Anda di halaman 1dari 52

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit TBC Paru

2.1.1. Anatomi fisiologi

Gambar 2.1
Anatomi Saluran Pernafasan

1. Anatomi saluran pernapasan bagian atas

Menurut (Wahid A., 2016) saluran pernapasan bagian atas

terdiri beberapa bagian, yaitu :

a. Lubang hidung (cavum nasalis)

Hidung dibentuk ole (Wahid A., 2016) tulang sejati (os) dan

tulang rawan (kartilago). Hidung dibentuk oleh sebagian

kecil tulang sejati, sisanya terdiri atas kartilago dan jaringan

ikat (connective tissue). Bagian dalam hidung merupakan

suatu lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan

kanan oleh sekat (septum). Rongga hidung mengandung

rambut (fimbriae) yang berfungsi sebagai penyaring (filter)

8
kasar terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan

(mukosa) hidung terdapat

9
9

epitel bersilia yang mengandung sel goblet. Sel terebut

mengeluarkan lendir sehingga dapat menangkap benda

asing yang masuk ke dalam saluran pernapasan. Kita dapat

mencium aroma karena di dalam lubang hidung terdapat

reseptor. Reseptor bau terletak pada cribriform plate, di

dalamnnya terdapat ujung dari saraf kranial I (Nervous

Olfaktorius).

b. Sinus paranasalis

Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang

kepala. Dinamakan sesuai dengan tulang tempat dia berada yaitu

sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan sinus

maxilaris.

c. Faring

Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (+ 13 cm)

yang letaknya bermula dari dasar tengkorak sampai

persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang

rawan (kartilago) krikoid. Faring digunakan pada saat

‘digestion’ (menelan) seperti pada saat bernapas.

Faring dapat dibagi menjadi 3 daerah anatomis:

1) Nasofaring

Nasofaring merupakan bagian superior dari faring,

membentang posterior dari rongga hidung dan meluas ke

palatum molle. Terdapat 5 bukaan pada dindingnya, yaitu dua

nares internal, dua bukaan ke tuba auditorius (tuba


10

eustachius), dan bukaan ke orofaring. Nasofaring dan

orofaring berhubungan melalui isthimus praringeum yang

dibatasi tepi palatum molle dan dinding posterior faring.

Sewaktu proses menelan dan ebrbicara, isthimus pharingeum

akan terturup oleh elevasi palatum molle dan pembentukan

lipatan Passavant di dinding dorsal faring. Dinding

posteriornya terdiri dari tonsil faringeal (adenoid).

2) Orofaring

Orofaring merupakan bagian tengah dari faring, membentang

dari posterior rongga mulut dan meluas dari palatum molle

inferior ke tulang hyoid. Orofaring hanya memiliki 1 bukaan,

yaitu faucium (isthimus orofaringeum), bukaan dari mulut.

Bagian faring ini memiliki fungsi respirasi dan digestif,

terdapat dua pasang tonsil, yaitu tonsila palatine dan lingual.

3) Laringofaring

Laringofaring adalah bagian inferior dari faring, dimulai dari

tulang hyoid. Pada ujung inferiornya, laringofaring terbuka

ke esophagus di posterior dan laring di anterior.

Laringofaring juga sebagai jalur respirasi dan digesti.

d. Laring

Fungsi utama laring adalah untuk pembentukan suara, sebagai

proteksi jalan napas bawah dari benda asing dan untuk

memfasilitasi proses terjadinya batuk. Laring terdiri atas


11

epiglottis, glottis, kartilago tiroid, kartilago krikoid, kartilago

aritenoid, pita suara.

2. Anatomi Saluran Pernapasan Bagian Bawah

Menurut (Wahid A., 2016) Saluran pernapasan bagian

bawah (tracheobronchial tree) terdiri atas :

a. Saluran Udara Konduktif

1) Trakhea

Trakhea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian

tulang vertebrae torakal ke-7 yang bercabang menjadi dua

brobkhus. Ujung cabang trakhea disebut carina. Trakhea

memiliki panjang 12 cm dengan cincin kartilago berbentuk

huruf C.

2) Bronkus dan Bronkhiolus

Bronkus disusun oleh jaringan kartilago sedangkan

bronkhiolus yang berakhir di alveoli tidak mengandung

kartilago. Tidak adanya kartilago menyebabkan bronkhiolus

mampu menangkap udara, namun juga dapat mengalami

kolaps.

b. Saluran Respiratorius Terminal

1) Alveoli

Alveoli merupakan kantung udara yang berukuran sangat

kecil, dan merupakan akhir dari bronkhiolus respiratorius

sehingga memungkinkan pertukaran O2 dan CO2. Fungsi


12

utama dari unit alveolus adalah pertukaran O2 dan CO2 di

antara kapiler pulmoner dan alveoli

2) Paru-paru

Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang

ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya

berada pada diafragma. Paru-paru kana mempunyai tiga

lobus sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Setiap

paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian menjadi

sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary

segment. Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang

yang disebut mediastinum. Jantung, aorta, vena cava,

pembuluh paru-paru, esophagus, bagian dari trakhea dan

bronkus, serta kelenjar timus terdapat pada mediatinum.

3) Dada, Diafragma, dan Pleura

Tulang dada (sternum) berfungsi melindungi paru-paru,

jantung, dan pembuluh darah besar. Bagian luar rongga dada

terdiri atas 12 pasang tulang iga (costae). Diafragma terletak

di bawah rongga dada. Diafragma berbentuk seperti kubah

pada keadaan relaksasi. Pleura merupakan mmbran serosa

yang menyelimuti paru-paru. Pleura ada dua macam yaitu

pleura parietal yang bersinggungan dengan rongga dada

(lapisan luar paru-paru) dan pleura visceral yang menutupi

setiap paru-paru (lapisan dalam paru-paru).


13

2.2 Konsep Dasar Tuberkulosis Paru

2.2.1 Definisi Tuberkulosis Paru (TBC)

Tuberculosis paru merupakan suatu penyakit menular langsung

yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis. Sebagian

besar kuman Tuberculosis menyerang paru tetapi juga dapat menyerang

organ tubuh lainnya bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernafasan

dan saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka pada kulit, tetapi paling

banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari organ yang terinfeksi

bakteri tersebut (Depkes RI, 2018).

Tuberculosis Paru (TBC) adalah penyakit infeksius, yang terutama

menyerang perekim paru. Tuberculosis ini dapat juga ditularkan

kebagian tubuh lain nya, termasuk meningitis, ginjal, tulang, dan nodus

limfe. Agens infeksius utama Mycobakterium Tuberculosis, adalah

batang aerobic tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitive

terhadap panas dan sinar ultraviolet (Smelzer dan Bare, 2016)

Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi menular yang

disebabkan Mycobacterium Tuberculosis. Kuman batang aerobic dan

tahan asam ini, dapat merupakan organisme pathogen saprofit

(Chandra, 2015)

Berdasarkan beberapa definisi tersebut diatas maka disimpulkan

bahwa tuberculosis paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan

oleh Micobacterium Tuberculosis yang terutama menyerang paru-paru,

tetapi tidak menutup kemungkinan juga dapat ditularkan ke organ

lainnya seperti otak, ginjal, tulang, dan lainnya.


14

2.2.2 Faktor pencetus tuberkulosis

Menurut Hiswani (2016) mengatakan bahwa keterpaparan penyakit

TBC pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:

1. Faktor Sosial Ekonomi

Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan penghuni,

lingkungan perumahan ,lingkungan dan sanitasi tempat kerja yang

buruk dapat memudahkan penularan TBC. Pendapatan keluarga

sangat erat juga dengan penularan TBC, karena pendapatan yang

kecil membuat orang tidak dapat layak dengan memenuhi syarat-

syarat kesehatan.

2. Status gizi

Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi

dan Iain-lain, akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang

sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB paru. Keadaan ini

merupakan faktor penting yang berpengaruh di negara miskin, baik

pada orang dewasa maupun anak-anak.

