Anda di halaman 1dari 12

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA I

MAKALAH EKSISTENSIALISME

DISUSUN OLEH :
LILI SAFRIANI
AZURA AULIA TAMA
SAKDIAH NASUTION

Semester 4
S1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
1. SEJARAH LAHIRNYA EKSISTENSIALISME
Istilah eksistensialisme dikemukakan oleh ahli filsafat Jerman Martin Heidegger
(1889-1976). Eksistensialisme adalah ilmu filsafat dan cara yang digunakan untuk
menemukannya berasal dari metode fenomologi yang dikembangkan oleh Hussel
(1859-1938). Munculnya eksistensialisme berawal dari ahli filsafat Kieggard dan
Nietzche. Filsuf Jerman, Kiergaard (1813-1855) filsafatnya didasari untuk menjawab
pertanyaan “Bagaimanakah aku menjadi seorang individu?” pertanyaan ini muncul
karena pada saat itu terjadi krisis eksistensial (manusia melupakan
individualitasnya). Kiergaard menemukan jawaban untuk pertanyaan tersebut
“manusia (aku) bisa menjadi individu yang autentik jika memiliki gairah, keterlibatan,
dan komitmen pribadi dalam kehidupan.” Nitzsche (1844-1900) filsuf jerman tujuan
filsafatnya adalah untuk menjawab pertanyaan “bagaimana caranya menjadi
manusia unggul”. Jawabannya manusia bisa menjadi unggul jika mempunyai
keberanian untuk merealisasikan diri secara jujur dan berani.
Pada abad ke-19, para sarjana Barat yang pernah mengembangkan ajaran filsafat
eksistensialisme antara lain oleh J. Fichte (1762-1814), F. Schelling (1775-1854) dan
Hegel (1770-1831). Namun yang mereka kembangkan bukanlah filsafat
eksistensialisme secara utuh, tetapi lebih memprioritaskan ide-ide (idealisme), yakni
tidak memfokuskan pada pembahasan fakta yang telah dibuktikan, sehingga yang
muncul adalah filsafat materialisme. Seperti yang banyak kita kenal, materialisme
merupakan ajaran filsafat yang banyak dikembangkan oleh Karl Mark melalui ajaran
filsafat Marxisme. Menurutnya, eksistensi manusia lebih dari eksistensi TUHAN,
manusia bisa memperoleh segala sesuatu yang bersifat materi oleh diri manusia
sendiri, sehingga yang muncul kemudian adalah ajaran ketidak percayaan terhadap
Tuhan (Atheisme).
Di kalangan filsuf Barat muncul sikap kritis untuk membangun konsep berfikir
yang bebas dan terbuka, menggunakan kemampuan akal seluas-luasnya agar
mampu menghadapi perkembangan zaman. Sementara di kalangan pemikir muslim,
eksistensialisme berlebihan ditolak karena mengabaikan dan mengingkari
keberadaan Tuhan. Sekarang, sebagian pemikir muslim liberal banyak terjebak
dalam hal merumuskan pandangan mereka tentang filsafat eksistensialisme sebagai
faham berfikir bebas dan terbuka – meskipun harus lepas dari aqidah yang ada.
2. PENGERTIAN EKSISTENSIALISME
Dari sudut etimologi, Eksistensi berasal dari kata Eks yang berarti keluar, dan
sistensi atau sisto berarti berdiri, menempatkan. Secara umum berarti, manusia
dalam keberadaannya itu sadar bahwa dirinya ada dan segala sesuatu
keberadaannya ditentukan oleh dirinya sendiri. Eksistensialisme merupakan aliran
filsafat yang memandang berbagai hal dengan berdasar pada keberadaannya
(eksistensinya). Artinya bagaimana manusia berada (bereksistensi) dalam dunia.
Pendapat lain, menyatakan “eksistensialisme” merupakan suatu aliran dalam
ilmu filsafat yang menekankan pada manusia yang bertanggung jawab atas
kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan
mana yang tidak benar. Sebenarnya bukan tidak mengetahui mana yang benar dan
mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat
relatif, dan karena hal tersebut, masing-masing individu bebas menentukan sesuatu
yang menurutnya benar. Manusia juga dipandang sebagai suatu mahluk yang harus
bereksistensi (berbuat), meneliti cara manusia berada di dunia dengan kesadaran.
Jadi dapat dikatakan inti dari aliran filsafat eksistensialisme adalah manusia konkret.

