Anda di halaman 1dari 5

A.

Hak Penguasaan Atas Tanah

1. Pengertian Hak Penguasaan Atas Tanah


Menurut Pasal 1 UUPA, ruang lingkup bumi adalah permukaan bumi, dan tubuh
bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Permukaan bumi sebagai bagian dari
bumi juga disebut tanah. Tanah yang dimaksud bukan dalam pengaturan di segala aspek,
tetapi hanya mengatur salah satunya, yaitu tanah dalam pengertian yuridis yang disebut
hak-hak penguasaan atas tanah. Pengertian penguasaan dapat dipakai dalam arti fisik,
juga dalam arti yuridis. Ada penguasaan beraspek privat dan beraspek publik.
Penguasaan dalam arti yuridis adalah penguasaan yang dilandasi hak yang dilindungi
oleh hukum dan pada umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk
menguasai secara fisik tanah yang dihaki, misalnya pemilik tanah mempergunakan atau
mengambil manfaat dari tanah yang dihaki, tidak diserahkan kepada pihak lain (Urip
Santoso 2005: 73). Penguasaan secara yuridis, biarpun memberi kewenangan untuk
menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan fisiknya
dikuasai oleh pihak lain. Sebagai contoh, seseorang yang memiliki tanah tidak
mempergunakan tanahnya sendiriakan tetapi disewakan kepada pihak lain.Dalam hal ini
secara yuridis tanah tersebut dimiliki oleh pemilik tanah akan tetapi secara fisik
dilakukan oleh penyewa tanah.
Ada juga penguasaan secara yuridis yang tidak memberi kewenangan untuk
menguasai tanah yang bersangkutan secara fisik. Sebagai contoh, kreditor (bank)
pemegang hak jaminan atas tanah mempunyai hak penguasaan yuridis atas tanah yang
dijadikan agunan (jaminan) akan tetapi secara fisik penguasaannya tetap ada pada
pemegang hak atas tanah. Penguasaan yuridis yang beraspek publik, yaitu penguasaan
atas tanah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 45 dan Pasal 2 UUPA.
Pengertian”penguasaan” dan”menguasai” dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 45 dan Pasal
2 UUPA dipakai dalam aspek publik. Pasal 2 UUPA menentukan, bahwa :
(1) Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) UndangUndang Dasar 45 dan
hal-hal yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air, dan ruang angkasa, termasuk
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai
oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
(2) Hak menguasai dari Negara termasuk dalam ayat (1) pasal ini memberi
wewenang untuk : a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,
persediaan, pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa tersebut. b. Menentukan
dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan
ruang angkasa. c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang
angkasa.
(3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut pada
ayat (2) ini digunakan untuk mencapai sebesarbesarnya kemakmuran rakyat dalam
arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara
hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
(4) Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat
dikuasakan kepada daerah-daerah swantara dam masyarakat-masyarakat hukum
adat, sekedar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional,
menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah.

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah, Pasal 1


sub 2 mendefinisikan penguasaan tanah adalah hubungan hukum antara orang
perorangan, kelompok masyarakat atau badan hukum dengan tanah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria.

Hak penguasaan atas tanah berisi serangkaian wewenang, kewajiban, dan atau
larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dihaki.
Sesuatu yang boleh, wajib, atau dilarang untuk diperbuat, yang merupakan isi hak
penguasaan itulah yang menjadi kriterium atau tolok ukur pembeda di antara hak-hak
penguasaan atas tanah yang diatur dalam hukum tanah.

2. Jenis Penguasaan Hak Atas Tanah


a. Hukum Adat
Hukum Tanah Adat (HTA) merupakan hukum adat mengenai tanah. HTA
berlaku di kalangan masyarakat asli Indonesia sebelum bangsa asing (Portugis,
Belanda, Inggris dan lainnya) datang ke Indonesia. HTA merupakan hukum tidak
tertulis. Konsepsi Hukum Tanah Adat dapat dirumuskan sebagai konsepsi yang
komunalistik religius, yang memungkinkan penguasaan tanah secara individual,
dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi sekaligus mengandung unsur
kebersamaan.
b. Hukum Tanah Nasional
Hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegang
hak untuk mempergunakan dan/atau memperoleh manfaat dari tanah yang
dihakinya.
Wewenang pemegang hak atas tanah:
- Umum
Menggunakan tanah termasuk tubuh bumi, air dan ruang yang ada
di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung
berhubungan dengan penggunaan tanah dalam batas-batas tertentu
menurut UUPA dan peraturan perundangan lainnya yang lebih tinggi.
- Khusus
Menggunakan tanahnya sesuai dengan macam-macam hak atas
tanah yang dimilikinya. Misalnya :

HM = dpt utk pertanian dapat juga untuk mendirikan bangunan

HGB = hanya untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah


yang bukan miliknya.

