Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH MANAJEMEN KGD PADA

ASKEP DENGAN TRAUMA


MUSKULOSKELETAL

NAMA : TIYAS PITRIYANI

KELAS : 3C

NIM : 920173136

PRODI : S1 KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah swt, karena berkat rahmat dan inayah-Nya sehingga
kami bisa menyelesaikan tugas gawat darurat dengan materi “Trauma
Muskuloskeletal”.

Shawalat serta salam selalu kami panjatkan kepada nabi akhirul zaman
Muhammad saw. Yang mana berkat perjuangan beliaulah kita dapat merasakan
indahnya dinul islam.

Makalah ini masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami memiliki
banyak kekurangan. Oleh karena itu kami harapkan kepada pembaca untuk
memberikan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………………..1

DAFTAR ISI ……………………………………………………….………….2

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………...…………..1

A. Latar Belakang ………………………………………………………….2

B. Tujuan…………………………………………………………………….3

BABII PEMBAHASAN
……………………………………………………………3

A. Definisi …………………………………………………………………5

B. Etiologi ……………………………………………………………….6

C. Manifestasi klinis ……………………………………………………….7

D. Patofisiolog……………………….………………………………………8

E. Pemeriksaan penunjang ……………………………………………………9

F. Penalatksanaan ………………………..…………………………………...10

1.2.Konsep Keperawatan ……………………………………………………11

A. Pengkajian……………………………………………………………….12

B. Diagnosa ………………………………………………………..……….13

C. Intervensi ……………………………………………………………….14

BABIII PENUTUP
………………………………………………………………….15

A. Kesimpulan……………………………………………………………….16

B. Saran …………………………………………………………………....17

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………...18
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Trauma muskuloskeletal adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera


pada tulang, sendi dan otot karena salah satu sebab. Kecelakaan lalu lintas,
olahraga dan kecelakaan industri merupakan penyebab utama dari trauma
muskuloskeletal. Seorang perawat dituntut untuk mengetahui bagaimana
perawatan klien dengan trauma muskuluskoletal yang mungkin dijumpai di
jalanan maupun selama melakukan asuhan keperawatan di rumah sakit.
Pengangan untuk klien dengan trauma muskuloskeletal memerlukan peralatan
serta ketrampilan khusus yang tidak semuanya dapat dilakukan oleh perawat.
Trauma muskuloskeletal biasanya menyebabkan difungsi struktur disekitarnya
dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disanggahnya.

B. Tujuan

· Untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca tentang trauma


muskuloskeletal

· Untuk menambah pengetahuan penulis dan pembaca tentang asuhan


keperawatan trauma muskuloskeletal

· Sebagai bahan referensi bagi mahasiwa


BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Sistem muskuloskeletal meliputi tulang, persendian, otot dan tendon. Secara


fisiologis, sistem muskuloskeletal memungkinkan perubahan pada pergerakan dan
posisi. Otot terbagi atas tiga bagian yaitu ; otot rangka, otot jantung dan otot
polos. (Joyce M Black, 2014). Trauma muskuloskeletal adalah suatu keadaan
ketika seseorang mengalami cedera pada tulang, sendi dan otot karena salah satu
sebab. Kecelakaan lalu lintas, olahraga dan kecelakaan industri merupakan
penyebab utama dari trauma muskuloskeletal. Sedangkan tulang dapat
diklasifikasikan berdasarkan bentuknya, yaitu :

· Tulang panjang

Merupakan tulang yang lebih panjang dari lebarnya dan ditemukan di ekstermitas
atas dan bawah. Seperti humerus, radius, ulna, femur, tibia, fibula, metatarsal,
metakarpal dan falangs merupakan tulang panjang.

· Tulang pendek

Misalnya karpal dan tarsal yang tidak memiliki axis yang panjang serta berbentuk
kubus.

