DISUSUN OLEH :
A. Konsep Medis
1. Definisi penyakit
Talasemia merupakan sindrom kelainan yag diwariskan (inherited) dan masuk
kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan gangguan
sintesis Hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin.(Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II Edisi V.Aru W. Sudoyo.dkk.2009).
Thalassemia merupakan penyakit anemia hemolitik, dimana terjadi kerusakan sel
darah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritosit menjadi pendek (kurang dari
120 hari). Penyebab kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat
dari gangguan dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb.
2. Klasifikasi dan manifestasi klinis
Klasifikasi talasemia dibedakan atas: (pattrick davey)
a. Talasemia minor
Umumnya orang yang menderita thalasemia minor tidak merasakan gejala
yang berat. Para thallerminor terkadang hanya mengalami gejala kurang darah
(anemia) yang ringan dan mereka tidak akan menjadi penderita Thalassaemia
mayor. Thalassaemia minor disebabkan oleh kelainan genetik yang diturunkan
dari orangtua. Penyakit ini pada umumnya tanpa adanya gejala. Kebanyakan
Thalassaemia minor sering disangka sebagai anemia saja akibat kekurangan
nutrisi (anemia defisiensi zat besi). Namun setelah dilakukan pemeriksaan darah
tepi, akan menunjukkan kadar hemoglobin yang rendah dan sel ukuran darah
merah yang kecil. Tampilan klinis normal, splenomegali dan hepatomegali
ditemukan pada sedikit penderita, hyperplasia eritroid stipples ringan sampai
sedang pada sumsum tulang, bentuk homozigot, anemia ringan, MCV rendah.
Pada penderita yang berpasangan harus diperiksa. Karena karier minor pada
kedua pasangan dapat menghasilkan keturunan dengan thalasemia mayor.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:
1) Gizi buruk
2) Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba.
3) Aktivitas tidak efektif karena pembesaran limpa dan hati (hepatomegali),
limpa yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja.
b. Talasemia mayor
Bagi orang yang menderita Thalassaemia mayor dianjurkan untuk menghindari
konsumsi makanan yang kaya zat besi, seperti daging merah, hati, sayuran hijau
(bayam, kangkung, dsb) sebab akan terjadi penumpukkan zat besi di dalam
tubuhnya.
Akibat dari penimbunan besi tersebut dapat mengakibatkan pembengkakan
pada limfa sehingga perutnya tampak membesar dan terasa sakit. Para penderita
Thalassaemia mayor membutuhkan transfusi darah secara rutin seumur hidupnya.
Gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari 1 tahun, yaitu :
1) Anemia simtomatik pada usia 6-12 bulan, seiring dengan turunnya kadar
hemoglobin fetal.
2) Anemia mikrositik berat, terdapat sel target dan sel darah merah yang
berinti pada darah perifer, tidak terdapat HbA. Kadar Hb rendah mencapai 3
atau 4g%.
3) Lemah, pucat
4) Pertumbuhan fisik dan perkembangannya terhambat, kurus, penebalan
tulang tengkorak, splenomegali, ulkus pada kaki, dan gambaran
patognomonik “hair on end”.
5) Berat badan kurang
6) Tidak dapat hidup tanpa transfuse
c. Talasemia intermedia
Thalassaemia intermedia adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
anemia yang lebih berat daripada beta – Thalassaemia minor, tapi tidak
memerlukan transfusi reguler untuk menjaga kadar hemoglobin dan kualitas
hidup. Penyakit ini merupakan penyakit yang diturunkan dari kedua
orangtua yang membawa sifat Thalassaemia yaitu Thalassaemia minor. Terdapat
1 dari 4 kemungkinan kesempatan kehamilan bahwa anak mereka akan terlahir
sebagai thaller. Meskipun pasien Thalassaemia intermedia biasanya dapat
mempertahankan tingkat hemoglobin lebih besar dari 7 gr / dL, yang paling
penting adalah masalah klinis daripada tingkat hemoglobin untuk diagnosis.
1) Anemia mikrositik, bentuk heterozigot
2) Tingkat keparahannya berada diantara thalasemia minor dan thalasemia
mayor, masih memproduksi sejumlah kecil HbA.
3) Anemia agak berat 7-9 g/dL dan splenomegali
4) Tidak tergantung pada tranfuse
Penyakit ini juga kadang disebut Cooley, atau Mediterania anemia, atau
kebanyakan orang hanya menyebutnya sebagai thalassemia. Beta Thalassaemia
intermedia, bentuk lebih ringan dari gangguan, mengurangi kemampuan tubuh untuk
memproduksi hemoglobin “dewasa” dan menyebabkan anemia. Para penderita akan
kehilangan salah satu “bahan” untuk membuat hemoglobin dewasa
normal. Hemoglobin adalah bagian dari sel darah merah.
Semua thalasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya
bervariasi. Sebagian besar penderita mengalami anemia yang
ringan. Pada bentuk yang lebih berat, misalnya beta-thalasemia
mayor, bisa terjadi sakit kuning (jaundice), luka terbuka di kulit
(ulkus, borok), batu empedu dan pembesaran limpa. Sumsum
tulang yang terlalu aktif bisa menyebabkan penebalan dan
pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-
tulang panjang menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang
menderita thalasemia akan tumbuh lebih lambat dan mencapai
masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak lainnya yang
normal.
Gejala khas adalah :
1) Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak
antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
2) Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi
kelabu karena penimbunan besi.
3. Etiologi
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan
secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. Dimana
terjadi kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
menjadi pendek ( kurang dari 100 hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang
tidak normal (hemoglobinopatia).
4. Pohon masalah
Masuk kesirkulasi
Deformitas tulang
Metabolism sel
Merangsang eritropoesis
- Perubahan bentuk wajah
- Penonjolan tulang tengkorak Pertumbuhan sel dan
- Pertumbuhan pada tulang otak terhambat
maksila
- Terjadi face coley
Pembentukan RBC baru
yang immature dan mudah
lisis
Terjadi peningkatan Fe
Perubahan pembentukan
Gambaran diri negative
ATP
hemosiderosis
Gangguan citra diri Energy yang dihasilkan
Pigmentasi kulit (coklat
kehitaman )
Kelemahan fisik
Terjadi hemapoesis
Kerusakan integritas
diextra medula
kulit Intoleransi aktivitas
fibrosis Paru-paru
Pancreas DM
Perut buncit
menekan diafragma Imunitas menurun plenokromi
Resiko infeksi
Compliance paru-paru
terganggu Perkusi nafas meningkat
7. Konsep hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan proses yang karena suatu alasan yang berencana atau
darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di Rumah Sakit menjalani terapi dan
perawatan sampai pemulangannya kembali.
Hospitalisasi merupakan trauma untuk semua usia. Anak melihat sebagai hukuman,
penolakan dan diabaikan. Tiap anggota keluarga akan terpengaruh. Koping anak
berbeda dari orang dewasa : mempunyai keterbatasan dalam hal koping keahlian dan
strategi. Reaksinya lebih peka. Pada orang dewasa bertindak lebih bertanggung jawab
terhadap perawatan mereka.
Hubungan stressor dengan hospitalisasi : mendukung hubungan dengan staff.
Koping dengan prosedur dan terapi. Koping dengan gejala. Koping dengan perpisahan
dari orang tua, anggota keluarga dan teman. Koping dengan aturan sosial yang telah
ada. Koping dengan batasan-batasan, sekolah dan finansial.
Bermain untuk mengurangi stress akibat hospitalisasi. Tujuannya yaitu melanjutkan
tumbuh kembang yang optimal. Mengekspresikan pikiran dan fantasi melalui bermain.
Mengembangkan kreatifitas melalui pengalaman bermain dan beradaptasi. Prinsip
bermain di rumah sakit yaitu tidak membutuhkan energi, singkat dan sederhana.
