Anda di halaman 1dari 13

2.

1 FARMAKOKINETIKA
Farmakokinetik adalah ilmu yang mempelajari absorpsi, distribusi, metabolisme, dan
ekskresi (ADME) obat dari dalam tubuh. Atau ilmu yang mempelajari pengaruh
tubuh terhadap obat.

2.1 Absorpsi

Absorpsi adalah proses masuknya obat dari tempat obat ke dalam sirkulasi sistemik
(pembuluh darah). Pada level seluler, obat diabsorbsi melalui beberapa metode, terutama
transport pasif dan transport aktif.

Faktor-faktor yang mempengaruhi absorsi obat adalah sebagai


berikut :

2.1.1. Metode absorbsi

2.1.1.1. Transport pasif.

Transport pasif tidak memerlukan energi, sebab hanya dengan proses difusi
obat dapat berpindah dari daerah dengan kadar konsentrasi tinggi ke daerah
dengan konsentrasi rendah. Transport pasif dapat terjadi selama molekul-
molekul kecil dapat berdifusi sepanjang membran dan berhenti bila
konsentrasi pada kedua sisi membran seimbang.

2.1.1.2. Transport Aktif.

Transport aktif membutuhkan energi untuk menggerakkan obat dari daerah


dengan konsentrasi obat rendah ke daerah dengan konsentrasi obat tinggi.

2.1.2. Kecepatan Absorpsi

a. Kelarutan
Untuk dapat diabsorpsi, obat harus dapat melarut atau dalam bentuk yang
terlarut. Sehingga kecepatan melarut dari suatu obat akan sangat
menentukan kecepatan absorpsi. Untuk itu sediaan obat pada sebaiknya
diminum dengan cairan yang cukup untuk membantu mempercepat
kelarutan obat.
b. pH
pH adalah derajat keasaman atau kebebasan jika zat berada dalam bentuk
larutan. Obat yang terlarut dapat berupa ion atau non ion. Bentuk non ion
relatif mudah larut dalam lemak sehingga lebih mudah menembus membran,
karena sebagian besar membran sel tersusun dari lemak. Obat yang bersifat
asam lemah akan mudah menembus membran sel pada suasana asam.
Karena dalam suasana asam, obat relatif tidak terionisasi atau bentuk ionnya
sedikit sehingga lebih mudah menembus membran sel. Contoh aspirin (suatu
obat yang bersifat asam) akan lebih mudah menembus lambung yang relatif
asam jika dibandingkan dengan pH usus halus.

c. Tempat Absorpsi

Obat dalam diabsorpsi pada berbagai tempat, misalmya di kulit, membran mukosa,
lambung, dan usus halus. Namun, untuk obat oral absorpsi banyak berlangung di usus halus
karena paling luas permukaannya. Obat yang melalui inhalasi diabsorpsi sangat cepat karena
epithelium paru-paru juga sangat luas.

Absorpsi obat yang menembus lapisan sel tunggal (tipis), seperti epithelium intestinal akan
lebih cepat jika dibandingkan kalau menembus membran kulit yang berlapis-lapis. Karena
kecepatan absorpsi berbanding lurus dengan luas membran dan berbanding terbalik dengan
tebal membran.

d. Sirkulasi Darah

Obat pada umumnya diberikan pada daerah yang kaya akan sirkulasi darah (vaskularisasi).
Misalnya pemberian melalui sublingual akan lebih cepat diabsorpsi jika dibandingkan
melalui sub kutan. Karena sirkulasi darah di sub kutan lebih sedikit dibandingkan di
sublingual. Obat yang diberikan pada pasien yang syok, absorpsinya akan melambat dan
tidak konstan maka pemberian obat melalui injeksi IV lebih dipilih untuk pasien yang syok
atau dalam situasi emergensi.