· Tulang pipih

Misalnya rusuk, kranium, skapula dan beberapa bagian dari pelvis girdle dimana
tulang ini melindungi bagian tubuh yang lunak dan memberikan permukaan yang
luas untuk melekatnya otot.
· Tulang iregular

Memiliki berbagai macam bentuk, seperti tulang belakang, osikel telinga, tulang
wajah dan pelvis. Tulang ireguler mirip dengan tulang lain dalam struktur dan
komposisi. (Joyce M Black, 2014)

Ada beberapa jenis dari trauma muskuloskeletal dimana tergantung letak dari
trauma. Trauma muskuloskeletal yang umum terjadi yaitu fraktur, strain, sprain,
dislokasi dan amputasi

1. Fraktur

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut serta keadaan tulang dan jaringan
lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap
atau tidak lengkap. Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari
suatu tulang. Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak disekitarnya juga akan
terganggu. (Joyce M Black, 2014)

· Fraktur terbuka

Fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas cedera tulang. Fraktur terbuka
adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada
kulit dan jaringan lunak sehingga terjadi kontaminasi bakteri

· Fraktur tertutup

Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang.
Jadi pada fraktur tertutup kulit masih utuh diatas lokasi cedera. (Brunner, 2001)

2. Strain

Strain merupakan suatu puntiran atau tarikan, robekan otot dan tendon.
Strain adalah tarikan otot akibat penggunaan berlebihan, peregangan berlebihan
atau stres yang berlebihan. (Brunner, 2001)
3. Sprain

Sprain adalah cedera struktur ligamen di sekitar sendi, akibat gerakan


mengepit atau memutar. Fungsi ligamen adalah menjaga stabilitas namun masih
menmungkinkan mobilitas. Ligamen yang robek akan kehilangan kemampuan
stabilitasnya. Sprain merupakan peregangan atau robekan ligamen, fibrosa dari
jaringan ikat yang menggabungkan ujung satu tulang dengan tulang lainnya.
(Joyce M Black, 2014)

B. Etiologi

Penyebab umum dari truma muskuloskeletal adalah kecelekaan lalu lintas,


olahraga, jatuh dan kecelakaan industri.

1. Fraktur

Etiologi atau penyebab dari fraktur adalah kelebihan beban mekanis pada
suatu tulang, saat tekanan yang diberikan pada tulang terlalu banyak dibandingkan
yang mampu ditanggunya. (Joyce M Black, 2014)

· Trauma langsung

Tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan misalnya
benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna.

· Trauma tidak langsung

Trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur dimana pada
keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh. Misalnya, jatuh bertumpu pada
tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah.
2. Strain

Penyebab dari strain bisa dari trauma langsung maupun tidak langsung
misalnya (jatuh dan tumbukan pada badan) yang mendorong sendi keluar dari
posisinya kemudian meregang. (Joyce M Black, 2014)

3. Sprain

Penyebab sprain sama dengan strain yaitu trauma langsung dan trauma
tidak langsung. (Joyce M Black, 2014)

C. Manifestasi klinis

1. Fraktur

· Deformitas

Pembengkakkan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada lokasi


fraktur. Deformitas adalah perubahan bentuk, pergerakan tulang jadi memendek
karena kuatnya tarikan otot-otot ekstermitas. (Joyce M Black, 2014)

· Nyeri

Nyeri biasanya terus menerus menigkat jika fraktur tidak diimobilisasi. (Brunner,
2001)

· Pembengkakkan atau edema

Edema terjadi akibat akumulasi cairan serosa pada lokasi fraktur serta ekstravasasi
cairan serosa pada lokasi fraktur ekstravasi darah ke jaringan sekitar.

· Hematom atau memar

Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.

· Kehilangan fungsi dan kelainan gerak. (Joyce M Black, 2014)


2. Strain

· Nyeri

· Kelemahan otot

· Pada sprain parah, otot atau tendon mengalami ruptur secara parsial atau
komplet bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan pasien akibat hilangya fungsi
otot. (Joyce M Black, 2014)

3. Sprain

· Adanya robekan pada ligamen

· Nyeri

· Hematoma atau memar. (Joyce M Black, 2014)

D. Patofisiologi

1. Fraktur

Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang menyebabkan fraktur,


jika ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati, maka tulang mungkin
hanya retak saja dan bukan patah. Jika gayanya sangat ekstrem, seperti tabrakan
mobil, maka tulang dapat pecah berkeping-keping. Saat terjadi fraktur, otot yang
melekat pada ujung tulang akan terganggu. Otot dapat mengalami spasme dan
menarik fragmen fraktur keluar posisi. Kelompok otot yang besar dapat
menciptakan spasme yang kuat dan bahkan mampu menggeser tulang besar,
seperti femur. Perdarahan terjadi karena cedera jaringan lunak atau cedera pada
tulang itu sendiri. Pada saluran sumsum (medula), hemotoma terjadi diantara
fragmen-fragmen tulang dan dibawah periosteum. Jaringan tulang disekitar lokasi
fraktur akan mati dan menciptakan respon peradangan yang hebat. Akan terjadi
vasodilatasi, edema, nyeri, kehilangan fungsi, esudasi plasma dan leukosit. (Joyce
M Black, 2014)
2. Strain