HGU = menggunakan tanah utk kepentingan perusahaan dibidang


pertanian, perkebunan, peternakan atau perikanan.

Dasar hukum pengaturan hak atas tanah pasal 4 ayat (1) UUPA atas dasar
HMN ditentukan macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah yang
dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun
bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum.

3. Studi Kasus ( Posisi Sengketa Tanah Adat Pada Suku Dayak Tobak )
Tanah mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam Hukum Adat, karena
merupakan satu-satunya benda kekayaan yang meskipun mengalami keadaan yang
bagaimanapun akan tetap dalam keadaan semula. Mengingat arti pentingnya tersebut,
untuk mempertahankan eksistensinya dan kepemilikannya secara nyata pada Suku
Dayak Tobak, tanah dibuat batas-batas untuk menghindari terjadinya sengketa sekaligus
menunjukan kepemilikan tanah tersebut.
Pada Suku Dayak Tobak terdapat berbagai jenis tanah yang kepemilikannya
merupakan milik perseorangan, keluarga dan persekutuan masyarakat Hukum Adat.
Adapun kasus sengketa tanah yang menjadi objek adalah sengketa tanah milik
perseorangan, dimana para pihak yang bersengketa adalah :
1. Bapak Kunci, sebagai Penggugat.
2. Bapak Onggo, sebagai Tergugat
Penggugat dan Tergugat merupakan tetangga dalam satu dusun, yaitu Dusun
Tebang Benua. Tanah yang menjadi sengketa kebetulan juga berdekatan, yang hanya
dibatasi dengan kayu-kayu. Kasus terjadi bermula ketika adanya klaim batas oleh
tergugat terhadap tanah milik penggugat. Namun klaim batas tersebut dibantah oleh
penggugat, karena jika demikian maka luas tanahnya berkurang dari luas yang telah
diketahui, dimana penggugat melihat batas patok berupa kayu bergeser dari tempat
semula.
Selaku pemilik tanah tentunya penggugat merasa rugi, lalu menemui tergugat untuk
menyampaikan bahwa telah terjadi pergeseran batas tanah. Tergugat merasa keberatan,
karena yakin tidak terjadi pergeseran pada batas tanah. Musyawarah telah dilaksanakan
diantara kedua belah pihak, tapi belum ditemukan jalan keluar, karena masing-masing
pihak yakin pada batas-batas tanah yang telah mereka pasang.
Penggugat dan Tergugat akhirnya sepakat untuk menyelesaikan perkara diantara
mereka melalui Kepala Adat selaku orang yang dapat dipercaya dapat adil dalam
memutus perkara. Para pihak diwajibkan untuk membawa saksi-saksi yang dapat
menguatkan mereka sebagai pemilik tanah, saksi yang dihadirkan haruslah orang yang
mengenal para pihak yang bersengketa dan bertempat tinggal dekat dengan tanah yang
disengketakan, setelah saksi-saksi dihadirkan dan didengarkan kesaksian dihadapan
Kepala Adat maka baru dapat diputuskan siapa yang berhak atas tanah yang
disengketakan. Putusan yang dibuat tersebut bukan untuk menunjukan siapa yang
menang dan siapa yang salah, melainkan untuk mendamaikan kedua belah pihak yang
bersengketa dan dikemudian hari dapat hidup rukun kembali.
SUMBER

1. http://e-journal.uajy.ac.id/311/3/2MIH01581.pdf
2. http://iniprolog.blogspot.com/2017/06/konsepsi-hukum-adat-dan-hukum-tanah.html
3. http://eprints.undip.ac.id/17938/1/Tias_Vidawati.pdf
4.

Anda mungkin juga menyukai