ABSTRAK
Gastritis merupakan gangguan kesehatan terkait dengan proses pencernaan terutamalambung.Gastritis
biasanyatimbulakibatpolamakantidakteratursehinggalambung menjadisensitif.Populasidalam penelitihan adalah
semualansiadi wilayahkerjapuskesmasMenganti Gresikberjumlah98lansiayang mengalamigastritis.
Tekniksamplingmengunakanrandomsampling,sampelpenelitihanberjumlah49oranglansiadiwilayahkerja puskesmas
Menganti Gresik. Variabel penelitian independen adalah pola makan (dengan indikator jenis
makanan;freuensidankebiasaanmakan)dan merokoksedangkanvariabeldependenadalahkejadiangastritis.
TeknikpengumpulandatadenganmengunakanKuesionerdanwawancara.Datadianalisisdenganmengunakan
ujistatistikregresilogistik.Hasilpenelitianinimenunjukkanbahwasebagianbesar (72%)lansiamemilikipola makantidak
teratur danhampirseluruh(86%)lansia merupakanpeerokok berat. hasil analisisdatadenganuji regresi
logistik,menunjukkan adahubunganantarapolamakandengankejadiangastritis(p =0,006),dan antara
polamakandenganmerokok(p=0,033).Disimpulkanbahwaadapengaruhantarapolamakandanrokok
dengankejadiangastritispadalansia. Disarankan kepadamasyarakatlansiauntukmeningkatkanpengetahuan tentang
polamakan teraturdanmenghentikan kebiasaan merokokuntukmencegahterjadinyagastritis.
KataKunci:polamakan,merokok,gastritis,lansia
ABSTRACT
Gastritisisamedicaldisorderassociatedwiththedigestiveprocess,especiallythestomach.Gastritisis
usuallycausedbyirregulareatingpatternssothatthestomachbecomessensitive.Thepopulationofthisstudy
wasall elderlypeopleintheworkingareahealthcenterstotaled98peopleMengantiGresikwhohavegastritis.
Samplingtechniquesusingrandomsampling,samplestudytotaled49peopleintheworkingareaofPuskesmas
MengantiGresik.Variableindependentwasdiet(withindicatorofthetypeoffood;freuensiandeatinghabits)
andsmokingwhile thedependentvariablewas theincidenceofgastritis.Datacollectiontechniquesbyusing
questionnairesandinterviews.Datawereanalyzedbyusinglogisticregressionstatisticaltest.Theresultsofthis
studyshowedthatthemajority(72%)ofelderlyhaveirregulareatingpatternsandalmostall(86%)ofelderlyis
aseveresmookers.Dataanalysiswithlogisticregression,showedrelationshipbetweenthedietandtheincidence
ofgastritis(p=0.006),andbetweenthedietandsmoking(p=0.033).Itwasconcludedthatthereisinfluence
betweendietandsmokingwiththeincidenceofgastritisintheelderly.Suggestedto elderlypeopletoimprove
theirknowledgeabouttheregular dietandstopsmokingtopreventgastritis.
Keyword:diet,smoking,gastritis,elderly
Tabel3Hasilanalisis ujiregresilogistikHubunganPolamakan,katagorimerokok
dantingkat gastritis
B S.E Wald Df Sig Exp (B) 95,0% for EXP(B)
Lower Upper
Pola Makan 2.533 .919 7.590 1 .006 12.591
2.077 76.321
Merokok 1.800 .844 4.549 1 .033 6.052
PEMBAHASAN
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah lanjut usia yang berjenis kelamin laki-
laki hampir seluruhnya 96 %, dan hampir setengahnya 39 % berumur antara 55 – 61 tahun.
Sebagian besar lanjut usia yang telah menempuh riwayat tingkat pendidikan SD adalah 57 %.
Dan sebagian besar yang bekerja sebagai petani adalah 65 %. Sedangkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa lansia yang mempunyai riwayat lama merokok lebih dari 10 tahun
adalah hampir 86 %. Dan lansia yang mempunyai riwayat perokok berat adalah 85 %. Selain
riwayat merokok lansia juga mengalami pola makan yang tidak teratur sekitar 72 % dan
sekitar 28 % lansia makan dengan teratur. Hal ini menunjukan bahwa keteraturan makan pada
lanjut usia yang terbanyak didapat hasil yang kurang baik begitu pula dengan kebiasaan
minum. Hampir seluruh lansia mengalami kejadian gastritis kronik sekitar 80 % dan akut
sekitar 20 %. Didapatkan hasil 0,006 merokok adalah kejadian gastrtis dari 0,033. Sehingga
pola makan dan merokok sangat mempengaruhi kejadian gastritis pada lanjut usia.