Mempertimbangkan keamanan. Kelompok umur sama. Tidak bertentangan dengan
pengobatan. Dan melibatkan orang tua.
a. Faktor-Faktor Penyebab Stres Hospitalisasi Pada Anak
Beberapa faktor yang menyebabkan stres akibat hospitalisasi pada anak adalah :
1) Lingkungan : Saat dirawat di Rumah Sakit klien akan mengalami lingkungan
yang baru bagi dirinya dan hal ini akan mengakibatkan stress pada anak.
2) Berpisah dengan Keluarga : Klien yang dirawat di Rumah Sakit akan merasa
sendiri dan kesepian, jauh dari keluarga dan suasana rumah yang akrab dan
harmonis.
3) Kurang Informasi : Anak akan merasa takut karena dia tidak tahu apa yang
akan dilakukan oleh perawat atau dokter. Anak tidak tahu tentang penyakitnya
dan kuatir akan akibat yang mungkin timbul karena penyakitnya.
4) Masalah Pengobatan : Anak takut akan prosedur pengobatan yang akan
dilakukan, karena anak merasa bahwa pengobatan yang akan diberikan itu
akan menyakitkan.
5) Dengan mengerti kebutuhan anak sesuai dengan tahap perkembangannya dan
mampu memenuhi kebutuhan tersebut, perawat dapat mengurangi stress
akibat hospitalisasi dan dapat meningkatkan perkembangan anak kearah yang
normal.(Whaley & Wong’s, 1999).
b. Faktor Resiko Yang Meningkatkan Anak Lekas Tersinggung Pada Stres
Hospitalisasi.
1) Temperamen yang sulit
2) Ketidakcocokan antara anak dengan orang tua
3) Usia antara 6 bulan – 5 tahun
4) Anak dengan jenis kelamin laki-laki
5) Intelegensi dibawah rata-rata
6) Stres yang berkali-kali dan terus-manerus .(Whaley & Wong’s, 1999)
c. Reaksi-Reaksi Saat Hospitalisasi ( Saat Di R.S ) Sesuai Dengan Perkembangan
Anak
1) Bayi (0-1 tahun)
Bila bayi berpisah dengan orang tua, maka pembentukan rasa percaya dan
pembinaan kasih sayangnya terganggu. Pada bayi usia 6 bulan sulit untuk
memahami secara maksimal bagaimana reaksi bayi bila dirawat, Karena bayi
belum dapat mengungkapkan apa yang dirasakannya. Sedangkan pada bayi
dengan usia yang lebih dari 6 bulan, akan banyak menunjukkan perubahan.
Pada bayi usia 8 bulan atau lebih telah mengenal ibunya sebagai orang
yang berbeda-beda dengan dirinya, sehingga akan terjadi “Stranger Anxiety”
(cemas pada orang yang tidak dikenal), sehingga bayi akan menolak orang
baru yang belum dikenal. Kecemasan ini dimanifestasikan dengan meanagis,
marah dan pergerakan yang berlebihan.Disamping itu bayi juga telah merasa
memiliki ibunya ibunya, sehingga jika berpisah dengan ibunya akan
menimbulkan “Separation Anxiety” (cemas akan berpisah). Hal ini akan
kelihatan jika bayi ditinggalkan oleh ibunya, maka akan menangis sejadi-
jadinya, melekat dan sangat tergantung dengan kuat.
2) Toddler (1-3 tahun)
Toddler belum mampu berkomunikasi dengan menggunkan bahasa yang
memadai dan pengertian terhadap realita terbatas. Hubungan anak dengan ibu
sangat dekat sehingga perpisahan dengan ibu akan menimbulkan rasa
kehilangan orang yang terdekat bagi diri anak dan lingkungan yang dikenal
serta akan mengakibatkan perasaan tidak aman dan rasa cemas. Disebutkan
bahwa sumber stress utama pada anak yaitu akibat perpisahan (usia 15-30
bulan). Anxietas perpisahan disebut juga “Analitic Depression”
Respon perilaku anak akibat perpisahn dibagi dalam 3 tahap, yaitu :
a) Tahap Protes (Protest) : Pada tahap ini dimanifestasikan dengan menangis
kuat, menjerit dan memanggil ibunya atau menggunakan tingkah laku
agresif agar orang lain tahu bahwa ia tidak ingin ditinggalkan orang
tuanya serta menolak perhatian orang lain.
b) Tahap Putus Asa (Despair) Pada tahap ini anak tampak tenang, menangis
berkurang, tidak aktif, kurang minat untuk bermain, tidak nafsu makan,
menarik diri, sedih dan apatis.
c) Tahap menolak (Denial/Detachment) Pada tahap ini secara samar-samar
anak menerima perpisahan, membina hubungan dangkal dengan orang
lain serta kelihatan mulai menyukai lingkungan.
Toddler telah mampu menunjukkan kestabilan dalam mengontrol dirinya
dengan mempertahankan kegiatan rutin seperti makan, tidur, mandi, toileting
dan bermain. Akibat sakit dan dirawat di Rumah Sakit, anak akan kehilangan
kebebasan dan pandangan egosentrisnya dalam mengembangkan otonominya.
Hal ini akan menimbulkan regresi. Ketergantungan merupakan karakteristik
dari peran sakit. Anak akan bereaksi terhadap ketergantungan dengan
negatifistik dan agresif. Jika terjadi ketergantungan dalam jangka waktu lama
(karena penyakit kronik) maka anak akan berespon dengan menarik diri dari
hubungan interpersonal.
3) Pra Sekolah (3-6 tahun)
Anak usia Pra Sekolah telah dapat menerima perpisahan dengan orang
tuannya dan anak juga dapat membentuk rasa percaya dengan orang lain.
Walaupun demikian anak tetap membutuhkan perlindungan dari keluarganya.
Akibat perpisahan akan menimbulkan reaksi seperti : menolak makan,
menangis pelan-pelan, sering bertanya misalnya : kapan orang tuanya
berkunjung, tidak kooperatif terhadap aktifitas sehari-hari.
Kehilangan kontrol terjadi karena adanya pembatasan aktifitas sehari-hari
dan karena kehilangan kekuatan diri.Anak pra sekolah membayangkan bahwa
dirawat di rumah sakit merupakan suatu hukuman, dipisahkan, merasa tidak
aman dan kemandiriannya dihambat. Anak akan berespon dengan perasaan
malu, bersalah dan takut.
Anak usia pra sekolah sangat memperhatikan penampilan dan fungsi
tubuh. Mereka menjadi ingin tahu dan bingung melihat seseorang dengan
gangguan penglihatan atau keadaan tidak normal. Pada usia ini anak merasa
takut bila mengalami perlukaan, anak memgangap bahwa tindakan dan
prosedur mengancam integritas tubuhnya. Anak akan bereaksi dengan agresif,
ekspresif verbal dan depandensi.
Disamping itu anak juga akan menangis, bingung, khususnya bila keluar
darah dari tubuhnya. Maka sulit bagi anak untuk percaya bahwa infeksi,
mengukur tekanan darah, mengukur suhu perrektal dan prosedur tindakan
lainnya tidak akan menimbulkan perlukaan.
4) Sekolah (6-12 tahun)
Anak usia sekolah yang dirawat di rumah sakit akan merasa khawatir akan
perpisahan dengan sekolah dan teman sebayanya, takut kehilangan
ketrampilan, merasa kesepian dan sendiri. Anak membutuhkan rasa aman dan
perlindungan dari orang tua namun tidak memerlukan selalu ditemani oleh
orang tuanya.
Pada usia ini anak berusaha independen dan produktif. Akibat dirawat di
rumah sakit menyebabkan perasaan kehilangan kontrol dan kekuatan. Hal ini
terjadi karena adanya perubahan dalam peran, kelemahan fisik, takut mati dan
kehilangan kegiatan dalam kelompok serta akibat kegiatan rutin rumah sakit
seperti bedrest, penggunaan pispot, kurangnya privacy, pemakaian kursi roda,
dll.
