Makalah Iugr
Makalah Iugr
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang.
Kehidupan manusia dimulai sejak masa janin dalam rahim ibu. Sejak itu, manusia kecil
telah memasuki masa perjuangan hidup yang salah satunya menghadapi kemungkinan kurangnya
zat gizi yang diterima dari ibu yang mengandungnya. Jika zat gizi yang diterima dari ibunya
tidak mencukupi maka janin tersebut akan mempunyai konsekuensi kurang menguntungkan
dalam kehidupan berikutnya. Sejarah klasik tentang dampak kurang gizi selama kehamilan
terhadap outcome kehamilan telah banyak didokumentasikan.
Fenomena the Dutch Famine menunjukkan bahwa bayi-bayi yang masa kandungannya
(terutama trimester 2 dan 3) jatuh pada saat-saat paceklik mempunyai rata-rata berat badan,
panjang badan, lingkar kepala, dan berat placenta yang lebih rendah dibandingkan bayi-bayi
yang masa kandungannya tidak terpapar masa paceklik dan hal ini terjadi karena adanya
penurunan asupan kalori, protein dan zat gizi essential lainnya.Gangguan pertumbuhan janin ada
2 yaitu makrosmia dan IUGR (PJT).
Kejadian PJT bervariasi, berkisar 4-8% pada negara maju dan 6-30% pada negara
berkembang. Hal ini perlu menjadi perhatian karena besarnya kecacatan dan kematian yang
terjadi akibat PJT. Pada kasus-kasus PJT yang sangat parah dapat berakibat janin lahir mati
(stillbirth) atau jika bertahan hidup dapat memiliki efek buruk jangka panjang dalam masa
kanak-kanak nantinya. Kasus-kasus PJT dapat muncul, sekalipun sang ibu dalam kondisi sehat,
meskipun, faktor-faktor kekurangan nutrisi dan perokok adalah yang paling sering.
Menghindari cara hidup berisiko tinggi, makan makanan bergizi, dan lakukan kontrol
kehamilan (prenatal care) secara teratur dapat menekan risiko munculnya PJT Gangguan
pertumbuhan janin yang lain adalah makrosomia, yaitu Berat Badan lahir Lebih dari 4 kg. Bayi
makrosomia bisa disebabkan empat faktor: 1) Faktor kondisional, yaitu yang tak diketahui
penyebabnya. Misalnya, orangtuanya memang besar atau karena memang lingkungannya (faktor
gizi) yang memungkinkan bayi mempunyai BBL besar; 2) Ibu hamil menderita diabetes mellitus;
3) Ibu yang mengalami kelebihan berat badan (obesitas); dan 4) Ibu yang mengalami kehamilan
lebih bulan.
Bayi makrosomia disebabkan karena faktor genetik, yaitu karena orangtuanya besar,
mungkin tak banyak mengalami masalah. Yang bermasalah adalah bayi BBL besar akibat ibu
mengalami diabetes, yaitu akan mengalami banyak komplikasi serius. Di samping itu, bayi
makrosomia juga kerap meningkatkan angka kelahiran dengan bantuan operasi Cesar. Dan
operasi Cesar akan menambah komplikasi pada bayi
MAKALAH "PERTUMBUHAN JANIN
TERHAMBAT (IUGR)"
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kehidupan manusia dimulai sejak masa janin dalam rahim ibu. Sejak itu, manusia
kecil telah memasuki masa perjuangan hidup yang salah satunya menghadapi
kemungkinan kurangnya zat gizi yang diterima dari ibu yang mengandungnya. Jika zat
gizi yang diterima dari ibunya tidak mencukupi maka janin tersebut akan mempunyai
konsekuensi kurang menguntungkan dalam kehidupan berikutnya. Sejarah klasik
tentang dampak kurang gizi selama kehamilan terhadap outcome kehamilan telah
banyak didokumentasikan. Fenomena the Dutch Famine menunjukkan bahwa bayi-bayi
yang masa kandungannya (terutama trimester 2 dan 3) jatuh pada saat-saat paceklik
mempunyai rata-rata berat badan, panjang badan, lingkar kepala, dan berat placenta
yang lebih rendah dibandingkan bayi-bayi yang masa kandungannya tidak terpapar
masa paceklik dan hal ini terjadi karena adanya penurunan asupan kalori, protein dan
zat gizi essential lainnya.
Gangguan pertumbuhan janin ada 2 yaitu makrosmia dan IUGR (PJT). Kejadian
PJT bervariasi, berkisar 4-8% pada negara maju dan 6-30% pada negara berkembang.
Hal ini perlu menjadi perhatian karena besarnya kecacatan dan kematian yang terjadi
akibat PJT. Pada kasus-kasus PJT yang sangat parah dapat berakibat janin lahir mati
(stillbirth) atau jika bertahan hidup dapat memiliki efek buruk jangka panjang dalam
masa kanak-kanak nantinya. Kasus-kasus PJT dapat muncul, sekalipun sang ibu dalam
kondisi sehat, meskipun, faktor-faktor kekurangan nutrisi dan perokok adalah yang
paling sering. Menghindari cara hidup berisiko tinggi, makan makanan bergizi, dan
lakukan kontrol kehamilan (prenatal care) secara teratur dapat menekan risiko
munculnya PJT.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan IUGR?
2. Apakah klasifikasi IUGR?
3. Apakah penyebab terjadinya IUGR?
4. Bagaimanakah patofisiologi IUGR?
5. Apakah tanda dan gejala IUGR?
6. Bagaimanakah cara mendiagnosis IUGR?
7. Apakah komplikasi yang dapat timbul dari IUGR?
8. Bagaimanakah penatalaksanaan IUGR?
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFENISI
Definisi menurut WHO (1969), janin yang mengalami pertumbuhan yang terhambat
adalah janin yang mengalami kegagalan dalam mencapai berat standard atau ukuran
standard yang sesuai dengan usia kehamilannya.
Pertumbuhan Janin Terhambat atau Intra Uterine Growth Restriction adalah suatu
keadaan dimana terjadi gangguan nutrisi dan pertumbuhan janin yang mengakibatkan
berat badan lahir dibawah batasan tertentu dari usia kehamilannya.2
Definisi yang sering dipakai adalah bayi-bayi yang mempunyai berat badan dibawah 10
persentil dari kurva berat badan bayi yang normal). Dalam 5 tahun terakhir, istilah
Retardation pada Intra Uterine Growth Retardation (IUGR) telah berubah menjadi
Restriction oleh karena Retardasi lebih ditekankan untuk mental.
Menurut Gordon, JO (2005) pertumbuhan janin terhambat-PJT (Intrauterine Growth
Retardation) diartikan sebagai suatu kondisi dimana janin berukuran lebih kecil dari
standar ukuran biometri normal pada usia kehamilan. Kadang pula istilah PJT sering
diartikan sebagai kecil untuk masa kehamilan-KMK (small for gestational age).
Umumnya janin dengan PJT memiliki taksiran berat dibawah persentil ke-10. Artinya
janin memiliki berat kurang dari 90 % dari keseluruhan janin dalam usia kehamilan yang
sama. Janin dengan PJT pada umumnya akan lahir prematur (<37 minggu) atau dapat
pula lahir cukup bulan (aterm, >37 minggu).
B. KLASIFIKASI IUGR
Klasifikasi IUGR / Pertumbuhan janin terhambat (PJT) yaitu:
1. PJT tipe I atau dikenal juga sebagai tipe simetris. Terjadi pada kehamilan 0-20
minggu,terjadi gangguan potensi tubuh janin ntuk memperbanyak sel (hiperplasia),
umumnya disebabkan oleh kelainan kromosom atau infeksi janin.prognosisnya buruk.
2. PJT tipe II atau dikenal juga sebagai tipe asimetris.terjadi pada kehamilan 24-40
minggu, yaitu gangguan potensi tubuh janin untuk memperbesar sel (hipertropi),
misalnya pada hipertensi dalam kehamilan disertai insufisiensi plasenta.
3. PJT tipe III adalah kelainan diantara dua tipe diatas. Terjadi pada kehamilan 20-28
minggu,yaitu gangguan potensi tubuh kombinasi antara gangguan hiperplasia dan
hipertropi sel. Misalnya dapat terjadi pada malnutrisi ibu,kecanduan obat,atau
keracunan.
C. ETOLOGI
1. Faktor Ibu
a. Penyakit hipertensi (kelainan vaskular ibu).
Pada trimester kedua terdapat kelanjutan migrasi interstitial dan endotelium
trophoblas masuk jauh ke dalam arterioli miometrium sehingga aliran menjadi tanpa
hambatan menuju retroplasenter sirkulasi dengan tetap. Aliran darah yang terjamin
sangat penting artinya untuk tumbuh kembang janin dengan baik dalam uterus.
Dikemukakan bahwa jumlah arteri-arterioli yang didestruksi oleh sel trophoblas
sekitar 100-150 pada daerah seluas plasenta sehingga cukup untuk menjamin aliran
darah tanpa gangguan pada lumen dan arteri spiralis terbuka.
Gangguan terhadap jalannya destruksi sel trophoblas ke dalam arteri spiralis dan
arteriolinya dapat menimbulkan keadaan yang bersumber dari gangguan aliran darah
dalam bentuk “iskemia retroplasenter”.
Dengan demikian dapat terjadi bentuk hipertensi dalam kehamilan apabila
gangguan iskemianya besar dan gangguan tumbuh kembang janin terjadi apabila
iskemia tidak terlalu besar, tetapi aliran darah dengan nutrisinya merupakan masalah
pokok.
b. Kelainan uterus.
Janin yang tumbuh di luar uterus biasanya mengalami hambatan pertumbuhan.
c. Kehamilan kembar.
Kehamilan dengan dua janin atau lebih kemungkinan besar dipersulit oleh
pertumbuhan kurang pada salah satu atau kedua janin dibanding dengan janin tunggal
normal. Hambatan pertumbuhan dilaporkan terjadi pada 10 s/d 50 persen bayi kembar.
d. Ketinggian tempat tinggal
Jika terpajan pada lingkungan yang hipoksik secara kronis, beberapa janin
mengalami penurunan berat badan yang signifikan Janin dari wanita yang tinggal di
dataran tinggi biasanya mempunyai berat badan lebih rendah daripada mereka.
e. Keadaan gizi
Wanita kurus cenderung melahirkan bayi kecil, sebaliknya wanita gemuk cenderung
melahirkan bayi besar. Agar nasib bayi baru lahir menjadi baik, ibu yang kurus
memerlukan kenaikan berat badan yang lebih banyak dari pada ibu-ibu yang gemuk
dalam masa kehamilan.
