Anda di halaman 1dari 36

PROPOSAL KEGIATAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

“KERAJINAN KESET”
PUSKESMAS BULULAWANG

Untuk Memenuhi Tugas


Pendidikan Profesi Departemen Jiwa

Oleh :
Kelompok 1
Hikmatul Uyun 190070300111034
Puput Novia Kumalasari 190070300111030
Ni Putu Regita Nurcahyani 190070300111009
Ilvan Nur Azis 190070300111032
Anak Agung Istri Catur Dyah F 190070300111002
Rifqa Ghina M 190070300111001
Pranda Anas Azizah 190070300111031
Arifah Nur Wulandari 190070300111008
Fitria Isma Wati 190070300111033

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
LEMBAR PENGESAHAN

PROPOSAL TAK
“KERAJINAN KESET”

PUSKESMAS BULULAWANG

Untuk Memenuhi Tugas


Pendidikan Profesi Departemen Jiwa
Oleh :
Kelompok 1
Hikmatul Uyun 190070300111034
Puput Novia Kumalasari 190070300111030
Ni Putu Regita Nurcahyani 190070300111009
Ilvan Nur Azis 190070300111032
Anak Agung Istri Catur Dyah F 190070300111002
Rifqa Ghina M 190070300111001
Pranda Anas Azizah 190070300111031
Arifah Nur Wulandari 190070300111008
Fitria Isma Wati 190070300111033

Telah diperiksa kelengkapannya pada:


Hari :
Tanggal :
Dan dinyatakan memenuhi kompetensi

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Ns. Heni Dwi Windarwati, S. Kep., M. Kep., Sp. Kep. J


NIP.198002262005012002
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional, psikologis, dan
sosial yang terlihat dari hubungan interpersonal yang memuaskan, perilaku dan
koping yang efektif, konsep diri yang positif, dan kestabilan emosional. Gangguan
jiwa adalah suatu sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara
klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress atau
disabilitas (yaitu kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting) atau di
sertai peningkatan resiko kematian yang menyakitkan, nyeri, disabilitas, atau
sangat kehilangan kebebasan (Videbeck, 2013). Penyebab terjadinya gangguan
jiwa, Biologis: Stresor yang berhubungan dengan respon neurobiologis,
Lingkungan: Ambang toleransi terhadap stres yang ditentukan secara biologis
berinteraksi dengan stresor lingkungan untuk menentukan gangguan perilaku,
Sosial budaya: Stres yang menumpuk dapat menunjang terjadinya skizorfenia dan
gangguan psikotik lain (Stuart, 2012).
Pada pasien gangguan jiwa, kerap kali mengalami hambatan dalam
bersosialisasi, salah satu gangguan hubungan sosial adalah  gangguan persepsi
sensori: Halusinasi dan gangguan proses pikir (waham). Halusinasi adalah salah
satu gejala gangguan jiwa di mana pasien mengalami perubahan sensori persepsi:
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan atau
penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada.
Sedangkan waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak
sesuai dengan fakta dan keyakinan tersebut mungkin “aneh” (misalnya”saya
adalah nabi yang menciptakan biji mata manusia”) atau bias pula “tidak aneh”
(hanya sangat tidak mungkin, contoh masyarakat di surge selalu menyertai saya
kemanapun saya pergi”) dan tetap dipertahankan meskipun telah diperlihatkan
bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya (Purba dkk, 2008).
Dampak dari halusinasi dan waham yang diderita klien diantaranya dapat
menyebabkan klien tidak mempunyai teman dan asyik dengan fikirannya sendiri.
Salah satu penanganannya yaitu dengan melakukan Terapi Aktivitas Kelompok
yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengontrol halusinasi ataupun waham
yang dialaminya.
Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu terapi modalitas yang
dilakukan perawat kepada kelompok klien yang mempunyai masalah keperawatan
yang sama. Aktivitas digunakan sebagai terapi dan kelompok digunakan sebagai
target asuhan. Di dalam kelompok terjadi dinamika interaksi yang saling
bergantung, saling membutuhkan, dan menjadi laboratorium tempat klien berlatih
perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang maladaptif.
Berdasarkan uraian diatas, salah satu terapi aktivitas yang dapat diberikan
pada pasien gangguan jiwa dengan halusinasi dan waham adalah membuat
anyaman keset melalui kain perca.

1.2 Tujuan Kegiatan


1.2.1 Tujuan Umum
Klien dapat mengontrol halusinasi dan memfokuskan pikiran yang dialami dalam
kelompok secara bertahap
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Klien mampu memperkenalkan diri
2. Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok
3. Klien mampu mengenal halusinasi
4. Klien dapat mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
5. Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok
6. Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik percakapan
7. Klien mampu bekerjasama dan menyelesaikan aktivitas dalam permainan
sosialisasi kelompok
8. Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAK
sosialisasi yang telah dilakukan

