Anda di halaman 1dari 3

TAK PENAH ADA KEMENANGAN

Yth. Fungsionaris HIMA EP yang saya banggakan

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Teriring doa semoga kita semua senantiasa dalam limpahan rahmat Allah yang maha kaya.
Rekan-rekan fungsionaris yang berbahagia. Beberapa hari kemarin energi kita banyak terkuras untuk
membahas, memperjuangkan dan mengawal permasalahan yang dihadapi salah satu fungsionaris
terbaik HIMA EP 2016, mas Laksa Tiar. Saya paham betul, emosi kalian terkuras dan kalian telah lakukan
segala upaya terbaik untuk membantu mas laksa mengatasi permasalahannya hingga akhirnya berhasil
diselesaikan dengan baik.

Rekan fungsionaris yang berbahagia,

Apa yang telah dialami kemarin sejatinya adalah titik kulminasi yang membawa kalian pada level
lebih tinggi sebagai mahasiswa aktivis. Semua orang belajar dari permasalahan kemarin. Tak hanya mas
laksa, saya pun belajar, kalian belajar dan bahkan lembaga pun berbesar hati untuk turut belajar. Belajar
tentang apa? Banyak hal, Mulai dari seni menyampaikan pendapat, respon dalam menghadapi kritik
hingga belajar untuk bersolidaritas.

Saya memberikan apresiasi tinggi kepada kalian, atas apa yang telah dilakukan saat turut
mengawal mas Laksa menghadapi permasalahannya. Jika banyak dari kalian akan berpendapat
mahasiswa akan melawan ketika “dibungkam”, justru saya berfikir sebaliknya. Saya justru melihat
bahwa kalian adalah kelompok mahasiswa militan yang kritis dan memiliki jiwa solidaritas tinggi. Itu
adalah modal besar untuk menjadi insan yang lebih idealis. Kalian memang melakukan apa yang
seharusnya kalian lakukan, tanpa perlu ditunggangi atau diprovokasi. Saya akan mengangkat topi atas
solidaritas tinggi yang telah kalian perbuat.

Tapi rekan-rekan sekalian. Ketahuilah bahwa kita tidak sedang berperang. Mungkin ada diantara
sebagian kita yang berpendapat bahwa “mahasiswa menang” dalam masalah ini. Pertanyaan saya, siapa
lawan kita (mahasiswa)?. Jika dianggap lawannya adalah pihak yang disebut birokrat. Maka tentu ini
tidak tepat. Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada kalian.

Sejatinya fakultas adalah orangtua, dan mahasiswa adalah anak. Jadi mana mungkin kita
“menang”melawan orangtua sendiri? Tegakah anak berperang dengan orangtua sendiri? Dan tegakah
orangtua mendzalimi anak sendiri? Saya yakin tentu tidak. Jikalau ada ketidak adilan, itu pasti karena
kealpaan, semua orang pasti memiliki kekurangan. Saya masih meyakini bahwa tidak akan ada perasaan
saling menjatuhkan.

Rekan fungsionaris yang saya banggakan,

Jauh dari dalam sanubari, saya menaruh rasa bangga kepada kalian tanpa terkecuali. Atas apa?
Atas dedikasi dan solidaritas yang kalian tunjukan kepada mas Laksa. Tanpa dibayar, kalian berani
mengambil resiko untuk melakukan aksi guna memperjuangkan sesuatu yang “diyakini” adalah
kebenaran. Jikalau boleh saya mengibaratkan, kalian bukanlah kelompok simpatisan. Tapi kalian adalah
barisan idealis yang tengah beranjak tumbuh.

Saya juga menaruh rasa bangga kepada mas Laksa yang berani menyuarakan kritik dan saran.
Lepas dari caranya yang dianggap kurang sempurna. Mas Laksa adalah insan biasa yang masih belajar
dan akan terus belajar. Tapi, perjuangan dan apa yang telah dilakukan mas Laksa ibarat seperti kapal
pemecah es. Ketahuilah, hampir seluruh orang besar lahir dari proses seperti itu.

Namun rekan-rekan sekalian, izinkan saya untuk menaruh rasa hormat dan bangga kepada
jajaran dekanat fakultas ekonomi. Pihak yang kita anggap sebagai bapak. Disaat semua larut dalam
euphoria, saya merenung dan menyadari satu hal penting. Bahwa kegaduhan ini akhirnya selesai dengan
andil “jiwa besar” bapak kita. Bagaimana tidak besar? Sang bapak dengan jantan (akhirnya) meminta
maaf atas apa yang dilakukan kepada mas Laksa. Tak hanya itu, kritik mas Laksa pun (akhirnya) diterima.
Bagi sebagian kita mungkin itu hal biasa, tapi bagi saya, itulah letak kematangan sang Bapak. Demi anak,
apapun akan bapak lakukan.

Rekan-rekan fungsionaris yang berbahagia,

Hari ini saya termasuk orang yang paling berbahagia karena bisa menulis surat untuk kalian di
tengah keterbatasan saya. Dan kalian berkenan untuk mendengarkan atau membaca surat saya, seorang
dosen muda yang tak pernah berkontribusi untuk hima ep.

Jika diperbolehkan, izinkan saya untuk menasehati diri saya sendiri dan anda sekalian. Kita telah
melalui satu tahap penting dalam hidup. Kita berhasil berfikir kritis. Kita pun berhasil mempertahankan
idealisme. Namun, alangkah baiknya jika kini kita juga naik kelas lagi. Tak hanya berfikir kritis, kini kita
juga harus berfikir arif dan berlaku bijak. Saatnya menggunakan hati untuk merasakan. Saya beranikan
diri untuk mengatakan ini karena saya yakin, kalian pasti mampu melakukan itu.

Mohon, janganlah anggap hasil kejadian mas laksa kemarin adalah sebuah kemenangan. Ini
bukan kemenangan rekan ku sekalian. Ini adalah keberhasilan proses musyawarah dan diplomasi. Tak
ada pemenang dalam hal ini, karena sejatinya tak pernah ada peperangan. Dan keberhasilan
penyelesaian masalah ini murni adalah karena jiwa besar. Siapa? Tentunya semua pihak, termasuk
mahasiswa.

Terakhir, saya haturkan terima kasih atas dedikasi luar biasa yang telah kalian berikan. Hima ini
akan tetap ada sampai nanti, tapi hima ini butuh orang seperti kalian, fungsionaris yang kritis dan arif.
Saya berdoa, kalian semua akan banyak mendapatkan pelajaran hidup dan kenangan indah selama
menempa diri di tempat ini. Saya juga akan sangat bahagia jika kalian akan mampu melangkah lebih
tinggi, jauh lebih tinggi dari apa yang saya raih. Karena kalian jauh lebih hebat.

Jagalah kesehatan selalu, dan senantiasa dekat dengan tuhan. Salam bangga dari saya, avi budi
setiawan. (alumni hima ep 2008).

Salam hormat,

Kuala Lumpur, 9 mei 2016 pukul 21.00

Avi Budi Setiawan

Anda mungkin juga menyukai