A. Distribusi
Distribusi adalah penyebaran obat dari pembuluh darah ke jaringan atau tempat
kerjanya. Kecepatan distribusi dipengaruhi oleh beberapa faktor:
a.Aliran Darah
Setelah obat sampai ke aliran darah, segera terdistribusi ke orga berdasarkan jumlah aliran
darahnya. Organ yang mendapat suplai darah lebih banyak atau cepat (jantung,ginjal, hati) akan
menerima obat dalam jumlah yang lebih banyak dan cepat jika dibandingkan organ yang lambat
dan sedikit suplai darahnya. Bahkan distribusi obat akan sulit ke dearah yang perfusi darahnya
sangat kurang seperti pada tulang, dan jaringan yang sedang konstraksi atau pada abses/kanker.
b. Permeabilitas Kapiler
Kecepatan distribusi dipengaruhi oleh permeabilitas membran kapiiler terhadap molekul
obat. Karena membran kapiler kebanyakan terdiri dari lemak.
c. Ikatan dengan Protein
Reservoir obat dalam tubuh ada dua yaitu obat yang terikat pada protein plasma dan yang
terikat pada jaringan. Sifat fisika-kimia obat akan menentukan jumlah dan kuatnya ikatan
dengan protein. Pada saat obat masuk sirkulasi sistemik, sebagian besar akan terikat oleh
protein plasma, terutama albumin.
Jumlah atau besarnya obat yang terikat oleh protein plasma umumnya dinyatakan dalam %.
Sebagai contoh , Propanolol dalam sirkulasi sistematik , 90% terikat dan yang bebas 10%.

B. Metabolisme
Metabolisme /biotransformasi obat adalah proses tubuh merubah komposisi obat sehingga
menjadi lebih larut air untuk dapat dibuang keluar tubuh yang dikatalisis oleh enzim mejadi
metabolisnya. Jumlah obat dalam tubuh dapat berkurang karena proses metabolisme dan
eskresi. Hati merupakan organ utama tempat metabolisme obat.
C. Ekskresi
Ginjal adalah organ utama yang berperan dalam ekskresi obat atau metabolitnya
melalui urin. Tempat ekskresi obat lainnya melalui feses, paru-paru, kulit, keringat,
air liur, dan air susu. Kecepatan metabolisme dan ekskresi suatu obat dapat dilihat
dari nilai waktu paruhnya (t1/2). T1/2 adalah waktu yang diperlukan sehingga kadar
obat dalam darah atau jumlah obat dalam tubuh tinggal separuhnya.
Proses ekskresi obat dalam ginjal meliputi :
a. Filtrasi Glomerulus
Glomerulus filtration rate(GFR) adalah 125ml/menit atau sekitar
20% dari renal plasma flow(RPF) yang besarnya 600ml/menit.
Kelarutan dan Ph tidak berpengaruh pada kecepatan filtrasi
gromelurus . Yang berpengaruh adalah ukuran partikel, bentuk
partikel, dan jumlah pori di gromelurus.
b. Reabsorpsi Tubulus
Setalah obat sampai tubulus kebanyakan akan mengalami reabsorsi
ke sirkulasi sistemik kembali, terutama untuk zat yang masih non
polar atau bentuk non ion. Untuk mengurangi reabsorpsi tubulus
dapat dilakukan dengan memanipulasi Ph urin untuk meningkatkan
derajat ionisasi.
c. Sekreksi Tubulus
Obat yang tidak mengalami filtrasi glomerulus dapat masuk ke
tubulus melalui sekresi di tubulus proksimal. Sekresi tubulus
merupakan proses transfor aktif, jadi memerlukan karier dan energi.

2.FARMAKODINAMIK

Farmakodinamik mempelajari efek obat dalam tubuh atau jaringan hidup atau mempelajari
pengaruh obat terhadap fisiologi hidup. Farmakodinamik juga sering disebut dengan aksi
atau efek obat. Efek Obat merupakan reaksi Fisiologis atau biokimia tubuh karena
obat, misalnya suhu turun, tekanan darah turun, dan kadar gula darah turun.
Kebanyakan obat bekerja melalui salah satu dari proses berikut, yaitu :