1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Bagi Klien
- Sebagai cara untuk meningkatkan kemampuan klien dengan
gangguan proses pikir dan halusinasi agar mempunyai kemauan
dalam melakukan aktivitas dan merangsang kembali kemampuan
motorik halus.
1.3.2 Manfaat Bagi Terapis
- Sebagai upaya untuk memberikan asuhan keperawatan jiwa secara
holistik.
- Sebagai terapi modalitas yang dapat dipilih untuk mengoptimalkan
Strategi Pelaksanaan dalam implementasi rencana tindakan keperawatan
klien.
1.3.3 Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai informasi untuk pihak akademisi, pengelola dan sebagai bahan
kepustakaan, khususnya bagi mahasiswa profesi ners sebagai aplikasi dari
pelayanan Mental Health Nurse yang optimal pada klien dengan Halusinasi
dan Gangguan Proses Pikir.
1.3.4 Manfaat Bagi Puskesmas
Sebagai masukkan dalam implementasi asuhan keperawatan yang
holistik pada pasien dengan halusinasi dan gangguan proses pikir, pada
khususnya, sehingga diharapkan keberhasilan terapi lebih optimal
.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Halusinasi
2.1.1 Definisi
Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).Klien
memberikan persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata.Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati, 2010).
Halusinasi merupakan gangguan dari persepsi sensori, waham merupakan
gangguan pada isi pikiran. Keduanya merupakan gangguan dari respons
neorobiologi. Oleh karenanya secara keseluruhan, rentang respons halusinasi
mengikuti kaidah rentang respons neorobiologi. Rentang respons neorobiologi
yang paling adaptif adalah adanya pikiran logis dan terciptanya hubungan sosial
yang harmonis. Rentang respons yang paling maladaptif adalah adanya waham,
halusinasi, termasuk isolasi sosial menarik diri. Berikut adalah gambaran rentang
respons neorobiologi (Yusuf dkk, 2015).
2.1.2 Penyebab
Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Pada tahap perkembangan individu mempunyai tugas perkembangan yang
berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal, bila dalam pencapaian
tugas perkembangan tersebut mengalami gangguan akan menyebabkan
seseorang berperilaku menarik diri, serta lebih rentan terhadap stres.
b. Faktor biologik
Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologist yang mal
adaptif yang baru di mulai di pahami,ini termasuk hal hal sebagai berikut :
Penilaian pencitraan otak sudah mulai menunjukan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia: lesi pada area frontal temporal
dan limbic paling berhubungan dengan perilaku psikotik,beberapa kimia
otak dikaitkan dengan gejala skizofrenia antara lain : dopain,
neurotransmitter dan lain lain.
c. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi (unwanted
child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya kepada
lingkungannya.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat untuk mass
depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam khayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
yang mengalami skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia.hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat
berpengaruh pada penyakit ini.
Faktor presipitasi
Yang berasal dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain, stressor
juga bisa menjadi salah satu penyebabnya.
a. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon nurobiologik yang mal
adaptis termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang
mengatur proses informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara efektif
menanggapi rangsangan
b. Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang
berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menetapkan terjadinya
gangguan perilaku.
c. Perilaku
respon klien terhadap halusinasi dapat berupa kecurigaan, merasa tidak
nyaman, gelisah, bingung, dan tidak dapat membedakan keadaan nyata
dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 menyebutkan bahwa
hakikat keberadaan seorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas
dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual seehingga dapat dilihat dari 5
dimensi yaitu :
 Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang
eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat
ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi
alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
 Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi
dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup
lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien
berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
 Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak
jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
 Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya
kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam
dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu
tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya
atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek
penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan
mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman
interpersonal yang memuaskan, serta mengusakan klien tidak
menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya
dan halusinasi tidak berlangsung.
 Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi
dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Pada
individu tersebut cenderung menyendiri hingga proses diatas tidak
terjadi, individu tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi
menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat halusinasi
menguasai dirinya individu kehilangan kontrol kehidupan dirinya.
d. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu
dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping
dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan
masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu
seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan
mengadopsi strategi koping yang berhasil.
e. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya
penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri
2.1.3 Klasifikasi
Menurut Yusuf: 2015 tahapan halusinasi meliputi:
1. Tahap 1 (non psikotik ) - Comforting
 Memberi rasa nyaman
 Tingkat ansietas sedang
 Secara umum halusinasi merupakan suatu kesenangan.
Karakteristik
 Mengalami ansietas kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan.
 Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas.
 Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontrol kesadaran (jika
kecemasan dikontrol).
Perilaku pasien
 Tersenyum/tertawa sendiri
 Menggerakkan bibir tanpa suara
 Pergerakan mata yang cepat
 Respons verbal yang lambat
 Diam dan berkonsentrasi.
2. Tahap II (non psikotik) - Conderming (Ansietas berat helusinasi
memberatkan)
 Menyalahkan
 Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan rasa
antipati.
Karakteristik
 Pengalaman sensori menakutkan
 Mulai merasa kehilangan kontrol
 Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut
 Menarik diri dari orang lain.
Perilaku yang muncul
 Peningkatan sistem saraf otak, tanda-tanda ansietas, seperti peningkatan
denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah
 Rentang perhatian menyempit
 Konsentrasi dengan pengalaman sensori
 Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dari realita.
3. Tahap III (psikotik) - Controlling (Ansietas berat pengalaman sensori
menjadi berkuasa)
 Mengontrol tingkat
 Kecemasan berat
 Pengalaman sensori tidak dapat ditolak lagi.
Karakteristik
 Pasien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya.
 Isi halusinasi menjadi atraktif.
 Kesepian bila pengalaman sensori berakhir.
Perilaku yang muncul
 Perintah halusinasi ditaati
 Sulit berhubungan dengan orang lain
 Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit
 Gejala fisika ansietas berat berkeringat, tremor, dan tidak mampu mengikuti
perintah.
4. Tahap IV (psikotik) – Conquering (umumnya menjadi lebur dalam
halusinasi)
 Menguasai tingkat
 kecemasan panik secara umum diatur dan dipengaruhi oleh waham.
Karakteristik
 Pengalaman sensori menjadi ancaman
 Halusinasi dapat berlangsung selama beberapa jam atau hari (jika tidak
diintervensi).
Perilaku yang sering mucul
 Perilaku panik
 Potensial tinggi untuk bunuh diri atau membunuh
 Tindakan kekerasan agitasi, menarik diri, atau katatonia
 Tidak mampu berespons terhadap perintah yang kompleks
 Tidak mampu berespons terhadap lebih dari satu orang.

