TAK Pembuatan Keset
TAK Pembuatan Keset
“KERAJINAN KESET”
PUSKESMAS BULULAWANG
Oleh :
Kelompok 1
Hikmatul Uyun 190070300111034
Puput Novia Kumalasari 190070300111030
Ni Putu Regita Nurcahyani 190070300111009
Ilvan Nur Azis 190070300111032
Anak Agung Istri Catur Dyah F 190070300111002
Rifqa Ghina M 190070300111001
Pranda Anas Azizah 190070300111031
Arifah Nur Wulandari 190070300111008
Fitria Isma Wati 190070300111033
PROPOSAL TAK
“KERAJINAN KESET”
PUSKESMAS BULULAWANG
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat Bagi Klien
- Sebagai cara untuk meningkatkan kemampuan klien dengan
gangguan proses pikir dan halusinasi agar mempunyai kemauan
dalam melakukan aktivitas dan merangsang kembali kemampuan
motorik halus.
1.3.2 Manfaat Bagi Terapis
- Sebagai upaya untuk memberikan asuhan keperawatan jiwa secara
holistik.
- Sebagai terapi modalitas yang dapat dipilih untuk mengoptimalkan
Strategi Pelaksanaan dalam implementasi rencana tindakan keperawatan
klien.
1.3.3 Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai informasi untuk pihak akademisi, pengelola dan sebagai bahan
kepustakaan, khususnya bagi mahasiswa profesi ners sebagai aplikasi dari
pelayanan Mental Health Nurse yang optimal pada klien dengan Halusinasi
dan Gangguan Proses Pikir.
1.3.4 Manfaat Bagi Puskesmas
Sebagai masukkan dalam implementasi asuhan keperawatan yang
holistik pada pasien dengan halusinasi dan gangguan proses pikir, pada
khususnya, sehingga diharapkan keberhasilan terapi lebih optimal
.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Halusinasi
2.1.1 Definisi
Halusinasi merupakan hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).Klien
memberikan persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata.Sebagai contoh klien mengatakan mendengar suara
padahal tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati, 2010).
Halusinasi merupakan gangguan dari persepsi sensori, waham merupakan
gangguan pada isi pikiran. Keduanya merupakan gangguan dari respons
neorobiologi. Oleh karenanya secara keseluruhan, rentang respons halusinasi
mengikuti kaidah rentang respons neorobiologi. Rentang respons neorobiologi
yang paling adaptif adalah adanya pikiran logis dan terciptanya hubungan sosial
yang harmonis. Rentang respons yang paling maladaptif adalah adanya waham,
halusinasi, termasuk isolasi sosial menarik diri. Berikut adalah gambaran rentang
respons neorobiologi (Yusuf dkk, 2015).
2.1.2 Penyebab
Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Pada tahap perkembangan individu mempunyai tugas perkembangan yang
berhubungan dengan pertumbuhan interpersonal, bila dalam pencapaian
tugas perkembangan tersebut mengalami gangguan akan menyebabkan
seseorang berperilaku menarik diri, serta lebih rentan terhadap stres.
b. Faktor biologik
Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologist yang mal
adaptif yang baru di mulai di pahami,ini termasuk hal hal sebagai berikut :
Penilaian pencitraan otak sudah mulai menunjukan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia: lesi pada area frontal temporal
dan limbic paling berhubungan dengan perilaku psikotik,beberapa kimia
otak dikaitkan dengan gejala skizofrenia antara lain : dopain,
neurotransmitter dan lain lain.
c. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi (unwanted
child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya kepada
lingkungannya.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus
pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat untuk mass
depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam khayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
yang mengalami skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia.hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat
berpengaruh pada penyakit ini.
Faktor presipitasi
Yang berasal dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain, stressor
juga bisa menjadi salah satu penyebabnya.
a. Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon nurobiologik yang mal
adaptis termasuk gangguan dalam putaran umpan balik otak yang
mengatur proses informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara efektif
menanggapi rangsangan
b. Lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang
berinteraksi dengan stressor lingkungan untuk menetapkan terjadinya
gangguan perilaku.
c. Perilaku
respon klien terhadap halusinasi dapat berupa kecurigaan, merasa tidak
nyaman, gelisah, bingung, dan tidak dapat membedakan keadaan nyata
dan tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 menyebutkan bahwa
hakikat keberadaan seorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas
dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual seehingga dapat dilihat dari 5
dimensi yaitu :
Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang
eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat
ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi
alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat
diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi
dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup
lagi menentang perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien
berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan
halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada
awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan
impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak
jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya
kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya,
seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan
interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam
dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh individu
tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya
atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek
penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan
mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan pengalaman
interpersonal yang memuaskan, serta mengusakan klien tidak
menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya
dan halusinasi tidak berlangsung.
Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga interaksi
dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Pada
individu tersebut cenderung menyendiri hingga proses diatas tidak
terjadi, individu tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi
menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat halusinasi
menguasai dirinya individu kehilangan kontrol kehidupan dirinya.
d. Sumber Koping
Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang. Individu
dapat mengatasi stress dan anxietas dengan menggunakan sumber koping
dilingkungan. Sumber koping tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan
masalah, dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu
seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan stress dan
mengadopsi strategi koping yang berhasil.
e. Mekanisme Koping
Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk upaya
penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
digunakan untuk melindungi diri
2.1.3 Klasifikasi
Menurut Yusuf: 2015 tahapan halusinasi meliputi:
1. Tahap 1 (non psikotik ) - Comforting
Memberi rasa nyaman
Tingkat ansietas sedang
Secara umum halusinasi merupakan suatu kesenangan.
Karakteristik
Mengalami ansietas kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan.
Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilangkan ansietas.
Pikiran dan pengalaman sensori masih ada dalam kontrol kesadaran (jika
kecemasan dikontrol).
Perilaku pasien
Tersenyum/tertawa sendiri
Menggerakkan bibir tanpa suara
Pergerakan mata yang cepat
Respons verbal yang lambat
Diam dan berkonsentrasi.
2. Tahap II (non psikotik) - Conderming (Ansietas berat helusinasi
memberatkan)
Menyalahkan
Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan rasa
antipati.
Karakteristik
Pengalaman sensori menakutkan
Mulai merasa kehilangan kontrol
Merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut
Menarik diri dari orang lain.
Perilaku yang muncul
Peningkatan sistem saraf otak, tanda-tanda ansietas, seperti peningkatan
denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah
Rentang perhatian menyempit
Konsentrasi dengan pengalaman sensori
Kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dari realita.
3. Tahap III (psikotik) - Controlling (Ansietas berat pengalaman sensori
menjadi berkuasa)
Mengontrol tingkat
Kecemasan berat
Pengalaman sensori tidak dapat ditolak lagi.
Karakteristik
Pasien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya.
Isi halusinasi menjadi atraktif.
Kesepian bila pengalaman sensori berakhir.
Perilaku yang muncul
Perintah halusinasi ditaati
Sulit berhubungan dengan orang lain
Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit
Gejala fisika ansietas berat berkeringat, tremor, dan tidak mampu mengikuti
perintah.
4. Tahap IV (psikotik) – Conquering (umumnya menjadi lebur dalam
halusinasi)
Menguasai tingkat
kecemasan panik secara umum diatur dan dipengaruhi oleh waham.
Karakteristik
Pengalaman sensori menjadi ancaman
Halusinasi dapat berlangsung selama beberapa jam atau hari (jika tidak
diintervensi).
Perilaku yang sering mucul
Perilaku panik
Potensial tinggi untuk bunuh diri atau membunuh
Tindakan kekerasan agitasi, menarik diri, atau katatonia
Tidak mampu berespons terhadap perintah yang kompleks
Tidak mampu berespons terhadap lebih dari satu orang.
2.1.5 Terapi
1. Psikofarmaka
Psikofarmaka adalah terapi dengan menggunakan obat, tujuannya untuk
menghilangkan gejala gangguan jiwa, adapun yang tergolong dalam
pengobatan psikofarmaka adalah :
a. Clopromazine (CPZ)
Indikasinya untuk sindrom psikosis yaitu berdaya berat dalam
kemampuan menilai realita, kesadaran diri terganggu, daya ingat
normal, sosial dan titik terganggu berdaya berat dalam fungsi kehidupan
sehari-hari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan
kegiatan rutin.
Mekanisme kerjanya adalah memblokade dopamine pada reseptor
sinap diotak khususnya system ekstra pyramida.
Efek sampingnya adalah gangguan otonomi, mulut kering, kesulitan
dalam miksi dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekanan intra
okuler meninggi, gangguan irama jantung.