3. CIRI-CIRI EKSISTENSIALISME

1. Selalu melihat cara manusia berdiri sendiri, sehingga dapat diartikan ada unsur
“berbuat” dan “menjadi”.
2. Manusia dipandang sebagai suatu kenyataan yang masih dapat berkembang, serta
didasari dari pengalaman yang konkret atau empiris yang ada di sekitar.
3. Eksistensialisme adalah pemberontakan dan protes terhadap rasionalisme dan
masyarakat modern, khususnya terhadap idealisme Hegel.
4. Eksistensialisme adalah suatu proses atas nama individualis terhadap konsep-
konsep, filsafat akademis yang jauh dari kehidupan konkrit.
5. Eksistensialisme juga merupakan pemberontakan terhadap alam yang impersonal
(tanpa kepribadian) dari zaman industri modern dan teknologi, serta gerakan massa.
6. Eksistensialisme merupakan protes terhadap gerakan-gerakan totaliter, baik gerakan
fasis, komunis, yang cenderung menghancurkan atau menenggelamkan perorangan
di dalam kolektif atau massa.
7. Eksistensialisme menekankan situasi manusia dan prospek (harapan) manusia di
dunia.
8. Eksistensialisme menekankan keunikan dan kedudukan pertama eksistensi,
pengalaman kesadaran yang dalam dan langsung.
4. TOKOH-TOKOH DALAM ALIRAN FILSAFAT EKSISTENSIALISME

I. Friedrich Nietzsche
Friedrich Wilhelm Nietzsche lahir di Saxony, Prusia pada tahun 1844
dan meninggal di Weimar 25 Agustus 1900 pada umur 55 tahun. Friedrich Nietzsche
adalah seorang filsuf Jerman dan seorang ahli ilmu Filologi yang meneliti teks-teks
kuno, Dia menulis beberapa teks kritis terhadap agama, moralitas, budaya
kontemporer, filsafat dan ilmu pengetahuan, menampilkan kesukaan untuk
metafora, ironi, dan pepatah. Ia merupakan salah seorang tokoh pertama dari
Eksistensialisme Modern yang ateistis
Menurut Friedrich Nietzsche manusia yang bereksistensi adalah manusia yang
mempunyai keinginan untuk berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia
harus menjadi manusia super (uebermensh) yang mempunyai mental majikan bukan
mental budak. Dan kemampuan ini hanya dapat dicapai dengan penderitaan karena
dengan menderita orang akan berfikir lebih aktif dan akan menemukan dirinya
sendiri.