Faktor terpenting pemasukan makanan adalah lebih utama pada jumlah kalori yang
dikonsumsi setiap hari dari pada komposisi dari kalori. Dalam masa hamil wanita
keadaan gizinya baik perlu mengkonsumsi 300 kalori lebih banyak dari pada sebelum
hamil setiap hari. Penambahan berat badan yang kurang di dalam masa hamil
menyebabkan kelahiran bayi dengan berat badan yang rendah.
f. Perokok
Kebiasaan merokok terlebih dalam masa kehamilan akan melahirkan bayi yang lebih
kecil sebesar 200 sampai 300 gram pada waktu lahir. Kekurangan berat badan lahir ini
disebabkan oleh dua faktor yaitu :
1) Wanita perokok, cenderung makan sedikit karena itu ibu akan kekurangan substrat di
dalam darahnya yang bisa dipergunakan oleh janin.
2) Merokok menyebabkan pelepasan epinefrin dan norepinefrin yang menyebabkan
vasokonstriksi yang berkepanjangan sehingga terjadi pengurangan jumlah pengaliran
darah kedalam uterus dan yang sampai ke dalam ruang intervillus.
2. Faktor Anak
a. Kelainan congenital
b. Kelainan genetik
c. Infeksi janin, misalnya penyakit TORCH (toksoplasma, rubela, sitomegalovirus, dan
herpes).
Infeksi intrauterine adalah penyebab lain dari hambatan pertumbuhan
intrauterine.banyaktipe seperti pada infeksi oleh TORCH (toxoplasmosis, rubella,
cytomegalovirus, dan herpes simplex) yang bisa menyebabkan hambatan pertumbuhan
intrauterin sampai 30% dari kejadian. Infeksi AIDS pada ibu hamil menurut laporan bisa
mengurangi berat badan lahir bayi sampai 500 gram dibandingkan dengan bayi-bayi
yang lahir sebelum terkena infeksi itu.
Diperkirakan infeksi intrauterin meninggikan kecepatan metabolisme pada janin
tanpa kompensasi peningkatan transportasi substrat oleh plasenta sehingga
pertumbuhan janin menjadi subnormal atau dismatur.
3. Faktor Plasenta
Penyebab faktor plasenta dikenal sebagai insufisiensi plasenta. Faktor plasenta
dapat dikembalikan pada faktor ibu, walaupun begitu ada beberapa kelainan plasenta
yang khas seperti tumor plasenta. Sindroma insufisiensi fungsi plasenta umumnya
berkaitan erat dengan aspek morfologi dari plasenta.
Parameter klinik yang dapat digunakan untuk mendeteksi PJT ketidaksesuaian usia
gestasi dengan besar uterus, laju pertumbuhan terhambat, atau pertambahan berat
badan ibu yang kurang. Kejadian yang terbukti dengan cara ini hanya 10-25%,
sehingga perlu digabung dengan pemeriksaan dan USG Doppler.
a. Manajemen pada kasus preterm dengan pertumbuhan janin terhambat lakukan
pematangan paru dan asupan nutrisi tinggi kalori mudah cerna, dan banyak istirahat.
b. Pada kehamilan 35 minggu tanpa terlihat pertumbuhan janin dapat dilakukan
pengakhiran kehamilan.
c. Jika terdapat oligohidramnion berat disarankan untuk per abdominam.
d. Pada kehamilan aterm tergantung kondisi janin jika memungkinkan dapat dicoba lahir
pervaginam.
D. PATOFISIOLOGI
1. Kondisi kekurangan nutrisi pada awal kehamilan
Pada kondisi awal kehamilan pertumbuhan embrio dan trofoblas dipengaruhi oleh
makanan. Studi pada binatang menunjukkan bahwa kondisi kekurangan nutrisi sebelum
implantasi bisa menghambat pertumbuhan dan perkembangan. Kekurangan nutrisi
pada awal kehamilan dapat mengakibatkan janin berat lahir rendah yang simetris. Hal
sebaiknya terjadi kondisi percepatan pertumbuhan pada kondisi hiperglikemia pada
kehamilan lanjut.
2. Kondisi kekurangan nutrisi pada pertengahan kehamilan
Defisiensi makanan mempengaruhi pertumbuhan janin dan plasenta, tapi bisa juga
terjadi peningkatan pertumbuhan plasenta sebagai kompensasi. Didapati ukuran
plasenta yang luas.
3. Kondisi kekurangan nutrisi pada akhir kehamilan
Terjadi pertumbuhan janin yang lambat yang mempengaruhi interaksi antara janin
dengan plasenta. Efek kekurangan makan tergantung pada lamanya kekurangan. Pada
kondisi akut terjadi perlambatan pertumbuhan dan kembali meningkat jika nutrisi yang
diberikan membaik. Pada kondisi kronis mungkin telah terjadi proses perlambatan
pertumbuhan yang irreversibel.
F. DIAGNOSIS
1. Faktor Ibu
Ibu hamil dengan penyakit hipertensi, penyakit ginjal dan kardiopulmonal dan pada
kehamilan ganda.
2. Tinggi Fundus Uteri
Cara ini sangat mudah, murah, aman, dan baik untuk diagnosa pada kehamilan
kecil. Caranya dengan menggunakan pita pengukur yang di letakkan dari simpisis pubis
sampai bagian teratas fundus uteri. Bila pada pengukuran di dapat panjang fundus uteri
2 (dua) atau 3 (tiga) sentimeter di bawah ukuran normal untuk masa kehamilan itu
maka kita dapat mencurigai bahwa janin tersebut mengalami hambatan pertumbuhan.
3. USG Fetomaternal
Pada USG yang diukur adalah diameter biparietal atau cephalometry angka
kebenarannya mencapai 43-100%. Bila pada USG ditemukan cephalometry yang tidak
normal maka dapat kita sebut sebagai asimetris PJT. Selain itu dengan lingkar perut
kita dapat mendeteksi apakah ada pembesaran organ intra abdomen atau tidak,
khususnya pembesaran hati.
Tetapi yang terpenting pada USG ini adalah perbandingan antara ukuran lingkar
kepala dengan lingkar perut untuk mendeteksi adanya asimetris PJT.
4. Doppler Velocimetry
Dengan menggunakan Doppler kita dapat mengetahui adanya bunyi end-diastolik
yang tidak normal pada arteri umbilicalis, ini menandakan bahwa adanya PJT.
G. KOMPLIKASI
1. Janin
Antenatal : gagal nafas dan kematian janin.
Intranatal : hipoksia dan asidosis
Setelah lahir :
a. Langsung :
1) Asfiksia
2) Hipoglikemi
3) Aspirasi mekonium
4) Hipotermi
5) Perdarahan pada paru
6) Polisitemia
7) Hiperviskositas sindrom
8) Gangguan gastrointestinal
b. Tidak langsung
Pada simetris PJT keterlambatan perkembangan dimulai dari lambat dari sejak
kelahiran, sedangkan asimetris PJT dimulai sejak bayi lahir di mana terdapat kegagalan
neurologi dan intelektualitas. Tapi prognosis terburuk ialah PJT yang disebabkan oleh
infeksi kongenital dan kelainan kromosom.(5)
2. Ibu
a. Preeklampsi
b. Penyakit jantung
c. Malnutrisi
H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan antepartum
a. Di lakukan penyelidikan terhadap fungsi plasenta dan kondisi janin.
b. Bila tanda- tanda gawat janin tidak ada, kehamilan di biarkan berlangsung. Kita harus
membiarkan janin mencapai maturitasnya sejauh mungkin kehamilan di akhiri hanya
kalau terdapat tanda- tanda gawat janin.
c. Begitu diagnosis IUGR di buat, kelahiran harus di rampungkan sebelum 38 minggu.
Bayi yang sudah tidak berkembang lagi dalam rahim akan tumbuh lebih baik dalam
bangsal anak.
d. Di upayakan untuk memperbaiki situasi dengan mengoreksi kelainan yang mendasari
seperti hipertensi dan diabetes yang tidak terkontrol dan meningkatkan aliran darah
kedalam uterus dengan mengatur posisi tidur pasien lebihh banyak berbaring
menyamping.
e. Kebanyakan kematian janin di dalam rahim setelah minggu ke- 36 kehamilan dan
sebelum di mulainya persalinan.
2. Penatalaksanaan persalinan
Bayi- bayi yang IUGR harus di lahirkan di rumah sakit dengan fasilitas khusus untuk
resiko tinggi, baik obstetrik maupun pediatrick.
ng : di induksi, monitoring yang cermat dan kelahiran pervaginam.
m matang : infus oxytocin untuk mematangkan serviks yang di ikuti oleh pemecahan ketuban secara
artificial.
c. Indikasi dilakukannya section caesarea :
1) Gawat janin
2) Induksi gagal
3) Malpresentasi
4) Disproporsi
5) Serviks tidak matang pada pasien- pasien yang penyakitnya berat seperti diabetes atau
toksemia.
6) Bekas section caesarea.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
IUGR (Intra Uterin Growth Retardation) merupakan ) bayi- bayi yang beratnya di
bawah percentile ke- 10 di bandingkan umur kehamilannya dan bayi- bayi yang
beratnya adalah dua deviasi standar di bawah berat rata- rata untuk umur
kehamilannya. Bayi- bayi ini berukuran kecil tetapi tidak prematur mereka tidak
mempunyai permasalahan seperti yang dihadapi oleh bayi-bayi yang di lahirkan
prematur.
B. SARAN
Agar dapat mengurangi angka kejadian IUGR, disaran kepada setiap ibu hamil agar
lebih memperhatikan kehamilannya, terutama pada asupan gizinya, istirahat yang
cukup seperti berbaring miring, dll.
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham, Gary, dkk.2006. Obstetri William ed.21. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam.1998, Sinopsis Obstetri. Jakarta.EGC
Prawiroharjo, Sarwono.2003. IlmuKebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Varney, Helen Dkk.2007, Buku Ajar Asuhan Kebidanan ed.4 vo1. Jakarta.EGC
Pranoto, Ibnu dkk. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan IUGR dan IUFD
2. Apa risiko dan penanganan IUGR dan IUFD
3. Bagaimana gejala klinik IUGR dan IUFD
1.3 Tujuan
1. Mampu menjelaskan definisi IUGR dan IUFD
2. Mampu menjelaskan risiko dan penanganan IUGR dan IUFD
3. Mampu menjelaskan gejala klini dari IUGR dan IUFD
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.2 Klasifikasi
Secara Klinis IUGR dibagi 3, berdasarkan waktu kapan mulai dan berapa lamanya
pengaruh yang menghambat pertumbuhan itu berlangsung.
a. Tipe 1 Simetrik IUGR
Tipe 1 IUGR menunjuk pada bayi dengan potensi penurunan pertumbuhan. Tipe IUGR
ini dimulai pada gestasi yang lebih awal, dan semua fetus ini menurut perbandingan
usia gestational (SGA). IUGR ini memiliki kejadian lebih awal dari gangguan pertumbuhan
janin yang tidak simetris yang terjadi ketika fetus mengalami perpanjangan kekurangan yang
lebih awal akibat dari malnutrisi chorionic maternal, penyalahgunaan zat-zat kimia, insufisiensi
plasenta, atau gemeli. Faktor yang berkaitan dengan hal ini adalah kelainan kromosom, kelainan
organ (terutama jantung), infeksi TORCH (Toxoplasmosis, Other Agents Coxsackie virus,
Listeria), Rubella, Cytomegalovirus, Herpes simplex/Hepatitis B/HIV, Syphilis), kekurangan
nutrisi berat pada ibu hamil, dan wanita hamil yang merokok. Gangguan terjadi pada fase
Hiperplasia, di mana total jumlah sel kurang.