2.1.4 Tahap Halusinasi


Menurut Yusuf: 2015 tahapan halusinasi meliputi:
1. Tahap 1 (non psikotik ) - Comforting
 Memberi rasa nyaman
 Tingkat ansietas sedang
 Secara umum halusinasi merupakan suatu kesenangan.
Karakteristik
 Mengalami ansietas kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan.
 Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas.
 Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontrol kesadaran (jika
kecemasan dikontrol).
Perilaku pasien
 Tersenyum/tertawa sendiri
 Menggerakkan bibir tanpa suara
 Pergerakan mata yang cepat
 Respons verbal yang lambat
 Diam dan berkonsentrasi.
2. Tahap II (non psikotik) - Conderming (Ansietas berat helusinasi
memberatkan)
 Menyalahkan
 Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan rasa
antipati.
Karakteristik
 Pengalaman sensori menakutkan
 Mulai merasa kehilangan kontrol
 Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut
 Menarik diri dari orang lain.
Perilaku yang muncul
 Peningkatan sistem saraf otak, tanda-tanda ansietas, seperti peningkatan
denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah
 Rentang perhatian menyempit
 Konsentrasi dengan pengalaman sensori
 Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dari realita.
3. Tahap III (psikotik) - Controlling (Ansietas berat pengalaman sensori
menjadi berkuasa)
 Mengontrol tingkat
 Kecemasan berat
 Pengalaman sensori tidak dapat ditolak lagi.
Karakteristik
 Pasien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya.
 Isi halusinasi menjadi atraktif.
 Kesepian bila pengalaman sensori berakhir.
Perilaku yang muncul
 Perintah halusinasi ditaati
 Sulit berhubungan dengan orang lain
 Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit
 Gejala fisika ansietas berat berkeringat, tremor, dan tidak mampu mengikuti
perintah.
4. Tahap IV (psikotik) – Conquering (umumnya menjadi lebur dalam
halusinasi)
 Menguasai tingkat kecemasan panik secara umum diatur dan
dipengaruhi oleh waham.
Karakteristik
 Pengalaman sensori menjadi ancaman
 Halusinasi dapat berlangsung selama beberapa jam atau hari (jika tidak
diintervensi).
Perilaku yang sering mucul
 Perilaku panik
 Potensial tinggi untuk bunuh diri atau membunuh
 Tindakan kekerasan agitasi, menarik diri, atau katatonia
 Tidak mampu berespons terhadap perintah yang kompleks
 Tidak mampu berespons terhadap lebih dari satu orang.