3. Umur

Penyakit TB paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia

produktif 15-50 tahun . Dengan terjadinya transisi demografi saat ini

menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada

usia lanjut lebih dari 55 tahun system imunolosis seseorang

menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit

termasuk penyakit TB paru.


15

4. Jenis kelamin

Penderita TB paru cenderung lebih, tinggi pada laki-laki

dibandingkan perempuan. Menurut Hiswani yang dikutip dari WHO,

sedikitnya dalam periode setahun adasekitar 1 juta perempuan yang

meninggal aicibat TB paru, dapat disimpulkan bahwa pada kaum

perempuan lebih banyak terjad

2.2.3 Etiologi

Faktor penyebab tuberkulosis yaitu kurang terpenuhnya status gizi

karena kondisi sosial menurun, kondisi lingkungan, tingkat kepadatan

penduduk yang tinggi, daya tahan tubuh menurun. Penyebab dari

penyakit Tbc paru yaitu Mycobacterium Tuberculosis. ukuran dari

Mycobacterium Tuberculosis yaitu, 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron,

berbentuk batang, tipis, lurus atau agak bengkok, bergranul, tidak

mempunyai selubung, mempunyai lapisan luar yang tebal yang terdiri

dari lipoid (terutama asam mikolat). Sifat Mycobacterium Tuberculosis

dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alcohol

sering disebut bakteri tahan asam (BTA). Bakteri ini dapat bertahn

terhadap daerah yang kering, dingin, kondisi rumah dan lingkungan

yang lembab dan gelap, tetapi bakteri ini tidak bisa tahan atau dapat

mati apabila terpapar sinar matahari atau aliran udara langsung

(Widoyono, 2015).

Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur selama

beberapa tahun. Ada dua macam mikobakteria tuberkulosis yaitu tipe


16

human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang

menderita mastitis tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa berada di

bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TBC terbuka

(Kusuma, 2016)

Perjalanan TBC setelah terinfeksi melalui udara. Bakteri juga dapat

masuk ke sistem pencernaan manusia melalui benda atau bahan

makanan yang terkontaminasi oleh bakteri. Sehingga dapat

menimbulkan asam lambung meningkat dan dapat menjadikan lambung

terinfeksi (Jong, 2013)

2.2.4 Patofisiologi

Infeksi diawali karena seseorang menghirup hasil Mycobacterium

Tuberculosis. bakteri mengebar melalui jalan nafas menuju alveoli lalu

berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan

Mycobakterium Tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area

lain dari paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe

dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang, dan korteks

serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem

kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi

inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis (menelan

bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan

(melisiskan) basil dan jaringan normal. (Chandra, 2015)

Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah

terpapar bakteri. Interaksi antara Mycobacterium Tuberculosis dan


17

sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi membentuk sebuah

massa jaringan baru yang disebut granuloma. Granuloma terdiri atas

gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti

dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa

jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut ghon tubercle.

Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi nekrotik

yang selanjutnya membentuk materi yang berbentuk seperti keju

(necrotizing caseosa) (Chandra, 2015)

Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan

kolagen, kemudian bakteri menjadi nonaktif setelah infeksi awal jika

respons sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih

parah (Somentri, 2015). Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat

infeksi ulang atau bakteri sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif.

Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga

menghasilkan necritizing caseosa didalam bronkus. Tuberkulosis yang

ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut.

Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan

timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan seterusnya.

Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendiri.(Somentri, 2015)

Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang

biak di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih

panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epituloid yang

dikeliling oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang

mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid


18

dan fibroblas akan memberikan respons berbeda kemudian pada

akhirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel

(Widoyono, 2015).

Sekret keluar saat batuk, pada saat batuk terhirup orang sehat

masuk kedalam saluran pernafasan bawah melalui paru-paru dan terjadi

penyebaran infeksi. Bakteri yang masuk dalam saluran pernafasan dan

bertahan di bronkus akan mengakibatkan penumpukan sekret kemudian

sekret keluat saaat batuk (Somentri, 2015).

2.2.5 Komplikasi

Penyakit TBC paru jika tidak ditangani secara tidak benar akan

menimbulkan komplikasi yang dibagi atas komplikasi dini dan

komplikasi lanjut antara lain :

1) Komplikasi dini

a) Pleuritis

b) Effuse pleura

c) Emplema

d) Laryngitis

e) Menjalar keorgan lain sperti usus

2) Komplikasi lanjut

a) Obstruksi jalan nafas

b) Kerusakan parenkinin berat

c) Amilodosis

d) Karsinoma paru

e) Sindrom gagal nafas dewasa (Nixson M, 2016).


19

2.2.6 Pathway Tuberkulosis Paru (TBC)


Sumber : Widagdo, 2016 & Somentri 2015

Kepadatan penduduk
Status gizi yang kurang Kondisi lingkungan Infeksi kuman HIV/AIDS
Contoh : lembab, pencahayaan Kondisi rumah berhampitan
Imunologi menurun kurang, ventilasi kurang
Sistem imunologi menurun
lembab, pencahayaan kurang,
Kurang optimalnya Sinar UV minim masuk, ventilasi kurang
Kurang optimalnya
penanggulangan TBC pertukaran udara minim penanggulangan TBC
Sinar UV minim masuk,
Konsentrasi kuman pertukaran udara minim
meningkat
Konsentrasi kuman
meningkat

Mikobakterium tuberkulosis

Kurang
Airbone / Droplet infection
informasi

Pengobatan Saluran pernafasan atas Saluran pernafasan Saluran pernafasan bawah Bronkus
lama
Bakteri yang besar bertahan di bronkus Alveolus
MK : Defisit
pengetahuan Peradangan bronkus
20

Masa jaringan baru Terjadi proses


Efektif Penumpukan sekret Tidak efektif (granuloma) proses infeksi

Sekret keluar Sekret sulit


saat batuk dikeluarkan Sesak nafas Keletihan
Jaringan fibrosa Peradangan
pada alveolus

Batuk terus Penumpukan sekret Secret mengeluarkan Bakteri berubah Bakteri mengeluarkan
menerus pada bronkus bau / zat pirogen menjadi nekrotik zat pirogen
MK :
Intoleransi
MK : Bersihan Jalan Merangsang reflek mual Aktivitas
MK : Zat pirogen masuk
Nafas Tidak Efektif
Gangguan dalam tubuh
Pola Tidur Mual dan muntah Adanya
penumpukan sekret
MK : Ketidakseimbangan Terdeteksi oleh
Intake nutrisi kurang di alveolus
Nutrisi Kurang Dari leukosit
MK :
Kebutuhan Tubuh
Ansietas MK : Gangguan
Nyeri fluritik pertukaran gas Merangsang
hipotalammus
MK : Nyeri kronis meningkatkan suhu
tubuh
MK :
Ketidakefektifan
MK : Hipertermia
pola nafas

MK : Risiko
infeksi
21

2.2.7 Klasifikasi

Ada beberapa klasifikasi TBC paru yaitu menurut Depkes (2017)

yaitu :

1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena :

a) Tuberkulosis paru

Tuberkulosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan

(parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan

kelenjar pada hilus.

b) Tuberkulosis ekstra paru

Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,

misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),

kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran

kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu

pada TBC paru :

a) Tuberkulosis paru BTA positif

Sekurang-kurangnya 2 sampai 3 spesimen dahak SPS hasilnya

BTA positif.

(1) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks

dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.

(2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan

kuman TBC positif.

(3) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3

spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya


22

BTA negative dan tidak ada perbaikan setelah pemberian

antibiotic OAT.

b) Tuberkulosis paru BTA positif

Kriteria diagnostic TBC paru BTA negatif harus meliputi :

(1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.

(2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.

(3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotic non OAT.

(4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi

pengobatan.

(5) Klasifikasi berdasarkan tipe pasien ditemukan berdasarkan

riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien

yaitu :

(a) Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT

atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan

(4 minggu).

(b) Kasus kambuh (relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah

mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan

sembuh tetapi kambuh lagi.