Ada hubungan keterkaitan antara keteraturan makan dengan kejadian gastritis yaitu
gastritis dapat disebabkan karena keteraturan makan dan minum pada lanjut usia yang kurang
cukup baik dan lanjut usiabiasanya kurang mengetahui tentang manfaat makan dan minum,
padahal pola makan lanjut usia harus dipenuhi agar tetap terjaga kesehatannya. Lanjut usia
harus mengetahui manfaat makanan teratur serta bahaya nya apabila terserang penyakit
gastritis dengan dibuktikan banyak jumlah atau sebagian besar lanjut usia terkena penyakit
gastritis. Kejadian Penyakit Gastritis Pada Lansia terjadi sangat bervariasi dari tingkat
gastritis akut dan gastritis kronik. Dari hasil penelitian diperoleh data lansia yang mengalami
gastritis yaitu gastritis akut sekitar 20 %, dan gastritis kriteria kronik sekitar 80 %. Dari hasil
penelitian Gastritis kronik yang berjumlah 39 orang terjadi karena berbagai penyebab yaitu
yang paling umum terjadi akibat peningkatan produksi asam lambung atau menurunnya daya
tahan dinding lambung terhadap pengaruh luar. Untuk mengatasi atau mengurangi kejadian
gastritis pada lansia sebaiknya memperhatikan pola makan atau hal – hal yang mengenai
kebiasaan makan, jeda waktu makan, tidak merokok, dan tidak minum alkohol, agar lansia
tidak berpotensi terhadap penyakit gastritis.
Gastritis merupakan gangguan yang paling sering ditemui diklinik karena
diagnosisnya hanya berdasarkan gejala klinis . secara umum Gastritis merupakan keadaan
tingginya asam lambung, akibatnya perut menjadi kembung atau adanya inflamasi pada
dinding lambung terutama pada mukosadan submukosa lambung. Gastritis dapat disertai
gejala seperti rasa panas di ulu hati, bisa juga sampai nyeri kepala, mual, muntah atau sakit
perut, tetapi juga akan meningkat hingga feses yang keluar berdarah .
Gastritis terjadi karena akibat makan tidak teratur atau tidak makan apapun dalam
waktu relative lama. Akibatnya, kadar asam lambung meningkat sehingga permukaan
lambung terkikis hingga menimbulkan semacam tukak. Jika pengikisan sudah terjadi, gastritis
pun akan makin berisiko.
Penanganan penyakit gastritis membutuhkan pengawasan diet makanan. Didalam
penetalaksanaan diet penderuta gastritis harus menghindari makanan pedas, asam, serta jaga
pola makan, tidak merokok, dan stres. Untuk mengatasi atau mengurangi kejadian gastritis
pada responden sebaiknya memperhatikan pola makan atau hal – hal yang menyebabkan atau
yng berpotensi terjadi penyakit gastritis, khususnya mengenai kebiasaan makan, jeda waktu
makan, tidak merokok, dan minum alkohol, agar responden tidak berpotensi terhadap
penyakit gastritis. Pengaruh Pola Makan Dengan Kejadian Gastritis Pada Lansia Berdasarkan
pada uji statistik pengaruh pola makan dengan kejadian gastritis didapatkan adanya pengaruh
pola makan dengan kejadian gastritis dalam uji Regresi logistik didapatkan nilai signifikansi
0,006. Hal ini secara teoritis bila dihubungkan dengan beberapa faktor penyebab gastritis
maka dapat dibenarkan antara lain, pengeluaranasam lambung yang berlebihan akibat
terlambat makan, pertahanan dinding lambung yang lemah, gangguan gerakan cerna, merokok
dan stress.
Pola makan adalah cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau sekelompok
orang dalam memilih, menggunakan bahan makanan, dalam konsumsi pangan setiap hari
yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan frekuensi makan yang berdasarkan pada
faktor – faktor sosial, budaya dimana mereka hidup. Perubahan-perubahan yang terjadi pada
lansia yang meliputi perubahan pada sel, sistem persyarafan,sistem pendengaran, sistem
penglihatan dan sistem muskuloskletal dan perubahan status gizi pada lansia. Status gizi pada
lansia lebih disebabkan pada perubahan lingkungan maupun faal tubuh dan status kesehatan
lansia. Sedangkan sesuai pengamatan dan hasil penelitian bahwa faktor yang mempengaruhi
lansia makan tidak teratur disebabkan karena adanya aktivitas yang padat dan para lansia atau
responden merasa ketika sedang merokok sudah mewakili makan dalam arti sudah merasa
kenyang walaupun tidak makan. Hal ini menjadi salah satu penyebab peningkatan asam
lambung yang berpotensi menyebabkan penyakit gastritis. agar tetap memperhatikan pola
makan dan jangan merokok sehingga dapat terhindar dari gangguan pencernaan atau penyakit
gastritis.