2.1.5 Terapi
1. Psikofarmaka
Psikofarmaka adalah terapi dengan menggunakan obat, tujuannya untuk
menghilangkan gejala gangguan jiwa, adapun yang tergolong dalam
pengobatan psikofarmaka adalah :
a. Clopromazine (CPZ)
 Indikasinya untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realita, kesadaran diri terganggu, daya ingat
normal, sosial dan titik terganggu berdaya berat dalam fungsi kehidupan
sehari-hari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan
kegiatan rutin.
 Mekanisme kerjanya adalah memblokade dopamine pada reseptor
sinap diotak khususnya system ekstra pyramida.
 Efek sampingnya adalah gangguan otonomi, mulut kering, kesulitan
dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra
okuler meninggi, gangguan irama jantung.
 Kontra indikasinya penyakit hati, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat, penyakit sistem syaraf pusat, gangguan
kesadaran.
b. Thrihexyfenidil (THP)
 Indikasinya adalah segala penyakit parkinson, termasuk pasca
ensefalitis dan idiopatik, sindrom parkinson akibat obat misalnya
reserfina dan senoliazyne.
 Mekanisme kerja : sinergis dan kinidine, obat anti depresan trisiclin dan
anti kolinergik lainnya.
 Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, pusing, mual,
muntah, bingung, konstipasi, takikardi dilatasi, ginjeksial letensi urin.
 Kontra indikasi : hipersensitif terhadap trihexyphenidil, glukoma
sudut sempit, psikosis berat, psikoneurosis, hipertropi prostase dan
obstruksi saluran cerna.
c. Halloperidol (HLP)
 Indikasinya : berbahaya berat dalam kemampuan menilai realita
dalam fungsi netral serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
 Mekanisme kerja : obat anti psikosis dalam memblokade dopamine
pada reseptor pasca sinoptik neuron di otak, khususnya system
limbic dan system ekstra pyramidal
 Efek samping : sedasi dan inhabisi psimotor gangguan otonomik
yaitu mulut kering, kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan
irama jantung.
 Kontra indikasi : penyakit hati, epilepsy, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat, penyakit system saraf pusat, gangguan
kesadaran.
2. Therapy Somatik
Therapy Somatik merupakan suatu therapy yang dilakukan langsung
mengenai tubuh. Adapun yang termasuk therapy somatic adalah :
a. Elektro Convulsif Therapy
 Merupakan pengobatan secara fisik menggunakan arus listrik dengan
kekuatan 75-100 volt.
 Cara kerja ini belum diketahui secara jelas, namun dapat dikatakan
bahwa therapy ini dapat memperpendek lamanya serangan Skizofrenia
dan dapat mempermudah kontak dengan orang lain.
b. Pengekangan atau pengikatan
 Pengekangan fisik menggunakan pengekangan mekanik, seperti
manset untuk pergelangan tangan dan pergelangan kaki serta sprei
pengekangan dimana klien dapat di imobilisasi dengan
membalutnya.
 Cara ini dilakukan pada klien halusinasi yang mulai menunjukkan
perilaku kekerasan diantaranya : marah-marah, mengamuk
c. Isolasi
 Isolasi dapat menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien
tidak dapat keluar dari ruangan tersebut sesuai kehendaknya.
 Cara ini dilakukan pada klien halusinasi yang telah melakukan
perilaku kekerasan seperti memukul orang lain/ teman, merusak
lingkungan dan memecahkan barang-barang yang ada didekatnya.
3. Therapy Okupasi
 Therapy Okupasi merupakan suatu ilmu dan seni untuk
mencurahkan partisipasi seseorang dalam melaksanakan aktivitas atau
tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk memperbaiki,
memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang.
 Therapy Okupasi menggunakan pekerjaan atau kegiatan sebagai media
pelaksana.
4. Prinsip Tindakan
Adapun prinsip tindakan keperawatan pada halusinasi adalah sebagai berikut :
 Membina hubungan interpersonal saling percaya dengan cara
mengekspresikan perasaan secara terbuka dan jujur.
 Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap observasi tingkah laku
klien yang terkait dengan halusinasi.
 Mengajarkan bagaimana cara mengontrol halusinasi dengan bantuan
perawat.
 Fokuskan pada gejala dan minta individu untuk menguraikan apa
yang sedang terjadi, tujuannya adalah untuk memberikan kekuatan
kepada individu dengan membantunya memahami gejala yang dialaminya
atau ditunjukkannya. Hal ini akan menolong individu untuk mengendalikan
penyakitnya, meminta bantuan dan diharapkan dapat mencegah halusinasi
yang lebih kuat.
 Katakan bahwa perawat percaya klien mengalaminya (dengan nada
bersahabat, tanpa menuduh dan menghakimi) katakan bahwa ada klien lain
yang mengalami hal yang sama, katakan bahwa perawat akan membantu.
 Memberikan perhatian pada klien dan memperhatikan kebutuhan dasar
klien seperti: makan dan minum, mandi dan berhias.
 Bantu individu untuk menguraikan dan membandingkan halusinasi yang
sekarang dengan terakhir yang dialaminya.
 Dorong individu untuk mengamati dan menguraikan pikiran, perasaan
dan tindakannya sekarang atau yang lalu berkaitan dengan halusinasi yang
dialaminya.
 Bantu individu untuk mengidentifikasi apakah ada hubungan antara
halusinasi dengan kebutuhan yang mungkin tercermin.
 Sarankan dan perkuat penggunaan hubungan interpersonal dalam
pemenuhan kebutuhan.
 Identifikasi bagaimana gejala psikosis lain telah mempengaruhi kemampuan
individu untuk melaksanakan aktifitas hidup sehari-hari.