Ukuran sel fetus normal tetapi secara umum terjadi kekurangan yang menyeluruh pada
badan. badan dan kepala neonatus proporsional tetapi kecil (gangguan pertumbuhan yang
proporsional). Lingkar kepala turun dibawah persentil 10, ukuran otak kurang, dan berakibat
buruk yang permanen termasuk adanya kurangperhatian pada masa kanak-kanaknya, gelisah, dan
perilaku bermasalah yang dihubungkan dengan jeleknya hasil akademik yang ditunjukan.
Secara umum, IUGR Tipe 1 berhubungan dengan prognosisi yang tidak baik; ini
berhubungan dengan kondisi patologis yang menyebabkannya. Weiner dan Wiliamson
menunjukkan, ada tidak adanya faktor resiko yang diidentifikasi dari ibu, diperkirakan 25%
beberapa fetus yang dinilai, hambatan pertumbuhan yang dimulai lebih awal terjadi pada
aneuploidy. Oleh karena itu, penilaian sample darah pada umbilical (Percutaneus Umbillical
Blood Sampling) betul-betul direkomendasikan untuk mengetahui Karyotype abnormal.
2.1.5 Diagnosis
Secara klinik awal pertumbuhan janin yang terhambat dikenal setelah 28 minggu.
Namun, secara USG mungkin sudah dapat diduga lebih awal dengan adanya biometri dan
tafsiran berat janin yang tidak sesuai dengan usia gestasi. Secara klinik pemeriksaan tinggi
fundus uteri (TFU) umumnya dalam cm akan sesuai dengan usia kehamilan. Bila lebih rendah
dari 3 cm , patut dicurigai adanya pertumbuhan janin terhambat, meskipun sensivitasnya hanya
40%. Smith dan kawan-kawan melakukan observasi pada 4.229 kasus dan menemukan bahwa
pertumbuhan yang suboptimal sejak trimester I berkaitan dengan kelahiran preterm dan kejadian
pertumbuhan janin terhambat.an janin terhambat (IUGR). Sebaiknya kepastian pertumbuhan
dapat dibuat apabila terdapat data USG sebelum 20 minggu sehingga pada kehamilan 32-34
minggu dapat ditentukan secara tepat.
Biometri yang menetap terutama pengawasan lingkar abdomen yang tidak bertambah
merupakan pertanda awal PJT; terlebih diameter biparietal yang juga tidak bertambah setalh
lebih dari 2 minggu. Pemeriksaan secara doppler arus darah; umbilikal,uterina dan spiral
mungkin dapat mencurigai secara awal adanya arus darah yang abnormal yang akan membuat
pertumbuhan janin terhambat.
2.1.6 Komplikasi
Antenatal : gagal nafas dan kematian janin
Intranatal : hipoksia dan asidosis
Setelah lahir :
Secara Langsung
a. Asfiksia
b. Hipoglikemi
c. Aspirasi mekonium
d. DIC : pembekuan (darah), mekanisme yang terjadi dalam respon terhadap berbagai penyakit.
e. Hipotermi
f. Perdarahan pada paru
g. Polisitemia
Polisitemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah sel darah merah
akibat pembentukan sel darah merah yang berlebihan oleh sumsum tulang. Polisitemia
menyebabkan darah menjadi kental dan menyebabkan berkurangnya kecepatan aliran darah
ketika darah melalui pembuluh yang kecil. Jika penyakitnya berat, bisa menyebabkan
pembentukan bekuan darah di dalam pembuluh darah. Kulit bayi tampak kemerahan atau
kebiruan. Bayi tampak lemas, pernafasannya cepat, refleks menghisapnya lemah dan denyut
jantungnya cepat.
h. Hiperviskositas sindrom
Terjadi karena aliran darah terhambat, akibat darah yang lebih kental. Kekebalan dapat
terjadi karena volume dan jumlah sel bertambah atau plasma lebih kental. Mata terlihat merah
dengan pembuluh darah konjungtiva bertambah. Fundus refleks berwarna merah tua dan fundus
memperlihatkan pengisian pembuluh darah yang berlerbihan sehingga lumen arteri dan vena
melebar, dismal peningkatan perkelokan.
Tidak langsung
Pada simetris IUGR keterlambatan perkembangan dimulai dari lambat dari sejak
kelahiran, sedangkan asimetris IUGR dimulai sejak bayi lahir di mana terdapatkegagalan
neurologi dan intelektualitas. Tapi prognosis terburuk ialah IUGR yang disebabkan oleh infeksi
kongenital dan kelainan kromosom.
2.1.7 Penatalaksanaan
Langkah pertama dalam menangani PJT adalah mengenali pasien-pasien yang
mempunyai resiko tinggi untuk mengandung janin kecil. Langkah kedua adalah membedakan
janin PJT atau malnutrisi dengan janin yang kecil tetapi sehat. Langkah ketiga adalah
menciptakan metode adekuat untuk pengawasan janin pada pasien-pasien PJT dan melakukan
persalinan di bawah kondisi optimal.
Untuk mengenali pasien-pasien dengan resiko tinggi untuk mengandung janin kecil,
diperlukan riwayat obstetrik yang terinci seperti hipertensi kronik, penyakit ginjal ibu dan
riwayat mengandung bayi kecil pada kehamilan sebelumnya. Selain itu diperlukan pemeriksaan
USG. Pada USG harus dilakukan taksiran usia gestasi untuk menegakkan taksiran usia gestasi
secara klinis. Kemudian ukuran-ukuran yang didapatkan pada pemeriksaan tersebut disesuaikan
dengan usia gestasinya.Pertumbuhan janin yang suboptimal menunjukkan bahwa pasien tersebut
mengandung janin PJT.
Tatalaksana kehamilan dengan PJT, karena tidak ada terapi yang paling efektif sejauh ini,
untuk melahirkan bayi yang sudah cukup usia dalam kondisi terbaiknya dan meminimalisasi
risiko pada ibu. Tatalaksana yang harus dilakukan adalah :
a. PJT pada saat dekat waktu melahirkan. Yang harus dilakukan adalah segera dilahirkan
b. PJT jauh sebelum waktu melahirkan. Kelainan organ harus dicari pada janin ini, dan bila
kelainan kromosom dicurigai maka amniosintesis (pemeriksaan cairan ketuban) atau
pengambilan sampel plasenta, dan pemeriksaan darah janin dianjurkan :
1. Tatalaksana umum : setelah mencari adanya cacat bawaan dan kelainan kromosom serta infeksi
dalam kehamilan maka aktivitas fisik harus dibatasi disertai dengan nutrisi yang baik. Tirah
baring dengan posisi miring ke kiri, Perbaiki nutrisi dengan menambah 300 Kal perhari, Ibu
dianjurkan untuk berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol, Menggunakan aspirin dalam
jumlah kecil dapat membantu dalam beberapa kasus IUGR Apabila istirahat di rumah tidak dapat
dilakukan maka harus segera dirawat di rumah sakit. Pengawasan pada janin termasuk
diantaranya adalah melihat pergerakan janin serta pertumbuhan janin menggunakan USG setiap
3-4minggu
2. Tatalaksana khusus : pada PJT yang terjadi jauh sebelum waktunya dilahirkan, hanya terapi
suportif yang dapat dilakukan. Apabila penyebabnya adalah nutrisi ibu hamil tidak adekuat
maka nutrisi harus diperbaiki. Pada wanita hamil perokok berat, penggunaan narkotik dan
alkohol, maka semuanya harus dihentikan
3. Proses melahirkan : pematangan paru harus dilakukan pada janin prematur. Pengawasan ketat
selama melahirkan harus dilakukan untuk mencegah komplikasi setelah melahirkan. Operasi
caesar dilakukan apabila terjadi distress janin serta perawatan intensif neonatal care segera
setelah dilahirkan sebaiknya dilakukan.
Kemungkinan kejadian distress janin selama melahirkan meningkat pada PJT karena umumnya
PJT banyak disebabkan oleh insufisiensi plasenta yang diperparah dengan proses melahirkan.
Kondisi bayi. Janin dengan PJT memiliki risiko untuk hipoksia perinatal (kekurangan oksigen
setelah melahirkan) dan aspirasi mekonium (terhisap cairan mekonium). PJT yang parah dapat
mengakibatkan hipotermia (suhu tubuh turun) dan hipoglikemia (gula darah berkurang). Pada
umumnya PJT simetris dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan pertumbuhan bayi yang
terlambat setelah dilahirkan, dimana janin dengan PJT asimetris lebih dapat “catch-up”
pertumbuhan setelah dilahirkan
2.1.8 Pencegahan
Beberapa penyebab dari PJT tidak dapat dicegah. Bagaimanapun juga, faktor seperti diet,
istirahat, dan olahraga rutin dapat dikontrol. Untuk mencegah komplikasi yang serius selama
kehamilan, sebaiknya seorang ibu hamil mengikuti nasihat dari dokternya; makan makanan yang
bergizi tinggi, tidak merokok, minum alkohol dan menggunakan narkotik, mengurangi stress,
berolahraga teratur, serta istirahat dan tidur yang cukup. Suplementasi dari protein, vitamin,
mineral, serta minyak ikan juga baik dikonsumsi. Selain itu pencegahan dari anemia serta
pencegahan dan tatalaksana dari penyakit kronik pada ibu maupun infeksi yang terjadi harus
baik.
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk mencegah PJT pada janin untuk setiap ibu hamil
sebagai berikut :
a. Usahakan hidup sehat.
Konsumsilah makanan bergizi seimbang. Untuk kuantitas, makanlah seperti biasa ditambah
ekstra 300 kalori/hari.
b. Hindari stress selama kehamilan.