Pola makan sehari-hari pada Lanjut usia yang berpotensi penyakit gastritis meliputi
jumlah makanan, jenis makanan dan frekuensi makan. Besar jumlah makanan yang
dikonsumsi sehari-hari oleh penderita gastritis sebaiknya harus disesuaikan agar tidak
menimbulkan gangguan pencernaan. Didapatkan banyak atau hampir seluruh lanjut usia
makan tidak teratur dan tidak sesuai dengan porsinya dan juga kurang minum karena pola
makan yang tidak teratur.
Hal ini menunjukkan bahwa jumlah makan lanjut usia yang terkena penderita gastritis
kebanyakan masih banyak dalam setiap kali makan, sehingga hal ini menyebabkan jumlah
makan penderita gastritis masuk dalam kategori kurang baik. Dari hasil penelitian pula
diketahui bahwa pengaturan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh lanjut usia yang akan
berpotensi penyakit gastritis sebagian besar tidak sesuai dengan konsep diit gastritis, yaitu
makan dengan jumlah sedikit demi sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
ketidaksesuaian antara diet gastritis yang seharusnya dilakukan oleh penderita gastritis dengan
kenyataannya, sebagian besar penderita gastritis belum menerapkan makan dengan jumlah
sedikit demi sedikit. Hal tersebut dimungkinkan salah satunya karena faktor beban kerja dari
penderita gastritis sendiri, dari dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan responden
yang terbanyak adalah bapak atau usia lanjut kelamin laki - laki, dapat diketahui bahwa lanjut
usia ( bapak ) pekerjaannya sebagai petani atau buruh karena kurangnya tingkat kemampuan
dbberfikir dan pendidikan yang rendah sebenarnya cukup berat, sejak dari pagi hingga sore
dan terkadang malamnya masih membantu keluarganya. Karena pekerjaanya yang berat
tersebut maka lanjut usia ( bapak ) kebanyakan sekali makan langsung banyak, tidak bisa
makan sedikit demi sedikit yang membuat pola makan menjadi tidak baik atau tidak teratur.
Hal ini dikarenakan beban kerja yang cukup banyak dan sedikit waktu untuk beristirahat.
Karena jenis pekerjaan juga menentukan makanan apa yang tepat dikonsumsi. Beban kerja
berlebih, mempunyai pengaruh yang tidak baik terhadap pekerja, karena itu kebutuhan akan
zat gizi seorang tenaga kerja, harus sesuai dengan berat ringannya beban kerja yang
diterimanya, seperti beban kerja berlebih, akan membutuhkan sumber energi yang lebih
banyak . Selain dari faktor beban kerja, hal yang turut berpengaruh dalam konsumsi jumlah
makanan ialah dari faktor pendidikan, diketahui bahwa urutan kedua pendidikan terakhir
terbanyak adalah SD, kemungkinan dalam hal pemahaman untuk memenuhi kebutuhan
makan yang baik dan benar masih kurang, namun tidak semua orang yang berpendidikan
rendah mempunyai perilaku seperti itu karena hal tersebut juga bisa dipengaruhi dengan
banyaknya informasi-informasi yang diterima seseorang. Pendidikan dalam hal ini biasanya
di kaitkan dengan pengetahuan, hal ini akan berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan
dan pemenuhan kebutuhan gizi salah satu contoh, prinsip makan yang dimiliki seseorang
dengan pendidikan rendah biasanya yang penting mengenyangkan, sehingga porsi bahan
makanan sumber karbohidrat lebih banyak dibandingkan dengan kelompok bahan makanan
lainnya. Sebaliknya kelompok dengan orang pendidikan tinggi memiliki kecenderungan
memilih bahan makanan sumber protein dan akan berusaha menyeimbangkan dengan
kebutuhan gizi lain.
Hal ini menunjukkan bahwa para lanjut usia yang berpotensi penyakit gastritis
sebaiknya juga mengkonsumsi makanan yang mengandung protein karena protein juga
berperan dalam menetralisir asam lambung. Keluarga dengan pendapatan cukup, besar
kemungkinan dapat memenuhi kebutuhan makanan sesuai dengan yang diperlukan tubuh.
Dikemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan sebuah keluarga apabila dilihat dari
status pekerjaan seorang kepala keluarga, akan semakin tinggi pula pengeluaran rumah tangga
tersebut dalam membeli bahan pangan yang mengandung energi dan protein. Pendidikan juga
turut berpengaruh dalam pemenuhan jenis makanan yang baik dikonsumsi oleh lanjut usia
yang berpotensi penyakit gastritis. Faktor lain yang turut memengaruhi dalam pemilihan jenis
makanan ialah dari segi umur, diketahui bahwa usia yang paling banyak ialah usia antara
umur kuang lebih 60 tahun keatas. Pada usia ini sebagian orang lupa atau belom tahu karena
tingkat pendidikan yang rendah dan kurang mengerti penyakit-penyakit apa saja yang sedang
diderita begitu piula gejala dan penyebabanya. Sehingga pada usia tersebut terkadang tidak
memperhatikan dan lupa dalam memilih dan memilah jenisjenis makanan apa saja yang baik
dan sehat untuk dirinya dan penyebab potensi penyakit gastritis untuk penyakitnya.
Khususnya penyakit gastritis yang memerlukan pemilihan jenis-jenis makanan yang tidak
merangsang lambung untuk menghindari kekambuhan berulang. Meskipun ada kalanya
seseorang pada umur tersebut kadang terlalu memikirkan tetapi kadang juga da yang
menghiraukannya tentang penyakitnya karena dianggap mereka sudah tua. Sehingga menurut
hasil penelitian hal inilah yang menyebabkan pemilihan dalam jenis makanan penderita
gastritis masuk dalam kategori kurang baik, sehingga keteraturan dalam makan dan minum
belum bisa baik. Umur merupakan salah satu faktor yang memengaruhi perilaku kesehatan
seseorang. Frekuensi Makan Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar hampir
seluruhnya lanjut usia (86%) frekuensi makannya kurang baik. Hal ini diketahui bahwa Pola
makan sehari-hari banyak yang salah dan mendapatkan nilai terendah karena didapatkan dari
mereka lanjut usia menyatakan bahwa sering menunda waktu makan. Sehingga hal ini
menyebabkan frekuensi makan lanjut usia yang berpotensi penyakit gastritis akan lebih
banyak menjadi penyebeb penyakit gastritis dan pola makan atau keteraturan makan dalam
kategori kurang baik. dan . Data menunjukkan banyak lanjut usia yang mempunyai frekuensi
makan kurang baik., Dimana kedua pekerjaan tersebut ialah pekerjaan yang cukup
menyibukkan sehingga para penderita gastritis tidak teratur makannya dan sering terlambat
makan yang menyebabkan penyakit gastritisnya sering kambuh atau berpotensi penyakit
gastritis. Bila seseorang terlambat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang
diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta
menimbulkan rasa nyeri di sekitar epigastrium.
Kebiasaan makan tidak teratur ini akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi. Jika
hal itu berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi
dinding mukosa pada lambung dan dapat berlanjut menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat
menyebabkan rasa perih dan mual.
Selain pola makan, merokok juga merupakan faktor penyebab potensi terjadinya
gastritis. Merokok juga bisa mempengaruhi peradangan yang terjadi pada lubang yang ada
dalam lambung, maupun dampaknya juga dapat mengecilnya organ tubuh tersebut. Karena
Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi
kesehatan individu dan masyarakat. Menurut PP No. 19 tahun 2003 Rokok adalah hasil
olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bahan lainya yang dihasilkan dari tanamam
Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung
nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan merokok akan merusak lapisan pelindung.
Oleh karena itu, orang yang merokok lebih sensitive terhadap gastritis maupun ulser.
Merokok juga akan meningkatkan asam lambung, melambatkan kesembuhan dan
meningkatkan resiko kanker lambung. Dengan berhenti merokok, gaya hidup sehat, tidak
stres, dan mengurangi konsumsi alkohol, maka kebiasaan – kebiasaan tersebut dapat
membantu menjaga kesehatan lambung dan sistem pencernaan. Dan sebaiknya untuk lanjut
usia kebiasaan merokok harus dihilangkan agar kesehatan tetap terjaga, karena kebiasaan
merokok dapat berpontensi terjadinya gastritis dan berbagai macam penyakit lainnya.