2.2 Gangguan Proses Pikir


2.2.1 Definisi
Gangguan proses pikir adalah kondisi ketika individu mengalami gangguan
aktivitas mental seperti alam sadar, orientasi realias, pemecahan masalah, penilaian,
dan pemahaman karena kondisi koping, kepribadian, dan/atau mental yang terganggu
(Carpenito, 2009).
Proses berpikir itu meliputi proses pertimbangan (“judgment”), pemahaman
(”comprehension”), ingatan serta penalaran (“reasoning”). Proses berpikir yang normal
mengandung arus idea, symbol dan asosiasi yang terarah kepada tujuan dan yang
dibangkitkan oleh suatu masalah atau tugas dan yang menghantarkan kepada suatu
penyelesaian yang berorientasi kepada kenyataan.
Berbagai macam faktor mempengaruhi proses berpikir itu, umpamanya faktor
somatic (gangguan otak, kelelahan), faktor psikologik (gangguan emosi, psikosa) dan
faktor sosial (kegaduhan dan keadaan sosial yang lain) yang sangat mempengaruhi
perhatian atau konsentrasi si individu. Terdapat aspek proses berpikir yaitu bentuk
pikiran, arus pikiran dan isi pikiran, ditambah dengan pertimbangan
Kelompok gangguan psikotik yang bersifat organik meliputi demensia (Alzheimer,
vaskular, penyakit lain yang terdiri dari sindrom amnesik organik (selain kausalitas
alkohol, zat psikoaktif lain), delirium, gangguan mental organik (dengan kausa
kerusakan otak, disfungsi otak, dan penyakit fisik), gangguan kepribadian dan perilaku
(akibat penyakit, kerusakan dan disfungsi otak). Sedangkan kelompok gangguan
psikotik yang bersifat fungsional meliputi gangguan skizofrenia, gangguan skizotipal
dan gangguan waham (APA, 1994; PPDGJ III, 1993; Sadock, dalam Febriyanti, 2012)
2.2.2 Penyebab
Faktor Predisposisi
a. Faktor Biologis
 Gangguan perkembangan otak, frontal dan temporal
 Lesi pada korteks frontal, temporal dan limbic
 Gangguan tumbuh kembang
 Kembar monozigot, lebih beresiko dari kembar dua telur
b. Faktor Genetik
 Gangguan orientasi realita yang ditemukan pada klien dengan skizoprenia
c. Faktor Psikologis
 Ibu pengasuh yang cemas/over protektif, dingin, tidak sensitivitas
 Hubungan dengan ayah tidak dekat/perhatian yang berlebihan
 Konflik perkawinan
 Komunikasi “double bind”
 Sosial budaya
 Kemiskinan
 Ketidak harmonisan sosial
 Stress yang menumpuk
Faktor presipitasi
a. Stressor sosial budaya
Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas
keluarga, perpisahan dengan orang yang paling penting, atau diasingkan dari
kelompok.
b. Faktor biokimia
Penelitian tentang pengaruh dopamine, inorefinefrin, lindolomin, zat
halusinogen diduga berkaitan dengan orientasi realita
c. Faktor psikologi
Intensitas kecemasan yang ekstrim dan menunjang disertai terbatasnya
kemampuan mengatasi masalah memungkinkan berkurangnya orientasi
realiata.
2.2.3 Klasifikasi
1) Arus Pikir
a. Koheren : Kalimat / pembicaraan dapat difahami dengan baik.
b. Inkoheren : Kalimat tidak terbentuk, pembicaraan sulit difahami.
c. Sirkumstansial : Pembicaraan yang berbelit-belit tapi sampai pada tujuan
pembicaraan.
d. Tangensial : Pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak sampai pada
tujuan pembicaraan.
e. Asosiasi longgar : Pembicaraan tidak ada hubungan antara kalimat yang
satu dengan kalimat yang lainnya, dan klien tidak menyadarinya.
f. Flight of ideas : Pembicaraan yang melompat dari satu topik ke topik
lainnya, masih ada hubungan yang tidak logis dan tidak sampai pada
tujuan.
g. Blocking : Pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa gangguan eksternal
kemudian dilanjutkan kembali
h. Perseverasi : Berulang-ulang menceritakan suatu ide, tema secara
berlebihan.
i. Logorea : Pembicaraan cepat tidak terhenti.
j. Neologisme : Membentuk kata-kata baru yang tidak difahami oleh umum.
k. Irelefansi : Ucapan yang tidak ada hubungannya dengan pertanyaan atau
dengan hal yang sedang dibicarakan.
l. Assosiasi bunyi : Mengucapkan perkataan yang mempunyai persamaan
bunyi
m. Main kata-kata : Membuat sajak secara tidak wajar.
n. Afasi : Bisa sensorik (tidak mengerti pembicaraan orang lain), motorik
(tidak bisa atau sukar berbicara)
2) Isi Pikir
a. Obsesif : Pikiran yang selalu muncul meski klien berusaha
menghilangkannya
b. Phobia : Ketakutan yang pathologis / tidak logis terhadap obyek / situasi
tertent
c. Ekstasi : Kegembiraan yang luar biasa
d. Fantasi : Isi pikiran tentang suatu keadaan atau kejadian yang diinginkan
e. Bunuh diri : Ide bunuh diri
f. Ideas of reference : Pembicaraan orang lain, benda-benda atau suatu
kejadian yang dihubungkan dengan dirinya.
g. Pikiran magis : Keyakinan klien tentang kemampuannya melakukan hal-
hal yang mustahil / diluar kemampuannya
h. Preokupasi: pikiran yang terpaku pada satu ide
i. Alienasi : Perasaan bahwa dirinya sudah menjadi lain, berbeda atau asing
j. Rendah diri : Merendahkan atau menghina diri sendiri, menyalahkan diri
sendiri tentang suatu hal yang pernah atau tidak pernah dilakukan
k. Pesimisme : Mempunyai pandangan yang suram mengenai banyak hal
dalam hidupnya
l. Waham
 Agama : Keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan dan
diucapkan secara berulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
 Somatik : Klien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya dan dikatakan
secara berulang yang tidak sesuai dengan kenyataan
 Kebesaran: Klien mempunyai keyakinan yang berlebihan terhadap
kemampuannya yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai
dengan kenyataan
 Curiga : klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atu
kelompok yang berusaha merugikan atau mencederai dirinya yang
disampaikan secara berulang dan tidak sesuai dengan kenyataan
 Nihilistik : Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada didunia atau
meninggal yang dinyatakan secara berulang yang tidak sesuai dengan
kenyataan
 Kejaran : Yakin bahwa ada orang / kelompok yang mengganggu,
dimata-matai atau kejelekan sedang dibicarakan orang banyak
 Dosa : Keyakinan bahwa ia telah berbuat dosa atau kesalahan yang
besar yang tidak bisa diampuni
 Waham bizar
 Sisip pikir : klien yakin ada pikiran orang lain yang disisipkan di
dalam pikiran yang disampaikan secara berulang dan tidak sesuai
dengan kenyataan
 Siar pikir : klien yakin bahwa orang lain mengetahui apa yang dia
pikirkan walaupun dia tidak menyatakan kepada orang tersebut
yang dinyatakan secara berulang dan tidak sesuai dengan
kenyataan
 Kontrol pikir : klien yakin pikirannya dikontrololeh kekuatan dari
luar.
3) Bentuk pikir
a. Realistik : Cara berfikir sesuai kenyataan atau realita yang ada
b. Non realistik : Cara berfikir yang tidak sesuai dengan kenyataan
c. Autistik : Cara berfikir berdasarkan lamunan / fantasi / halusinasi /
wahamnya sendiri
d. Dereistik : Cara berfikir dimana proses mentalnya tidak ada sangkut
pautnya dengan kenyataan, logika atau pengalaman.