Stress merupakan salah satu faktor pencetus hipertensi.
c. Hindari makanan obat-obatan yang tidak dianjurkan selama kehamilan.
Setiap akan mengkonsumsi obat, pastikan sepengetahuan atau resep dokter kandungan.
d. Olah raga teratur.
Olah raga (senam hamil) dapat membuat tubuh bugar, dan mampu memberi keseimbangan
oksigenasi, maupun berat badan.
e. Hindari alkohol, rokok, dan narkoba.
f. Periksakan kehamilan secara rutin.
Pada saat kehamilan, pemeriksaan rutin sangat penting dilakukan agar kondisi ibu dan
janin dapat selalu terpantau. Termasuk, jika ada kondisi PJT, dapat diketahui sedini mungkin.
Setiap ibu hamil dianjurkan melakukan pemeriksaan setiap 4 minggu sampai dengan usia
kehamilan 28 minggu. Kemudian, dari minggu ke 28-36, pemeriksaan dilakukan setidaknya
setiap 2 minggu sekali. Selanjutnya, lakukan pemeriksaan setiap 1 minggu sampai dengan usia
kelahiran atau 40 minggu. Semakin besar usia kehamilan, semakin mungkin pula terjadi
hambatan atau gangguan. Jadi, pemeriksaan harus dilakukan lebih sering seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan.
2.2 INTRAUTERINE FETAL DEATH (IUFD)
2.2.1 Definisi
2.2.2 Etiologi
Pada 25-60% kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian janin dapat
disebabkan oleh faktor maternal, fetal, atau kelainan patologik plasenta.
1. Faktor maternal
Post term (>42 minggu) diabetes melitus tidak terkontrol, sistematik lupus eritematotus,
infeksi, hipertensi, preeklamsi, eklampsia, hemoglobinopati, umur ibu tua, penyakit rhesus,
ruptura uteri, antifosfolipid sindrom, hipotensi akut ibu, kematian ibu
2. Faktor fetal
Hamil kembar, hamil tumbuh terambat, kelainan kongenital, kelainan genetik, dan
infeksi.
3. Faktor plasental
Kelaianan tali pusat, lepasnya plasenta, ketuban pecah dini, vasa previa. Faktor risiko
terjadinya kematian janin intra uterin meningkat pada usia ibu > 40 tahun, pada ibu infertil,
kemokonsentrasi pada ibu (ureplasma irealitikum), kegemukan, ayah berusia lanjut.
Untuk diagnosis pasti penyebab kematian sebaiknya dilakukan otopsi janin dan
pemeriksaan plasenta serta selaput. Diperlukan evaluasi secara komprehensif untuk mencari
penyebab kematian janin termasuk analisis kromosom, kemungkinan terpapar infeksi untuk
mengantisipasi kehamilan selanjutnya. Pengelolaan kehamilan selanjutnya bergantung pada
penyebab kematian janin. Meskipun kematin janin berulang jarang terjadi, demi kesejahteraan
keluarga pada kehamilan berikut diperlukan pengelolaan yang lebih ketat tentang kesejahteraan
janin. Pemantauan kesejahteraan janin dapat dilakukan dengan anamnesis, dinyatakan aktivitas
gerakan janin pada ibu hamil, bila mencurigakan dapat dilakukan pemeriksaan kardiotokograf.
2.2.2 Diagnosis
Riwayat dan pemeriksaan fisik sangat terbatas nilainya dalam membuat diagnosis
kematian janin. Umumnya penderita hanya mengeluh gerakan janin berkurang. Pada
pemeriksaan fisik tidak terdengar denyut jantung janin. Diagnosis pasti ditegakkan dengan
pemeriksaan ultrasound, dimana tidak tampak adanya gerakan jantung janin. Pada amamnesis
gerakan menghilang. Pada pemeriksaan pertumbuhan janin tidak ada, yang terlihat tinggi fundus
uteri menurun, berta badan ibu menurun, dan lingkar perut ibu mengecil.
Dengan fetoskop dengan dopler tidak dapat didengar dengan adanya bunyi jantung janin.
Dengan sarana penunjang diagnostik lain yaitu USG, tampak gambaran janin tanpatanda
kehidupan. Dengan radiologik setelah 5 hari tampak tulang kepala kolaps, tulang kepala
saling tumpang tindih (gejala spalding) tulang belakang hiperrefleksi, edema siktar tulang
kepala; tampak gambaran gas pada jantung dan pembuluh darah. Pemeriksaan HCG urin menjadi
negatif setelah beberapa hari kematian janin. Komplikasi yang dapat terjadi adalah trauma psikis
ibu ataupun keluara, apalagi bila waktu antara kematian janin dan persalinan berlangsung lama.
Bila terjadi ketuban pecah dapat terjadi infeksi. Terjadi koagulopati bila kematian janin lebih dari
2 minggu.
2.2.6 Komplikasi
1. Trauma emosional yg cukup berat terjadi bila waktu antara kematian janin
dan persalinan cukup lama
2. Dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah
3. Dapat terjadi koagulasi bila kematian janin berlangsung lebih dari 2minggu.
4. Kematian janin dalam kandungan 3-4 minggu, biasanya tidak membahayakan ibu. Setelah
lewat 4 minggu maka kemungkinan terjadinya kelainan darah (hipofibrinogenemia) akan lebih
besar. Kematian janin akan menyebabkan desidua plasenta menjadi rusak menghasilkan
tromboplastin masuk kedalam peredaran darah ibu, pembekuan intravaskuler yang dimulai dari
endotel pembuluh darah oleh trombosit terjadilah pembekuan darah yang meluas menjadi
Disseminated intravascular coagulation hipofibrinogenemia (kadarfibrinogen <100mg%). Kadar
normal fibrinogen pada wanita hamil adalah 300-700 mg%. Akibat kekurangan fibrinogen maka
dapat terjadi hemoragik postpartum. Partus biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah janin mati.
2.2.7 Penanganan
Selama menunggu diagnosa pasti, ibu akan mengalami syok dan ketakutan memikirkan
bahwa bayinya telah meninggal. Pada tahap ini bidan berperan sebagai motivator untuk
meningkatkan kesiapan mental ibu dalam menerima segala kemungkinan yang ada. Diagnosa
pasti dapat ditegakkan dengan berkolaborasi dengan dokter spesialis kebidanan melalui hasil
USG dan rongen foto abdomen, maka bidan seharusnya melakukan rujukan.
Menunggu persalinanspontan biasanya aman, tetapi penelitian oleh Radestad et al (1996)
memperlihatkan bahwa dianjurkan untuk menginduksi sesegera mungkin setelah diagnosis
kematian in utero. Mereka menemukan hubungan kuat antara menunggu lebih dari 24 jam
sebelum permulaan persalinandengan gejala kecemasan. Maka sering dilakukan
terminasi kehamilan.
Pengakhiran kehamilan jika ukuran uterus tidak lebih dari 12 minggu kehamilan.
Persiapan:
A. Keadaan memungkinkan yaitu Hb> 10 gr%, tekanan darah baik.Dilakukan pemeriksaan
laboratorium, yaitu:pemeriksaan trombosit, fibrinogen, waktu pembekuan, waktu perdarahan,
dan waktu protombin.Tindakan:
1. Kuretasi vakum
2. Kuretase tajam
3. Dilatasi dan kuretasi taja
B. Pengakhiran kehamilan jika ukuran uterus lebih dari 12 minggu sampai 20 minggu maka akan
diberi :
1. misoprostol 200mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
2. Pemasangan batang laminaria 12 jam sebelumnya.
3. Kombinasi pematangan batang laminaria dengan misoprostol atau pemberian tetes oksitosin 10
IU dalam 500 cc dekstrose 5% mulai 20 tetes -60tetespermenit.
Catatan: dilakukan kuretase bila masih terdapat jaringan.
1.2 Saran
Setelah membaca makalah ini sebaiknya perlu peningkatan pemahaman untuk lebih
mampu menangani masalah IUGR dan IUFD. Terutama pada ibu-ibu hamil sebaiknya
memeriksakan kesehatan kehamilannya secara rutin minimal 4 kali selama kehamilan agar bisa
dideteksi secara dini bila ada kelainan pada janinnya, dan kepada petugas kesehatan agar
senantiasa meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya untuk menurunkan angka mortalitas
ibu dan anak, serta bagi kita sebagai mahasiswa agar lebih sungguh-sungguh belajar.
DAFTAR PUSTAKA
Prawiroharjo,Sarwono.2003.Ilmu Kebidanan.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Kanker serviks merupakan kanker ganas yang terbentuk dalam jaringan serviks
(organ yang menghubungkan uterus dengan vagina).Ada beberapa tipe kanker serviks.
Tipe yang paling umum dikenal adalah squamous cell carcinoma (SCC), yang
merupakan 80 hingga 85 persen dari seluruh jenis kanker serviks. Infeksi Human
Papilloma Virus (HPV) merupakan salah satu faktor utama tumbuhnya kanker jenis ini.
Tipe-tipe lain kanker serviks seperti adenocarcinoma, small cell carcinoma,
adenosquamous, adenosarcoma, melanoma dan lymphoma,merupakan tipe kanker
serviks yang langka yang tidak terkait dengan HPV.Beberapa tipe kanker yang telah
disebutkan, tidak dapat ditanggulangi seperti SCC.
B. GEJALA
Kanker serviks tahap dini tidak menunjukkan gejala.Segera temui dokter bila Anda
mengalami gejala-gejala kanker serviks sebagai berikut:
Pendarahan vagina
Sakit punggung
Sakit saat buang air kecil dan air seni keruh
Konstipasi kronis dan perasaan kembung walaupun perut dalam keadaan
kosong.
Rasa nyeri saat berhubungan seks dan keputihan
Salah satu kaki membengkak
Kebocoran urin atau feses dari vagina
C. PENYEBAB
Terinfeksi Human Papilloma Virus (HPV) merupakan sebab paling umum atau faktor
utama terjadinya kanker serviks.Virus-virus ini ditularkan melalui hubungan seksual,
baik oral maupun anal.Setiap wanita yang aktif secara seksual memiliki resiko terkena
kanker serviks.Akan tetapi wanita dengan partner seks lebih dari satu memiliki resiko
yang lebih besar.Wanita yang melakukan hubungan seks tanpa pelindung sebelum
umur 16 tahun memiliki tingkat resiko tertinggi.Beberapa vaksinasi telah dikembangkan
dan secara efektif membunuh HPV yang menjadi penyebab dari 70 hingga 85 persen
kanker serviks. Vaksin HPV ditujukan untuk anak perempuan dan wanita dewasa dari
usia 9 hingga 26 tahun karena vaksin hanya dapat bekerja sebelum infeksi terjadi. Akan
tetapi, vaksinasi masih dapat dilakukan pada wanita yang belum aktif secara seksual
pada usia dewasa. Mahalnya harga vaksin ini menjadi penyebab kekhawatiran. Akan
tetapi, karena vaksin in hanya ditujukan untuk beberapa tipe kanker beresiko tinggi,
wanita tetap harus melakukan Pap Smear, bahkan setelah vaksinasi.