(c) Kasus setelah putus berobat (default)

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat

selama 2 tahun atau lebih dengan BTA positif.


23

(d) Kasus setelah gagal (failure)

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya teteap

positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima

atau lebih selama pengobatan.

(e) Kasus lain

Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan

diatas, dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu

pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif

setelah selesai pengobatan ulang (Depkes RI, 2015)

2.2.8 Manifestasi klinis

Menurut Wahid (2016) Gambaran klinik TB paru dapat dibagi

menjadi 2 golongan gejala respiratorik dan gejalan sistemik meliputi :

1) Gejalan repiratorik meliputi

a) Batuk

Gejala batuk timbul paling dini. Gejala ini banyak ditemukan.

Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus batuk ini

diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar.

b) Batuk darah

Darah yang dikeluarkan dari dahak bervariasi mungkin tampak

berupa garis atau bercak-bercak darah, batuk darah terjadi

karena pecahnya pembuluh darah.


24

c) Sesak nafas

Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang suah lanjut,

dimana infiltrasi sudah setengah bagian dari paru-paru.

d) Nyeri dada

Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik, yang ringan.

Gejalan ini timbul apabila sistem pernafasan dipleura terkena.

2) Gejala sistemik yang muncul pada pasien TBC menurut Wahid

(2016) :

a) Demam

Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tapi kadang-

kadang panas dapat mencapai 40-41o C keadaan ini dapat

dipengaruhi daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya

infeksi kuman tuberculosis yang masuk.

b) Gejala sistemik lain

(1) Keringat malam

munculnya keringat berlebihan di malam hari meskipun

suasana tidak panas atau gerah, dan Anda tidak melakukan

aktivitas yang cukup untuk mengeluarkan keringat seperti

orang normal.

(2) Anoreksia

sebuah gangguan makan yang ditandai dengan penolakan

untuk mempertahankan berat badan yang sehat dan rasa

takut yang berlebihan terhadap peningkatan berat badan

akibat pencitraan diri yang menyimpang


25

(3) Penurunan BB

kondisi dimana tubuh kehilangan protein, massa tubuh tak

berlemak (lean mass), dan substrat lain dalam tubuh.

(4) Sakit kepala

jenis sakit yang paling umum yang dialami setiap orang.

Rasa sakit ini bisa berupa sakit yang ringan sampai berat di

kepala, kulit kepala, dan kadang-kadang mungkin menjalar

ke leher.

(5) Meriang

mekanisme alami tubuh dalam memerangi mikroorganisme

jahat yang masuk ke dalam tubuh untuk menginfeksi.

(6) Nyeri otot dan nyeri dada

rasa nyeri dan sakit yang melibatkan sejumlah kecil atau

seluruh otot tubuh, mulai dari ringan sampai amat sangat.

(7) Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada

Kondisi dimana bisa mengetahui suara dada yang diperkusi

dan di dengar yang mengalami normal atau abnormal

(8) Batuk lama > 1 bulan atau adanya batuk kronis

batuk yang sudah berlangsung lebih dari 2 bulan pada orang

dewasa, atau 1 bulan pada anak-anak.


26

2.2.9 Penatalaksanaan

1) Penatalaksanaan Medis

Pemeriksaan TBC di indonesia sesuai progam nasional

menggunakan panduan OAT yang diberikan dalam bentuk

kombipak, sebagai berikut:

a) Kategori I : 2 RHZE / 4H3R3, diberikan untuk :

(1) Penderita baru TB paru dengan BTA (+)

(2) Penderita TB paru, BTA (-), RO (+), dengan kerusakan

parenkin paru yang luas

(3) Penderita baru TB dengan kerusakan yang berat pada TB

ekstra pulmons.

b) Kategori II : 2 RHZES / HRZE / 5 R3 H3 E3

Diberikan untuk penderita TB paru (BTA (+) dengan riwayat

pengobatan sebelumnya kambuh, kegagalan pengobatan atau

pengobatan yang tidak selesai.

c) Kategori III : 2RHZ / 4 R3 H3, diberikan untuk :

(1) Penderita baru BTA (-) dan RO (+) sakit ringan

(2) Penderita ekstra paru ringan yaitu kelenjar limfe, pleuritis

eksudat unilateral, TB kulit, TB tulang.

(3) Pembedahan paru biasanya dilakukan apabila klien

mengalami resusitasi terhadap berbagai racun OAT.

Pembedahan dilakukan dengan mengangkut bagian paru

yang tertutup kavietas (Somentri, 2015).


27

2) Penatalaksanaan keperawatan gangguan pola tidur

(a) Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur

(b) Mengidentifikasi factor pengganggu tidur

(c) Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan

(d) Menyeesuaikan jadwal pemberian obat atau tindakan untuk

menunjang siklus tidur terjaga

(e) Menjelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit

(f) Mengajarkan factor-faktor yang berkontribusi terhadap

gangguan pola tidur (SIKI, 2018).

2.2.10 Pemeriksaan Penunjang

1) Pemeriksaan labotarium

a) Darah

Pada saat TB paru baru mulai aktif akan didapatkan jumlah

leukosit yang sedikit meninggi dengan diferensiasi pergeseran

kekiri.

b) Sputum

Pemeriksaan spuntum sangatlah penting karena dengan

ditemukan kuman BTA, diagnosis tuberculosis dapat dipastikan.

c) Tes tuberculin

Pemeriksaan ini masih banyak digunakan untuk membantu

menegakkan diagnosis TB terutama pada anak (balita).


28

d) Foto thoraks

Foto toraks dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan

radiologi standar (Kusuma, 2016).

2.2.11 Pencegahan Tuberkulosis paru

Cara terbaik untuk mencegah TB adalah dengan pengobatan

terhadap pasien yang mengalami infeksi TB sehingga rantai penularan

terputus. Tiga topik dibawah ini merupakan topik yang penting untuk

pencegahan TB :

1. Proteksi terhadap paparan TB

Diagnosis dan tatalaksana dini merupakan cara terbaik untuk

menurunkan paparan terhadap TB. Risiko paparan terbesar terdapat

di bangsal TB dan ruang rawat, dimana staf medis dan pasien lain

mendapat paparan berulang dari pasien yang terkena TB. Ada

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemungkinan transmisi

antara lain :

a) Cara batuk

Cara ini merupakan cara yang sederhana, murah, dan efektif

dalam mencegah penularan TB dalam ruangan. Pasien harus

menggunakan sapu tangan untuk menutupi mulut dan hidung,

sehingga saat batuk atau bersin tidak terjadi penularan melalui

udara.

b) Menurunkan konsentrasi bakteri

1. Sinar Matahari dan Ventilasi


29

Sinar matahari dapat membunuh kuman TB dan ventilasi

yang baik dapat mencegah transmisi kuman TB dalam

ruangan.

2. Filtrasi

Penyaringan udara tergantung dari fasilitas dan sumber daya

yang tersedia.

3. Radiasi UV bakterisidal

M.tuberculosis sangat sensitif terhadap radiasi UV

bakterisidal. Metode radiasi ini sebaiknya digunakan di

ruangan yang dihuni pasien TB yang infeksius dan ruangan

dimana dilakukan tindakan induksi sputum ataupun

bronkoskopi.

c) Masker

Penggunaan masker secara rutin akan menurunkan penyebaran

kuman lewat udara. Jika memungkinkan, pasien TB dengan

batuk tidak terkontrol disarankan menggunakan masker setiap

saat. Staf medis juga disarankan menggunakan masker ketika

paparan terhadap sekret saluran nafas tidak dapat dihindari.

d) Rekomendasi NTP (National TB Prevention) terhadap paparan

TB:

1. Segera rawat inap pasien dengan TB paru BTA (+) untuk

pengobatan fase intensif, jika diperlukan.

2. Pasien sebaiknya diisolasi untuk mengurangi risiko paparan

TB ke pasien lain.
30

3. Pasien yang diisolasi sebaiknya tidak keluar ruangan tanpa

memakai masker.