Anak telah dapat mengekpresikan perasaannya dan mampu bertoleransi
terhadap rasa nyeri. Anak akaqn berusaha mengontrol tingkah laku pada
waktu merasa nyeri atau sakit denga cara menggigit bibir atau menggengam
sesuatu dengan erat. Anak ingin tahu alas an tindakan yang dilakukan pada
diri9nya, sehingga ia selalu mengamati apa yang dikatakan perawat. Anak
akan merasa takut terhadap mati pada waktu tidur.
5) Remaja (12-18 tahun)
Kecemasan yang timbul pada anak remaja yang dirawat di rumah sakit
adalah akibat perpisahan dengan teman-teman sebaya dan kelompok. Anak
tidak merasa takut berpisah dengan orang tua akan tetapi takut kehilangan
status dan hubungan dengan teman sekelompok. Kecemasan lain disebabkan
oleh akibat yang ditimbulkan oleh akibat penyakit fisik, kecacatan serta
kurangnya “privacy”.
Sakit dandirawat merupakan ancaman terhadap identitas diri,
perkembangan dan kemampuan anak. Reaksi yang timbul bila anak remaja
dirawat, ia akan merasa kebebasannya terancam sehingga anak tidak
kooperatif, menarik diri, marah atau frustasi.
Remaja sangat cepat mengalami perubahan body image selama
perkembangannya. Adanya perubahan dalam body image akibat penyakit atau
pembedahan dapat menimbulkan stress atau perasaan tidak aman. Remaja
akan berespon dengan banyak bertanya, menarik diri dan menolak orang lain.
d. Reaksi Keluarga Terhadap Anak Yang Sakit Dan Dirawat Dirumah Sakit
Seriusnya penyakit baik akut atau kronis mempengaruhi tiap anggota dalam
keluarga :
1) Reaksi orang tua
Orang tua akan mengalami stress jika anaknya sakit dan dirawat dirumah
sakit. Kecemasan akan meningkat jika mereka kurang informasi tentang
prosedur dan pengobatan anak serta dampaknya terhadap masa depan anak.
Orang tua bereaksi dengan tidak percaya terutama jika penyakit ananknya
secara tiba-tiba dan serius.
Setelah menyadari tentang keadaan anak, maka mereka akan bereaksi
dengan marah dan merasa bersalah, sering menyalahkan diri karena tidak
mampu merawat anak sehingga anak menjadi sakit
2) Reaksi Sibling
Reaksi sibling terhadap anak yang sakit dan dirawat dirumah sakit adalah
marah, cemburu, benci dan bersalah.Orang tua seringkali mencurahkan
perhatiannya lebih besar terhadap anak yang sakit dibandingkan dengan anak
yang sehat. Hal ini akan menimbulkan perasaan cemburu pada anak yang
sehat dan anak merasa ditolak.
e. Peran Perawat Dalam Mengurangi Stres Akibat Hospitalisasi
Anak dan keluarga membutuhkan perawatan yang kompeten untuk
meminimalkan efek negatif dari hospitalisasi. Fokus dari intervensi keperawatan
adalah meminimalkan stressor perpisahan, kehilangan kontrol dan perlukaan
tubuh atau rasa nyeri pada anak serta memberi support kepada keluarga seperti
membantu perkembangan hubungan dalam keluarga dan memberikan informasi :
Mencegah atau meminimalkan dampak dari perpisahan, terutama pada anak usia
kurang dari 5 tahun.
1) Rooming In : Yaitu orang tua dan anak tinggal bersama.Jika tidak bisa,
sebaiknya orang tua dapat melihat anak setiap saat untuk mempertahankan
kontak tau komunikasi antar orang tua dan anak.
2) Partisipasi Orang tua
Orang tua diharapkan dapat berpartisipasi dalam merawat anak yang
sakit terutama dalam perawatan yang bisa dilakukan misal : memberikan
kesempatan pada orang tua untuk menyiapkan makanan pada anak atau
memandikan. Perawat berperan sebagai Health Educator terhadap keluarga.
Membuat ruang perawatan seperti situasi di rumah dengan mendekorasi
dinding memakai poster atau kartu bergambar sehingga anak merasa aman
jika berada diruang tersebut.
Membantu anak mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah
dengan mendatangkan tutor khusus atau melalui kunjungan teman-teman
sekolah, surat menyurat atau melalui telpon.
3) Mencegah perasaan kehilangan kontrol
Physical Restriction (Pembatasan Fisik)
Pembatasan fisik atau imobilisasi pada ekstremitas untuk
mempertahankan aliran infus dapat dicegah jika anak kooperatif. Untuk
bayi dan toddler, kontak orang tua – anak mempunyai arti penting untuk
mengurangi stress akibat restrain. Pada tindakan atau prosedur yang
menimbulkan nyeri, orang tua dipersiapkan untuk membantu,
mengobsevasi atau menunggu diluar ruangan. Pada beberapa kasus pasien
yang diisolasi, misal luka bakar berat, dengan menempatkan tempat tidur
didekat pintu atau jendela, memberi musik, dll.
Gangguan dalam memenuhi kegiatan sehari-hari : Respon anak
terhadap kehilangan, kegiatan rutinitas dapat dilihat dengan adanya
masalah dalam makan, tidur, berpakaian, mandi, toileting dan interaksi
social. Teknik untuk meminimalkan gangguan dalam melakukan kegiatan
sehari-hari yaitu dengan “Time Structuring”. Pendekatan ini sesuai untuk
anak usia sekolah dan remaja yang telah mempunyai konsep waktu. Hal ini
meliputi pembuatan jadual kegiatan penting bagi perawat dan anak, misal :
prosedur pengobatan, latihan, nonton TV, waktu bermain, dll. Jadual
tersebut dibuat dengan kesepakatan antara perawat, orang tua dan anak.
4) Meminimalkan rasa takut terhadap perlakuan tubuh dan rasa nyeri
Persiapan anak terhadap prosedur yang menimbulkan rasa nyeri adalah
penting untuk mengurangi ketakutan. Perawat menjelaskan apa yang akan
dilakukan, siapa yang dapat ditemui oleh anak jika dia merasa takut, dll.
Memanipulasi prosedur juga dapat mengurangi ketakutan akibat perlukaan
tubuh, misal : jika anak takut diukur temperaturnya melalui anus, maka
dapat dilakukan melalui ketiak atau axilla.
5) Memaksimalkan manfaat dari hospitalisasi
Walaupun hospitalisasi merupakan stressfull bagi anak dan keluarga,
tapi juga membantu memfasilitasi perubahan kearah positif antara anak dan
anggota keluarga :
a. Membantu perkembangan hubungan orang tua – anak
Hospitalisasi memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar
tentang pertumbuhan dan perkembangan anak. Jika orang tua tahu
reaksi anak terhadap stress seperti regresi dan agresif, maka mereka
dapat memberi support dan juga akan memperluas pandangan orang
tua dalam merawat anak yang sakit.
b. Memberi kesempatan untuk pendidikan
Hospitalisasi memberi kesempatan pada anak dan anggota keluarga
belajar tentang tubuh, profesi kesehatan, dll.
c. Meningkatkan Self – Mastery
Pengalaman menghadapi krisis seperti penyakit atau hospitalisasi akan
memberi kesempatan untuk self - mastery. Anak pada usianya lebih
mudah punya kesempatan untuk mengetest fantasi atau realita.Anak
yang usianya lebih besar, punya kesempatan untuk membuat
keputusan, tidak tergantung dan percaya diri perawat dan
memfasilitasi perasaan self-mastery dengan menekan kemampuan
personal anak.
d. Memberi kesempatan untuk sosialisasi
Jika anak yang dirawat dalam satu ruangan usianya sebaya maka akan
membantu anak untuk belajar tentang diri mereka. Sosialisasi juga
dapat dilakukan dengan team kesehatan se3lain itu orang tua juga
memperoleh kelompok social baru dengan orang tua anak yang punya
masalah yang sama.
6) Memberi support pada anggota keluarga
Perawat dapat mendiskusikan dengan keluarga tentang kebutuhan anak,
membantu orang tua. Mengidentifikasi alas an spesifik dari perasaan dan
responnya terhadap stress memberi kesempatan kepada orang tua untuk
mengurangi beban emosinya.