D. FAKTOR RESIKO
a. Faktor Alamiah
Faktor alamiah adalah faktor-faktor yang secara alami terjadi pada seseorang dan
memang kita tidak berdaya untuk mencegahnya. Yang termasuk dalam faktor alamiah
pencetus kanker serviks adalah usia diatas 40 tahun. Semakin tua seorang wanita
maka makin tinggi risikonya terkena kanker serviks.Tetapi hal ini tidak hanya sekedar
orang yang sudah berumur saja, yang berusia muda pun bisa terkena kanker serviks.
Tentu kita tidak bisa mencegah terjadinya proses penuaan. Akan tetapi kita bisa
melakukan upaya-upaya lainnya untuk mencegah meningkatnya risiko kanker
serviks.Tidak seperti kanker pada umumnya, faktor genetik tidak terlalu berperan dalam
terjadinya kanker serviks.Ini tidak berarti Anda yang memiliki keluarga bebas kanker
serviks dapat merasa aman dari ancaman kanker serviks.Anda dianjurkan tetap
melindungi diri Anda terhadap kanker serviks.
b. Faktor Kebersihan
Keputihan yang dibiarkan terus menerus tanpa diobati. Ada 2 macam keputihan, yaitu
yang normal dan yang tidak normal. Keputihan normal bila lendir berwarna bening, tidak
berbau, dan tidak gatal. Bila salah satu saja dari ketiga syarat tersebut tidak terpenuhi
berarti keputihan tersebut dikatakan tidak normal. Segeralah berkonsultasi dengan
dokter Anda bila Anda mengalami keputihan yang tidak normal.
Penyakit Menular Seksual (PMS). PMS merupakan penyakit-penyakit yang ditularkan
melalui hubungan seksual. PMS yang cukup sering dijumpai antara lainsifilis, gonore,
herpes simpleks, HIV-AIDS, kutil kelamin, dan virus HPV.
Pemakaian pembalut yang mengandung bahan dioksin. Dioksin merupakan bahan
pemutih yang digunakan untuk memutihkan pembalut hasil daur ulang dari barang
bekas, misalnya krayon, kardus, dan lain-lain.
Membasuh kemaluan dengan air yang tidak bersih, misalnya di toilet-toilet umum yang
tidak terawat. Air yang tidak bersih banyak dihuni oleh kuman-kuman.
c. Faktor Pilihan
Faktor ketiga adalah faktor pilihan, mencakup hal-hal yang bisa Anda tentukan sendiri,
diantaranya berhubungan seksual pertama kali di usia terlalu muda. Berganti-ganti
partner seks. Lebih dari satu partner seks akan meningkatkan risiko penularan penyakit
kelamin, termasuk virus HPV. Memiliki banyak anak (lebih dari 5 orang). Saat
dilahirkan, janin akan melewati serviks dan menimbulkan trauma pada serviks. Bila
Anda memutuskan untuk memiliki banyak anak, makin sering pula terjadi trauma pada
serviks. Pap Smear merupakan pemeriksaan sederhana yang dapat mengenali
kelainan pada serviks. Dengan rutin melakukan papsmear, kelainan pada serviks akan
semakin cepat diketahui sehingga memberikan hasil pengobatan semakin baik. Dokter
yang tepat dalam melakukan pap smear adalah Dokter kandungan, tetapi beberapa
Laboratorium Klinikpun dapat melakukannya.
E. DIAGNOSIS
Pap Smear merupakan cara efektif sebagai tes skrining kanker serviks, kepastian
diagnosa kanker serviks atau diagnosa pra-kanker memerlukan biopsi dari serviks.
Biopsi umumnya dilakukan melalui colposcopy, inspeksi serviks melalui pencitraan
yang diperbesar dengan melarutkan cairan asam untuk memperjelas sel-sel abnormal
pada permukaan serviks. Proses ini memerlukan waktu 15 menit dan tanpa
menimbulkan rasa sakit.
Prosedur diagnosa lanjutan meliputi prosedur Loop Electrical Excision Procedure
(LEEP), cone biopsies dan punch biposies. Pap Smear merupakan cara efektif sebagai
tes skrining kanker serviks, kepastian diagnosa kanker serviks atau diagnosa pra-
kanker memerlukan biopsi dari serviks. Biopsi umumnya dilakukan melalui colposcopy,
inspeksi serviks melalui pencitraan yang diperbesar dengan melarutkan cairan asam
untuk memperjelas sel-sel abnormal pada permukaan serviks. Proses ini memerlukan
waktu 15 menit dan tanpa menimbulkan rasa sakit. Prosedur diagnosa lanjutan meliputi
prosedur Loop Electrical Excision Procedure (LEEP), cone biopsies dan punch
biposies.
F. PENGOBATAN
Pada tahap stadium 1, pasien dapat diberi pengobatan melalui prosedur bedah
konservatif untuk wanita yang ingin mempertahankan kesuburan mereka, sementara
yang lain dianjurkan untuk mengangkat seluruh organ uterus dan serviks
(trachelectomy). Setelah prosedur pembedahan, umumnya direkomendasikan untuk
menunggu sekurang-kurangnya satu tahun sebelum melakukan program kehamilan.
Karena terdapat kemungkinan penyebaran kanker pada kelenjar getah bening
disaat tahap akhir stadium 1, spesialis bedah mungkin akan mengangkat beberapa
kelenjar getah bening dari sekitar uterus untuk bahan evaluasi patologi.
Tumbuh kembalinya kanker pada sisa serviks sangatlah langka bila kanker telah
sepenuhnya diangkat melalui trachelectomy.Akan tetapi, pasien dianjurkan untuk tetap
melakukan pencegahan secara aktif dan melakukan pemeriksaan lanjutan, termasuk
melakukan skrining Pap smear.
Tumor pada tahap awal dapat diobati melalui prosedur histerektomi radikal
(pengangkatan seluruh uterus) dengan pengangkatan kelenjar getah bening.Terapi
radiasi dengan atau tanpa kemoterapi dapat diberikan setelah prosedur pembedahan
guna mengurangi resiko kembalinya kanker. Tumor usia dini berukuran besar dapat
diobati dengan terapi radiasi dan kemoterapi dahulu. Histerektomi dapat dilakukan
kemudian untuk mengendalikan kanker secara lokal dengan lebih baik.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. PEMERIKSAAN DENGAN PAP SMEAR
A. PENGERTIAN
Test atau Pemeriksaan Pap Smear adalah metode (screening) ginekologi,
merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks) menggunakan alat yang dinamakan
speculum, dan bisa dilakukan oleh dokter kandungan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
mengetahui adanya HPV ataupun sel karsinoma penyebab Kanker Leher Rahim, sejak
dini.Pemeriksaan ini lebih diutamakan pada perempuan yang sudah pernah melakukan
hubungan seksual. Bahkan Perempuan yang pernah melakukan hubungan seksual
selama tiga tahun dari kontak seksual pertama kali WAJIB melakukan pap smear.
Namun saat ini apabila anda menginginkan hasil pemeriksaan yang lebih akurat ada
metode lain untuk mendeteksi adalah kanker Leher Rahim (Kanker Serviks), yaitu
dengan Pemeriksaan Thin Prep.
Test Deteksi Dini Kanker Serviks
Pap smear atau Pap Test adalah tes spesifik yang digunakan untuk mendeteksi dini
kanker leher rahim / kanker serviks. Aktivitas seksual merupakan salah satu
predisposisi kanker serviks, Sehingga Pap Smear menjadi salah satu pemeriksaan
yang penting dilakukan oleh perempuan yang telah aktif secara seksual. Meski Pap
smear hanya metoda skrining yang fungsinya untuk pencegahan Kanker Serviks,
namun metode ini mampu mendeteksi lebih dari 90 % kanker leher rahim tahap awal
yang masih mungkin untuk disembuhkan.
E. CARA KERJA
Sebelum dilakukan pemeriksaan, pasien akan mendapat penjelasan mengenai
prosedur yang akan dijalankan. Privasi dan kenyamanan sangat penting dalam
pemeriksaan ini.
Pasien dibaringkan dengan posisi litotomi (berbaring dengan dengkul ditekuk dan
kaki melebar).Vagina akan dilihat secara visual apakah ada kelainan dengan bantuan
pencahayaan yang cukup.Spekulum (alat pelebar) akan dibasuh dengan air hangat dan
dimasukkan ke vagina pasien secara tertutup, lalu dibuka untuk melihat leher rahim.
Bila terdapat banyak cairan di leher rahim, dipakai kapas steril basah untuk
menyerapnya.Dengan menggunakan pipet atau kapas, larutan asam asetat 3-5%
diteteskan ke leher rahim. Dalam waktu kurang lebih satu menit, reaksinya pada leher
rahim sudah dapat dilihat.Bila warna leher rahim berubah menjadi keputih-putihan,
kemungkinan positif terdapat kanker. Asam asetat berfungsi menimbulkan dehidrasi sel
yang membuat penggumpalan protein, sehingga sel kanker yang berkepadatan protein
tinggi berubah warna menjadi putih.
Bila tidak didapatkan gambaran epitel putih padadaerah transformasi bearti hasilnya
negative
.
TALAKSANAAN IVA
Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung leher rahim yang
telah dipulas dengan larutan asam asetat 3-5%, jika ada perubahan warna atau tidak
muncul plak putih, maka hasil pemeriksaan dinyatakan negative. Sebaliknya jika leher
rahim berubah warna menjadi merah dan timbul plak putih, maka dinyatakan positif lesi
atau kelainan pra kanker.
Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa langsung diobati
dengan metode Krioterapi atau gas dingin yang menyemprotkan gas CO2 atau N2 ke
leher rahim. Sensivitasnya lebih dari 90% dan spesifitasinya sekitar 40% dengan
metode diagnosis yang hanya membutuhkan waktu sekitar dua menit tersebut, lesi
prakanker bisa dideteksi sejak dini. Dengan demikian, bisa segera ditangani dan tidak
berkembang menjadi kanker stadium lanjut.