II. Soren Aabye Kiekegaard


Soren Aabye Kiekegaard lahir pada tanggal 5 Mei 1813, dan meninggal pada
tanggal 11 November 1855. Soren Aabye Kiekegaard adalah
seorang filsuf dan teolog abad ke 19 yang berasal dari Denmark. Kierkegaard sendiri
melihat dirinya sebagai seseorang yang religius dan seorang anti-filsuf, tetapi
sekarang ia dianggap sebagai bapaknya filsafat eksistensialisme. Kierkegaard
menjembatani jurang yang ada antara filsafat Hegelian dan apa yang kemudian
menjadi Eksistensialisme. Kierkegaard terutama adalah seorang kritikus Hegel pada
masanya dan apa yang dilihatnya sebagai formalitas hampa dari Gereja Denmark.
Filsafatnya merupakan sebuah reaksi terhadap dialektik Hegel.
Banyak dari karya-karya Kierkegaard membahas masalah-masalah agama seperti
misalnya hakikat iman, lembaga Gereja Kristen, etika dan teologi Kristen,
dan emosi serta perasaan individu ketika diperhadapkan dengan pilihan-pilihan
eksistensial. Karena itu, karya Kierkegaard kadang-kadang digambarkan
sebagai eksistensialisme Kristen dan psikologi eksistensial. Karena ia menulis
kebanyakan karya awalnya dengan menggunakan berbagai nama samaran, yang
seringkali mengomentari dan mengkritik karya-karyanya yang lain yang ditulis
dengan menggunakan nama samaran lain, sangatlah sulit untuk membedakan
antara apa yang benar-benar diyakini oleh Kierkegaard dengan apa yang
dikemukakannya sebagai argumen dari posisi seorang pseudo-pengarang.Ludwig
Wittgenstein berpendapat bahwa Kierkegaard "sejauh ini, adalah pemikir yang
paling mendalam dari abad ke-19"

Inti pemikiran dari tokoh ini adalah eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang
statis tetapi senantiasa menjadi, manusia selalu bergerak dari kemungkinan menuju
suatu kenyataan, dari cita-cita menuju kenyataan hidup saat ini. Jadi ditekankan
harus ada keberanian dari manusia untuk mewujudkan apa yang ia cita-citakan atau
apa yang ia anggap kemungkinan.

III. Jean Paul Sartre


Jean-Paul Sartre (lahir di Paris, Perancis, 21 Juni 1905 – meninggal di Paris, 15
April 1980 pada umur 74 tahun) adalah seorang filsuf dan penulis Perancis. Ialah
yang dianggap mengembangkan aliran eksistensialisme.Sartre menyatakan,
eksistensi lebih dulu ada dibanding esensi.
Manusia tidak memiliki apa-apa saat dilahirkan dan selama hidupnya ia tidak
lebih hasil kalkulasi dari komitmen-komitmennya di masa lalu. Karena itu, menurut
Sartre selanjutnya, satu-satunya landasan nilai adalah kebebasan manusia.
       Pada tahun 1964, Ia diberi Hadiah Nobel Sastra, namun Jean-Paul Sartre
menolak. Ia meninggal dunia pada 15 April 1980 di sebuah rumah sakit di Broussais
(Paris). Upacara pemakamannya dihadiri kurang lebih 50.000 orang. Pasangannya
adalah seorang filsuf wanita bernama Simone de Beauvoir. Sartre banyak
meninggalkan karya penulisan diantaranya berjudul Being and Nothingness atau Ada
dan Ketiadaan.
Inti pemikirannya adalah menekankan pada kebebasan manusia, manusia
setelah diciptakan mempunyai kebebasan untuk menetukan dan mengatur dirinya.
Konsep manusia yang bereksistensi adalah makhluk yang hidup dan berada dengan
sadar dan bebas bagi diri sendiri.