2.2.4 Manifestasi Klinis


Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran,
curiga, keadaan dirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan
 Klien tampak tidak mempercayai orang lain, curiga, bermusuhan
 Takut, kadang panik
 Tidak tepat menilai lingkungan / realitas
 Ekspresi tegang, mudah tersinggung

2.2.5 Terapi
Memberi layanan pembelajaran pada klien dengan gangguan proses pikir
tentunya banyak menemui hambatan. Namun, ada banyak cara yang bisa dicoba
untuk memdudahkan hal tersebut, yaitu dengan menggunakan terapi permainan. Ada
beberapa peran terapi permainan dalam pembelajaran, yaitu (Mulya, 2011):
a. Terapi permainan sebagai saranan pencegahan. Mencegah kesulitan,
menambah masalah, dan mencegah terhambatnya proses pembelajaran.
b. Terapi permainan sebagai sarana penyembuhan. Dalam hal ini terapi
permainan dapat mengembalikan fungsi, psiko-terapi, fungsi sosial, melatih
komunikasi, dan lain-lain.
d. Terapi permainan sebagai saranan untuk mempertajam penginderaan.
Misalinya permainan sebagai sarana untuk mengembangkan kepribadian.
e. Terapi permainan sebagai saran untuk melatih aktivitas dalam kehidupan
sehari-hari. Khususnya anak perempuan.
Menurut Sutini dkk (2009), penyuluhan kesehatan untuk keluarga berisi tentang
perkembangan anak untuk tiap tahap usia didukung keterlibatan orang tua dalam
perawatan anak, bimbingan antisipasi dan manajemen menghadapi perilaku anak
yangsulit, informasikan sarana pendidikan yang ada.

2.3 Terapi Aktivitas Kelompok


a. Definisi kelompok
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan 1 dengan
yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (stuart dan
Laraia, 2001). Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar
belakang yang harus ditangani sesuai dengan keadaannya, seperti agresif,
takut, kebencian, kompetitif, kesamaan, ketidaksamaan, kesukaan, dan
menarik (Yolam, 1995 dalam stuart dan laraia, 2001). Semua kondisi ini akan
mempengaruhi dinamika kelompok, ketika anggota kelompok memberi dan
menerima umpan balik yang berarti dalam berbagai interaksi yang terjadi
dalam kelompok.
b. Tujuan dan Fungsi Kelompok
Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan
orang lain serta mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptif. Kekuatan
kelompok ada pada konstribusi dari setiap anggota dan pimpinan dalam
mencapai tujuannya.
Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagi pengalaman dan saling
membantu satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah.
Kelompok merupakan laboraturium tempat untuk mencoba dan menemukan
hubungan interpersonal yang baik, serta mengembangkan perilaku yang
adaptif. Anggota kelompok merasa dimiliki, diakui, dan dihargai eksistensi nya
oleh anggota kelompok yang lain.
c. Jenis Terapi Kelompok
1. Terapi Kelompok
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui
dalam rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi
persyaratan tertentu. Fokus terapi kelompok adalah membuat sadar diri
(self-awareness), peningkatan hubungan interpersonal, membuat
perubahan, atau ketiganya.
2. Kelompok Terapeutik
Kelompok terapeutik membantu mengatasi stress emosi, penyakit fisik
krisis, tumbuh kembang, atau penyesuaian sosial, misalnya, kelompok
wanita hamil yang akan menjadi ibu, individu yang kehilangan, dan
penyakit terminal. Banyak kelompok terapeutik yang dikembangkan
menjadi self-help-group. Tujuan dari kelompok ini adalah sebagai berikut:
a. Mencegah masalah kesehatan
b. Mendidik dan mengembangkan potensi anggota kelompok
c. Mengingatkan kualitas kelompok. Antara anggota kelompok saling
membantu dalam menyelesaikan masalah.
3. Terapi Aktivitas Kelompok
Wilson dan Kneisl (1992), menyatakan bahwa TAK adalah manual,
rekreasi, dan teknik kreatif untik menfasilitasi pengalaman seseorang
serta meningkatkan respon sosial dan harga diri. Aktivitas yang
digunakan sebagai erapi didalam kelompok yaitu membaca puisi, seni,
musik, menari, dan literatur. Terapi aktivitas kelompok dibagi menjadi
empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi
aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas kelompok stimulasi
realita, dan terpi aktivitas kelompok sosialisasi.
Terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi melatih
mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulud yang pernah
dialami, diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam
kehidupan menjadi adaptif. Terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori
digunakan sebagai stimulus pada sensori klien. Terapi aktivitas kelompok
orientasi realita melatih klien mengorientasikan pada kenyataan yang ada
disekitar klien. Terapi aktivitas kelompok sosialisasi untuk membantu klien
melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar klien.
2.4 Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
Terapi aktivitas kelompok Halusinasi dan Gangguan Proses Pikir adalah
upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah
hubungan sosial.
Tujuan :
Tujuan umum TAK yaitu sebagai distraksi dan dapat mengontrol halusinasi dan
memfokuskan pikiran.
Terapi aktivitas kelompok sosialisasi memiliki beberapa sesi, yaitu:
1. Sesi I : Klien mengenal halusinasi dan Gangguan Proses Pikir
2. Sesi II : Mengontrol halusinasi dan Gangguan proses pikir dengan cara patuh
minum obat
3. Sesi III : Mengontrol halusinasi dan gangguan proses pikir dengan cara
bercakap - cakap dengan orangl ain
4. Sesi IV : Mengontrol halusinasi dan gangguan proses pikir dengan cara
melakukan aktivitas kerajinan keset
BAB III
PELAKSANAAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI SESI III