4. Pasien yang dicurigai atau dikonfirmasi terinfeksi TB

sebaiknya tidak ditempatkan di ruangan yang dihuni oleh

pasien yang immunocompromised, seperti pasien HIV,

transplantasi, atau onkologi.

2. Vaksinasi BCG (Bacillus Calmette Guerin)

BCG merupakan vaksin hidup yang berasal dari M.bovis. Fungsi

BCG adalah melindungi anak terhadap TB diseminata dan TB ekstra

paru berat (TB meningitis dan TB milier). BCG tidak memiliki efek

menurunkan kasus TB paru pada dewasa. BCG diberikan secara

intradermal kepada populasi yang belum terinfeksi.

a) Tes Tuberkulin

Neonatus dan bayi hingga berusia 3 bulan tanpa adanya riwayat

kontak dengan TB, dapat diberikan vaksinasi BCG tanpa tes

tuberkulin sebelumnya.

b) Vaksinasi Rutin

Pada negara dengan prevalensi TB yang tinggi, WHO

merekomendasikan pemberian vaksinasi BCG sedini mungkin,

terutama saat baru lahir.

Pada bayi baru lahir hingga usia 3 bulan, dosisnya adalah 0,05 ml

sedangkan untuk anak yang lebih besar diberikan 0,1 ml.


31

3. Terapi Pencegahan

Tujuan terapi pencegahan adalah untuk mencegah infeksi TB

menjadi penyakit, karena penyakit TB dapat timbul pada 10 % orang

yang mengalami infeksi TB. Kemoprofilaksis dapat diberikan bila

ada riwayat kontak dengan tes tuberkulin positif tetapi tidak ada

gejala atau bukt i radiologis TB. Obat yang digunakan biasanya

adalah isoniazid (5 mg/kg) selama 6 bulan. Jika memungkinkan,

dilakukan dengan pengamatan langsung.

Kelompok yang mendapat profilaksis, yaitu :

a) Bayi dengan ibu yang terinfeksi TB paru

Bayi yang sedang mendapat ASI dari ibu dengan TB paru,

sebaiknya mendapat isoniazid selama 3 bulan. Setelah 3 bulan,

dilakukan tes tuberkulin. Jika hasil negatif maka diberikan

vaksinasi, jika positif maka dilanjutkan isoniazid selama 3 bulan

lagi. Jika terdapat adanya bukti penyakit, maka perlu diberikan

pengobatan penuh.

b) Anak dengan riwayat kontak, tuberkulin negatif, tampak sehat,

tanpa riwayat BCG, sama seperti di atas.

c) Anak dengan riwayat kontak, tuberkulin positif (tanpa riwayat

BCG).

d) Anak tanpa gejala sebaiknya diberikan profilaksis isoniazid 6

bulan.

e) Anak dengan gejala dan pemeriksaan yang menunjukkan TB

diberikan pengobatan TB.


32

f) Anak dengan gejala, tapi pemeriksaan tidak menunjukkan TB,

diberikan profilaksis isoniazid (Wieslaw et al, 2001).

2.3 Konsep Ganguan Pola Tidur

2.3.1 Definisi

Gangguan kualitas dan kuantitas tidur akibat factor internal dan

eksternal (SDKI, 2016).

Gangguan kualitas dan kuantitas tidur akibat factor internal dan

eksternal (NANDA, 2018).

2.3.2 Etiologi

Faktor yang mempengaruhi tidur :

Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Kualitas tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu

untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat sesuai dengan

kebutuhannya. Berikut ini faktor-faktor yang dapat mempengaruhhi

pemenuhan kebutuhan tidur, antara lain :

a) Status kesehatan

Seseorang yang kondisi tubuhnya sehat memungkinkan dapat tidur

dengan nyenyak. Tetapi pada orang yang sakit dan rasa nyeri, maka

kebutuhan istirahat dan tidurnya tidak dapat dipenuhi dengan baik

sehingga tidak dapat tidur dengan nyenyak. Banyak penyakit yang

dapat memperbesar kebutuhan tidur, seperti penyakit yang

disebabkan oleh infeksi terutama infeksi limpa. Infeksi limpa


33

berkaitan dengan keletihan sehingga penderitanya membutuhkan

banyak tidur untuk mengatasinya. Banyak juga keadaan sakit yang

membuat penderitanya kesulitan tidur atau bahkan tidak bisa tidur.

Misalnya pada klien dengan gangguan pada sistem pernafasan.

Dalam kondisinya yang sesak nafas, maka sesorang tidak mungkin

dapat istirahat dan tidur.

b) Lingkungan

Keadaan lingkungan yang nyaman dana man bagi seseorang dapat

mempercepat proses terjadinya tidur. Sebaliknya, lingkungan yang

tidak aman dan nyaman bagi seseorang dapat menyebabkan

hilangnya ketenangan hingga mempengaruhi proses tidur.

c) Stess psikologis

Kecemasan merupakan perasaan yang tidak jelas, keprihatinan dan

kekahawatiran karena ancaman pada sistem nilai atau pola

keamanan seseorang. Cemas dan depresi akan menyebabkan

gangguan pada frekuensi tidur. Hal ini disebabkan karena pada

kondisi cemas akan mengurangi tahap IV REM dan REM.

d) Obat-obatan

Oabat juga dapat memengaruhi proses tidur. Beberapa jenis obat

yang mempengaruhi proses tidur, seperti jenis golongan obat

diuretic yang dapat menyebabkan insomnia, antidepresan yang

dapat menekan REM, kafein yang dapat meningkatkan saraf

simpatis sehingga menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan


34

beta blocker dapat berefek pada timbulnya insomnia, dan golongan

narkotik dapat menekan REM sehingga mudah mengantuk.

e) Nutrisi

Terpenuhinya kebutuhan nutrisi dapat mempercepat proses tidur.

Konsumsi protein yang tinggi dapat menyebabkan individu tersebut

akan mempercepat proses terjadinya tidur karena dihasilkan

tripofan. Tropofan merupakan asam amino hasil pencernaan protein

yang dapat kemudahan dalam tidur. Demikian sebaliknya,

kebutuhan gizi yang kurang dapat juga mempengaruhi proses tidur,

bahkan terkadang sulit untuk tidur.

f) Motivasi

Motivasi merupakan suatu dorongan atau keinginan seseorang

untuk tidur, sehingga dapat mempengaruhi proses tidur. Selain itu,

adanya keinginan untuk tidak tidur dapat menimbulkan gangguan

proses tidur. (Wahid A., 2016)

2.3.3 Pengkajian

1) Riwayat keperawatan

Riwayat keperawatan yang berhubungan dengan gangguan system

oksigen, yang difokuskan untuk mengenal tanda dan gejala umum.

Keluhan utama yang sering muncul yaitu batuk, batuk darah,

produksi sputum berlebihan dan sesak nafas (Smelzer dan Bare,

2016).
35

2) Riwayat penyakit sebelumnya

secara umum pertanyaan yang sering diajukan pada pasien TBC

paru yaitu :

a) Pernah mengalami batuk dalam kurun waktu yang lama dan

tidak sembuh.

b) Memiliki riwayat kontak dengan orang yang terinfeksi TBC

paru

c) Memiliki sistem imun yang lemah

d) Memiliki riwayat vaksinasi BCG yang tidak teratur (Wahid A.,

2016)

3) Gejala orang yang mengalami gangguan pola tidur menurut:

a) Kelithan saat bangun atau lebih sepanjang hari

b) Perubahan mood

c) Agitasi

e) Mengantuk sepanjang hari (Wahid A., 2016)

2.3.4 Batasan karakteristik

a) Mengeluh sulit tidur

b) Mengeluh sering terjaga

c) Mengeluh tidak puas tidur

d) Mengeluh pola tidur berubah

e) Mengeluh istirhat tidak cukup (SDKI, 2016)


36

2.3.5 Faktor yang berhubungan

a) Nyeri/kolik

b) Hipertiroidisme

c) Kecemasan

d) Penyakit paru obstruksi kronis

e) Kehamilan

f) Periode pasca partum

g) Kondisi pasca operasi (SDKI, 2016)