IV. Karl Jaspers


Karl Theodor Jaspers adalah seorang filsuf eksistensialis dari Jerman. Ia lahir
pada tahun 1883 dan meninggal pada tahun 1969. Semula Jaspers bekerja
sebagai psikiater, namun pada tahun 1621, ia bekerja sebagai
dosen filsafat di Heidelberg. Jaspers hidup pada masa Nazi berkuasa dan mengalami
kesulitan-kesulitan karena istrinya berdarah Yahudi. Pada tanggal 14 April 1945,
Jaspers dan istrinya akan dibawa ke kamp konsentrasi. Namun ternyata Amerika
Serikat menduduki Heidelberg dan mengalahkan Jerman pada Perang Dunia
II. Sesudah perang, Jaspers menjadi penulis soal-soal politik, dan berpindah ke Swiss.
Pemikiran filsafat Jaspers berakar kuat pada Kierkegaard, namun banyak juga
dipengaruhi oleh para filsuf lain, seperti Plotinos,Spinoza, Kant, Schelling,
dan Nietzsche. Jika dibandingkan dengan para filsuf eksistensialisme lain, Jaspers
adalah filsuf yang pemikirannya memperlihatkan suatu sistem yang rapi. Karya
Jaspers yang paling penting untuk mengetahui pemikirannya adalah "Filosofi" yang
ditulis pada tahun 1932. Pemikiran Jaspers yang paling dikenal adalah tentang
"chiffer-chiffer" dan "situasi batas". Ada empat "situasi batas" yang menantang
manusia untuk mewujudkan dirinya dengan lebih penuh:
Jaspers memandang filsafat bertujuan mengembalikan manusia kepada dirinya
sendiri. Eksistensialismenya ditandai dengan pemikiran yang menggunakan dan
mengatasi semua pengetahuan obyektif, sehingga manusia sadar akan dirinya
sendiri. Ada dua fokus pemikiran Jasper, yaitu eksistensi dan transendensi.