a. Berinteraksi dengan Reseptor


Reseptor dapat berupa protein, asam nukleat, enzim, karbohidrat atau lemak. Semangkin
banyak reseptor yang diduduki efek semangkin meningkat. Untuk meramalkan efek obat
dapat melalui penetapan kadar obat dalam plasma.
b. Berinteraksi dengan Enzim
Beberapa obat atau zat kimia dapat menimbulkan efek karena mengikat atau
memperbanyak enzim yang dikeluarkan oleh tubuh. Misalnya, obat kolinergik mengikat
enzim asetilkolin esterase, dan obat diabetes militus tertentu memperbanyak sekresi insulin.
c. Kerja non Spesifik
Banyak sekali obat yang dapat menimbulkan efek tanpa mengikat reseptor atau bahkan
tidak punya reseptor, ini disebut keja non spesifik. Cara kerja seperti ini bersifat umum,
misalnya Na-bikarbonat merubah Ph cairan tubuh, alkohol mendenaturasi protein, dan norit
mengikat toksin, zat racun atau bakteri. Interaksi obat disamakan dengan pasnya kunci
masuk kedalam gemboknya. Kemampuan obat untuk dapat cocok reseptornya tergantung
pada struktur molekulnya. Semakin cocok antara obat dengan resptor intensitas efeknya
akan meningkat.
Obat yang dapat berikatan dengan reseptor dan menghasilkan efek farmakologi disebut
agonis. Obat yang tidak sepenuhnya mengikat reseptor disebut agonis parsial karena efek
farmakologinya juga parsial. Reseptor dapat juga diduduki oleh suatu zat kimia tetapi tidak
menimbulkan efek disebut antagonis. Jika ikatan anatara antagonis dengan reseptor lebih
kuat dibandingkan dengan agonis maka jika diberikan bersamaan dapat menghalangi efek
agonis. Antagonis dapat bersifat kompetitif atau non kompetitif. Kompetitif artinya berikatan
dengan reseptor pada tempat yang sama persis dengan tempat agonis berikatan.

1) Efek Terapeutik
efek terapeutik adalah suatu hasil dari penanganan medis tertentu yang sesuai dengan
keinginan yang ingin didapatkan, mempunyai takaran yang sesuai dengan tujuan pemberian
penanganan, baik pada aspek yang telah diperkirakan sebelumnya maupun aspek yang belum
atau tidak diperkirakan sebelumnya.
Efek terapeutik bersifat baik atau bersifat positif. Sebaliknya, lawan dari efek terapeutik ini
adalah efek yang bersifat negatif atau efek merugikan atau yang disebut dengan efek non
terapeutik. Definisi mengenai efek non terapeutik ini adalah efek dari obat atau hasil
pengobatan medis atau efek terapi yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkan. Contohnya:
difenhidramin. Difenhidramin memiliki efek terapeutik berupa pengurangan sekresi selaput
lendir hidung sehingga melegakan hidung, sedangkan efek sampingnya adalah mengantuk.
Namun ketika difenhidramindigunakan untuk mengatasi masalah sukar tidur, maka efek
terapeutik difenhidramin adalah mengantuk dan efek sampingnya adalah kekeringan pada
selaput lendir.
Macam-macam terapi :
a) Terapi kausal, yaitu pengobatan dengan meniadakan atau memusnahkan
penyebab penyakitnya, misalnya sulfonamid, antibiotika, obat malaria, pemusnahan k
uman,virus atau parasit.
b) Terapi simptomatis, yaitu pengobatan untuk menghilangkan atau meringankan
gejala penyakit, sedangkan penyebabnya yang
lebih mendalam tidak dipengaruhi, misalnya pemberian analgetik pada reumatik atau
sakit kepala.
c) Terapi substitusi, yaitu pengobatan dengan cara menggantikan zat-zat yang
seharusnya dibuat oleh organ tubuh yang sakit , misalnya insulin pada penderita
diabetes dan tiroksin pada penderita hipotiroid.

2. Efek Samping
Efek samping adalah setiap efek yang tidak dikehenaki yang merugikan atau
membahayakan pasien dari suatu pngobatan. Efek samping tidak mungkin
dihindari/dihilangkan sama sekali tetapi, dapat dicegah seminal mungkin
dengan menghindari faktor-faktor risiko yang sebagian besar sudah
diketahui.
Faktor-faktor yang dapat mendorong terjadinya efek samping meliputi :
a. Faktor bukan obat
1) Intrinsik dari pasien yakni : umur, jenis kelamin, genetik, kecendrungan
untuk alergi, penyakit, sikap dan kebiasaan hidup.
2) Ekstrinsik di luar pasien yakni : dokter(pemberi obat), dan lingkungan
misalnya : pencemaran oleh antibiotika.