3.1 Karakteristik Klien Dan Proses Seleksi


Karakteristik klien
a. Klien yang tidak mengalami gangguan fisik
c. Klien yang mudah mendengarkan dan mempraktekannya.
d. Klien dengan gangguan proses pikir dan halusinasi
e. Klien yang mudah diajak berinteraksi

3.2 Tugas Dan Wewenang


1. Tugas Leader dan Co-Leader
- Memimpin acara: menjelaskan tujuan dan hasil yang diharapkan.
- Menjelaskan peraturan dan membuat kontrak dengan klien
- Memberikan motivasi kepada klien
- Mengarahkan acara dalam pencapaian tujuan
- Memberikan reinforcement positif terhadap klien
2. Tugas Fasilitator
- Ikut serta dalam kegiatan kelompok
- Memastikan lingkungan dan situasi aman dan kondusif bagi klien
- Menghindarkan klien dari distraksi selama kegiatan berlangsung
- Memberikan stimulus/motivasi pada klien lain untuk berpartisipasi aktif
- Memberikan reinforcement terhadap keberhasilan klien lainnya
- Membantu melakukan evaluasi hasil
3. Tugas observer
- Mengamati dan mencatat respon pasien
- Mencatat jalannya aktivitas terapi
- Melakukan evaluasi hasil
- Melakukan evaluasi pada organisasi yang telah dibentuk
4. Tugas Klien
- Mengikuti seluruh kegiatan
- Berperan aktif dalam kegiatan
- Mengikuti proses evaluasi
3.3 Peraturan Kegiatan
1. Klien diharapkan mengikuti seluruh acara dari awal hinggga akhir.
2. Klien dilarang meninggalkan ruangan bila acara belum selesai dilaksanakan.
3. Klien yang tidak mematuhi peraturan akan diberi sanksi:
- Peringatan lisan.
- Menyanyi menari, menggambar

3.4 Teknik Pelaksanaan


TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

Tema : Terapi aktivitas kelompok kerajinan keset


Sasaran : Pasien dengan gangguan proses pikir dan halusinasi
Hari/ tanggal : Kamis, 5 Maret 2020
Waktu : 60 menit
Tempat : Kantor Desa Gading Kecamatan Bululawang Kabupaten Malang
Terapis :
1. Leader : Ni Putu Regita
2. Co Leader : Ilvan Nur Azis
3. Fasilitator :, Arifah Nur Wulandari, Fitria Ismawati, Hikmatul
Uyun Pranda Anas Azizah
4. Observer : Puput Novia Kumalasari, Rifqa Ghina Mufida,
Ana Agung Istri Catur Dyah
Tahapan Sesi:
A. Tujuan
1. Klien mampu untuk melakukan kegiatan membuat kerajinan keset untuk
mendistraksi halusinasi dan memfokuskan pikiran klien
2. Klien mampu bersosialisasi dan bekerja sama dalam membuat kerjainan keset

B. Sasaran
1. Kooperatif
2. Tidak terpasang restrain
3. Sehat jasmani
4. Klien dengan gangguan proses pikir dan halusinasi
C. Nama Klien
1.
2.
3.
4.