V. Martin Heidegger
Martin Heidegger lahir di Mebkirch, Jerman, 26 September 1889 dan meninggal
26 Mei 1976 pada umur 86 tahun) adalah seorang filsuf asal Jerman. Ia belajar di
Universitas Freiburg di bawah Edmund Husserl, penggagas fenomenologi, dan
kemudian menjadi profesor di sana 1928. Karya terpenting Heidegger adalah Being
and Time (German Sein und Zeit, 1927).  Ia memengaruhi banyak filsuf lainnya, dan
murid-muridnya termasuk Hans-Georg Gadamer, Hans Jonas,Emmanuel
Levinas, Hannah Arendt, Leo Strauss, Xavier Zubiri dan Karl Löwith. Maurice
Merleau-Ponty, Jean-Paul Sartre, Jacques Derrida, Michel Foucault, Jean-Luc Nancy,
dan Philippe Lacoue-Labarthe juga mempelajari tulisan-tulisannya dengan
mendalam. Selain hubungannya dengan fenomenologi, Heidegger dianggap
mempunyai pengaruh yang besar atau tidak dapat diabaikan
terhadap eksistensialisme, dekonstruksi, hermeneutika dan pasca-modernisme. Ia
berusaha mengalihkan filsafat Barat dari pertanyaan-pertanyaan metafisis dan
epistemologis ke arah pertanyaan-pertanyaan ontologis, artinya, pertanyaan-
pertanyaan menyangkut makna keberadaan, atau apa artinya bagi manusia untuk
berada. Heidegger juga merupakan anggota akademik yang penting
dari Nationalsozialistische Deutsche Arbeiterpartei.
Inti pemikirannya adalah keberadaan manusia diantara keberadaan yang lain,
segala sesuatu yang berada diluar manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu
sendiri, dan benda-benda yang ada diluar manusia, baru mempunyai makna apabila
dikaitkan dengan manusia karena benda-benda yang berada diluar itu selalu
digunakan manusia pada setiap tindakan dan tujuan mereka.
5. IMPLIKASI EKSISTENSIALISME DALAM PENDIDIKAN
Eksistensialisme sebagai filsafat, sangat menekankan individualitas dan
pemenuhan diri secara pribadi. Setiap individu dipandang sebagai makhluk unik, dan
secara unik pula ia bertanggung jawab terhadap nasibnya. Dalam hubungannya dengan
pendidikan, sikun pribadi (1971) mengemukakan bahwa eksistensialisme berhubungan
erat sekali dengan pendidikan, karena keduanya bersinggungan satu dengan yang lainya
pada masalah-masalah yang sama, yaitu manusia, hidup, hubungan antar manusia,
hakikat kepribadian, dan kebebasan (kemerdekaan). Pusat pembicaraan
eksistensialisme adalah ‘keberadaan’ manusia, sedangkan pendidikan hanya dilakukan
oleh manusia.
Edward J. Power menjelaskan, bahwa pendidikan menurut eksistensialisme
mempunyai dua tugas utama, yaitu pemenuhan tujuan-tujuan personal dan
mengembangkan rasa kebebasan dan rasa tanggung jawab. Dalam pemenuhan tujuan-
tujuan personal, sekolah harus berusaha memperkenalkan siswa kepada kehidupan.
Mata pelajaran-mata pelajaran yang ada di sekolah hanyalah sebagai sarana untuk
realisasi dari subyektivitas. Dalam realisasi ini dibutuhkan pula mengadopsi seperangkat
nilai, yaitu suatu kaidah tingkahlaku yang sesuai dengan kehidupan personal. Nilai dapat
bersumber dari pengalaman murni, atau dari warisan leluhur, atau bersumber dari
hukum alam atau hukum supernatural. 
Dalam mengembangkan kebebasan dan rasa tanggung jawab, pendidikan
memberikan kebebasan pada seseorang yang dalam posisi moralnya mampu memilih
suatu nilai yang baik untuk dirinya dan baik untuk orang lain. Pendidikan yang baik ialah
mempersiapkan seseorang agar memiliki kebebasan, dan pada saat yang sama
menghargai kebebasan semua orang lainnya,“ I am responsible for my self and for all”.
Berkenaan dengan hal tersebut, guru berfungsi sebagai penyampai misi kebebasan dan
tanggung jawab lebih dari sekedar pengajar mata pelajaran-mata pelajaran yang
terdapat dalam kurikulum. Dengan demikian kurikulum dirancang untuk menghasilkan
manusia bebas bukan manusia budak
Konsep pendidikan menurut eksistensialisme adalah pengembangan daya kreatif
dalam diri anak-anak, bukan saja sebagai pribadi atau individu, tetapi anak adalah suatu
realitas. Pendidikan merespon terhadap berbagai bentuk metafisika. Karena itu
merespon juga terhadap eksistensialisme sebagai aliran filsafat yang lahir dari situasi
kehidupan yan mengandung krisis.
a. Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan adalah untuk mendorong setiap individu agar mampu
mengembangkan semua potensinya untuk pemenuhan diri. Setiap individu
memiliki kebutuhan dirinya, sehingga dalam menetukan kurikulum yang pasti
dan ditentukan berlaku secara umum.
b. Kurikulum
Kaum eksistensialis menilai kurikulim berdasar pada apakah hal itu
berkontribusi pada pencarian individu akan makna dan muncul dalam suatu
tingkatan kepekaan personal yang disebut Greene “kebahagiaan yang luas”.
Kurikulum ideal adalah kurikulum yang memberi para siswa kebebasan
individual yang luas dan mensyaratkan mereka untuk mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, melakanakan pencarian-pencarian mereka sendiri,
dan menarik kesimpulan-kesimpulan mereka sendiri.
Menurut pandanga eksistensialisme, tidak ada satu mata pelajaran
tertentu yang lebih penting daripada yang lainnya. Mata pelajaran
merupakan materi dimana individu akan dapat menemukan dirinya dan
kesadaran akan dunianya. Mata pelajaran yang dapat memenuhi tuntutan
diatas adalah mata pelajaran IPA, sejrah, sastra, filsafat, dan seni. Bagi
beberapa anak, pelajaran yang dapat membantu untuk menemukan dirinya
adalah IPA, nwmun bagi yang lainnya mungkin saja bisa sejarah, filsafat,
sastra, dan sebagainya.
Dengan mata-mata pelajaran tersebut, siswa akan berkenalan dengan
pandangan dan wawasan para penulis dan pemikir terkenal, memahami
hakikat manusia di dunia, mamahami kebenaran dan kesalahan, kekuasaan,
konflik, penderitaan dan mati. Semua itu merupakan tema-tema yang akan
melibatkan siswa baik intelektual maupun emosional. Sebagai contoh kaum
eksistensialis melihat sejarah sebagai sesuatu perjuangan manusia mencapai
kebebasan. Siswa harus melibatkan dirinya dalam periode apapun yang
sedang ia pelajarinya, dan menyatukan dirinya dalam masalah-masalah
kepribadian yang sedang dipelajarinya. Sejarah yang ia pelajari harus dapat
membangkitkan pkiran dan perasaannya, serta menjadi bagian dari dirinya.
c. Proses belajar mengajar
Menurut Kneller (1971) konsep belajar mengajar eksistensialisme dapat
diaplikasikan dari pandangan Martin Buber tentang “dialog”. Dialog
merupakan percakapan antara pribadi dengan pribadi, di mana setiap pribadi
merupakan subjek bagi yang lainnya, dan merupakan suatu percakapan
antara “aku” dan Engkau” (Tuhan). Sedangkan lawan dari dialog adalah
“paksaan”, dimana seseorang memaksakan kehendaknya kepada orang lain
sebagai objek.
Menurut Buber kebanyakan proses pendidikan merupakan paksaan. Anak
dipaksa menyersh kepada kehendak guru, atau pada pengetahuan yang tidak
fleksibel, dimana guru menjadi penguasanya.
Selanjuthya Buber mengemukakan bahwa, guru hendaknya tidak boleh
disamakan dengan seorang indtruktur, jika guru disamakan dengan
instruktur maka ia hanya akan merupakan perantara yang sederhana anatara
materi pelajaran dnga siswa. Seandainya guru dianggap sebagai seorang
instruktur, ia akan turun martabatnya, sehingga ia hanya dianggap sebagai
alat untuk mentransfer tersebut. Pengetahuan dan siswa akan menjadi hasil
dari tensfer tersebut. Pengetahuan akan menguasai manusia, sehingga
manusia akan menjadi alat dan produk dari pengetahuan tersebut.
Dalam proses belajar mengajar, pengetahuan tidak dilimpahkan,
melainkan ditawarkan. Untuk menjadikan hubungan anatara guru dengan
siswa sebagai suatu dialog, maka pengetahuan yang akan diberikan kepada
siswa harus menjadi bagian dari pegalaman pribadi guru itu sendiri, sehingga
guru akan berjumpa dengan siswa sebagai pertemuan anatara pribadi
dengan pribadi. Pengetahuan yang ditawarkan guru tidak merupakan sesuatu
yang diberikan kepada siwa yang tidak dikuasainya, melainka merupakan
suatu aspek yang telah menjadi miliknya sendiri.