2.3.6 Hasil yang diharapkan

Hasil penelitian pada dignosa keluhan pada pasien yang dialami :

a) Keluhan sulit tidur

b) Keluhan sering terjaga

c) Keluhan tidak puas tidur

d) Keluhan pola tidur berubah

e) Keluhan istirahat tidak cukup ( SLKI, 2018)

2.3.7 Intervensi Keperawatan dan Rasional

Gangguan pola tidur

1) Identifikasi pola aktivitas dan tidur

Rasional : Mengetahui tingkat pola aktivitas dan tidur yang dialami

dan membantu dalam intervensi yang akan dilakukan

2) Identifikasi factor pengganggu tidur


37

Rasional : Mengetahui faktor yang mengganggu tidur yang dialmi

dan dirasakan oleh penderita

3) Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan

Rasional : Mengetahui tingakat kenyamanan yang dibutuhkan oleh

penderita dalam prosedur keperawatan

4) Sesuaikan jadwal pemberian obat dan tindakan untuk menunjang

siklus tidur terjaga

Rasional : Mengetahui jadwal obat yang dikonsumsi sesuai dengan

instruksi dokter dan tepat waktu pemberian

5) Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit

Rasional : Memberikan motivasi tentang tidur cukup selama sakit

6) Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur

Rasional : Mengetahui kebiasaan waktu tidur dengan kebiasaan tidur

penederita

7) Ajarkan faktor-faktor yang berkonstribusi terhadap gangguan pola

tidur

Rasional : Mengetahui faktor pencetus gangguan pola tidur dan

penyebab terjadinya tidur terganggu

2.3.8 Dokumentasi

1) Presepsi pasien tentang pentingnya tidur selama sakit

2) Observasi temuan fisik

3) Keefektifan pengobatan

4) Gambaran usaha pasien untuk melakukan kebiasaan waktu tidur


38

5) Intervensi yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pasien

untuk kebiasan waktu tidur

6) Evaluasi setiap hasil yang di harapkan

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Tuberculosis Paru

2.4.1 Pengkajian

Didalam pemeberian asuhan keperawatan digunakan system atauu

metode proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi

5 tahap, yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi. Penyakit TBC paru sering terjadi pada anak-

anak 1-4 tahun, tetapi yang paling sering TBC paru terjadi pada umur

15-50 tahun, penyakit TBC paru tidak ada keluhan sama sekali dalam

pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang biasanya timbul adalah demam,

batuk/batuk berdarah, sesak nafas, nyeri dada, dan sulit tidur. (Kozier,

Erb, Bernan, & Snyder, 2017)

1) Identitas klien

Nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan,

pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan sanitasi

kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan

pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB paru yang lain.

2) Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien

mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada

pasien dengan TBC didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa


39

berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat

tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta

batuk non produktif (Brunner & Sudarth,2017).

3) Riwayat penyakit sekarang

Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit

yang dirasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri

dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan

meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan.

4) Riwayat penyakit dahulu

Keadaan atau penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang

mungkin sehubungan dengan tuberculosis paru antara lain ISPA,

efusi pleura serta tuberculosis paru yang kembali aktif.

5) Riwayat penyakit keluarga

Mencari diantara anggota keluarga pada tuberculosis paru yang

menderita penyakit tersebut sehingga diteruskan penularannya.

6) Riwayat psikososial

Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara

mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan

yang dilakukan terhadap dirinya. Pada penderita yang status

ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang kurang

ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat

kontak dengan penderita tuberculosis paru yang lain (Muttaqin,

2015).

7) Pola fungsi kesehatan


40

a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit

mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang

juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan

kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok,

minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi factor

predisposisi timbulnya penyakit. Pada klien dengan TB paru

biasanya tinggal didaerah yang berdesak – desakan, kurang

cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang

sumpek.

b) Pola nutrisi dan metabolic

Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu

melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk

mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan

kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama di RS pasien

dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan

akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen.

Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit.

pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah. klien

dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan

menurun

c) Pola eliminasi

Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai

kebiasaan miksi dan defekasi sebelum dan sesudah masuk Rumah


41

Sakit. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan

lebih banyak bedrest sehingga akan menimbulkan konstipasi,

selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan

penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus.

d) Pola aktivitas dan latihan

Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi

dan klien akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal.

Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat

adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya

sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya.

Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan

menganggu aktivitas.

e) Pola tidur dan istirahat

Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan

berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat,

selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan

rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak

orang yang mondar-mandir, berisik dan lain sebagainya. Dengan

adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru

mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat

(Black, 2014).

f) Pola hubungan dan peran

Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami

perubahan peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga,


42

pasien tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu

yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya. Disamping

itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami perubahan

dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien.

Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena

penyakit menular.

g) Pola sensori dan kognitif

Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan

pendengaran) tidak ada gangguan.

h) Pola persepsi dan konsep diri

Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang

tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada.

Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa

penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam

hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif

terhadap dirinya. Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan

meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya

i) Pola reproduksi dan seksual

Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks

intercourse akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien

berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah. Pada

penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah

karena kelemahan dan nyeri dada (Padila,2013).

j) Pola penanggulangan stress


43

Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan

mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada

perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin

dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya.

Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan

mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan

penolakan terhadap pengobatan.

k) Pola tata nilai dan kepercayaan

Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya

kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah

suatu cobaan dari Tuhan.

8) Pemeriksaan fisik

a) Keadaan umum

pemeriksaan kesadaran, suhu, nadi, pernafasan, berat badan, dan

tinggi badan.

b) Kepala dan leher

bentuk,kelainan,tanda-tanda trauma,warna rambut dan kebersihan

rambut.

Mata : sclera tidak ikterus, konjungtiva anemis, pupil

bulat.

Hidung : bentuk simetris, sekret tidak ada.

Mulut : bibir tampak kering, gigi berlubang, mukosa

lembab.

Telinga : daya pendengaran,kebersihan


44

Leher : pembesaran kelenjar tyroid adanya

Pembengkakakn atau tidak

c) Dada/thorax

Inspeksi : biasanya pasien dengan TBC terdapat otot bantu

pernafasan dan terdapat pernafasan cuping hidung.

Palpasi : tidak terdapat bejolan, tidak terdapat nyeri tekan,

tidak terdapat massa dan ekspansi pada dada

Perkusi : suara paru-paru sonor

Auskultasi : suara nafas tidak vesikuler dan terdapat suara

napas tambahan (Bararah & Jauhar, 2013).

d) Pemerikasaan paru

Inspeksi : bentuk paru/asimetris, pencembungan, penarikan,

otot bantu pernapasan.

Palpasi : pergerakan (simetris) vocal premitus teraba

disemua lapang.

Perkusi : sonur kiri dan kanan

Auskultasi : ronchi +/ +, wheezing +/ +.

e) Pemeriksa abdomen

bising usus normal

f) Ekstrimitas

akral hangat, tidak ada odem

g) Pemerikasaan neurologi

Kesadaraan composmetis dengan GCS : 4 5 6.

h) Pemeriksa penunjang
45

1) pemeriksaan LED meningkat.

2) leukosit meningkat.

3) Hb menurun

4) pemeriksaan sputum BTA dilakukan setiap pagi 3 hari

berturut-turut yaitu sewaktu pagi sewaktu (SPS).

2.4.2. Diagnosa keperawatan

1) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan

infeksi saluran nafas

2) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan trauma thoraks

3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penyakit paru

obstruktif kronis (PPOK)

4) Risiko defisit nutrisi berhubungan dengan infeksi

5) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.