b. Faktor Obat
1) Intrinsik dari obat, yaitu sifat dari potensi obat untuk menimbulkan
efek samping.
2) Pemilihan
3) Cara penggunaan
4) Interaksi antar obat

contoh dari efek samping obat yang biasanya terjadi:


1. Aborsi atau keguguran, akibat Misoprostol, obat yang digunakan
untuk pencegahan (gastric ulcer) borok lambung yang disebabkan
oleh obat anti inflamasi non steroid.
2. Ketagihan, akibat obat-obatan penenang dan analgesik seperti
diazepam serta morfin.
3. Kerusakan janin, akibat Thalidomide dan Accutane.
4. Pendarahan usus, akibat Aspirin.
5. Tuli dan gagal ginjal, akibat antibiotik Gentamisin.
6. Kematian, akibat Propofol.
7. Depresi dan luka pada hati, akibat Interferon.
8. Diabetes, yang disebabkan oleh obat-obatan psikiatrik
neuroleptik.
9. Diare, akibat penggunaan Orlistat.
10. Disfungsi ereksi, akibat antidepresan.
11. Demam, akibat vaksinasi.
12. Glaukoma, akibat tetes mata kortikosteroid.
13. Rambut rontok dan anemia, karena kemoterapi melawan
kanker atau leukemia.
14. Hipertensi, akibat penggunaan Efedrin.

3. efek toksik
Efek toksik adalah efek yang menimbulkan keracunan pada pasien
akibat penggunaan dosis maksimal yang berlebihan.
Umumnya ada tiga jenis zat beracun, yaitu kimia, biologi, dan fisika:

 Zat beracun kimiawi meliputi zat-zat inorganik seperti timah, merkuri, asbestos, asam


hidrofluorat, dan gas klorin, serta zat-zat organik seperti metil alkohol, sebagian besar obat-
obatan, dan racun dari makhluk hidup.
 Zat beracun biologis meliputi bakteri dan virus yang dapat menciptakan penyakit di
dalam organisme hidup. Toksisitas biologis sulit diukur karena "batas dosis"nya bisa berupa
satu organisme tunggal. Secara teori, satu virus, bakteri, atau cacing dapat bereproduksi
dan mengakibatkan infeksi parah. Akan tetapi, di dalam inang yang memiliki sistem
kekebalan tetap, toksisitas yang tertanam di dalam organisme diseimbangkan oleh
kemampuan inang untuk melawan balik; toksisitas yang efektif adalah gabungan dari kedua
belah hubungan tersebut. Keadaan sejenis juga dapat terjadi pada beberapa
jenis agen beracun lainnya.
 Zat beracun fisik adalah zat-zat yang karena sifat alamiahnya mampu mengganggu
proses biologis. Misalnya, debu batu bara dan serat asbestos yang dapat mematikan jika
dihirup.

4. Reaksi Idiosentrik
Istilah idiosinkratik digunakan untuk menunjukan suatu kejadian efek samping yang tidak lazim, tidak
di harapkan atau aneh, yang tidak dapat diterangkan atau diperkirakan mengapa bisa terjadi
Beberapa contoh misalnya :
a.kanker pelvis ginjal yang dapat diakibatkan pemakaian analgetika secara serampangan.
b.kanker uterus yang dapat terjadi karena pemakaian estrogen jangka lama tanpa pemberian progestin
sama sekali
c.obat-obat imunosupresi dapat memacu terjadinya tumor limfoid
d. preparat-preparat besi intramuskuler dapat menyebabkan sarcomata pada tempat penyuntikan
kanker tiroid yang mungkin dapat timbul pada pasien-pasien yang pernah menjalani perawatan
iodium-radioaktif sebelumnya

5. Reaksi Alergi

Alergi adalah sebuah respon dari sistem imun atau reaksi tubuh terhadap zat yang biasanya
tidak berbahaya. Sistem kekebalan tubuh Anda bertanggung jawab untuk mempertahankan
tubuh terhadap bakteri dan virus. Dalam beberapa kasus, sistem kekebalan tubuh Anda
akan melawan zat yang biasanya tidak menimbulkan ancaman bagi tubuh manusia. Zat ini
dikenal sebagai alergen, dan ketika tubuh Anda bereaksi terhadap mereka, hal ini
menyebabkan reaksi alergi. Alergen yang menyebabkan reaksi dapat kontak dengan kulit,
terhirup, atau dimakan. Alergen juga dapat digunakan untuk mendiagnosis alergi dan
bahkan disuntikkan sebagai bentuk pengobatan.