Memberi Informasi merupakan salah satu intervensi keperawatan yang
penting adalah memberikan informasi sehubungan dengan penyakit,
pengobatan, serta prognosa, reaksi emosional anak terhadap sakit dan
dirawat, serta reaksi emosional anggota keluarga terhadap anak yang sakit
dan dirawat.
Melibatkan Sibling yaitu keterlibatan sibling sangat penting untuk
mengurangi stress pada anak. Misalnya keterlibatan dalam program rumah
sakit (kelompok bermain), mengunjungi saudara yang sakit secara teratur,
dll.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian meupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan
mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui permasalahan
yang ada. Untuk melakukan langkah pertama ini dibutuhkan pengetahuan dan
kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang perawat diantaranya pengetahuan
tentang kebutuhan atau bio-psiko-sosial dan spiritual, bagi manusia yang memandang
manusia dari segi aspek biologis, pikologis, sosial dan tinjauan dari aspek spiritual
juga pengetahuan akan kebutuhan pengembangan manusia (tumbuh kembang dari
kebutuhan dasarnya) pengetahuan dari konsep sehat dan sakit, pengetahuan tentang
patofosiologi dan penyakit yang dialami, pengetahuan tentang sistem keluarga dan
kultur budaya serta nilai keyakinan yang dialami klien ( Hidayat, 2011).
a. Data demografi
1) Identitas klien : nama, umur (Pada thalasemia mayor yang gejala kliniknya
jelas,gejala tersebut telah terlihat sejak umur dari 1 tahun,sedangkan pada
talasemia minor yang gejlanya lebih ringan biasanya anak baru datang
berobat pada umur 4-6 tahun) penyakit thalasemia dapat terjadi pada semua
jenis kelamin, suku/bangsa, agama, alamat.
2) Identitas penanggung jawab: nama orangtua, umur, jenis kelamin, pendidikan
(karena tingkat pendidikan mempengaruhi tingkat pemahaman penanggung
jawab tentang kondisi penyakit klien dan cara mengatasi penyakit klien),
agama, pekerjaan, alamat, data ini sangat diperlukan karena penanggung
jawab adalah orang yang bisa perawat hubungi saat akan dilakukan suatu
tindakan.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Biasanya keluhan utama yang sering timbul pada thalasemia adalah
yang ditandai keluhan nyeri kepala, pasien lemah, sesak nafas, badan
kekuningan.
2) Riwayat penyakit saat ini
Biasanya thalasemia mengeluhkan kepala pusing dan badan terus
semakin lemah bila digunakan beraktivitas dan badannya kekuningan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Biasanya thalasemia sering timbul setelah infeksi saluran nafas atas
infeksi pada hidung dan tenggorokan), resiko tinggi timbul pada klien dengan
riwayat alkohol, infeksi pernafasan dan klien dengan immunosupresi
(kelemahan dalam sistem imun) (Nursalam, 2011).
4) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya apakah di dalam keluarga ada yang thalasemia, karena
merupakan penyakit keturunan,maka perlu dikaji apakah orang tuanya ada yg
menderita talasemia
5) Riwayat kehamilan dan persalinan
a) Antenal
Pada saat ibu hamil, pernah mengalami kelainan atau penyakit apa
yang pernah diderita ibu dan apakah pernah memeriksakan kehamilannya
serta riwayat Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara
mendalam adanya faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor
resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami
oleh anak setelah lahir.
b) Natal
Apakah selama persalinan mengalami gangguan dan melahirkan
dimana secara normal atau kelainan adanya asfiksia.
c) Post natal
Bagaimana keadaan bayi baru lahir, sehat atau tidak, penilaian
apgar skor normal (7-10).
d) Riwayat imunisasi
6 TT 0,5 cc Im
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : Keadaan umum biasanya meliputi ringan, sedang dan berat.
lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang seusia.
2) Kesadaran : biasanya anak yang mengalami thalasemia kesadarannya sedikit
menurun
3) Pemeriksaan tanda-tanda vital
a) TD : Hipotensi (< 90/60 mmHg)
Nadi : Takikardi (> 90x/menit)
RR : Takipnea (> 30x/ mnt)
Suhu : Naik/Turun
b) Antropometri
Rumusan cara mencari berat badan normal:
a Perkiraan berat badan dengan kilogram
(1) Lahir : 3,25 kg
(2) 3-12 bulan : 1/2x(usia dalam bulan +9) kg
(3) 1-6 tahun : 2x(usia anak dalam tahun)+8 kg
b Perkiraan tinggi badan dalam sentimeter
(1) Lahir : 50 cm
(2) Umur 1 tahun : 75 cm
(3) 2-12 tahun : 6 x (usia anak)+77cm
c Periksa Lingkar Lengan atas dalam sentimeter
(1) Lahir : 11 cm
(2) 1-3 tahun : 16 cm
(3) 1 tahun : bertambah 5 cm/tahun
d Periksa lingkar lengan atas dalam sentimeter
(1) Lahir : 11 cm
(2) 1 tahun : 16 cm
e Pemeriksaan dengan pengukuran Indeks Masa Tubuh (IMT):
IMT = Berat badan (BB) Kg
(Tinggi badan (TB) m)2
Keterangan:
< 16 : Malnutrisi
16-19 : BB kurang
20-25 : Normal
26-30 : BB lebih
31-40 : Kegemukan sedang menuju berat
>40 : Kegemukan yang tidak wajar
4) Pemeriksaan fisik
a) Kepala : deformitas pada muka dan hipersplenisme, anak yang belum
mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar
dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata
lebar, tulang dahi terlihat lebar
b) Mata : Kuning, konjungtiva pucat
c) Hidung : Nyeri sinus maxilla
d) Mulut : Bibir pucat, gusi pucat, pertumbuhan gizi buruk
e) Leher : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar, tidak ada
lesi dan benjolan
f) Thorak : Tarikan intercostae, suara jantung, murmur, S3 gallop,
pembesaran jantung
g) Abdomen : Terdapat hepatosplenomegali, pembesaran limfe. Bentuk
abdomen membesar,tidak ada lesi
h) Ekstremitas : tulang menjadi tipis dan terjadi fraktur patologik
5) Pemeriksaan diagnostik
a. Darah tepi :
- Hb, gambaran morfologi eritrosit
- Retikulosit meningkat
b. Sumsum tulang ( tidak menentukan diagnosis):
c. Pemeriksaan khusus:
- Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
- Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
- Pemeriksaan pedigree : kedua orang tua pasien thalasemia mayor
merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (>3,5% dari Hb total).
d. Pemeriksaan lain radiologi :
- Foto Ro tulang kepala : gambaran Hair on end, korteks menipis, diploe
melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
- Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang
sehingga trabekula tampak jelas.
2. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman O2 ke sel.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan berkurangnya suplai
O2/ Na ke jaringan yang ditandai dengan klien mengeluh
lemas dan mudah lelah ketika beraktifitas.