6) Gangguan pola tidur berhubungan dengan penyakit paru

obstruktif kronis

7) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penyakit paru

obstruksi kronis (PPOK)

8) Nyeri kronis berhubungan dengan infeksi

9) Ansietas berhubungan dengan penyakit kronis

10) Defisit pengetahuan berhubungan dengan penyakit kronis

11) Risiko infeksi berhubungan dengan penyakit paru obstruksi

kronis (PPOK) (SDKI, 2016)


46

2.4.3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan

TGL No TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL TT


1 Setelah dilakukan intervensi SLKI : Bersihan jalan nafas SIKI : Latihan batuk efektif 1. Kemampuan batuk pada klien
keperawatan dalam waktu (L.01001) (L.01006) dapat di identifikasi dengan cara
4-6 jam, diharapkan pasien INDIKATOR Nilai 1. Identifikasi kemampuan respon klien terhadap batuk, jika
mampu mengeluarkan Frekuensi napas 1 2 3 4 5 batuk kemampuan batuk terhambat
sputum Batuk efektif 1 2 3 4 5 2. Monitor adanya retensi maka tindakan yang dilakukan
Produksi sputum 1 2 3 4 5 sputum adalah batuk efektif
Pola nafas 1 2 3 4 5 3. Atur posisi semi-fowler atau 2. Sputum yang sudah dikeluarkan
Mengi 1 2 3 4 5 fowler kita lihat adakah retensi didalam
4. Buang sekret pada tempat sputum
Keterangan : sputum 3. Posisi semi fowler akan
1. Deviasi berat dari kisaran 5. Jelaskan tujuan dan prosedur mempermudah pasien dalam
normal batuk efektif bernafas
2. Deviasi cukup dari kisaran 6. Anjurkan batuk dengan kuat 4. Sputum yang sudah dikeluarkan
normal langsung setelah tarik nafas selanjutnya di cek ke
3. Deviasi sedang dari kisaran dalam yang ke 3 laboratorium
normal 7. Kolaborasi pemberian 5. Pasien bisa melakukan
4. Deviasi ringan dari kisaran mukolitik atau ekspektoran beberapa cara batuk efektif dan
normal tujuan batuk efektif sesuai
5. Tidak ada deviasi dari kisaran intruksi dari perawat
normal 6. Dapat meningkatkan
pengeluaran spuutm
7. Hidrasi menurunkan kekentalan
sputum dan mempermudah
pengeluaran sputum
47

2 Setelah dilakukan intervensi SLKI : Pola nafas (L.01004) SIKI :Manajemen jalan nafas 1. Kecepatan nafas biasanya
keperawatan dalam waktu INDIKATOR Nilai (L.01011) meningkat, dispnea, dan terjadi
3x24 jam, diharapkan pola Tekanan 1. Monitor pola nafas peningkatan kerja nafas,
nafas kembali efektif 1 2 3 4 5 (frekuensi, kedalaman, usaha kedalaman bervariasi, ekspansi
ekspirasi
Tekanan nafa) dada terbatas
1 2 3 4 5 2. Monitor bunyi nafas 2. Bunyi nafas menurun atau
inspirasi
Dispnea 1 2 3 4 5 tambahan (gurgling, mengi, adanya suara nafas tambahan
Frekuensi nafas 1 2 3 4 5 wheezing, ronkhi kering) didalam paru
Kedalaman 3. Posisikan semi fowler atau 3. Posisi semi fowler akan
1 2 3 4 5 fowler mempermudah klien dalam
nafas
4. Berikan oksigen bernafas
Keterangan : 5. Berikan minum hangat 4. Memaksimalkan bernafas dan
1. Deviasi berat dari kisaran 6. Kolaborasi pemberian menurunkan kerja nafas
normal mukolitik dan ekspetoran 5. Hidrasi menurunkan kekentalan
2. Deviasi cukup dari kisaran sputum dan mempermudah
normal pengeluaran sputum
3. Deviasi sedang dari kisaran 6. Hidrasi menurunkan kekentalan
normal sputum dan mempermudah
4. Deviasi ringan dari kisaran pengeluaran sputum
normal
5. Tidak ada deviasi dari kisaran
normal
48

3 Setelah dilakukan intervensi SLKI : Pertukaran gas (L.01003) SIKI : Pemantauan respirasi 1. Manifestasi sidtres pernafasan
keperawatan dalam waktu INDIKATOR Nilai (L.01014) tergantung pada deerajat
2x24 jam, diharapkan tidak Bunyi nafas 1. Monitor frekuensi, irama, keterlibatan paru dan status
terjadi gangguan pertukaran tambahan 1 2 3 4 5 kedalaman, dan upaya nafas kesehatan umum
gas Gelisah 1 2 3 4 5 2. Auskultasi bunyi nafas 2. Bunyi nafas menurun atau tidak
Dispnea 1 2 3 4 5 3. Monitor pola nafas ada bilan jalan nafas terdapat
Nafas cuping 4. Monitor adanya produksi obtruksi kecil
1 2 3 4 5 sputum 3. Kecepatan nafas biasanya
hidung
Pola nafas 1 2 3 4 5 5. Atur interval pemantauan meningkat, dispnea, dan terjadi
respirasi peningkatan kerja nafas,
Keterangan : 6. Jelaskan tujuan dan prosedur kedalaman bervariasi, ekspansi
IR : Initial Rate yaitu kondisi pemantauan dada terbatas
pasien saat dilakukan 4. Sebelum dialakukan batuk
pengkajian. efektif kita auskultasi adanya
ER : Expectation Rate yaitu produksi sputum didalam paru
harapan perawat untuk 5. Respirasi pada klien diatur
kondisi pasien. melalui pemantauan secara
interval sehingga perawta
Keterangan : mengetahui respirasi klien
1. Deviasi berat dari kisaran 6. Sebelum melakuakan tindakan
normal perawata melakukan pematuan
repirasi dan menjelasakan
2. Deviasi yang cukup, cukup
tujuan dan prosedur pemantau
dari kisaran normal respirasi
3. Deviasi sedang dari kisaran
normal
4. Deviasi ringan dari kisaran
normal
5. Tidak ada deviasi dari kisaran
normal
49

4 Setelah dilakukan intervensi SLKI : Status nutrisi (L.03030) SIKI : Manajemen nutrisii 1. Dengan mengetahui nutrisi klien
keperawatan dalam waktu INDIKATOR Nilai (L.03119) perawat menentukan nutrisi
3x24 jam, diharapkan Porsi makan 1. Identifikasi status nutrisi yang dibutuhkan klien
kebutuhan nutrisi pasien yang dihabiskan 1 2 3 4 5 2. Monitor asupan makanan 2. Dengan mengetahui asupan
terpenuhi Berat badan 1 2 3 4 5 3. Sajikan makanan secara nutrisi yang dibutuhkan klien
Indeks massa menarik dan suhu yang perawat mampu menentukan
1 2 3 4 5 sesuai asupan nutrisi pada klien
tubuh (ITM)
Nyeri abdomen 1 2 3 4 5 4. Anjurkan posisi duduk 3. Makanan yang bisa dikonsumsi
Membrane 5. Ajarkan diet yang klien harus disesuaikan dengan
1 2 3 4 5 diprogramkan kondisi klien
mukosa
6. Kolaborasi dengan ahli gizi 4. Posisi duduk yang baik pada
Keterangan : untuk menentukan jumlah klien dalam mengonsumsi
IR : Initial Rate yaitu kondisi kalori dan jenis nutrisi yang makanan yaitu dengan posisi
pasien saat dilakukan dibutuhkan duduk
pengkajian. 5. Dengan mengetahui nutrisi yang
ER : Expectation Rate yaitu biasa dikonsumsi klien perawat
harapan perawat untuk mampu menentukan diet yang
kondisi pasien. baik dikonsumsi klien
6. Gizi yang dibutuhkan klien
Keterangan : harus sesuai dengan kondisi
1. Deviasi berat dari kisaran tubuh klien sehinggan bisa
normal mempercapat penyembuhan
2. Deviasi yang cukup, cukup
dari kisaran normal
3. Deviasi sedang dari kisaran
normal
4. Deviasi ringan dari kisaran
normal
5. Tidak ada deviasi dari kisaran
normal
50