Merokok jufga dapat mengganggu kerja lapisan pelindung lambung, sehingga
membuat lambung lebih rentang terhadap gastritis dan borok. Merokok juga dapat
meningkatkan asam lambung, sehingga menunda penyembuhan lambung dan merupakan
penyebab utama terjadinya kanker lambung. Rokok bisa menyebabkan gastritis karena
merokok setiap hari dapat menghilangkan stress, memperbaiki memori, mengurangi
kecemasan, mengurangi rasa lapar, memperbaiki konsentrasi dan bisa pula orang merokok
sebagai ekspresi perlawanan dan pemberontakan perilaku merokok yang menimbulkan
gastritis berat Berat Sedang dan ringan. Hubungan Perilaku Merokok dengan Kejadian
Gastritis Responden yang mempunyai perilaku merokok kategori sangat berat mengalami
gastritis sebanyak 86 %. Rokok dapat meningkatkan sekresi asam lambung sehingga dapat
mengakibatkan iritasi mukosa lambung. Kebiasaan merokok menambah sekresi asam
lambung yang mengakibatkan perokok menderita lambung (gastritis) sampai tukak lambung
dan Kebiasaan merokok dapat memperparah penyakit lambung yang sudah ada misalnya
gastritis atau tukak lambung.
Hal ini menyatakan bahwa apabila seseorang merokok lebih dari 10 tahun atau
menjadi perokok beratakan berdambak dan menjadi salah satu penyebab gastritis dan semakin
awal seseorang merokok makin sulit untuk berhenti merokok. Hasil penelitian ini di dukung
100 %, yang menyatakan bahwa perokok beresiko 2 kali lebih tinggi mengalami gastritis yang
mengarah ke ilkus lambung. Jadi ada keterkaitan hubungan perilaku merokok dengan
kejadian gastritis.
Berdasarkan dari hasil dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian
besar lanjut usia sekitar 72 % mempunyai pola makan tidak teratur,dan hampir seluruhnya
lansia sekitar 86 % adalah pada katagori perokok berat. dan hampir seluruhnya lansia sekitar
80 % mengalami kejadian gastritis kronik. Ada pengaruh pola makan dan merokok terhadap
kejadian gastritis pada lanjut usia. Sehingga sebaiknya kepada para lanjut usia untuk
memperbaiki pola makan yang teratur dan menghentikan kebiasaan merokok untuk mencegah
kejadian gastritis.
Sunarmi
ABSTRAK
Latar belakang: Terjadinya gastritis dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak baik dan tidak teratur
sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat. Beberapa jenis makanan yang dapat
menyebabkan gastritis yaitu makanan bergas (sawi, kol, kedondong), makanan yang bersantan, makanan yang
pedas, asam. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual dan
muntah. Pada tahun 2014 pasien yang mengalami gangguan sistem pencernaan di Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang berjumlah 127 orang, tahun 2015 berjumlah 169 orang, tahun 2016 berjumlah 147 orang, tahun
2017 berjumlah 124 orang. Tujuan peneliti: Penelitian ini untuk mengetahui Faktor-faktor Berisiko dengan
Kejadian Penyakit Gastritis di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang. Metode
penelitian: Penelitian ini mengunakan desian Survey analitik dengan pendekatan Cross sectional. Populasi dalam
penelitian ini adalah pasien dengan gangguan Sistem Pencernaan berjumlah 124 orang pada tahun 2017.Besar
sampel berjumlah 35 responden yang menderita gastritis. tehnik pengambilan sample yaitu dengan cara
Purposive Sampling. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 16-22 Januari 2018. Hasil penelitian: Penelitian ini
menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara Umur, Jenis kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, dengan
Kejadian Gastritis di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang. Dengan p- value umur :
0,627, Jenis Kelamin: 0,884, Pendidikan: 0,407, Pekerjaan: 0,057. Saran: Berdasarkan hasil penelitian
diharapkan Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang lebih Sering memberikan penyuluhan tentang pola makan
yang baik dan makanan apa saja yang tidak boleh dan boleh dikonsumsi pada pasien dengan Gastritis.
1. ABSTRACT
Background: The occurrence of gastritis can be caused by a diet that is not good and irregular so that the
stomach becomes sensitive when stomach acid increases. Some types of food that can cause gastritis are
unsweetened foods (mustard, cabbage, kedondong), foods that are coconut milk, spicy, sour foods. This will
result in burning and pain in the stomach which is accompanied by nausea and vomiting. In 2014 patients who
experienced digestive system disorders at the Muhammadiyah Hospital in Palembang totaled 127 people, in 2015
there were 169 people, in 2016 there were 147 people, in 2017 there were 124 people. Researcher's
objective: This study was to determine the risk factors for gastritis at the Muhammadiyah Hospital Palembang
Internal Medicine Polyclinic. Research method: This research uses desian analytic survey with cross sectional
approach. The population in this study were patients with digestive system disorders totaling 124 people in 2017.