Metode krioterapi adalah membekukan serviks yang terdapat lesi prakanker pada suhu
yang amat dingin (dengan gas CO2) sehingga sel-sel pada area tersebut mati dan
luruh, dan selanjutnya akan tumbuh sel-sel baru yang sehat (Samadi Priyanto. H, 2010)
Kalau hasil dari test IVA dideteksi adanya lesi prakanker, yang terlihat dari adanya
perubahan dinding leher rahim dari merah muda menjadi putih, artinya perubahan sel
akibat infeksi tersebut baru terjadi di sekitar epitel. Itu bisa dimatikan atau dihilangkan
dengan dibakar atau dibekukan. Dengan demikian, penyakit kanker yang disebabkan
human papillomavirus (HPV) itu tidak jadi berkembang dan merusak organ tubuh yang
lain.
G. TEMPAT PELAYANAN
IVA bisa dilakukan di tempat-tempat pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pemeriksaan dan yang bisa melakukan pemeriksaan IVA diantaranya oleh :
Perawat terlatih
Bidan
Dokter Umum
Dokter Spesialis Obgyn.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kanker serviks merupakan kanker ganas yang terbentuk dalam jaringan serviks
(organ yang menghubungkan uterus dengan vagina).Ada beberapa tipe kanker serviks.
Tipe yang paling umum dikenal adalahsquamous cell carcinoma (SCC), yang
merupakan 80 hingga 85 persen dari seluruh jenis kanker serviks. Infeksi Human
Papilloma Virus (HPV).
IVA (inspeksi visual dengan asam asetat) merupakan cara sederhana untuk
mendeteksi kanker leher rahim sedini mungkin (Sukaca E. Bertiani, 2009)
IVA merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks) dengan cara melihat langsung
(dengan mata telanjang) leher rahim setelah memulas leher rahim dengan larutan asam
asetat 3-5% (Wijaya Delia, 2010).
B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan,
oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.Dalam
pembuatan makalah ini kami tidak luput dari kesalahan.Dan semoga dengan selesainya
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman.Amin.
DAFTAR PUSTAKA
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut dan yang bertujuan memberikan informasi
tentang kanker servik, maka masalah-masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai
berikut :
v Apa yang dimaksud dengan kanker servik?
v Bagaimana gejala kanker servik?
v Beban apa yang terjadi pada penderita bila sudah terkena kanker serviks?
v Apa tanda-tanda fase pra kanker servik?
v Apa penyebab kanker servik?
v Dampak apa saja yang ditimbulkan oleh kanker servik?
v Mengapa perempuan beresiko terkena kanker servik?
v Faktor-faktor apa saja yang meningkatkan risiko terkena kanker servik?
v Bagaimana upaya pencegahan kanker servik?
v Bagaimana upaya pengobatan kanker servik?
1.3 Tujuan
ü Untuk mengaplikasi dan mengidentifikasi tentang kanker servik
ü Memberikan informasi tentang gejala dan bahaya kanker servik
ü Untuk mengetahui upaya pencegahan kanker servik.
ü Memberikan informasi tentang upaya pengobatan pada penderita kanker servik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Kanker Servik
Serviks merupakan bagian bawah dari rahim, suatu tempat di mana bayi tumbuh
selama kehamilan. Kanker serviks disebabkan oleh beberapa tipe dari virus yang
disebut Human Papilloma Virus (HPV). Virus ini dapat menyebar melalui kontak
seksual. Secara umum, tubuh wanita dirancang untuk melawan virus jenis ini, tetapi
pada beberapa kasus, virus ini menyebabkan kanker.
Kanker serviks merupakan pertumbuhan dari suatu kelompok sel yang tidak
normal pada serviks (leher rahim).
Perubahan ini biasanya memakan waktu beberapa tahun sebelum berkembang menjadi
kanker. Oleh sebab itu sebenarnya terdapat kesempatan yang cukup lama untuk
mendeteksi apabila terjadi perubahan pada sel serviks melalui skrining (papsmear atau
IVA) dan menanganinya sebelum menjadi kanker serviks.
Kanker servik adalah pertumbuhan sel bersifat abnormal yang terjadi pada servik
uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke
arah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina) (Riono,
1999).
Kanker serviks ataupun lebih dikenali sebagai kanker leher rahim adalah tumor
ganas yang tumbuh di dalam leher rahim /serviks yang merupakan bagian terendah dari
rahim yang menempel pada puncak vagina. Pada penderita kanker serviks terdapat
sekelompok jaringan yang tumbuh secara terus- menerus yang tidak terbatas, tidak
terkoordinasi dan tidak berguna bagi tubuh, sehingga jaringan disekitarnya tidak dapat
berfungsi dengan baik (Sarwono, 1996).
2.2 Gejala kanker servik
Kebanyakan infeksi HPV dan kanker serviks stadium dini berlangsung tanpa
menimbulkan gejala sedikitpun sehingga penderita masih dapat menjalani kegiatan
sehari-hari. Namun, jika dilakukan pemeriksaan deteksi dini dapat ditemukan adanya
sel-sel serviks yang tidak normal yang disebut juga sebagai lesi prakanker.
Bila kanker sudah mengalami progresifitas atau stadium lanjut maka gejala-gejala yang
dapat timbul antara lain:
4. Nyeri panggul dan gangguan atau bahkan tidak bisa buang air kecil.
Ø Biasanya sebagian besar infeksi akan sembuh dengan sendirinya namun kadang bisa
menjadi infeksi persisten yang dapat berkembang menjadi kanker serviks.
Ø Setelah infeksi HPV, tubuh kita tidak dapat selalu membentuk kekebalan, maka kita
tidak terlindungi dari infeksi berikutnya.
3.2 SARAN
Pesan yang perlu diingat:
Ø Untuk melakukan skrining kanker serviks, jangan sampai menunggu adanya keluhan.
Ø Datanglah ke tempat periksa untuk pemeriksaan PAP SMEAR/IVA.
Ø Jika ditemukan kelainan pra kanker ikutilah pesan petugas/dokter. Apabila perlu
pengobatan, jangan ditunda. Karena pada tahap ini tingkat
kesembuhannya hampir 100%.
DAFTAR PUSTAKA
Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan oleh bakteri, virus, mikoplasma
(bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa.
a. Bakteri Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut.
Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumoniae
sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia
tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Balita yang
terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut
jantungnya meningkat cepat (Misnadiarly, 2008).
b. Virus Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang
tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV). Meskipun virus-virus
ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa
memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan
sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza,
gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008).
c. Mikoplasma Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada
manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki
karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar
luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja dan
usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly,
2008).
d. Protozoa Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia pneumosistis.
Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis
sering ditemukan pada bayi yang prematur. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam
beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari.
Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang
berasal dari paru (Djojodibroto, 2009).
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak. Makalah ini
disusun secara sederhana sehingga dapat memudahkan mahasiswa dan pembaca dalammempelajari materi
yang kami sampaikan.
Pada kesempatan kali ini saya sampaikan terima kasih kepada ibu Puji Purwaningsih, S.Kep., Ns selaku
dosen Keperawatan Anak, yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.Karena kurangnya
pengetahuan dan pengalaman saya, saya menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan masih
terdapat kekurangan, oleh sebab itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak.Akhir kata saya berharap semoga makalah ini dapat diterima, dipelajari dan bermanfaat bagi
teman-teman mahasiswa dan pembaca di kalangan masyarakat serta dapat digunakan sebagai acuan
dengan penyusunan makalah yang lainnya.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi HIV/AIDS ( Human immuno Deficiency Virus / Acquired Immune Deficiency
Syndrom ) pertama kali dilaporkan di Amerika pada tahun 1981 pada orang dewasa
homoseksual, sedangkan pada anak tahun 1983. enam tahun kemudian ( 1989 ), AIDS sudah
termasuk penyakit yang mengancam anak di amerika. Di seluruh dunia, AIDS menyebabkan
kematian pada lebih dari 8000 orang setiap hari saat ini, yang berarti 1 orang setiap 10 detik,
karena itu infeksi HIV dianggap sebagai penyebab kematian tertinggi akibat satu jenis agen
infeksius.
AIDS pada anak pertama kali dilaporkan oleh Oleske, Rubbinstein dan Amman pada
tahun 1983 di Amerika serikat. Sejak itu laporan jumlah AIDS pada anak di Amerika makin
lama makin meningkat. Pada bulan Desember di Amerika dilaporkan 1995 maupun pada
anak yang berumur kurang dari 13 tahun menderita HIV dan pada bulan Maret 1993 terdapat
4480 kasus. Jumlah ini merupakan 1,5 % dan seluruh jumlah kasus AIDS yang dilaporkan di
Amerika. Di Eropa sampai tahun 1988 terdapat 356 anak dengan AIDS. Kasus infeksi HIV
terbanyak pada orang dewasa maupun pada anak – anak tertinggi didunia adalah di Afrika.
Sejak dimulainya epidemi HIV/ AIDS, telah mematikan lebih dan 25 juta orang, lebih
dan 14 juta anak kehilangan salah satu atau kedua orang tuanya karena AIDS. Setiap tahun
juga diperkirakan 3 juta orang meninggal karena AIDS, 500 000 diantaranya adalah anak usia
dibawah 15 tahun. Setiap tahun pula terjadi infeksi baru pada 5 juta orang terutama di negara
terbelakang atau berkembang, dengan angka transmisi sebesar ini maka dari 37,8 juta orang
pengidap infeksi HIV/AIDS pada tahun 2005, terdapat 2,1 juta anak- anak dibawah 15 tahun.
