat, bisa juga menimbulkan stroke.
Daftar Pustaka :
Cabang Olahraga Atletik di Daerah Istimewa Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta
Badan Pengawasan Obat dan Makanan.(BPOM). 2013

LADI. (2007). “Pedoman Anti Doping Dalam Olahraga. LADI: Jakarta. Hal 59-60.

Muchtan, Sujatno. (2011). Pengaruh Doping Terhadap Atlet PON XIV & SEA Games XIX di
Jakarta. Vol 1, No 1. Hal 32-38

Peraturan Presiden Republik Indonesia. (2007). Peraturan Presiden Republik Indonesia No.
101, Tahun 2007, tentang Pengesahan International Convention Against Doping In
Sport (Konvensi Internasional Menentang Doping Dalam Olahraga).

Riyadi, Hadi. Dkk. 2011. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Jurnal Gizi dan
Pangan, 2011, 6 (1): 66-73

Pertodiharjo, S. Kenali Narkoba dan Musuhi Penyelahgunaannya. Jakarta: Erlangga. Hal. 48

The anti-doping code in sport. 2004. Australian Institute of Sport, Canberra

Taufiq Hidayah. 2013. Studi Kasus Konsumsi Suplemen pada Member Fitness Center di
Kota Yogyakarta. Jurnal Media Ilmu Keolahragaan Indonesia Volume 3. Edisi 1. Juli
2013. ISSN: 2088-6802

Utomo, D.A. 2015. Upaya Pencegahan Penggunaan Doping pada Atlet

Anda mungkin juga menyukai