Beberapa zat yang sering menyebabkan reaksi alergi :

a. Bulu hewan peliharaan

b. Sengatan lebah atau gigitan dari serangga lainnya


c. Makanan tertentu, termasuk kacang atau kerang
d. Obat tertentu seperti penisilin atau aspirin
e. Tanaman tertentu
f. Serbuk sari

Gejala reaksi alergi ringan dapat mencakup:

 Bercak merah (bintik-bintik merah gatal pada kulit)


 Gatal
 Hidung tersumbat (rhinitis)
 Ruam
 Mata berair atau gatal

Reaksi alergi yang parah dapat menyebabkan gejala lain seperti:

 Kram atau nyeri perut


 Rasa sakit atau sesak di dada
 Diare
 Kesulitan menelan
 Pusing (vertigo)
 Ketakutan atau kecemasan
 Wajah memerah
 Mual atau muntah
 Palpitasi jantung
 Pembengkakan wajah, mata, atau lidah
 Kelemahan
 Mengi
 Sulit bernafas
 Ketidaksadaran

Reaksi alergi yang parah dan tiba-tiba dapat berkembang dalam beberapa detik setelah
terkena alergen. Jenis reaksi ini dikenal sebagai anafilaksis dan merupakan gejala yang
mengancam jiwa, termasuk pembengkakan saluran pernapasan dan ketidakmampuan untuk
bernapas serta penurunan dramatis secara mendadak tekanan darah. Jika Anda mengalami
reaksi alergi ini, carilah segera bantuan darurat. Tanpa pengobatan, kondisi ini dapat
mengakibatkan kematian dalam waktu 15 menit.

3. PENGGOLONGAN OBAT

A. Berdasarkan jenis obat

Obat Bebas

Yaitu obat yg boleh digunakan tanpa resep dokter, dan termasuk obat yang paling aman dikonsumsi
secara bebas. Dapat diperoleh di warung, toko obat berijin, dan apotek.
Obat ini digunakan untuk mengobati gejala penyakit yg ringan. Obat bebas dalam kemasannya
ditandai dengan lingkaran berwarna hijau.
Contoh : vitamin/multivitamin, parassetamol, asetosal(aspirin), dan obat batuk hitam(OBH).

Obat Bebas Terbatas


Obat golongan ini juga relatif aman selama pemakaiannya mengikuti aturan pakai yang ada.
Obat bebas terbatas terkandung zat/bahan yg relatif toksik, maka pada kemasannya perlu
dicantumkan tanda peringatan (P1-P6). Termasuk daftar W (Warschuwing) yang artinya
peringatan. Penandaan obat ini adalah adanya lingkaran berwarna biru.
Obat ini dapat diperoleh tanpa resep dokter di toko obat berijin, apotek, sebagian di
swalayan atau warung.
Contoh : obat anti mabuk (antimo), obat flu (procold), obat kutu air (daktarin), paramex,
utltraflu.
Obat Keras

Golongan ini pada masa penjajahan Belanda disebut golongan G(gevaarlijk) yang
artinya berbahaya. Disebut obat keras karena jika pemakaian tidak memperhatikan dosis,
atura pn pakai, dan peringatan yang diberikan, dapat menimbulkan efek yang berbahaya.
Obat ini hanya dapat diperoleh dengan resep dokter di apotek. Dalam kemasannya ditandai
dengan lingkaran merah dengan huruf K ditengahnya. Contoh obat ini adalah amoksilin,
asam mefenamat, dan semua obat dalam bentuk injeksi .
Obat wajib apotek (owa)
Obat keras yang dapat diberikan oleh Apoteker di apotek kepada pasien tanpa resep dokter.
Tujuannya :
Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah
kesehatan
Meningkatkan pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional
Meningkatkan peran Apoteker di Apotik dalam pelayanan KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi)
serta pelayanan obat kepada masyarakat .
Dasar pemberian obat wajib apotek
1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun
dan orang tua diatas 65 tahun.
2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan
penyakit
3. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan.
4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
5. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk
pengobatan sendiri.