(WHO 1999)
B. TUJUAN
1. Mengetahui dan mempelajari tentang AIDS
2. Mengetahui Asuhan Keperawatan yang bisa diberikan pada anak yang menderita AIDS.
BAB II
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
1. Acquired immunodeficiency syndrom (AIDS) suatu gejala penyakit yang menunjukkan
kelemahan atau kerusakan daya tahan tubuh atau gejala penyakit infeksi tertentu /
keganasan tertentu yang timbul sebagai akibat menurunnya daya tahan tubuh
(kekebalan) oleh virus yang disebut dengan HIV. Sedang Human Imuno Deficiency
Virus merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang kemudian
mengakibatkan AIDS. HIV sistem kerjanya menyerang sel darah putih yang menangkal
infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk dalam limfosit yang disebut dengan T4 atau sel
T penolong. ( T helper ), atau juga sel CD 4. HIV tergolong dalam kelompok retrovirus
sub kelompok lentivirus. Juga dapat dikatakan mempunyai kemampuan mengopi cetak
materi genetika sendiri didalam materi genetik sel - sel yang ditumpanginya dan melalui
proses ini HIV dapat mematikan sel - sel T4. ( DEPKES: 1997 )
2. AIDS adalah salah satu penyakit retrovirus epidemic menular, yang disebabkan oleh
infeksi HIV, yang pada kasus berat bermanifestasi sebagai depresi berat imunitas seluler,
dan mengenai kelompok resiko tertentu, termasuk pria homoseksual, atau biseksual,
penyalahgunaan obat intra vena, penderita hemofilia, dan penerima transfusi darah
lainnya, hubungan seksual dan individu yang terinfeksi virus tersebut. ( DORLAN 2002 )
3. AIDS merupakan bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dan kelainan ringan dalam
respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan imunosupresi dan
berkaitan dengan berbagai infeksi yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan
malignitas yang jarang terjadi. (Centre for Disease Control and Prevention)
B. ETIOLOGI
Resiko HIV utama pada anak-anak yaitu:
Air susu ibu yang merupakan sarana transmisi
Pemakaian obat oleh ibunya
Pasangan sexual dari ibunya yang memakai obat intravena
Daerah asal ibunya yang tingkat infeksi HIV nya tinggi
( DEPKES 1997 )
C. PATOFISIOLOGI
Virus AIDS menyerang sel darah putih ( limfosit T4 ) yang merupakan sumber
kekebalan tubuh untuk menangkal berbagai penyakit infeksi. Dengan memasuki sel T4 , virus
memaksa limfosit T4 untuk memperbanyak dirinya sehingga akhirnya menurun, sehingga
menyebabkan tubuh mudah terserang infeksi dari luar (baik virus lain, bakteri, jamur atau
parasit). Hal ini menyebabkan kematian pada orang yang terjangkit HIV / AIDS. Selain
menyerang limfosit T4, virus AIDS juga memasuki sel tubuh yang lain, organ yang sering
terkena adalah otak dan susunan saraf lainnya. AIDS diliputi oleh selaput pembungkus yang
sifatnya toksik ( racun ) terhadap sel, khususnya sel otak dan susunan saraf pusat dan tepi
lainnya yang dapat menyebabkan kematian sel otak. Masa inkubasi dan virus ini berkisar
antara 6 bulan sampai dengan 5 tahun, ada yang mencapai 11 tahun, tetapi yang terbanyak
kurang dari 11 tahun. (DEPKES 1997)
PEMBAGIAN STADIUM PADA HIV/AIDS
Secara umum kronologis perjalanan infeksi HIV dan AIDS terbagi menjadi 4
stadium :
1. Stadium HIV
Dimulai dengan masuknya HIV yang diikuti terjadinya perubahan serologik ketika
antibodi terhadap virus tersebut dan negatif menjadi positif. Waktu masuknya HIV
kedalam tubuh hingga HIV positif selama 1-3 bulan atau bisa sampai 6 bulan ( window
period )
2. Stadium Asimptomatis ( tanpa gejala )
Menunjukkan didalam organ tubuh terdapat HIV tetapi belum menunjukan gejala dan
adaptasi berlangsung 5 - 10 tahun.
3. Stadium Pembesaran Kelenjar Limfe
Menunjukan adanya pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan merata ( persistent
generalized lymphadenophaty ) dan berlangsung kurang lebih 1 bulan
4. Stadium AIDS
Merupakan tahap akhir infeksi HIV. Keadaan ini disertai bermacam - macam penyakit
infeksi sekunder
CARA PENULARAN
HIV menular dengan beberapa cara yaitu :
1. Hubungan seksual dengan penderita AIDS
Penularan dapat terjadi melalui hubungan tanpa alat pelindung dengan penderita HIV. Air
mani, cairan vagina dan darah dapat mengenai selaput lendir sehinggga HIV yang ada
dalam cairan tersebut masuk kedalam cairan darah. Selain itu juga melalui lesi mikro
pada di dinding alat tersebut yang terjadi saat hubungan seksual.
2. Darah dan produk darah yang tercemar HIV / AIDS
Sangat cepat menularkan HIV karena langsung masuk kedalam pembuluh darah dan
menyebar keseluruh tubuh
3. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril.
Alat pemeriksa kandungan dan alat-alat lain yang menyentuh darah, cairan vagina atau
mani yang terinveksi HIV yang digunakan ke orang lain tanpa disterilkan dulu.
4. Alat-alat untuk menoreh kulit
Jarum, silet, alat tato, pemotong rambut.
5. Menggunakan jarum suntik yang bergantian
Jarum suntik pada fasilitas kesehatan, pengguna narkoba sangat berpotensi terjangkit
HIV.
(CORWIN 2001)
D. Manifestasi Klinis
Gejala mayor :
Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan
Diare kronis lebih dan 1 bulan berulang maupun terus menerus
Penurunan berat badan lebih dan 10% dalam 3 bulan ( 2 dan 3 gejala utama ).
Gejala minor
Batuk kronis selama 1 bulan
Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur candida albican
Pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh yang menetap
Munculnya herpes zosters berulang
Bercak – bercak dan gatal- gatal diseluruh tubuh
( DEPKES 1997
E. PENATALAKSANAAN MEDIS
Belum ada penyembuhan untuk AIDS jadi yang dilakukan adalah pencegahan seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya. Tapi apabila terinfeksi HIV maka terapinya yaitu :
1. Pengendalian infeksi oportunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi oportuniti, nosokomial,
atau sepsis, tindakan ini harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan yang
kritis.
2. Terapi AZT (Azitomidin)
Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV dengan menghambat enzim pembalik
transcriptase.
3. Terapi antiviral baru
Untuk meningkatkan aktivitas sistem immun dengan menghambat replikasi virus atau
memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obatan ini adalah: didanosina,
ribavirin, diedoxycytidine, recombinant CD4 dapat larut.
4. Vaksin dan rekonstruksi virus, vaksin yang digunakan adalah interveron
5. Menghindari infeksi lain, karena infeksi dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat
replikasi HIV.
6. Rehabilitasi bertujuan untuk memberi dukungan mental-psikologis, membantu megubah
perilaku resiko tinggi menjadi perilaku kurang berisiko atau tidak berisiko, mengingatkan
cara hidup sehat dan mempertahankan kondisi hidup sehat.
7. Pendidikan untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan makanan yang sehat,
hindari sters, gizi yang kurang, obat-obatan yang mengganggu fungsi imun. Edukasi ini
juga bertujuan untuk mendidik keluarga pasien bagaimana menghadapi kenyataan ketika
anak mengidap AIDS dan kemungkinan isolasi dari masyarakat.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pada pengkajian anak HIV positif atau AIDS pada anak rata-rata dimasa perinatal
sekitar usia 9 –17 tahun.
Keluhan utama dapat berupa :
Demam dan diare yang berkepanjangan
Tachipnae
Batuk
Sesak nafas
Hipoksia
Kemudian diikuti dengan adanya perubahan :
Berat badan dan tinggi badan yang tidak naik
Diare lebih dan satu bulan
Demam lebih dan satu bulan
Mulut dan faring dijumpai bercak putih
Limfadenopati yang menyeluruh
Infeksi yang berulang (otitis media, faringitis )
Batuk yang menetap ( > 1 bulan )
Dermatitis yang mnyeluruh
Pada riwayat penyakit dahulu adanya riwayat transfusi darah ( dari orang yang terinfeksi HIV
/ AIDS ). Pada ibu atau hubungan seksual. Kemudian pada riwayat penyakit keluarga dapat
dimungkinkan :
Adanya orang tua yang terinfeksi HIV / AIDS atau penyalahgunaan obat
Adanya riwayat ibu selama hamil terinfeksi HIV ( 50 % TERTULAR )
Adanya penularan terjadi pada minggu ke 9 hingga minggu ke 20 dari kehamilan
Adanya penularan pada proses melahirkan
Terjadinya kontak darah dan bayi.
Adanya penularan setelah lahir dapat terjadi melalui ASI
Adanya kejanggalan pertumbuhan (failure to thrife )
Pada pengkajian faktor resiko anak dan bayi tertular HIV diantaranya :
Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan biseksual
Bayi yang lahir dari ibu dengan pasangan yang berganti-ganti
Bayi yang lahir dan ibu dengan penyalahgunaan obat melalui vena
Bayi atau anak yang mendapat tranfusi darah atau produk darah yang berulang
Bayi atau anak yang terpapar dengan alat suntik atau tusuk bekas yang tidak steril
Anak remaja yang berhubungan seksual yang berganti-ganti pasangan
Gambaran klinis pada anak nonspesifik seperti :
Gagal tumbuh
Berat badan menurun
Anemia
Panas berulang
Limpadenopati
Hepatosplenomegali
Adanya infeksi oportunitis yang merupakan infeksi oleh kuman, parasit, jamur atau
protozoa yang menurunkan fungsi immun pada immunitas selular seperti adanya
kandidiasis pada mulut yang dapat menyebar ke esofagus, adanya keradangan paru,
encelofati dll
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Mata
Adanya cotton wool spot ( bercak katun wol ) pada retina
Retinitis sitomegalovirus
Khoroiditis toksoplasma
Perivaskulitis pada retina
Infeksi pada tepi kelopak mata.
Mata merah, perih, gatal, berair, banyak sekret, serta berkerak
Lesi pada retina dengan gambaran bercak / eksudat kekuningan, tunggal / multiple
2. Pemeriksaan Mulut
Adanya stomatitis gangrenosa
Peridontitis
Sarkoma kaposi pada mulut dimulai sebagai bercak merah datar kemudian menjadi biru
dan sering pada platum (Bates Barbara 1998 )
3. Pemeriksaan Telinga
Adanya otitis media
Adanya nyeri
Kehilangan pendengaran
4. Sistem pernafasan
Adanya batuk yang lama dengan atau tanpa sputum
Sesak nafas
Tachipnea
Hipoksia
Nyeri dada
Nafas pendek waktu istirahat
Gagal nafas
5. Pemeriksaan Sistem Pencernaan
Berat badan menurun
Anoreksia
Nyeri pada saat menelan
Kesulitan menelan
Bercak putih kekuningan pada mukosa mulut
Faringitis
Kandidiasis esofagus
Kandidiasis mulut
Selaput lendir kering
Hepatomegali
Mual dan muntah
Kolitis akibat dan diare kronis
Pembesaran limfa
6. Pemeriksaan Sistem Kardiovaskular
Suhu tubuh meningkat
Nadi cepat, tekanan darah meningkat
Gejala gagal jantung kongestiv sekuder akibat kardiomiopatikarena HIV
7. Pemeriksaan Sistem Integumen
Adanya varicela ( lesi yang sangat luas vesikel yang besar )
Haemorargie
Herpes zoster
Nyeri panas serta malaise
Aczematoid gingrenosum
Skabies
8. Pemeriksaan sistem perkemihan
Didapatkan air seni yang berkurang
Annuria
Proteinuria
Adanya pembesaran kelenjar parotis
Limfadenopati
9. Pemeriksaan Sistem Neurologi
Adanya sakit kepala
Somnolen
Sukar berkonsentrasi
Perubahan perilaku
Nyeri otot
Kejang-kejang
Encelopati
Gangguan psikomotor
Penururnan kesadaran
Delirium
Meningitis
Keterlambatan perkembangan
10. Pemeriksaan Sistem Muskuluskeletal
Nyeri persendian
Letih, gangguan gerak
Nyeri otot ( Bates Barbara 1998 )
C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Kemudian pada pemeriksaan diagnostik atau laboratorium didapatkan adanya anemia,
leukositopenia, trombositopenia, jumlah sel T4 menurun bila T4 dibawah 200, fase AIDS
normal 1000-2000 permikrositer., tes anti body anti-HIV ( tes Ellisa ) menunjukan terinfeksi
HIV atau tidak, atau dengan menguji antibodi anti HIV. Tes ini meliputi tes Elisa, Lateks,
Agglutination,dan western blot. Penilaian elisa dan latex menunjukan orang terinfeksi HIV
atau tidak, apabila dikatakan positif harus dibuktikan dengan tes western blot.