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
sirkulasi dan neurologis (anemia) yang ditandai dengan kulit
bersisik kehitaman pada beberapa tempat.
d. Resiko gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan
hipoksia jaringan.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
f. Kecemasan berhubungan dengan kondisi anaknya
3. Rencana tindakan keperawatan
No
Tujuan dan kriteria
. Intervensi Rasional
hasil
dx
1. Setelah dilakukan tindakan 1) Awasi tanda-tanda vital, kaji 1) Untuk mengetahui kestabilan
keperawatan selama … x 24 pengisian kapiler, warna kulit/ tanda-tanda vital
jam. Diharapkan perubahan membran mukosa, dasar kuku. 2) Untuk mengurangi terjadinya
perfungsi jaringan anak 2) Tinggikan kepala tempat tidur kontraindikasi pada pasien.
membaik dengan kriteria sesuai toleransi (kontra indikasi 3) Untuk mengetahui adanya
hasil : pada pasien dengan hipotensi). keluhan nyeri pada pasien
1) Tidak terjadi palpitasi 3) Selidiki keluhan nyeri dada, 4) Untuk mengetahui respon
palpitasi. pasien
2) Kulit tidak pucat
4) Kaji respon verbal melambat, 5) Untuk mengurangi adanya
3) Membran mukosa
mudah terangsang, agitasi, kontraindikasi terhadap
lembab
gangguan memori, bingung. lingkungan sekitar
4) Keluaran urine adekuat
5) Catat keluhan rasa dingin, 6) Pemeriksaan laboratorium
5) Tidak terjadi pertahankan suhu lingkungan, dan untuk mengetahui indikasi
mual/muntah dan tubuh hangat sesuai indikasi. lain.
distensil abdomen 6) Kolaborasi pemeriksaan 7) Untuk menstabilkan darah
6) Tidak terjadi laboratorium, Hb, Hmt, AGD, dll. pasien
perubahan tekanan 7) Kolaborasi dalam pemberian 8) Untuk mengurangi adanya
darah transfusi. kecelakaan
7) Orientasi klien baik. 8) Awasi ketat untuk terjadinya
komplikasi transfusi.
2. Setelah dilakukan tindakan Intervensi NIC : 1) Untuk mengetahui
keperawatan selama … x 24 1) Pantau respon kestabilan
jam. Tujuan NOC : kardiorespiratori pasien kardiorespiratori pasien
mentoleransi aktifitas (misalnya, takikardia, 2) Untuk memberikan
yang biasa dilakukan dipsnea, diaforesis, pucat, rasa nyaman kepada
dan ditunjukkan tekanan dan frekuensi pasien
dengan daya tahan. respirasi) 3) Untuk mengajarkan
2) Batasi rangsangan keluarga pasien
lingkungan (seperti cahaya tindakan yang dapat
dan kebisingan) untuk membantu
memfasilitasi relaksasi. penyembuhan pasien
3) Ajarkan kepada pasien dan 4) Untuk membantu
keluarga tentang teknik proses penyembuhan
perawatan diri yang akan pasien
meminimalkan konsumsi
oksigen.
4) Kolaborasikan dengan ahli
terapi okupasi.
3. Setelah dilakukan tindakan Intervensi NIC : 1) Untuk mengetahui
keperawatan selama … x 24 1) Inspeksi adanya apakah adanya
jam. Diharapkan kemerahan, kerusakan pada kulit
integritas jaringan pembengkakan, tanda- 2) Untuk membantu
yang baik tanda dehisensi, atau melancarkan sirkulasi
eviserasi pada daerah 3) Agar keluarga tahu
insisi. bagaimana kerusakan
2) Lakukan pemijatan kulit
disekitar luka untuk 4) Membantu dalam
merangang sirkulasi. proses penyembuhan
3) Ajarkan keluarga tentang luka
tanda kerusakan kulit
4) Gunakan TENS
(transcutaneous electrical
nerve stimulation) untuk
peningkatan penyembuhan
luka.
4. Setelah dilakukan tindakan Intervensi NIC : 1) Untuk meningkatkan
keperawatan selama … x 24 1) Beri diet tinggi nutrisi yang nutrisi pada pasien
jam. Diharapkan tumbuh seimbang 2) Untuk mengetahui
kembang pada anak 2) Pantau tingga dan berat peningkatan berat
optimal badan gambarkan pada badan pasien
grafik pertumbuhan 3) Untuk membantu
3) Dorong aktivitas yang perkembangan anak
sesuai dengan usia klien secara optimal
4) Konsultasikan dengan ahli 4) Untuk meningkatkan
gizi. tumbuh kembang anak
5. Setelah dilakukan tindakan 1) Observasi kemampuan keluarga 1) Mengetahui kemampuan
keperawatan selama …x 24 untuk mempelajari informasi keluarga dalam menerima
jam diharapkan keluarga khusus informasi
dapat mengetahui tentang 2) Identifikasi keperluan informasi 2) Untuk mengetahui
penyakit anaknya dengan yang di butuhkan penanganan yang akan di
kriteria hasil : ajarkan
a. Keluarga dapat 3) Berikan informasi tentang penyakit 3) Mengurangi ansietas dan
mengetahui tanda dan yang di alami klien kepada menambang pengetahuan
gejala dari penyakit keluarganya keluarga
yang di derita oleh 4) Pastikan keakuratan umpan balik 4) Memastikan bahwa keluarga
anaknya dalam penyampaian informasi memahami informasi yang di
b. Menyatakan pemahaman sampaikan dan penangannya
kondisi, proses penyakit,
dan pengobatannya
c. Keluarga tampak tenang
6. Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tingkat kecemasan anak 1) Mengetahui tingkat
keperawatan selama …x 24 2. Fasilitasi rasa aman dengan cara kecemasan klien
jam diharapkan: bapak ikut berperan dalam 2) Untuk mengurangi tingkat
a. kecemasan teratasi merawat anaknya kecemasan klien.
3. Dorong bapak untuk terus 3) Memberikan rasa aman
mensuport anaknya dengan cara 4) Megurangi tingkat
ibu terus berada di dekat anaknya. kecemasan keluarga.
4. Jelaskan dengan sederhana tentang 5) Mengurai kecemasan.
tindakan yang akan di lakukan
tujuan, manfat.
5. Berikan reinforcement untuk
prilaku yang positif
4. Pelaksanaan
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang dibuat.
5. Evaluasi
1) Perbaikan perfusi jaringan dengan tanda-tanda vital yang stabil.
2) Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri
3) Menunjukkan integritas jaringan yang baik
4) Anak mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan umurnya
5) Keluarga mengerti tentang penyakit keluarganya
6) Kecemasan teratasi
DAFTAR PUSTAKA
Mitcheel, Kumar dkk. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit. Jakarta : EGC
Davey, Patrick. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga
Nursalam.2011. Asuhan Keperawatan bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika
Nurarif, Amin Huda dkk. 2013. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnose medis &
NANDA. Jakarta: Medi Action.
Suriadi, dan Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi 2. Jakarta: Sagung
seto
I. IDENTITAS
A. Anak
a. Nama : An. “A”
b. Anak yang ke : 1 ( Pertama)
c. Tanggal lahir/umur : 29 Agustus 2008 / 9 tahun
d. Jenis kelamin : Laki-laki
e. Agama : Islam
B. Orang Tua
1. Ayah
a. Nama : Tn. “A” (Kandung)
b. Umur : 30 Tahun
c. Pekerjaan : Buruh
d. Pendidikan : SMP
e. Agama : Islam
f. Alamat : Gontoran- Lingsar
2. Ibu
a. Nama : Ny. “S” (Kandung)
b. Umur : 30 Tahun
c. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
d. Pendidikan : SMA
e. Agama : Islam
f. Alamat : Gontoran-Lingsar
II. GENOGRAM
Keterangan :
= Laki-laki
= Perempuan
= Pasien
= Garis perkawinan
= Garis keturunan
= Tinggal serumah
III. RIWAYAT PENYAKIT
A. Riwayat Penyakit Sekarang
- Keluhan utama : Bapak pasien mengatakan anaknya pucat.
- Riwayat keluhan : Pasien dan bapak pasien datang ke ruang Gili Nanggu pada
tanggal 21 Mei 2018 pada pukul 11.00 wita. Dengan keluhan pucat. Pasien di
diagnosa menderita thalassemia β mayor pada umur 4 tahun. Bapak pasien
mengatakan terakhir melakukan transfusi darah pada tanggal 2 mei 2018.
- Riwayat penyakit dahulu : Bapak pasien mengatakan anaknya didiagnosa
menderita thalasemia pada umur 4 tahun. Dilakukan transfusi pertama kali pada
umur 4,5 tahun. Bapak pasien mengatakan dalam setahun anaknya 7-10x
melakukan transfusi darah dari kondisi pasien. Selama 4 tahun mengalami
thalasemia pengobatannya yaitu minum obat asam folat dan vit. C serta exjade.