Psikotropika

Psikotropika menurut UU Nomor 5 tahun 1997  zat atau obat baik alamiah maupun
sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.
Psikotropika dibagi menjadi:
1) Golongan I: sampai sekarang kegunaannya hanya ditujukan untuk ilmu
pengetahuan, dilarang diproduksi, dan digunakan untuk pengobatan. Contohnya: metilen
dioksi metamfetamin, Lisergid acid diathylamine (LSD) dan metamfetamin

2) Golongan II,III dan IV dapat digunakan untuk pengobatan asalkan sudah


didaftarkan. Namun hanya sebagian dari golongan IV saja yang terdaftar dan digunakan.
Contohnya: diazepam, fenobarbital, lorazepam dan klordiazepoksid.

Narkotika

Narkotika menurut UU Nomor 35 tahun 2009  zat atau obat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan
rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan . Narkotika dibagi menjadi 3 golongan,
yaitu :

golongan I hanya dapat digunakan untuk kepentingan penelitian, ilmu


pengetahuan dan dilarang digunakan untuk pengobatan. Contoh: heroin dan kokain.
Golongan II DAN III, narkotika yang dapat digunakan untuk pengobatan asalkan sudah memiliki izin edar(nomor
registrasi). Termasuk golongan ini adalah morfin, petidin, kodein, doveri, dan kodipron.

Narkotika yg beredar resmi hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan atau ilmu
pengetahuan. Di luar itu, narkotika merupakan “peredaran gelap” untuk disalahgunakan
orang-orang yg tidak bertanggung jawab.
Pengaruh tersebut dapat berupa pembiusan, hilang rasa sakit, rangsangan semangat,
halusinasi atau timbulnya khayalan-khayalan yg menyebabkan efek ketergantungan bagi
pemakainya.

Berdasarkan Mekanisme Kerja Obat

Obat yg bekerja pada penyebab penyakit, misalnya penyakit akibat bakteri atau mikroba,
contohnya : antibiotik

Obat yg bekerja untuk mencegah kondisi patologis dari penyakit


contoh : vaksin dan serum

Obat yg menghilangkan gejala penyakit, meredakan nyeri


contohnya : analgetik

Obat yg bekerja menambah atau mengganti fungsi zat yg kurang,


contoh : vitamin dan hormon

Obat yang bersifat placebo yang tidak mengandung zat aktif, khususnya dipeuntukkan bagi
pasien normal yang menganggap dirinya dalam keadaan sakit.
contoh : aqua pro injeksi dan tablet placebo

Berdasrkan Tempat atau Lokasi Pemakaian


a. Obat dalam yaitu obat-obatan yang dikonsumsi melalui mulut, masuk pada saluran
pencernaan bermuara pada lambung, dan usus halus contoh: obat-obatan yang berbentuk tablet,
kapsul, dan sirup. Jika diserahkan oleh apotek kepada pasien selalu diberikan dengan etiket
berwarna putih.
b. Obat luar yaitu obat- obatan yang pemakaiannya tidak melalui saluran
pencernaan(mulut). Termasuk obat luar adalah salep, injeksi, lotion, tetes hidung, tetes
telinga, suppositoria, dan krim. Obat golongan ini jika diserahkan oleh apotik kepada
pasien selalu diberikan dengan etiket berwarna biru.

Berdasarkan Cara Pemakaian

a. Oral yaitu Obat yang dikonsumsi melalui mulut kedalam saluran pencernaan,
contoh: tablet, kapsul, serbuk, dan lain-lain.
b. Rektal yaitu Obat yang dipakai melalui rektum biasanya digunakan pada pasien
yang tidak bisa menelan, pingsan, atau menghendaki efek cepat dan terhindar dari
pengaruh pH lambung di hati, maupun enzim-enzim di dalam tubuh.

c. Sublingual yaitu Pemakaian obat dengan meletakkannya dibawah lidah, sehingga


masuk ke pembuluh darah efeknya lebih cepat, contoh: obat hipertensi dan tablet
hisap

d. Parenteral yaitu Obat yang disuntikkan melalui kulit ke aliran darah, baik secara
intravena, subkutan, intramuskular dan intrakardial. Contoh : infus

e. Langsung ke organ, contoh : intrakardial

f. Melalui selaput perut, contoh : intra peritoneal.