d. Peranan Guru
Menurut pemikiran eksistensialisme, kehidupan tidak bermakna apa-
apa, dan alam semesta berlainan dengan situasi yang manusia temukan
sendiri di dalamnya, meskipun demikian dengan kebebasan yang kita milliki,
masing-masing dari kita harus berkomitmen sendiri pada penentuan makna
bagi kehidupan kita. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Maxine Greene
(Parkay, 1998), seorang filsuf pendidikan terkenal yang karyanya didasarkan
pada eksistensialisme: “Kita harus mengetahui kehidupan kita, menjelaskan
situasi-situasi kita jika kita memahami dunia dari sudut pendirin bersama.”
Urusan manusia yang mungkin paling bermanfaat dalam mengangkat
pencarian pribadi akan makna merupakan proses edukatif. Sekalipun begitu,
para guru harus memberikan kebebasan kepada siswa memilih dan memberi
mereka pengalaman-pengalaman yang akan membantu mereka menemukan
makna dari kehidupan mereka. Pendekatan ini berlawanan degan keyakinan
banyak orang, tidak berarti bahwa para siswa boleh melakukan apa saja yang
mereka sukai: logika menunjukan bahwa kebebasan memiliki aturan dan rasa
hormat akan kebebasan orang lain itu penting.
Guru sebaiknya memberi semangat pada siswa untuk memikirkan
dirinya dalam suatu dialog. Guru menanyakan tentang ide-ide yang dimiliki
siswa dan mengajukan ide-ide lain kemudian membimbing siswa untuk
memilih alternatif-alternatif, sehingga siswa akan melihat, bahwa kebenaran
tidak terjadi pada manusia, melainkan dipilih oleh manusia. Lebih dari itu,
siswa harus menadi actor dalam suatu drama belajar, bukan penonton. Siswa
harus belajar keras seperti gurunya. Guru mampu membimbing dan
mengarahkan siswa dengan seksama sehingga siswa mampu berpikir relative
melalui pertanyaan-pertanyaan.