- Keluhan saat pengkajian : Pada saat dikaji pada tanggal 21 mei 2018. Bapak
pasien mengatakan anaknya pucat dan lemah. Pasien tampak pucat, lemah.
Tangan dan kaki tampak pucat. Ujung kaki pucat. Crt > 2 detik. Pasien tampak
bingung.
B. Riwayat penyakit keluarga
Bapak pasien mengatakan tidak ada dalam keluarganya mengalami penyakit yang
diderita oleh anaknya saat ini.
IV. RIWAYAT IMUNIASASI (IMUNISASI LENGKAP)
Tanggal Tempat
Imunisasi Umur Reaksi
pemberian imunisasi
HB 0 1 bulan - Tidak ada reaksi -
BCG 2 bulan - Tidak ada reaksi -
Pentavalen 1 2 bulan - Tidak ada reaksi -
Pentavalen 2 3 bulan - Tidak ada reaksi -
Pentavalen 3 4 bulan - Tidak ada reaksi -
Polio 1 2 bulan - Tidak ada reaksi -
Polio 2 4 bulan - Tidak ada reaksi -
Polio 3 5 bulan - Tidak ada reaksi -
Campak 9 bulan - Tidak ada reaksi -
HIB Ulangan 5 bulan - Tidak ada reaksi -
Campak Ulangan
V. TUMBUH KEMBANG
1. Pertumbuhan Fisik
a. PB/TB : 118 cm
b. BB : 20 kg
c. LK : 49 cm
d. LLA : 14 cm
VI. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN
A. POLA PERSEPSI DAN PENANGANAN KESEHATAN
Sebelum sakit : Bapak pasien mengatakan sebelum sakit anaknya belum
melakukan tes skrining tumbuh kembang. Kemudian apabila ia sakit bapak
mengajak ke puskesmas untuk berobat. Bapak pasien mengatakan tidak ada
program diet yang dilakukan oleh anaknya, latihan maupun olahraga, tetapi
beliau membatasi aktivitas anaknya agar tidak cepat lelah. Bapak pasien
mengatakan ekonomi keluarganya rendah dan tidak mengetahui riwayat medis
keluarganya.
Saat sakit : Bapak pasien mengatakan anaknya pada saat skait
belum melakukan tes skrining tumbuh kembang. Bapak pasien mengatakan
anaknya mengikuti program diet yang diberikan oleh rumah sakit, semenjak
sakit anaknya tidak melakukan latihan maupun olahraga karena badannnya
lemah. Kemudian semenjak anaknya sakit bapak pasien berhenti bekerja karena
mengurus anaknya di rumah sakit. Pengobatan yang sudah dilakukan yaitu
transfusi darah pada tanggal 2 mei 2018.
B. POLA METABOLIK – NUTRISI
Sebelum sakit : Bapak pasien mengatakan nafsu makan anaknya baik, pasien
makan sebanyak 3x sehari, dengan ½ porsi dengan jenis makanan nasi, sayur
dan lauk dan jarang untuk makan buah. Bapak pasien mengatakan tidak ada cara
bentuk penyajiannya. Jenis makanan selingan biasanya diberikan roti dan
anaknya dibatasi untuk jajan sembarangan.
Saat sakit : Bapak pasien mengatakan nafsu makannya menurun,
pasien makan sebanyak 3x sehari dengan porsi sedikit dengan jenis makanan
yang sudah dibuatkan oleh ahli gizi rumah sakit. Bapak pasien mengatakan
anaknya sedikit terasa mual. Tidak melakukan jajan.
C. POLA ELIMINASI
Sebelum sakit : Bapak pasien mengatakan anaknya mampu untuk ke kamar
mandi. BAB : BAB dalam 1x sehari, dengan konsistensi lembek berwarna
kuning dengan bau khas, tidak ada mengalami kelainan. BAK : BAK sebanyak
6-7 kali sehari dengan bau khas urine.
Saat sakit : Bapak pasien mengatakan anaknya ke kamar mandi
dibantu dengan cara dibopong. BAB : BAB 1x sehari dengan konsistensi
lunak/lembek, warnanya sedikit hitam dengan bau khas feses. BAK : BAK
sebanyak 6-7x sehari dengan bau khas urine
D. POLA AKTIFITAS / LATIHAN/ BERMAIN
Sebelum sakit : Bapak pasien mengatakan aktivitas yang sering dilakukan
anaknya bermain dengan temannya, tetapi tidak terlalu lemah. Kemampuan
melakukan aktivitasnya baik, permainan yang sering ia mainkan adalah petak
umpet dll, dan bermain di hp orang tuannya.
Saat sakit : Bapak pasien mengatakan semnejak dirawat dirumah sakit
anaknya hanya berada di tempat tidur dengan menggunakan HP orang tuannya.
Bapak pasien mengatakan semenjak sakit dan perutnya membesar anaknya
mudah cepat lelah dan pucat. Tidak mampu melakukan aktivitas secara optimal.
E. POLA TIDUR DAN ISTIRAHAT
Sebelum sakit : Bapak pasien mengatakan anaknya sebelum tidur selalu untuk
cuci kaki terlebih dahulu, tidak ada kebiasaan tidur pada anaknya. Bapak pasien
mengatakan waktu jam tidurnya pada jam 21.00 dan bangun pada jam 06.00 dan
anaknya tidur dengan ditemani bapaknya. Jarang untuk tidur siang.
Saat sakit : Bapak pasien mengatakan anaknya sebelum tidur untuk
mencuci kaki terlebih dahulu. Bapak pasien mengatakan semenjak masuk ke
rumah sakit anaknya hanya tidur malam pada pukul 22.30 sampai paginya jam
05.00 wita dan anaknya tidur dengan ditemani bapaknya dan tidur siang pada
jam 12.00-13.00.
F. POLA KOGNITIF PERSEPSI
Sebelum sakit : Bapak pasien mengatakan anaknya tidak ada mengalami
gangguan dengan pendengaran, pengelihatan, perasa, peraba, maupun
penciuman, tidak menggunakan alat bantu apapun yang mengambil keputusan
adalah orangtuanya.
Saat sakit : Bapak pasien mengatakan anaknya pada saat sakit perasaanya
sedikit terganggu. Ia merasa bibirnya dan lidahnya merasakan pahit, sedangkan
tidak ada gangguan pada pengelihatan, pendengaran, peraba maupun penciuman
tidak menggunakan alat bantu apapun. Orang tuanya yang mengambil
keputusan.
G. POLA PERSEPSI DIRI- KONSEP DIRI
Sebelum sakit : Bapak pasien mengatakan keadaan sosialnya dan ekonominya
rendah. Pasien merupakan anak pertama. Bapak pasien mengatakan anaknya
mulai tidak enak dengan perutnya yang membuncit dan kepercayaan dirinya
menurun.
Saat sakit : Bapak pasien mengatakan keadaan sosialnya dan ekonominya
rendah. Pasien merupakan anak pertama. Bapak pasien mengatakan anaknya
tidak enak dengan perutnya yang membuncit dan kepercayaan dirinya menurun.
Pada tanggal 22 Mei 2018, pasien menangis kesakitan didaerah tangan disekitar
infus, tampak tangan pasien membengkak, rasanya seperti ditusuk-tusuk dengan
skala 5 sakit pada pemasangan transfusi darah. Pasien mengatakan merasa
cemas. FLACC = 5 (face : 1, leg : 1, activity : 0 , Cry : 2, consolability : 1).
H. POLA HUBUNGAN PERAN
Sebelum sakit : Bapak pasien mengatakan anaknya merupakan anak pertama.
Perannya tidak memperngaruhi kesehatan dan keluarganya. Efek terhadap status
kesehatannya bapak pasien mengatakan sedikit manja dengan orangtuanya.
Proses untuk mengambil keputusan diambil oleh bapak pasien. Bapak pasien
mengatakan pola membesarkan anaknya yaitu tidak terlalu begitu keras.
Hubungan dengan pasien merupakan orang tua pasien yaitu bapak kandung.