Berdasarkan Efek yang Ditimbulkan

a. Sistemik yaitu Obat atau zat aktif yang masuk ke dalam peredaran darah.
b. Lokal yaitu Obat atau zat aktif yang hanya berefek atau menyebar atau
mempengaruhi bagian tertentu tempat obat tersebut berada, seperti pada
hidung, mata, kulit, dan lain lain.

Berdasarkan Daya Kerja


- farmakodinamik yaitu obat obat yang bekerja mempengaruhi fisilogis tubuh, contoh hormon dan
vitamin
-  kemoterapi yaitu obat obatan yang bekerja secara kimia untuk membasmi parasit/bibit penyakit,
mempunyai daya kerja kombinasi.

Berdasarkan Asal Obat

 Alamiah yaitu obat-obat yang berasal dari alam (tumbuhan, hewan dan mineral)
tumbuhan : jamur (antibiotik), kina (kinin), digitalis (glikosida jantung) dll
hewan : plasenta, otak menghasilkan serum rabies, kolagen.
mineral : vaselin, parafin, dan talkum/silikat
 Sintetik merupakan cara pembuatan obat dengan melakukan reaksi-reaksi kimia, contohnya
minyak gandapura dihasilkan dengan mereaksikan metanol dan asam salisilat.
D. Bentuk Kemasan Obat
Bentuk kemasan obat dibagi menjadi kemasan padat, semi padat, cair, dan gas
1. Kemasan Padat
a. Pulvis/Pulveres/ Serbuk
Pulvis(serbuk) adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dhaluskan
ditunjukan untuk obat dalam atau obat luar. Pulveres adalah serbuk yang dibagi-bagi
dalam berat yang diperkirakan sama, masing-masing dibungkus dengan pengemas yang
cocok untuk sekali minum. Cotoh : adem sari.
b. Tablet
Tablet adalah kemasan padat yang mengandung bahan bahan obat dengan atau tanpa
bahan pengisi. Zat tambahan berfungsi sebagai pengisi, pengembang, pengikat, pelicin,
dan pembasah atau fungsi lain yang cocok. Tablet berbentuk bulat pipih dengan berat
50mg-2g, umumnya sekitar 200-800mg. Jenis tablet sangat banyak. Contohnya : Tablet
salut, tablet effervescent, tablet sub lingual, tablet lepas lambat, dan lozenge.
c. Kapsul
Kapsul adalah kemasan padat yang terdiri dari obat dalam cangkangan keras atau lunak
yang dapat larut . Cangkang kapsul terbuat dari gelatin, pati atau bahan lain yang cocok.
Contoh: kapsida
d. Suppositoria
Suppositoria adalah kemasan padat dalam berbagai berat dan bentuk yang diberikan
melalui rektal vagina. Kemasan ini meleleh, melunak, atau melarut pada suhu tubuh.
Berdasarkan pemakaiannya bentuk suppositoria meruncing dikedua ujungnya. Ovula
yang bentuknya bulat atau bulat telur digunakan melalui vagina.
e. Kaplet
Kaplet adalah kemasan berbentuk seperti kapsul yang dibungkus dengan lapisan gula
dan pewarna menarik. Lapisan warna dan gula ini bertujuan untuk menjaga kelembaban
dan menjaga agar tidak tekontaminas dengan HCL di lambung.
f. Pil
Pil adalah tablet kecil, silindris, dan steril yang pemakaiannya ditanam kedalam jaringan.
Pemakaian obat ini dilakukan dengan cara dimakan atau diminum.  Ada beberapa
variasi dari pil. Contoh : granulae, pilulae, dan boli.

g. Lozenge
Lozenge adalah kemasan tablet yang rasanya manis dan baunnya enak yang
penggunaannya dihisap dalam mulut dan tenggorokan. Contoh: FG Troche dan Ester C.

