Macromedia Flash Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia sampai kapan pun (Nurul et al, 2017). Hal ini sejalan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 pasal 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat guna mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam dunia pendidikan, Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang dipelajari di setiap jenjang pendidikan baik tingkat Sekolah Dasar, Menegah, maupun sekolah tingkat atas, dan bahkan di perguruan tinggi (Rahayu et al, 2017). Sejalan dengan hal tersebut, Matematika merupakan kebutuhan yang dipakai untuk meningkatkan kredibilitas dan pengendali ilmu pengetahuan (Yakin et al, 2017). Matematika tidak hanya sekedar alat bantu berfikir tetapi matematika dapat diterapkan sebagai ajang untuk komunikasi antar siswa ataupun siswa dengan guru. Dalam hal ini, matematika dapat digunakan sebagai salah satu bahasa simbolik yang memungkinkan terwujudnya komunikasi secara cermat dan tepat. Oleh sebab itu, kemampuan untuk memahami suatu permasalahan matematis kemudian mengubahnya kedalam simbol-simbol matematika merupakan kemampuan yang diperlukan dalam komunikasi matematis (Zahara et al, 2014). Hal ini menjadikan bahwa kemampuan komunikasi matematis pada siswa sangat penting untuk ditingkatkan. Walaupun pada kenyataanya kemampuan komunikasi matematis siswa dalam menyatakan ide berbentuk sajian data kedalam bentuk tabel dan diagram masih rendah (Adesty et al, 2014). Hal serupa juga ditemukan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa dalam menyatakan gagasannya berupa soal cerita menggunakan tabel, bentuk kalimat sehari- hari dan diagram masih rendah (Zuhrotunnisa, 2015). Di sisi lain, rendahnya kemampuan komunikasi matematika dapat dilihat dari survei TIMSS (Trend In Methematics and Science Study) dan PISA (Programme for International Student Assessment), yang dilaksanakan oleh IEA (International Organization for Evaluation of Educational Achievement) setiap 4 (empat) tahun sekali, menghasilkan bahwa Republik Indonesia menempati posisi 45 dari 50 negara. Sehubungan dengan hal tersebut, pada survei PISA, yaitu suatu penilaian secara internasional terhadap keterampilan dan kemampuan siswa usia 15 tahun, yang dilakukan oleh OECD (Organisation for Economic Cooperation and Development) setiap 3 (tiga) tahun sekali tidak berbeda jauh hasilnya dengan survei TIMSS di atas. Dalam survei PISA tahun 2015, Indonesia menempati posisi 69 dari 76 negara. Terkait rendahnya kemampuan komunikasi matematis pada siswa, selain aspek kognitif, aspek afektif siswa juga perlu mendapat perhatian. Pembelajaran lebih efektif jika guru tidak hanya dapat mengembangkan aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif, khususnya self esteem siswa (Happy et al, 2014). Self esteem adalah sikap atau evaluasi terhadap konsep diri. Self esteem yang rendah membatasi kemampuan untuk berprestasi dalam proses belajar, hubungan antar manusia dan bidang produktif lainnya (Clemes, et al, 2001). Self esteem mempunyai hubungan dengan sejumlah faktor kehidupan diantaranya adalah kesuksesan siswa di sekolah (Young, E.L & Hoffman, 2004). Hasil penelitian lain menyatakan bahwa siswa yang memiliki sikap negatif terhadap matematika adalah siswa yang memiliki self esteem rendah (Christian, et al, 1999).. Hal ini mengakibatkan bahwa self esteem yang rendah memiliki efek yang merugikan terhadap prestasi belajar siswa (Muijis, D. & Reynold, 2008). Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah pada artikel ini adalah manakah kemampuan komunikasi matematis yang lebih baik antara siswa dengan self esteem tinggi, sedang, atau rendah. Self esteem adalah penilaian (judgement) individu tentang worthiness (kebaikan/ kelayakan/ kepantasan), succesfulness (kesuksesan/ keberhasilan), significance (keberartian/ kemanfaatan) dan capability (kemampuan) dirinya yang diekspresikan dalam bentuk sikap yang dimiliki individu terhadap dirinya sendiri (Fadillah, 2012). Self esteem ditinjau dari kondisinya dibedakan dalam dua kondisi yaitu kuat dan lemah. Orang yang mempunyai self esteem yang lemah memiliki citra diri negatif dan konsep diri yang buruk. Sebaliknya orang yang memiliki self esteem kuat akan mampu membina relasi yang lebih baik dan sehat dengan orang lain, bersikap sopan dan menjadikan dirinya menjadi orang yang berhasil.