Saat sakit : Bapak pasien mengatakan anaknya merupakan anak pertama.
Perannya tidak memperngaruhi kesehatan dan keluarganya. Efek terhadap status
kesehatannya bapak pasien mengatakan sedikit manja dengan orangtuanya.
Proses untuk mengambil keputusan diambil oleh bapak pasien. Bapak pasien
mengatakan pola membesarkan anaknya yaitu tidak terlalu begitu keras.
Hubungan dengan pasien merupakan orang tua pasien yaitu bapak kandung.
I. POLA REPRODUKSI DAN KESEHATAN
Sebelum sakit : Bapak pasien mengatakan anaknya tidak memperhatikan
masalah seksual. Karena berhubung anaknya baru berumur 9 tahun. Pengetahuan
yang berhubungan dengan seksualitas dan reproduksi bapak pasien mengatakan
anaknya mengetahui dirinya berjenis kelamin laki-laki dan bapak pasien
mengatakan tidak ada efek terhadap kesehatannya.
Saat sakit : Bapak pasien mengatakan anaknya tidak memperhatikan
masalah seksual. Karena berhubung anaknya baru berumur 9 tahun. Pengetahuan
yang berhubungan dengan seksualitas dan reproduksi bapak pasien mengatakan
anaknya mengetahui dirinya berjenis kelamin laki-laki dan bapak pasien
mengatakan tidak ada efek terhadap kesehatannya.
J. POLA TOLERANSI TERHADAP STRESS KOPING/HOSPITALISASI
Saat sakit : Pasien merasa khawatir karena tidak mampu untuk bersekolah.
Pasien berusaha mengontrol tingkah lakunya. Pasien ada rasa ingin tahu alasan
dilakukan transfusi darah pada dirinya.
K. POLA KEYAKINAN NILAI
Sebelum sakit : Bapak pasien mengatakan berasal dari suku sasak dengan
ekonomi cukup untuk hidup sehari-hari dengan keluarga. Bapak pasien
mengatakan anaknya rajin untuk sholat dan bapak pasien mengatakan tidak ada
kepercayaan atau larangan yang dapat mempengaruhi kesehatan anaknya.
Saat sakit : Bapak pasien mengatakan berasal dari suku sasak dengan
ekonomi cukup untuk hidup sehari-hari dengan keluarga. Bapak pasien
mengatakan anaknya rajin untuk sholat dan bapak pasien mengatakan tidak ada
kepercayaan atau larangan yang dapat mempengaruhi kesehatan anaknya.
VII. PENGAWASAN KESEHATAN
- Bila sehat pasien tidak diawasi di puskesmas
- Bila sakit bapak pasien mengatakan minta tolong kepada puskesmas kemudia
langsung dibawa ke rumah sakit.
- Pengawasan di rumah bapak pasien mengatakan anaknya diawasi oleh dirinya sendiri
dan dibantu oleh keluarga yang lain juga.
VIII. PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
K. Jantung
Tidak adanya pembesaran jantung. Suara jantung terdengar murmur.
L. Abdomen
Bentuk abdomen membesar, adanya pembesaran organ limfa dan organ hati. Warna
kulit sama dengan warna kulit yang lain. Suara redup pada kuadran 3 dan 4. Adanya
nyeri tekan pada daerah organ hati dan limfa.
M. Ekstremitas
Tidak ada kelainan bentuk ektremitas. Bentuk ektremitas simetris. Tidak adanya
oedema baik ekstremitas atas maupun bawah. Terpasang infus pada ekstremitas
tangan kiri. Kuku pasien tampak pucat. CRT > 2 detik. Kekuatan otot lemah. Tes
refleks bisep dan trisep positif. Tes refleks tendon pattela dan archilles positif. Pada
tanggal 22 mei 2018, tangan pasien tampak bengkak disekitar infus. Pasien tampak
menangis kesakitan.
N. Genetalia : tidak terkaji
O. Anus : tidak terkaji
P. Neurologi : tidak adanya kaku kuduk
Q. Antropometri :
1. BB : 20 kg
2. TB : 118 cm
3. LK : 49 cm
4. LD : 67 cm
5. LL : 14 cm
6. Status Antropometri
- IMT/ U :
IMT = BB / (TB)2
= 20 / (1,18) 2
= 14,36
- IMT/ U = 14,36/ 9
= -2 SD (normal)
XI. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Hasil laboratorium 21/5/2018
No
Diagnosa Kep. Tujuan/Kriteria hasil Intervensi Rasional
.
1. Gangguan Setelah
perfusi dilakukan tindakan 1) Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna 1) Untuk mengetahui kestabilan tanda-tanda
jaringan perifer keperawatan selama 3 x 24 jam. kulit/ membran mukosa, dasar kuku. vital
Diharapkan perubahan perfungsi 2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi (kontra 2) Untuk mengurangi terjadinya
jaringan anak membaik dengan kriteria indikasi pada pasien dengan hipotensi). kontraindikasi pada pasien.
hasil : 3) Selidiki keluhan nyeri dada, palpitasi. 3) Untuk mengetahui adanya keluhan nyeri
1) Pasien tampak tidak pucat 4) Kaji respon verbal melambat, mudah terangsang, agitasi, pada pasien
dan tidak lemah gangguan memori, bingung. 4) Untuk mengetahui respon pasien
2) Konjungtiva tidak pucat 5) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan suhu lingkungan, 5) Untuk mengurangi adanya kontraindikasi
dan tubuh hangat sesuai indikasi. terhadap lingkungan sekitar
3) Sklera ikterus
6) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium, Hb, Hmt, AGD, 6) Pemeriksaan laboratorium untuk
4) Bibir tampak tidak pucat
dll. mengetahui indikasi lain.
5) Kuku tampak tidak pucat
7) Kolaborasi dalam pemberian transfusi. 7) Untuk menstabilkan darah pasien
6) CRT <2 detik
8) Awasi ketat untuk terjadinya komplikasi transfusi. 8) Untuk mengurangi adanya kecelakaan
7) HB dalam batas normal
2. Kecemasan Setelah dilakukan tindakan 6. Observasi tingkat kecemasan anak 6) Mengetahui tingkat kecemasan klien
keperawatan selama 3x 24 jam 7. Fasilitasi rasa aman dengan cara bapak ikut berperan 7) Untuk mengurangi tingkat kecemasan
diharapkan: dalam merawat anaknya klien.
a. kecemasan teratasi 8. Dorong bapak untuk terus mensuport anaknya dengan 8) Memberikan rasa aman
cara ibu terus berada di dekat anaknya. 9) Megurangi tingkat kecemasan keluarga.
9. Jelaskan dengan sederhana tentang tindakan yang akan 10) Mengurai kecemasan.
di lakukan tujuan, manfat.
10. Berikan reinforcement untuk prilaku yang positif
3. Kurang Setelah dilakukan tindakan 1) Observasi kemampuan keluarga untuk mempelajari 1) Mengetahui kemampuan keluarga dalam
keperawatan selama 3x 24 jam informasi khusus menerima informasi
pengetahuan
diharapkan keluarga dapat mengetahui 2) Identifikasi keperluan informasi yang di butuhkan 2) Untuk mengetahui penanganan yang akan
tentang penyakit anaknya dengan di ajarkan
kriteria hasil : 3) Berikan informasi tentang penyakit yang di alami klien 3) Mengurangi ansietas dan menambang
a. Keluarga dapat mengetahui tanda kepada keluarganya pengetahuan keluarga
dan gejala dari penyakit yang di 4) Pastikan keakuratan umpan balik dalam penyampaian 4) Memastikan bahwa keluarga memahami
derita oleh anaknya informasi informasi yang di sampaikan dan
b. Menyatakan pemahaman kondisi, penangannya
proses penyakit, dan
pengobatannya
c. Keluarga tampak tenang
4. Nyeri akut Setelah di lakukan tindakan 1) Kaji karakteristik nyeri, durasi, frekwensi, dan skala nyeri 1) Dasar untuk melakukan intervensi
keperawatan selama 2x 24 jam pasien (0-10). keperawatan.
meningkatkan kenyaman pasien atau 2) Ajarkan tekhnik distraksi dan relaksasi pada pasien. 2) Tekhnik tersebut dapat mengalihkan rasa
nyeri teratasi. 3) Lakukan messase punggung klien, jika nyeri timbul nyeri pasien.