5 Setelah dilakukan intervensi SLKI : Termoregulasi (L.14134) SIKI : Manajemen Hipertermi 1. Dengan mengetahui hipertermi
keperawatan dalam waktu INDIKATOR Nilai (I.15506) pada klien perawat mampu
2x24 jam, diharapkan terjadi Menggigil 1 2 3 4 5 1. Identifikasi penyebab menemukan penyebab dari
penurunan suhu tubuh klien Suhu tubuh 1 2 3 4 5 hipertermia gejala hipertermi klien sehingga
menurun Suhu kulit 1 2 3 4 5 2. Monitor suhu tubuh perawat bisa melakukan
Kulit merah 1 2 3 4 5 3. Monitor komplikasi akibat tindakan terapi
Pucat 1 2 3 4 5 hipertermia 2. Suhu tubuh pada klien yang
4. Sediakan lingkungan yang tidak diketahui akan
Keterangan : dingin menimbulkan hipertermi
1. Deviasi berat dari kisaran 5. Lakukan pendinginan sehingga perawat harus
normal eksternal memantau suhu tubuh klien
6. Kolaborasi pemberian cairan 3. Komplikasi pada klien akan
2. Deviasi cukup dari kisaran
dan elektrolit intravena mengakibatkan hipertermi
normal sehingga perawat harus
3. Deviasi sedang dari kisaran memantau komplikasi yang
normal diderita klien
4. Deviasi ringan dari kisaran 4. Sengan mengetahui lingkungan
normal yang sesuai dengan kondisi
klien akan mempercapat proses
5. Tidak ada deviasi dari kisaran
kesembuhan klien dan klien
normal
merasa nyaman
5. Kopres merupakan salah satu
tindakan yang bisa menurunkan
suhu tubuh klien yang
mengalami hipertermi
6. Cairan dan elektrolit yang
dibutuhkan klien harus sesuai
dengan cairan yang dikeluarkan
dengan di bantu oleh tenaga
medis lain
51

6 Setelah dilakukan intervensi SLKI : Pola tidur (L.05045) SIKI : Dukungan tidur (I.05174) 1. Kemampuan pola aktivitas dan
keperawatan dalam waktu INDIKATOR Nilai 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur pada klien bisa
3x24 jam, diharapkan tidak Keluhan sulit tidur teridentifikasi sehingga klien
terjadi gangguan pola tidur 1 2 3 4 5 2. Identifikasi faktor penggangu mengetahui pola kebiasaan
tidur
Keluhan sering tidur aktivitas dan tidur
1 2 3 4 5 3. Lakukan prosedur yang 2. Pengganggu tidur bisa di
terjaga
Keluhan tidak meningkatkan kenyamanan identifikasi dengan beberapa
1 2 3 4 5 4. Sesuaikan jadwal pemberian faktor yang bisa dikurangi
puas tidur
Keluhan pola obat atau tindakan untuk sesuai dengan teknik
1 2 3 4 5 menunjang siklus tidur keperawatan
tidur berubah
Keluhan terjaga 3. Kenyamanan pada pasien bisa
istirahat tidak 1 2 3 4 5 5. Jelaskan pentingnya tidur ditingkatkan dengan melakukan
cukup cukup selama sakit teknik ralaksasi
6. Anjurkan menepati kebiasaan 4. Jadwal pemberian obat yang
Keterangan : tidur diberikan sesuai dosis akan
1. Deviasi berat dari kisaran 7. Ajarkan faktor-faktor yang membuat siklus tidur pasien
normal berkontribusi terhadap membaik
gangguan pola tidur 5. Kondisi fisik klien yang kurang
2. Deviasi cukup dari kisaran
baik akan meninmbul gangguan
normal tidur
3. Deviasi sedang dari kisaran 6. Pola tidur yang dialakuakan
normal secara konsisten akan
4. Deviasi ringan dari kisaran meningkatkan pola tidur yang
normal disesuai dengan jadwal kegiatan
klien
5. Tidak ada deviasi dari kisaran
7. Dengan klien mengetahui
normal
gangguan pola tidur klien akan
bisa menghindari faktor
gangguan tidur sehingga pola
tidur klien membaik
52

7 Setelah dilakukan intervensi SLKI :Toleransi aktivitas SIKI : Terapi aktivitas (I.05186) 1. Dengan mengetahui kemampuan
keperawatan dalam waktu (L.05047) 1. Identifikasi kemampuan klien dalam beraktivitas perawat
3x24 jam, diharapkan INDIKATOR Nilai berpartisipasi dalam aktivitas mampu menentukan aktivitas
aktivitas pasien kembali Kekuatan tubuh tertentu yang sesuai dengan kondisi yang
efektif 1
2 3 4 5 2. Fasilitasi memilih aktivitas dialami klien
bagian atas
Saturasi oksigen 1 2 3 4 5 dan tetapkan tujuan aktivitas 2. Terapi aktivitas yang dilakukan
Frekuensi nafas 1
2 3 4 5 yang konsisten sesuai klien sebaiknya difasilitasi
Keluhan lelah 1
2 3 4 5 kemampuan fisik, psikologi, sehingga klien bisa memilih
dan sosial aktivitas sendiri dengan dipantau
Keterangan : 3. Berikan penguatan positif perawat dalam melakukan
1. Deviasi berat dari kisaran atas partisipasi dalam aktivitas
normal aktivitas 3. Aktivitas klien harus didukunng
4. Ajarkan cara aktivitas yang sehingga klien akan mempunyai
2. Deviasi cukup dari kisaran
dipilih pemikiran positif yang dapat
normal 5. Anjurkan keluarga untuk memperbaiki kondisi aktivitas
3. Deviasi sedang dari kisaran memberikan penguatan dan penyembuhan
normal positif atas partisipasi dalam 4. Perawat memberikan pilihan
4. Deviasi ringan dari kisaran aktivitas kepada klien untuk melakukan
normal 6. Kolaborasi dengan terapis aktivitas yang diinginkan klien
5. Tidak ada deviasi dari kisaran dalam merencanakan dan sehingga klien mampu
normal memonitor program aktivitas beraktivitas sesuai dengan
kondisi klien
5. Keluarga berperperan penting
dalam proses terapi aktivitas
klien sehingga klien bisa
melakukan aktivitas sendiri
dengan dipantau oleh anggota
keluarga
6. Program aktivitas yang dilakukan
klien harus sesuai dengan kondisi
klien sehingga perawat
berkolaborasi dengan perawat
terapis dan memantau aktivitas
klien
53

8 Setelah dilakukan intervensi SLKI : Tingkat nyeri (L.08066) SIKI : Manajemen nyeri 1. Dengan mengetahui nyeri pada
keperawatan dalam waktu INDIKATOR Nilai (I.08238) klien perawat mampu
2x24 jam, diharapkan nyeri Keluhan nyeri 1 2 3 4 5 1. Identifikasi lokasi, mengetahui lokasi, karakteristik
pada pasien hilang Meringis 1 2 3 4 5 karakteristik, durasi, nyeri pada klien sehingga
Kesulitan tidur 1 2 3 4 5 frekuensi, kualitas, intensitas perawat mudah melakukan
Frekuensi nadi 1 2 3 4 5 nyeri tindakan intervensi
Pola naffas 1 2 3 4 5 2. Identifikasi skala nyeri 2. Dengan mengetahui nyeri pada
3. Berikan teknik klien perawat mampu
Keterangan : nonfarmakologi untuk menentukan skla nyeri yang
1. Deviasi berat dari kisaran mengurangi rasa nyeri dialami klien
normal 4. Fasilitasi istirahat dan tidur 3. Nyeri pada klien bisa diatasi
5. Jelaskan penyebab, periode, dengan teknik nonfarmakologi
2. Deviasi cukup dari kisaran
dan pemicu nyeri. sehingga klien tidak
normal 6. Kolaborasi pemberian ketergantungan dengan tenik
3. Deviasi sedang dari kisaran analgesic farmakologi dalam proses
normal penyembuhannya
4. Deviasi ringan dari kisaran 4. Dengan istirahat dan tidur pada
normal klien perawat mampu
memberikan fasilitas istirahat
5. Tidak ada deviasi dari kisaran
dan tidur yang nyaman sehingga
normal
pola tidur klien membaik
5. Dengan mengetahui penyebab
nyeri dan pemicu nyeri pada
klien perawat mampu
memberikan informasi yang
aktual ke pada klien tentang
kondisi yang diderita
6. Pemberian obat anal gesik
kepada klien harus sesuai
dengan resep dokter sehingga
dalam pemberian obat tidak
akan menimbulkan genjala lain
54