D. Setting
 Fasilitator dan klien duduk bersama dalam lingkaran
 Ruangan nyaman dan tenang.

E. MAP
L C

K F
F K

K F

F K

Keterangan :
L : Leader
C: Co Leader
F : Fasilitator
K : Klien

F. Alat dan Bahan


a. Kain perca d. Gunting
b. Jaring-jaring kain e. Benang
c. Alat pembuat keset f. Jarum
G. Metode
 Dinamika kelompok
 Praktik dan tanya jawab
 Saling bersosialisasi dan bekerja sama
H. Langkah-Langkah Kegiatan
1. Persiapan
a. Memilih klien sesuai dengan indikasi
b. Membuat kontrak dengan klien tentang TAK
c. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan untuk kegiatan TAK
2. Orientasi
a. Memberi salam terapeutik
1. Leader mengucapkan salam terapeutik, memulai kegiatan dengan doa
2. Leader memperkenalkan seluruh tim terapis
b. Evaluasi/validasi:
1. Leader menanyakan perasaan klien saat ini
2. Leader menanyakan masalah yang dirasakan
3. Leader menanyakan penerapan TAK kegiatan yang lalu
c. Kontrak:
1. Menjelaskan tujuan kegiatan
2. Menjelaskan aturan TAK, yaitu:
 Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
 Bila ingin keluar kelompok klien harus seijin pemimpin TAK
 Lama kegiatan yaitu 60 menit
3. Tahap kerja
1) Leader meminta klien membentuk lingkaran dengan bantuan fasilitator
2) Leader menjelaskan langkah berikutnya:
a) Leader menyebutkan alat-alat yang dapat digunakan
b) Leader mencontohkan satu-persatu cara membuat keset dimulai dari
persiapan alat dan bahan sampai dengan pelaksanaannya
3) Co Leader membagi tugas-tugas klien mulai dari persiapan alat dan bahan
hingga pelaksanaan pembuatan keset (menyiapkan kain, menggunting kain,
memasukkan kain ke jarring-jaring, dan menyulam kain menjadi keset)
4) Fasilitator mengarahkan klien sesuai dengan tugas masing-masing dan
mengarahkan klien untuk saling bekerja sama
5) Observer mencatat dan menilai respon klien
6) Leader dan fasilitator memberikan pujian, saat klien selesai dalam
menjalankan tugasnya
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1. Leader menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2. Leader memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
b. Tindak lanjut.
1. Menganjurkan klien untuk melatih kemampuan mendistraksikan
halusinasi dan memfokuskan pikiran klien
2. Mengupayakan klien untuk melakukan kegiatan-kegiatan positif yang
bisa dilakukan mandiri di rumah seperti membuat keset
c. Kontrak yang akan datang
1. Menyepakati kegiatan TAK yang akan datang
2. Menyepakati waktu dan tempat
5. Evaluasi Hasil
Evaluasi dilakukan pada saat proses tidak berlangsung, khususnya pada
tahap kerja. Askep yang dievaluasi adalah kemampuan pasien sesuai dengan
tujuan TAK. Untuk TAK kerajinan membuat keset, dievaluasi kemampuan
verbal dalam berdiskusi antar klien, serta kemampuan non verbal dengan
menggunakan formulir evaluasi berikutnya(Prabowo, 2014: 255-257).

1) Kemampuan verbal: Berdiskusi


No Aspek yang Nama Pasien
dinilai

1. Menganjurkan
pertanyaan/
jawaban yang
jelas
2. Menganjurkan
pertanyaan/
jawaban yang
ringkas
3. Menganjurkan
pertanyaan/
jawaban yang
relevan
4. Menganjurkan
pertanyaan/
jawaban
secara spontan
Jumlah

2) Kemampuan non verbal


No Aspek yang Nama Pasien
dinilai

1. Kontak mata
2. Duduk tegak
3. Menggunakan
bahasa tubuh
yang sesuai

4. Mengikuti
kegiatan dari
awal sampai
akhir

5. Mampu
menyelesaikan
kegiatan sesuai
dengan tugas
masing-masing
Jumlah

a. Petunjuk
1) Dibawah judul nama pasien, tuliskan nama panggilan pasien yang
ikut TAK
2) Untuk tiap pasien, semua aspek dimulai dengan memberi tanda (√)
jika ditemukan pada klien, dan tanda (x) jika tidak ditemukan.
3) Jumlahkan kemampuan yang ditemukan jika mendapat nilai 3-5 klien
dapat dikatakan mampu, jika mendapat nilai ≤ 2 maka klien dianggap
belum mampu.
b. Dokumentasi
Dokumentasi kemampuan yang dimiliki pasien ketika TAK pada
catatan proses keperawatan tiap pasien. Misalnya nilai kemampuan
verbal 2 dan kemampuan nonverbal 2 maka catatan keperawatan
adalah: pasien mengikuti TAK kerajinan keset, pasien belum mampu
berdiskusi dan bekerja sama secara verbal dan non verbal, anjurkan
latihan ulang diruang ataupun di rumah secara madiri (buat jadwal)
(Prabowo, 2014: 257-258).

BAB IV
HASIL

1) Kemampuan verbal: Berdiskusi


No Aspek yang Nama Pasien
dinilai Saiful Choirul Efendi Agus Radhiman
1. Menganjurkan v v v v v
pertanyaan/
jawaban yang
jelas
2. Menganjurkan v v v v v
pertanyaan/
jawaban yang
ringkas
3. Menganjurkan v v v v v
pertanyaan/
jawaban yang
relevan
4. Menganjurkan v v v v v
pertanyaan/
jawaban
secara spontan
Jumlah 4 4 4 4 4

2) Kemampuan non verbal


No Aspek yang Nama Pasien
dinilai Saiful Choirul Efendi Agus Radhiman
1. Kontak mata v v v v v

2. Duduk tegak v v v v v

3. Menggunakan v v v v v
bahasa tubuh
yang sesuai

4. Mengikuti v v v v v
kegiatan dari
awal sampai
akhir

5. Mampu v v v v v
menyelesaikan
kegiatan sesuai
dengan tugas
masing-masing
Jumlah

Hasil evaluasi dari TAK pembuatan keset yaitu dimana seluruh pasien mampu
untuk berdiskusi maupun berkerjasama dengan baik selama proses TAK berlangsung

Anda mungkin juga menyukai