Tes lain adalah dengan menguji antigen HIV yaitu tes antigen P24 ( dengan
polymerase chain reaction - PCR ). Kulit dideteksi dengan tes antibody ( biasanya digunakan
pada bayi lahir dengan ibu terjangkit HIV ).
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosis atau masalah keperawatan yang terjadi pada anak dengan HIV / AIDS
antara lain :
1. Resiko infeksi
2. Kurang nutrisi
3. Kurangnya volume cairan
4. Gangguan intregitas kulit
5. Perubahan atau gangguan membran mukosa
6. Ketidakefektifan koping keluarga
7. Kurangnya pengetahuan keluarga
E. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Resiko infeksi
Resiko terjadinya infeksi pada anak dengan HIV /AIDS berhubungan dengan adanya
penurunan daya tahan tubuh sekunder AIDS.
o Tujuan :
Meminimalkan resiko terhadap infeksi pada anak
o Rencana tindakan keperawatan
1. Kaji perubahan tanda-tanda infeksi ( demam, peningkatan nadi, peningkatan
kecepatan nafas, kelemahan tubuh atau letargi )
2. Kaji faktor yang memperburuk terjadinya infeksi seperti usia, status nutrisi,
penyakit kronis lain
3. Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam sekali, tanda vital merupakan indikator
terjadinya infeksi
4. Monitor sel darah putih dan hitung jenis setiap hari untuk monitor terjadinya
neutropenia
5. Ajarkan dan jelaskan pada keluarga dan pengunjung tentang pencegahan secara
umum ( universal ), untuk menyiapkan keluarga dan pengunjung memutus rantai
penularan
6. Instruksikan ke semua pengunjung dan keluarga untuk cuci tangan setiap sebelum
dan sesudah memasuki ruangan pasien
7. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian antibiotik, anyiviral, antijamur,
8. Lindungi individu dan resiko infeksi dengan universal precaution
2. Kurang Nutrisi ( kurang dari kebutuhan )
Nutrisi kurang dan kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, diare, nyeri
o Tujuan :
Kebutuhan nutrisi dan pasien terpenuhi
o Rencana tindakan keperawatan :
1. Kaji status perubahan nutrisi dengan menimbang berat badan setiap hari
2. Monitor asupan dan keluaran setiap 8 jam sekali dan turgor kulit
3. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
4. Rencanakan makanan enternal dan parenteral
3. Kurangnya Volume Cairan
Kurangnya volume cairan tubuh pada anak berhubungan dengan adanya infeksi
oportunitis saluran pencernaan ( diare )
o Tujuan :
Volume cairan tubuh dapat terpenuhi
o Kriteria hasil :
a. Asupan dan keluaran seimbang
b. Kadar elektrolit tubuh dalam batas normal
c. Nadi perifer teraba
d. Penekanan darah perifer kembali dalam waktu kurang dan 3 detik
e. Keluaran urin minimal 1-3 cc/kg BB per jam
o Rencana tindakan keperawatan
1. Berikan cairan sesuai indikasi dan toleransi
2. Ukur masukan dan keluaran termasuk urin dan tinja
3. Monitor kadar elektrolit dalam tubuh
4. Kaji tanda vital turgor kulit, mukosa membran dan ubun-ubun tiap 4 jam
5. Monitor urin tiap 6-8 jam sesuai dengan kebutuhan
6. Kolaborasi pemberian cairan intravena sesuai kebutuhan
4. Gangguan intregitas kulit
Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan diare yang berkelanjutan ( kontak yang
berulang dengan feces yang bersifat asam )
o Tujuan :
Tidak terjadi gangguan intregitas kulit
o Kriteria hasil :
Tidak ada tanda – tanda kulit terganggu serta kulit utuh, bersih
o Rencana tindakan keperawatan :
1. Ganti popok dan celana anak apabila basah
2. Bersihkan pantat dan keringkan setiap kali buang air besar
3. Gunakan salep atau lotion
5. Perubahan atau Gangguan Mukosa Membran Mulut
Gangguan mukosa membran mulut berhubungan dengan lesi mukosa membran dampak
dari jamur dan infeksi herpes
o Tujuan :
Tidak terjadi gangguan mukosa mulut
o Kriteria hasil
a mukosa mulut lembab
b tidak ada lesi
c kebersihan mulut cukup
d anak dan orang tua mampu mendemonstrasikan tekhnik kebersihan mulut
o Rencana Tindakan Keperawatan
1. Kaji membran mukosa
2. Berikan pengobatan sesuai dengan saran dan dokter
3. Lakukan perawatan mulut tiap 2 jam
4. Gunakan sikat gigi yang lembut
5. Oleskan garam fisiologis tiap 4 jam dan sesudah membersihkan mulut
6. Kolaborasi pemberian obat profilaksis ( ketokonazol, flukonazol ) selama
pengobatan
7. Gunakan antiseptik oral
8. Check up gigi secara teratur
6. Ketidakefektifan Koping Keluarga
Ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan penyakit menahun dan progresif
o Tujuan :
Koping keluarga efektif
o Kriteria hasil :
a Orang tua mapu mengekspresikan secara verbal tentang rasa takut
b Orang tua mampu mengambil keputusan yang tepat
c Orang tua tau cara memecahkan masalah serta menganalisis kekuatan diri dan
dukungan sosial
o Rencana tindakan keperawatan
1. Konseling keluarga
2. Observasi ekspresi orang tua tentang rasa takut, bersalah, dan kehilangan
3. Diskusikan dengan orang tua tentang kekuatan diri dan mekanisme koping dengan
mengidentifikasi dukungan sosial
4. Libatkan orang tua dalam perawatan anak
5. Monitor interaksi orang tua dan anak
6. Monitor tingkah laku orang
7. Kurang pengetahuan
Kurangnya pengetahuan pada keluarga berhubungan dengan perawatan anak yang
kompleks dirumah
o Tujuan :
Keluarga dapat mengungkapkan atau menjelaskan proses penyakit, penularan,
pencegahan dan perawatan
o Kriteria hasil :
a Orang tua mampu menjelaskan secara global tentang diagnosism, proses penyakit
dan kebutuhan home care
b Orang tua memahami daftar pengobatan, efek samping, dan dosis obat
c Orang tua memahami tentang kebutuhan perawatan yang khusus bagi anak dan
mengetahui bagaimana HIV menular
o Rencana Tindakan keperawatan
1. Kaji pemahaman tentang diagnosis, proses penyakit dan kebutuhan home care
2. Jelaskan daftar pengobatan, efek samping obat dan dosis
3. Jelaskan dan demonstrasikan cara perawatan khusus
4. Jelaskan cara penularan HIV dan bagaimana cara pencegahannya
5. Anjurkan cara hidup normal pada anak
B. DIAGNOSA DAN INTERVENSI
N DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
O
1 Resiko terjadinya Tujuan : Bebas dari Pertahankan teknik Mengurangi resiko
septik dan
infeksi pada anak infeksi oportuniskit kontaminasi silang
antiseptik (cuci
dengan HIV /AIDS Kriteria Hasil : tangan sebelum Memberikan informasi
berhubungan dengan Mencapai masa dan sesudah data dasar upeneana,
tindakan)
adanya penurunan penyembuhan luka tindakan
Pantau tanda-tanda
system imun tubuh / lesi vital Kongesti / distres
Tidak demam dan Kaji frekuensi / pernafasan dapat
bebas dari kedalaman mengidentifikasikan
pernafasan,
pengeluaran / perkembangan PCP
perhatikan batuk
sekresi purulen spasmedik kering Candidiasis oral, ks,
dan tanda-tanda pada inspirasi herpes CMU dan
dalam
lain dari infeksi. Cyptococcus adalah
Periksa adanya luka /
lakuasi infasif, dan penyakit umum dan
tanda-tanda memberi pengaruh
inflamasi. pada membran kulit,
Gunakan sarung
perawatan infulsi
tangan dan shout
selama kontak aktual dapat
langsung yang mencegah supsis
akresi / sekresi
Mencegah penularan
Pantau studi
laboratorium, JDL Mengidentifikasi
dan periksa kultur / proses infeksi dan
sensivitas lesi, untuk menentukan
darah, urine dan
spuntum metode perawatan
Berikan antibiotik, Menghambat proses
entijamun / agen infeksi
antimikroba.
N DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
O
2 Nutrisi kurang dan Tujuan : Kebutuhan Kaji BB dasar Anak resti GUT
kebutuhan tubuh nutrisi pada anak Observasi koordinasi ditandai dengan BB
berhubungan dengan terpenuhi menghisap dan menurun atau
anoreksia Kriteria Hasil : refleks menelan penambahan BB
Terlihat adanya Insfeksi rongga sedikit dari waktu
pertumbuhan BB mulut lahir
anak Anjurkan pemberian Pola motorik oral
Nila-nilai makan alternatif abormal dapat
laboratorium dan konsulkan ibu merusak pemberian
dalam batas mengenai resiko makan
normal menyusui Sariawan merusak
Bebas dari tanda Tinjau ulang diet kemampuan makan
malnutrisis / gagal sesuai usia dan HIV ada pada
untuk tumbuh tambahan makanan kolestrum serta ASI
(GUT) padat dan dan meskipun
untuk mengetahui kemampuan terbatas tetap
cara pemberian perkembanan adabeberapa resiko
makan dan Berikan nistat sesuai pada bai
kebutuhan khusus indikasi Memberikan nutrisi
untuk anak. Berikan makanan optimal berdasarkan
enteral / parenteral kebutuhan anak
dengan tepat. setelah pulang
Tindakan efektif untuk
infeksi jemu oral
Kerusakan motorik dan
adanya infeksi
memerlukan
alternatif teknik
pemberian makanan
untuk memenuhi
kebutuhan diet.