Kriteria hasil: 4) Kolaborasi pemberian obat analgetik sesuai program 3) Massase dapat merangsang pengeluaran
1) Pasien melaporkan nyeri medik, hormone endorphin yang dapat
berkurang atau hilang 5) Rubah posisi tidur pasien : miring kanan, terlentang, mengurangi nyeri.
2) Pasien tampak rileks miring kiri. 4) Menghilangkan rasa nyeri
3) Pasien dapat istirahat dan tidur 5) Memberikan kenyamanan pada klien.
cukup.
4) Skala nyeri 0
5) Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang
XVI. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
No NO.
TGL JAM IMPLEMENTASI RESPON HASIL TTD
. DX
1. 21/05/2018 1. 21.00 – 1) Mengobservasi tanda-tanda vital dan dasar 1) TD = 100/70 mmHg, N= 94x/menit. Komang
08.00 kuku Suhu = 37,1 ˚C, RR = 24x/menit
2) Melakukan transfusi darah 2) Pasien tampak melihat transfusi yang
3) Memantau tetesan transfusi darah dilakukan pada dirinya.
4) Melihat adanya reaksi pada saat transfusi 3) Tetesan transfusi darah tidak macet
darah 4) Tidak adanya reaksi pada saat
5) Mengkolaborasi pemeriksaan Hb transfusi.
5) Hasil pemeriksaan Hb = 8,1 g/dl
2. 1) Mengobservasi kecemasan pasien 1) Pasien tampak cemas pada saat akan
2) Mengajak anak untuk bercanda agar ditransfusi darah.
pasien tidak cemas 2) Pasien tampak sedikit tidak cemas
3) Mendorong orang tua ( bapak ) untuk 3) Orang tua (bapak) berada didekat
berada didekat anak pasien
3. 1) Menanyakan kepada bapak pasien tentang 1) Bapak pasien mengatakan tidak terlalu
informasi penyakit anaknya mengerti tentang penyakit anaknya.
2) Memberitahu tanda dan gejala yang dapat 2) Bapak pasien memberikan respon baik
mempengaruhi keadaan anaknya dengan mendengarkan penjelasan
3) Memastikan penerimaan informasi, yang diberikan
menanyakan kembali sampai mana yang 3) Bapak pasien mampu menjawab
dimengerti sebisa yang ia mengerti.
3. 22/05/2018 1. 14.00- 1) Mengobservasi tanda-tanda vital dan 1) TD = 100/70 mmHg, N= 98x/menit. Komang
20.00 dasar kuku. Suhu = 36,8 ˚C, RR = 24x/menit.
2) Mengatur posisi pasien Kuku tampak pucat
3) Mengambil darah vena pasien 2) Pasien tampak nyaman
4) Melakukan pemberian transfusi darah 3) Pasien tampak takut
5) Memantau tetesan transfusi darah 4) Pasien tampak takut
6) Melihat adanya reaksi pada saat transfusi 5) Tetesan transfusi darah tidak macet
darah 6) Pasien tampak menangis kesakitan,
7) Memeriksa Hb pasien terjadinya pembengkakan di sekitar
infus.
7) Hb = 10,1 g/dl
4. 1) Melakukan pengkajian nyeri 1) Skala nyeri : 5
2) Melakukan up infus pada daerah Face = 1, leg = 1, activity = 0, cry = 2,
pembengkakan consolability = 1.
3) Melakukan pemasangan infus pada tangan 2) Pasien tampak menangis
kanan 3) Pasien tampak menangis
4) Mengajarkan teknik relaksasi nyeri dengan 4) Pasien memberikan respon baik
menarik nafas dalam/ panjang dengan mengikuti
5) Mengatur posisi pasien 5) Pasien tampak lebih nyaman
2. 1) Mengobservasi kecemasan pasien 1) Pasien tampak cemas dan takut
2) Mengajak anak untuk bermain dan 2) Pasien tampak sedikit tidak cemas
bercanda dengan bermain origami agar 3) Bapak pasien berada di samping
tidak cemas. pasien
3) Mendorong orang tua (bapak) untuk
berada di dekat anak
3. 1) Menanyakan kepada bapak pasien apa 1) Bapak pasien mengatakan mengurangi
yang belum di mengerti timbulnya kambuh pada penyakit
2) Memberitahu bapak pasieb apa saja anaknya.
makanan yang tidaj boleh dikomsumsi 2) Bapak pasien memberikan respon baik
anaknya yang dapat mempengaruhi dengan mendengar secara seksama
penyakitnya
7. 23/05/2018 1. 08.00- 1) Mengawasi tanda-tanda vital dan dasar 1) TD = 100/70 mmHg, N= 98x/menit. Komang
14.00 kuku Suhu = 36,6 ˚C, RR = 24x/menit.
2) Melakukan pemeriksaan Hb Warna kuku tidak pucat.
3) Memberitahu bapak pasien dan pasien 2) Hasil pemeriksaan Hb nilai Hb = 13,7
untuk tetap beristirahat dan menjaga g/dl
kondisi kesehatannya 3) Pasien dan bapak pasien mengerti dan
4) Membuka infus pasien akan melakukannya
4) Pasien tampak senang
8. 4. 1) Melakukan pengakajian nyeri 1) Skala nyeri : 2
2) Mengajarkan teknik relaksasi nyeri dengan Face = 1, leg = 1, activity = 0, cry = 0,
menarik nafas dalam consolability = 0
2) Pasien memberikan respon baik
dengan mengikuti
9. 2. 1) Mengobservasi kecemasan pasien 1) Pasien tampak tidak cemas
2) Mengajak anak untuk berbicara dan 2) Pasien tampak memberikan respon
bercanda baik
3) Mendorong orang tua (bapak) untuk 3) Bapak pasien berada di samping
berada di dekat anak pasien
10. 3. 1) Menanyakan informasi yang sudah bapak 1) Bapak pasien memberikan respon baik
pasien dapatkan dan mampu menjelaskan tentang
2) Memberitahu bapak pasien untuk penyakit anaknya.
membagikan informasi yang diterima 2) Bapak pasien mengatakan akan
kepada keluarganya yang di rumah. memberitahu keluarganya di rumah
No
Diagnosa Keperawatan Evaluasi (SOAP) TTD
.
1. Gangguan perfusi jaringan perifer S : Bapak pasien mengatakan anaknya sudah Komang
tidak pucat
O:
1) Pasien tampak tidak pucat
2) Kuku tampak tidak pucat
3) Konjuctiva anemis
4) Bibir tidak pucat
5) HB = 13,7 g/dl
6) Sklera ikterik
7) CRT < 2 detik
A : Masalah keperawatan teratasi
P : Intervensi di hentikan
2. Kecemasan S : Pasien merasa tidak cemas Komang
O:
1) Pasien tidak tampak bingung
2) TD = 100/70 mmHg
3) RR= 24x/menit
4) N= 98 x / menit
A : Masalah keperawatan teratasi
P : Intervensi dihentikan
3. Kurang pengetahuan S : Bapak pasien mengatakan sudah Komang
mengetahui tentang penyakit anaknya.
O:
1) Bapak pasien tampak mengerti tanda
dan gejala penyakit anaknya
2) Bapak pasien mengetahui bagaimana
keadaan anaknya tentang penyakitnya
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
4. Nyeri akut S : Bapak pasien mengatakan anaknya tidak Komang
menangis kesakitan
O:
1) Pasien tampak tenang
2) Skala nyeri = 2
FLACC
Face = 1
Leg = 1
Activity = 0
Cry = 0
Consobility = 0
3) Tangan pasien tampk tidak bengkak
A: Masalah teratasi sebagian
P: Intervensi dilanjutkan dirumah