Tabel Implikasi Edukatif dari Filsafat Eksistensialisme 


Murid Makhluk rasional dengan kebebasan untuk memilih dan
bertanggung jawab atas pilihannya, sesuai dengan pemenuhan
tujuan personal
Tujuan Menyediakan pengalama yang luas dan kmperhensif dengan
pendidikan ssegala bentuk kehidupan.

Kurikulum Mengutamakan kebebasan karena “liberal leraning” sangat


mungkin melandasi “human freedom”

Pendidikan Kebebasan memiliki aturan, ini adalah urusan pendidikan sosial


Sosial untuk mengajarkan penghargaan kepada kebebasan yang
dimiliki semua orang, agar kebebasan tidak mengundang konflik.

Peranan Guru Melindungi dan menjaga kebebasan akademis di mana guru hari
ini dapat menjadi siswa esok hari.

Metode Tidak ada perhatian khusus mengenai metode, tetapi apapaun


metode yang digunakan harus terarah kepada cara pencapaian
kebahagiaan dan karakter yang baik

*Sumber: Edward J Power

KESIMPULAN

Eksistensialisme adalah suatu aliran dari ilmu filsafat yang lebih


berpusat pada manusia sebagai individu yang bertanggung jawab atas
dirinya sendiri dengan pengalaman-pengalamannya yang dapat
membuat manusia tersebut lebih berkembang. Sehingga paham
tersebut hanya berpusat pada diri sendiri, tanpa harus memikirkan hal
yang ada disekitar yang dapat mempengaruhi kehidupan individu
tersebut. Dalam konteks nilai, manusia memiliki kebebasan untuk
memilih, tetapi dalam pilihan tersebut manusia harus siap menerima
akibat dari pilihan tersebut, dan kebebasan memilih tersebut tidak
akan pernah berhenti karena setiap akibat yang diterima akan
menimbulkan kebutuhan untuk memilih pilihan selanjutnya.
Eksistensialisme bukan seperti teori atheis yang sangat berusaha
untuk membuktikan ketiadaan Tuhan, namun apa yang manusia
butuhkan adalah menemukan kembali dirinya sendiri, bahkan tidak
ada bukti valid tentang keberadaan Tuhan. Dalam pengertian ini,
eksistensialisme adalah sebuah doktrin tindakan nyata.

DAFTAR PUSTAKA

Satre, Jean P. 2002. EKSISTENSIALISME DAN MHUMANISME.


Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Amri, Amsal. 2009. STUDI FILSAFAT PENDIDIKAN. Banda aceh :
PeNA.
Nasution. 2003. Asas-asas Kurikulum. Jakarta : Bumi Aksara.
Sadulloh, Uyoh. 2010. PENGANTAR Filsafat Pendidikan. Bandung :
cv. ALVABETA.
Surajiyo. 2000. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta : Institut
Ilmu Sosial dan Politik.
Asmoro Achmadi. 2011. Filsafat Umum. Jakarta: Rajawali pers.

https://myfilsafat.wordpress.com/category/aliran-
eksistensialisme/
http://adipustakawan01.blogspot.co.id/2013/06/aliran-
eksistensialisme.html
http://khoirunnisarima.blogspot.co.id/2015/12/tokoh-tokoh-
eksistensialisme.html

Anda mungkin juga menyukai