Kontra indikasinya penyakit hati, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat, penyakit sistem syaraf pusat, gangguan
kesadaran.
b. Thrihexyfenidil (THP)
Indikasinya adalah segala penyakit parkinson, termasuk pasca
ensefalitis dan idiopatik, sindrom parkinson akibat obat misalnya
reserfina dan senoliazyne.
Mekanisme kerja : sinergis dan kinidine, obat anti depresan trisiclin dan
anti kolinergik lainnya.
Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, pusing, mual,
muntah, bingung, konstipasi, takikardi dilatasi, ginjeksial letensi urin.
Kontra indikasi : hipersensitif terhadap trihexyphenidil, glukoma
sudut sempit, psikosis berat, psikoneurosis, hipertropi prostase dan
obstruksi saluran cerna.
c. Halloperidol (HLP)
Indikasinya : berbahaya berat dalam kemampuan menilai realita
dalam fungsi netral serta dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
Mekanisme kerja : obat anti psikosis dalam memblokade dopamine
pada reseptor pasca sinoptik neuron di otak, khususnya system
limbic dan system ekstra pyramidal
Efek samping : sedasi dan inhabisi psimotor gangguan otonomik
yaitu mulut kering, kesulitan dalam miksi dan defekasi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan
irama jantung.
Kontra indikasi : penyakit hati, epilepsy, kelainan jantung, febris,
ketergantungan obat, penyakit system saraf pusat, gangguan
kesadaran.
2. Therapy Somatik
Therapy Somatik merupakan suatu therapy yang dilakukan langsung
mengenai tubuh. Adapun yang termasuk therapy somatic adalah :
a. Elektro Convulsif Therapy
Merupakan pengobatan secara fisik menggunakan arus listrik dengan
kekuatan 75-100 volt.
Cara kerja ini belum diketahui secara jelas, namun dapat dikatakan
bahwa therapy ini dapat memperpendek lamanya serangan Skizofrenia
dan dapat mempermudah kontak dengan orang lain.
b. Pengekangan atau pengikatan
Pengekangan fisik menggunakan pengekangan mekanik, seperti
manset untuk pergelangan tangan dan pergelangan kaki serta sprei
pengekangan dimana klien dapat di imobilisasi dengan
membalutnya.
Cara ini dilakukan pada klien halusinasi yang mulai menunjukkan
perilaku kekerasan diantaranya : marah-marah, mengamuk
c. Isolasi
Isolasi dapat menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien
tidak dapat keluar dari ruangan tersebut sesuai kehendaknya.
Cara ini dilakukan pada klien halusinasi yang telah melakukan
perilaku kekerasan seperti memukul orang lain/ teman, merusak
lingkungan dan memecahkan barang-barang yang ada didekatnya.
3. Therapy Okupasi
Therapy Okupasi merupakan suatu ilmu dan seni untuk
mencurahkan partisipasi seseorang dalam melaksanakan aktivitas atau
tugas yang sengaja dipilih dengan maksud untuk memperbaiki,
memperkuat dan meningkatkan harga diri seseorang.
Therapy Okupasi menggunakan pekerjaan atau kegiatan sebagai media
pelaksana.
4. Prinsip Tindakan
Adapun prinsip tindakan keperawatan pada halusinasi adalah sebagai berikut :
Membina hubungan interpersonal saling percaya dengan cara
mengekspresikan perasaan secara terbuka dan jujur.
Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap observasi tingkah laku
klien yang terkait dengan halusinasi.
Mengajarkan bagaimana cara mengontrol halusinasi dengan bantuan
perawat.
Fokuskan pada gejala dan minta individu untuk menguraikan apa
yang sedang terjadi, tujuannya adalah untuk memberikan kekuatan
kepada individu dengan membantunya memahami gejala yang dialaminya
atau ditunjukkannya. Hal ini akan menolong individu untuk mengendalikan
penyakitnya, meminta bantuan dan diharapkan dapat mencegah halusinasi
yang lebih kuat.
Katakan bahwa perawat percaya klien mengalaminya (dengan nada
bersahabat, tanpa menuduh dan menghakimi) katakan bahwa ada klien lain
yang mengalami hal yang sama, katakan bahwa perawat akan membantu.
Memberikan perhatian pada klien dan memperhatikan kebutuhan dasar
klien seperti: makan dan minum, mandi dan berhias.
Bantu individu untuk menguraikan dan membandingkan halusinasi yang
sekarang dengan terakhir yang dialaminya.
Dorong individu untuk mengamati dan menguraikan pikiran, perasaan
dan tindakannya sekarang atau yang lalu berkaitan dengan halusinasi yang
dialaminya.