9 Setelah dilakukan intervensi SLKI : Tingkat ansietas SIKI : Reduksi ansietas 1. Dengan mengetahui ansietas
keperawatan dalam waktu (L.01006) (I.09314) pada klien perawat mampu
3x24 jam, diharapkan pasien INDIKATOR Nilai 1. Identifikasi saat tingkat mengetahui tingkat ansietas
tidak merasa cemas Verbalisasi ansietas klien
khawatir akibat 2. Monitor tanda-tanda ansietas 2. Ansietas pada klien harus
1 2 3 4 5 3. Ciptakan suasana terapiutik dipantau sehingga perawat bisa
kondisi yang
dihadapi untuk menumbuhkan mengetahui tanda-tanda ansietas
Perilaku gelisah 1 2 3 4 5 kepercayaan pada klien
Frekuensi 4. Motivasi mengidentifikasi 3. Suasana yang tenang dapat
1 2 3 4 5 situasi yang memicu menumbuhkan kepercayaan dan
pernafasan
Pola tidur 1 2 3 4 5 kecemasan menghilangkan rasa kecemasan
5. Latih teknik relaksasi 4. Dengan mengetahui kecemasan
Keterangan : 6. Kolaborasi pemberian obat pada klien perawat mampu
1. Deviasi berat dari kisaran antiansietas menentukan dan mengetahui
normal pemicu dari kecemasan
5. Kondisi yang nyaman dan
2. Deviasi cukup dari kisaran
tenang akan mempercepat
normal proses penyembuhan ansietas
3. Deviasi sedang dari kisaran klien
normal 6. Obat yang diberikan yang sesuai
4. Deviasi ringan dari kisaran dengan resep dokter akan
normal mempercepat proses
5. Tidak ada deviasi dari kisaran menghilangnya kecemasan
normal
55

10 Setelah dilakukan intervensi SLKI : Tingkat pengetahuan SIKI : Edukasi kesehatan 1. Dengan mengetahui kurangnya
keperawatan dalam waktu (L.12111) (I.12383) informasi tentang penyakit
1x24 jam, diharapkan paien INDIKATOR Nilai 1. Identifikasi kesiapan dan kepada klien sehingga perawat
faham tentang penyakit Kemampuan kemampuan menerima memberikan informasi tentang
menjelaskan informasi penyakit
pengetahuan 1 2 3 4 5 2. Identifikasi faktor-faktor 2. Dengan mengetahui perilaku
tentang suatu yang dapat meningkatkan klien tentang hidup bersih yang
topik dan menurunkan motivasi kurang perawat mampu
Kemampuan perilaku hidup bersih dan mengidentifikasi faktor-faktor
menggambarkan sehat yang menurunkan hidup bersih
pengalaman 3. Sediakan materi dan media klien sehingga perawat berperan
1 2 3 4 5 pendidikan kesehatan aktif dalam memberikan
sebelumnya
yang sesuai 4. Berikan kesempatan untuk motivasi kepada klien tentang
dengan topik bertanya hidup sehat dan bersih
perilaku 1 2 3 4 5 5. Jelaskan faktor resiko yang 3. Materi yang disediakan harus
Persepsi yang dapat mempengaruhi menarik dan perawat mampu
keliru terhadap 1 2 3 4 5 kesehatan menguasai materi yang akan
masalah 6. Ajarkan perilaku hidup disampaikan kepada klien
bersih dan sehat 4. Materi yang disampaikan
Keterangan : perawat yang kurang faham
1. Deviasi berat dari kisaran klien bisa bertanya langsung ke
normal perawat
5. Dengan mengetahui resiko yang
2. Deviasi cukup dari kisaran
timbul pada klien perawat
normal mampu menjelaskan faktor
3. Deviasi sedang dari kisaran resiko yang mempengaruhi
normal kesehatan kepada klien
4. Deviasi ringan dari kisaran 6. Perilaku hidup bersih dan sehat
normal harus dilakukan oleh klien
5. Tidak ada deviasi dari kisaran sehingga mengetahui bagaimana
normal cara hidup bersih dan sehat
56

11 Setelah dilakukan intervensi SLKI : Tingkat infeksi (L.14137) SIKI : Pencegahan infeksi 1. Infeksi pada klien harus
keperawatan dalam waktu INDIKATOR Nilai (I.14539) ditangani dengan tepat dengan
3x24 jam, diharapkan pasien Demam 1 2 3 4 5 1. Monitor tanda dan gejala cara perawat mengetahui dahulu
tidak terinfeksi Nyeri 1 2 3 4 5 infeksi lokal dan sistemik tanda dan gejala infeksi pada
Sputum 2. Batasi jumlah pengunjung klien
1 2 3 4 5 3. Cuci tangan sebelum dan 2. Pengunjung bisa terkontaminasi
berwarna hijau
Kultur sputum 1 2 3 4 5 sesudah kontak dengan infeksi dari klien yang terinfeksi
pasien dan lingkungan pasien sehingga jumlah pengunjung
Keterangan : 4. Pertahankan teknik aseptic yang masuk dibatasi
1. Deviasi berat dari kisaran pada pasien beresiko tinggi 3. Kebersihan tangan harus dijaga
normal 5. Jelaskan tanda dan gejala dengan cara cuci tangan
infeksi sehingga kuman atau bakteri
2. Deviasi cukup dari kisaran
6. Ajarkan etika batuk dari klien yang terkena infeksi
normal 7. Kolaborasi pemberian tidak menular ke pengunjung
3. Deviasi sedang dari kisaran imunisasi 4. Teknik aseptik sangat
normal dibutuhkan kepada klien yang
4. Deviasi ringan dari kisaran berisiko tinggi terkena infeksi
normal sehingga infeksi tidak akan
5. Tidak ada deviasi dari kisaran menular ke orang lain
normal 5. Tanda dan gejala yang dialami
klien baiknya klien mengetahui
tanda dan gejala infeksi
6. Etika dalam batuk sangat di
wajibkan dalam kesehatan
sehingga infeksi yang
penularannya melalui udara
tidak akan menimbulkan infeksi
ke orang lain
7. Imunisasi yang sesuai dan
teratur akan mencegah terkena
penyakit infeksi
57

2.4.4. Implementasi

Implementasi adalah fase ketika perawat

mengimplementasikan intervensi keperawatan (Kozier, 2013).

Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan

yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam

rangka membantu klien untuk mencegah, mengurangi, dan

menghilangkan dampak atau respons yang ditimbulkan oleh

masalah keperawatan dan kesehatan (Zaidin Ali, 2014). Proses

implementasi yaitu :

1) Mengkaji kembali pasien

2) Menentukan kebutuhan perawat terhadap bantuan

3) Mengimplementasikan intervensi keperawatan

4) Melakukan supervise terhadap asuhan yang didelegasikan

5) Mendokumentasikan tindakan keperawatan (Koizer, 2013)

2.4.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan komponen terakhir dari proses

keperawatan. Evaluasi merupakan upaya untuk menentukan apakah

seluruh proses sudah berjalan dengan baik atau belum. Apabila

hasil tidak mencapai tujuan maka pelaksanaan tindakan diulang

kembali dengan melakukan bebagai perbaikan (Muttaqin, 2013).

Untuk penilaian keberhasilan tindakan, maka selanjutnya

dilakukan penilaian. Penilaian dilaksanakan dengan menggunakan

pendekatan SOAP (Subyektif, Obyektif, Analisa, dan Planing)


58

S : Subyektif adalah informasi yang didapat dipasien

O : Obyektif adalah informasi yang didapat dari prngamatan

A : Assement adalah analisa masalah klien

P : Planing of action adalah rencana tindakan (Muttaqin, 2013)

Anda mungkin juga menyukai