Kerusakan pada jaringan otot karena trauma langsung maupun trauma


tidak langsung, cedera ini terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah,
kontraksi otot yang berlebihan, otot yang belum siap terjadi pada bagian groin
muscles (otot pada kunci paha) dan otot guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik
bisa menghindarkan daerah sekitar cedera memar dan membengkak.

3. Sprain

Adanya tekanan eksternal yang berlebihan menyebabkan suatu masalah


yang disebut sprain yang terutama terjadi pada ligamen. Ligamen akan mengalami
robek dan kemudian akan kehilangan kemampuan stabilitasnya. Hal tersebut akan
membuat pembuluh darah pecah dan akan menyebabkan hemotama serta nyeri.

E. Pemeriksaan Penunjang,

· X-ray menentukan lokasi atau luasnya fraktur

· Scan tulang : mempelihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan


jaringan lunak

· Arteriogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan


vaskuler pada perdarahan; penigkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan

· Kretinin : trauma otot menigkatkan beban kretinin untuk kliens ginjal

· Profil koagulas : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi


darah atau cedera. (Amin Huda Nurarif, 2015)
F. Penatalaksanaan

1. Fraktur

a. Imobilisasi

Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksternal dan internal


mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu dipantau
meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan dan gerakan. Perkiraan waktu untuk
imobilisasi yang dibutuhkan untuk penyatuan tulang yang mengalami fraktur
adalah sekitar 3 bulan. (Amin Huda Nurarif, 2015).

Alat imobilisasi yang sering digunakan, antara lain :

· Bidai

Bidai adalah alat yang dipakai untuk mempertahankan kedudukan atau


fiksasi tulang yang patah. Tujuan pemasangan bidai untuk mencegah pergerakan
tulang yang patah. Syarat pemasangan bidai dimana dapat mempertahankan
kedudukan 2 sendi tulang didekat tulang yang patah dan pemasangan bidai tidak
boleh terlalu kencang atau ketat, karena akan merusak jaringan tubuh. (Yanti Ruly
Hutabarat, 2016)

· Gips

Gips merupakan alat fiksasi untuk penyembuhan tulang. Gips memiliki


sifat menyerap air dan bila itu terjadi akan timbul reaksi eksoterm dan gips akan
menjadi keras.
b. Reduksi

Langkah pertama pada penanganan fraktur yang bergeser adalah reduksi.


Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasi. Reduksi merupakan manipulasi tulang untuk mengembalikan kelerusan,
posisi dan panjang dengan mengembalikan fragmen tulang sedekat mungkin serta
tidak semua fraktur harus direduksi. (Joyce M Black, 2014). Reduksi terbagi atas
dua bagian, yaitu :

· Reduksi tertutup

Pada banyakan kasus fraktur, reduksi tertutup dilakukan dengan


mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Reduksi tertutup harus segera
dilakukan setelah cedera untuk menimilkan efek deformitas dari cedera tersebut.
(Brunner, 2001)

· Reduksi terbuka

Reduksi terbuka merupakan prosedur bedah dimana fragmen fraktur


disejajarkan. Reduksi terbuka sering kali dikombinasikan dengan fiksasi internal
untuk fraktur femur dan sendi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat,
sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang. (Brunner, 2001)

c. Traksi

Traksi adalah pemberian gaya tarik terhadap bagian tubuh yang cedera,
sementara kontratraksi akan menarik ke arah yang berlawanan. Traksi dapat
digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya trasi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. (Brunner, 20014)
2. Strain

· Istirahan, kompres dengan air dingin dan elevasi (RICE) untuk 24-48 jam
pertama

· Perbaikan bedah mungkin diperlukan jika robekan terjadi pada hubungan


tendon-tulang

· Pemasangan balut tekan

· Selama penyembuhan (4-6 minggu) gerakan dari cedera harus


diminimalkan. (Joyce M Black, 2014)