Bantu individu untuk mengidentifikasi apakah ada hubungan antara
halusinasi dengan kebutuhan yang mungkin tercermin.
Sarankan dan perkuat penggunaan hubungan interpersonal dalam
pemenuhan kebutuhan.
Identifikasi bagaimana gejala psikosis lain telah mempengaruhi kemampuan
individu untuk melaksanakan aktifitas hidup sehari-hari.
2.2.5 Terapi
Memberi layanan pembelajaran pada klien dengan gangguan proses pikir
tentunya banyak menemui hambatan. Namun, ada banyak cara yang bisa dicoba
untuk memdudahkan hal tersebut, yaitu dengan menggunakan terapi permainan. Ada
beberapa peran terapi permainan dalam pembelajaran, yaitu (Mulya, 2011):
a. Terapi permainan sebagai saranan pencegahan. Mencegah kesulitan,
menambah masalah, dan mencegah terhambatnya proses pembelajaran.
b. Terapi permainan sebagai sarana penyembuhan. Dalam hal ini terapi
permainan dapat mengembalikan fungsi, psiko-terapi, fungsi sosial, melatih
komunikasi, dan lain-lain.
d. Terapi permainan sebagai saranan untuk mempertajam penginderaan.
Misalinya permainan sebagai sarana untuk mengembangkan kepribadian.
e. Terapi permainan sebagai saran untuk melatih aktivitas dalam kehidupan
sehari-hari. Khususnya anak perempuan.
Menurut Sutini dkk (2009), penyuluhan kesehatan untuk keluarga berisi tentang
perkembangan anak untuk tiap tahap usia didukung keterlibatan orang tua dalam
perawatan anak, bimbingan antisipasi dan manajemen menghadapi perilaku anak
yangsulit, informasikan sarana pendidikan yang ada.
B. Sasaran
1. Kooperatif
2. Tidak terpasang restrain
3. Sehat jasmani
4. Klien dengan gangguan proses pikir dan halusinasi
C. Nama Klien
1.
2.
3.
4.
D. Setting
Fasilitator dan klien duduk bersama dalam lingkaran
Ruangan nyaman dan tenang.
E. MAP
L C
K F
F K
K F
F K
Keterangan :
L : Leader
C: Co Leader
F : Fasilitator
K : Klien
1. Menganjurkan
pertanyaan/
jawaban yang
jelas
2. Menganjurkan
pertanyaan/
jawaban yang
ringkas
3. Menganjurkan
pertanyaan/
jawaban yang
relevan
4. Menganjurkan
pertanyaan/
jawaban
secara spontan
Jumlah
1. Kontak mata
2. Duduk tegak
3. Menggunakan
bahasa tubuh
yang sesuai
4. Mengikuti
kegiatan dari
awal sampai
akhir
5. Mampu
menyelesaikan
kegiatan sesuai
dengan tugas
masing-masing
Jumlah
a. Petunjuk
1) Dibawah judul nama pasien, tuliskan nama panggilan pasien yang
ikut TAK
2) Untuk tiap pasien, semua aspek dimulai dengan memberi tanda (√)
jika ditemukan pada klien, dan tanda (x) jika tidak ditemukan.
3) Jumlahkan kemampuan yang ditemukan jika mendapat nilai 3-5 klien
dapat dikatakan mampu, jika mendapat nilai ≤ 2 maka klien dianggap
belum mampu.
b. Dokumentasi
Dokumentasi kemampuan yang dimiliki pasien ketika TAK pada
catatan proses keperawatan tiap pasien. Misalnya nilai kemampuan
verbal 2 dan kemampuan nonverbal 2 maka catatan keperawatan
adalah: pasien mengikuti TAK kerajinan keset, pasien belum mampu
berdiskusi dan bekerja sama secara verbal dan non verbal, anjurkan
latihan ulang diruang ataupun di rumah secara madiri (buat jadwal)
(Prabowo, 2014: 257-258).
BAB IV
HASIL
2. Duduk tegak v v v v v
3. Menggunakan v v v v v
bahasa tubuh
yang sesuai
4. Mengikuti v v v v v
kegiatan dari
awal sampai
akhir
5. Mampu v v v v v
menyelesaikan
kegiatan sesuai
dengan tugas
masing-masing
Jumlah
Hasil evaluasi dari TAK pembuatan keset yaitu dimana seluruh pasien mampu
untuk berdiskusi maupun berkerjasama dengan baik selama proses TAK berlangsung