2. Kemasan Setengah Padat


a. Salep
Salep adalah kemasan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai
obat luar.
b. Krim
Krim adalah kemasan setengah padat berupa emulsi mengandung air tidak kurang atau
sama dengan(≥) 60% dan dimasukkan untuk obat luar. Umumnya digunakan di daerah
yang relatif jarang terkena air karena krim mudah tercuci.
c. Pasta
Pasta adalah kemasan berupa massa(lebih kenyal dari krim) yang digunakan untuk
pemakaian luar. Biasanya dibuat dengan mencampur serbuk dalam jumlah ≥ 50% bagian
dengan vaselin dengan babahan yang tidak berlemak (gliserol dan sabun).
d. Jelly
Jelly adalah kemasan suspensi setengah padat dari bahan organik atau anorganik yang
mengandung air dan digunakan pada kulit yang peka.
3. Kemasan Cair
a. Larutan
Larutan adalah kemasan cair yang mengandung bahan kimia terlarut, sebagai pelarut
digunakan air suling. Larutan bersifat homogen atau serba sama.

b. Sirup
Sirup adalah suatu kemasan berupa larutan yang mengandung gula sukrosa. Dosis dalam
sirup mudah diubah – ubah dalam pembuatannya. Sirup mudah diberi pemanis,
pengaroma dan warna dan hal ini cocok untuk pemberian obat pada anak-anak.

c. Eliksir
Eliksir adalah kemasan larutan yang mempunyai rasa dan bau sedap, selain obat juga
mengandung zat tambahan seperti gula, zat pemanis lainnya, zat warna, zat pewangi,
dan zat pengawet. Eliksir digunakan sebagai obat dalam. Pelarut yang digunakan
umumnya etanol karena dapat meningkatkan kelarutan zat aktifnya.

d. Guttae (obat tetes)


Guttae adalah suatu kemasan cair berupa larutan, emulsi atau suspensi digunakan baik
untuk obat luar atau obat dalam, dilengkapi alat penetes berskala (untuk obat dalam)
dan tidak berskala untuk obat luar. Kemasan obat tetes dapat berupa antara lain:
Guttae (obat dalam), Guttae Oris (tetes mulut), Guttae Auriculares (tetes telinga),
Guttae Nasales (tetes hidung), dan Guttae Ophtalmicae (tetes mata).

e. Injeksi
Injeksi adalak kemasan steril dan bebas pirogen yang berupa larutan, emulsi, suspensi,
serbuk yang dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan. Penggunaan
kemasan injeksi di suntikan menggunakan spuit ke dalam kulit, bawah kulih, otot atau
intervena. Tujuannya yaitu agar kerja obat cepat serta dapat diberikan pada pasien yang
tidak dapat menerima pengobatan melalui mulut.

f. Enema
Enema adalah suatu larutan yang penggunaannya melalui rektum(anus). Kegunaan
kemasan enema antara lain untuk memudahakan buang air besar , mencegah kejang,
atau mengurangi nyeri lokal.

g. Gargarisma
Gargarisma adalah kemasan berupa larutan relatif pekat dan harus diencerkan sebelum
digunakan(dikumurkan). Gargarisma umumnya digunakan untuk pencegahan atau
pengobatan infeksi tenggorokan.

h. Suspensi
Suspensi adalah kemasan cair yang mengandung bahan obat berupa partikel halus yang
tidak larut dan terdispersi dalam cairan pembawa. Dalam kemasan disertai etiket
bertuliskan ” kocok dahulu sebelum digunakan”, tujuannya supaya partikel yang
mengendap terdispersi merata. Suspensi oral(susu), dan suspensi topikal
(penggunaan pada kulit).

i. Emulsi
Emulsi adalah kemasan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi
dalam cairan pembawa dan distabilkan dengan emulgator yang sesuai. Emulsi
merupakan campuran zat berminyak dan berair. Dalam kemasannya, emulsi ada
penjelasan “kocok terlebih dahulu sebelum digunakan” supaya zat yang berpisah dapat
bercampur merata kembali.

4. Kemasan Gas
a. Aerosol
Aerosol adalah kemasan yang mengandung satu atau lebih zat berkhasiat dalam wadah
yang diberi tekanan, digunakan untuk obat luar aau obat dalam. Pemakaiannya disedot
melalui hidung atau mulut disemprotkan dalam bentuk kabut ke saluran pernapasan.
b. Gas
Gas biasanya berupa oksigen, obat anestesi atau zat yang digunakan untuk sterilisasi.

Anda mungkin juga menyukai