3. Sprain

· Istirahat akan mencegah cedera tambahan dan mempercepat penyembuhan

· Meniggikan bagian yang sakit akan mengontrol pembengkakkan

· Kompres air dingin, diberikan secara intermiten 20-30 menit selama 24-48
jam pertama setelah cedera. Kompres air dingin menyebabkan vasokontriksi akan
mengurangi perdarahan dan edema (Jangan berlebihan nanti akan mengakibatkan
kerusakan kulit). (Brunner, 20014)
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA MUSKULOSKELETAL DENGAN
FRAKTUR

Konsep Keperawatan

A. Pengakjian

Ø Anamnesa

· Keluhan nyeri

· Riwayat trauma adequat

· Adanya fungsio laesa atau fungsi jaringan terganggu

Ø Pemeriksaan fisik

Insepksi

· Edema

· Hematoma

· Deformitas

Palpasi

· Nyeri tekan

· Kripitasi
B. Diagnosa

1. Nyeri akut

Ø Definisi

Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan


aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulang.

Ø Penyebab

Agen pencedera fisik (mis. Amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,


prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)

Ø Gejala dan tanda mayor

· Tampak meringis

· Bersikap protektif

· Gelisah

· Frekuensi nadi menigkat. (PPNI, 2016)

2. Gangguan mobilitas fisik

Ø Definisi

Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas secara mandiri

Ø Penyebab

· Kerusakan integritas struktur tulang

· Penurunan kekuatan otot

· Gangguan muskuloskeletal

· Nyeri
Ø Gejala dan tanda mayor

Subjektif : Mengeluh sulit menggerakan ekstermitas

Objektif : kekakuan otot menurun dan rentang gerak

Ø Gejala dan tanda minor

Subjektif :

· Nyeri saat bergerak

· Enggan melakukan pergerakan

· Merasa cemas saat bergerak

Objektif :

· Sendi kaku

· Gerakan tidak terkoordinasi dan gerakan terbatas. (PPNI, 2016)

3. Kerusakan integritas kulit

Ø Definisi : Kerusakan pada epidermis atau dermis

Ø Batas karakteristik

· Benda asing yang menusuk permukaan kulit

· Kerusakan integritas kulit

Ø Faktor yang berhubungan

Eksternal : faktor mekanik mis. daya gesek, tekanan dan imobilitas fisik

Internal : Tekanan pada tulang, gangguan turgor kulit dan fraktur terbuka. (T
Heather Herderman, 2015)
C. Intervensi

1. Nyeri akut b.d agen cedera fisik (mis. Amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)

Ø Tujuan : pain level, pain control and comfort level

Ø Kriteria hasil :

· Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan


tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri dan mencari bantuan)

· Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

· Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

· Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

Ø Intervensi

Pain management

· Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termaksud lokasi,


karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitas

· Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

· Gunakan tehnik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri


pasien

· Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri

· Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

· Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,


pencahayaan dan kebisingan

· Kurangi faktor presipitasi nyeri


· Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, nonfarmakologi dan
interpersonal)

· Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

· Ajarkan tentang tehnik nonfarmakologi

· Berikan analgesik untuk mengurangi nyeri

· Evaluasi ketidakefektifan kontrol nyeri

· Tingkatkan istirahat

· Kolaborasi dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil

· Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

Analgesik manajemen

· Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum


pemberian obat

· Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi

· Cek riwayat alergi

· Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika


pemberian lebih dari satu

· Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri

· Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal

· Pilih rute secara IV, IM, untuk pengobatan nyeri secara teratur
· Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

· Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat

· Evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gejala. (Amin Huda Nurarif, 2015)

2. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan integritas struktur tulang, penurunan


kekuatan otot, gangguan muskuloskeletal dan nyeri

Ø Tujuan : Joint movement (active), mobility level, self care (Adls)

Ø Kriteria hasil :

· Klien meningkatkan dalam aktivitas fisik

· Mengerti tujuan dan peningkatan mobilitas

· Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan


kemampuan berpindah

· Memperagakan penggunaan alat

Ø Intervensi :

· Monitoring vital sign sebelum atau sesudah latihan dan lihat respon pasie
saat latihan

· Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan


kebutuhan

· Bantu pasien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap
cedera

· Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang tehnik ambulasi

· Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi


· latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan Adls secara mandiri sesuai
kemampuan

· Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
pasien

· Berikan alat bantu jika klien memerlukan

· Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika


diperlukan. (Amin Huda Nurarif, 2015)

3. Kerusakan integritas kulit b.d tekanan pada tulang, gangguan turgor kulit
dan fraktur terbuka

Ø Tujuan : Tissue integrity (skin and mucous), membranes and hemodyalis akses

Ø Kriteria hasil :

· Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,


temperatur, hidrasi dan pigmentasi) tidak ada luka atau lesi pada kulit dan perfusi
jaringan baik

· Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah


terjadinya cedera berulang

· Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembapan kulit dan


perawatan alami
Ø Intervensi :

Pressure management

· Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar

· Hindari kerutan pada tempat tidur

· Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering

· Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali

· Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien

· Monitor status nutrisi pasien

· Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat

Insision site care

· Membersihkan, memantau dan menigkatkan proses penyembuhan pada


kulit luka yang ditutup dengan jahitan, klip atau straples

· Monitor proses kesembuhan area insisi

· Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi

· Bersihkan area sekitar jahitan atau staples, menggunakan lidi kapas steril
dan gunakan preparat antiseptic sesuai program

· Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka tetap
terbuka (tidak dibalut) sesuai program.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ketika terjadi trauma muskuloskeletal harus segera di tangani karena jika tidak
ditangani secara dini maka akan menyebabkan kerusakan yang lebih parah.
Imobilisasi, reduksi dan traksi untuk fraktur merupakan penatalaksanaan untuk
pasien fraktur. Imobilisasi dini harus dilakukan untuk mencegah deformitas dan
sebagai penyangga tulang yang patah. Ketika dicurigai adanya fraktur cervical,
maka pasang neck collar untuk membatasi gerakkan leher sehingga tidak
memperburuk keadaan leher. Jika fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut
bersih (steril) untuk mencegah kontaminasi bakteri.

B. Saran

Ø Untuk mahasiswa, agar melakukan tindakan sesuai dengan proseur dan


mempersiapkan diri dengan baik sebelum melakukan tindakan agar tidak terjadi
kesalahan yang fatal

Ø Untuk dosen, agar lebih memperhatikan mahasiswa dan mampu memberi


pemahaman yang lebih jelas kepada mahasiswa tentang materi prasat yang
dibawakan.

Ø Untuk tenaga kesehatan (perawat), ketika memberikan pelayanan kesehatan


pada pasien selalu mengutamakan keamanan penolong kemudian aman yang
ditolong dengan selalu menggunakan APD.
DAFTAR PUSTAKA

Burner dan Sudarth. 20014. Buku Ajar Keperawatan Medical-Bedah. Jakarta;


EGC

Herdman Heather T dan Shigemi Kamitsuru. 2015. Nanda Internasional Defining


The Knowledge Of Nursing Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2015- 2017. Edisi 10. Jakarta: EGC

M Black Joyce dan Jane Hokanson Hawks. 2014. Keperawatan Medical Bedah
Manajemen Klinis Untuk Hasil Yang Diharapkan. Jakarta; CV Pentasada Media
Edukasi

Nuririf Huda Amin dan Hardi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jilid 2.

Jogjakarta; Medication Jogja

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
Definisi Indikatator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta Selatan; Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Yanti Ruly Hutabarat dan Chandra syah Putra. 2016. Asuhan Keperawatan
Kegawatdaruratan. Bogor; IN MEDIA

Jurnal Ilmu Kesehatan Vol. 3. No 2 Desember 2015


KRITIK DAN SARAN DARI VIDIO

Vidio pada pasien sistem pencernaan

Keseluruhan pengeditan sebenernya sudah bagus,tapi ppt saat ditampilkan pas


pertama terlalu cepat,dan keluarga pasien terlalu panik dan tidak ada yang
menenagkan,suara perawat dan dokter juga kurang keras,dan saat dilakukan
tindakan,tindakanya blm begitu jelas

Vidio penanganan triase

Keseluruhan sudah bagus,dari penyampaiannya mudah dipahami

Dan kekuranganya menurut saya suara penyampaianya kurang keras sedikit

Vidio luka bakar

Untuk pembacaan teks sama tindakaan kurang pas, dan dalam pembawaan alatnya
tidak mengunakan troli,tapi penjelasannya sudah mudah dipahami

Anda mungkin juga menyukai