The sample size was 35 respondents who suffered from gastritis. Sampling technique is by purposive sampling.
This research was conducted on January 16-22, 2018. The results of the study: This study showed that there
was no relationship between Age, Gender, Education, Occupation, and Gastritis at the Muhammadiyah Hospital in
Palembang. With p-value age: 0.627, Gender: 0.884, Education: 0.407, Job: 0.057. Suggestion: Based on the
results of the study, it is expected that the Muhammadiyah Hospital of Palembang more often provides counseling
about good diet and what foods should not and may be consumed in patients with Gastritis.
Dari data dinas kesehatan Provinsi Sumatera bermakna antara umur dengan kejadian gastritis
Selatan diketahui bahwa jumlah penyakit gastritis Perhitungan risk estimate didapatkan OR= 17,333
pada tahun pada tahun 2013 didapat angka (OR>1) dengan CI 4,903-61,273 bearti ada
kejadian gastritis sebanyak 63.408 kasus, sedangkan perbedaan antara umur responden yang tidak
pada tahun 2014 sebanyak 52.936 kasus dan pada terkena gastritis dengan terkena gastritis. (Studi di
tahun 2015 sebanyak 49.115 kasus (Dinas Kesehatan RSU. dr. R. Soetrasno Rembang).
Provinsi Sumatera Selatan 2016). Tahun 2017 Pada Penelitian yang dilakukan Yulce
bulan Januari sebanyak 2237 (Dinkes Sumatera
Selatan 2017). Mega W. Dkk. (2015) tentang “Faktorfaktor resiko
Dari data dinas kesehatan kota Palembang yang Berhubungan dengan Kejadian Gastritis Pada
diketahui bahwa penderita penyakit gastritis pada Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Tumpaan Kec.
tahun 2009 sebanyak : 429 orang penderita, pada Tumpaan Kab. Minahasa Selatan “Dengan jumlah
tahun 2010 sebanyak : 425 orang penderita. Pada sample 107 yang terdiri dari 31 responden (29%)
tahun 2011 sebanyak : 432 orang penderita, Pada terkena gastritis dan 75 responden (71%) tidak
tahun 2013 sebanyak : 12.019 orang penderita terkena gastritis. Hal ini menunjukan hasil proposi
(Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan 2013). sampel 53 responden (100%) dengan jenis kelamin
Sedangkan menurut data dari Medical Record perempuan 18 responden (34%) yang terkena
Rumah Sakit Muhammadiyah palembang Penderita gastritis dan 35 responden (66%) tidak terkena
Gastritis di Poliklinik Penyakit Dalam pada tahun 2014 gastritis . Sedangkan yang berjenis kelamin laki-laki
berjumlah 127 penderita, Pada tahun 2015 yang terkena gastritis sebanyak 13 responden
berjumlah 169 penderita , Pada tahun 2016 (24,1%) dan yang tidak terkena gastritis sekitar 41
berjumlah 147 penderita, dan pada tahun 2017 responden (75,9%) Dengan p-value =0,260.
berjumlah 124 penderita.Pada saat melakukan Kesimpulannya bahwa tidak ada hubungan yang
pengambilan data awal dirumah sakit banyak pasien bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian
yang mengatakan terkena gastritis karena terlalu gastritis.
capek kerja sehingga berpengaruh pada pola makan
yg tidak teratur.
Penelitian yang dilakukan oleh 3. METODOLOGI PENELITIAN
Mawaddah (2012) dengan judul Faktor Resiko Penelitian ini menggunakan metode survey
analitik melalui pendekatan study cross sectional.
Kejadian Gastritis di Wilayah Kerja Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
Puskesmas Kampili Kabupaten Gowa.Sampel Faktor-faktor Berisiko dengan Kejadian Penyakit
penelitian ini adalah pasien yang menderita gastritis Gastritis di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang
dan tidak menderita gastritis dengan perbandingan Tahun 2018. Populasi dalam penelitian ini adalah
kasus dan kontrol 1 : 2 yang terdiri dari 46 kasus dan semua pasien yang mengalami masalah sistem
92 kontrol. Analisis data dilakukan dengan CI=95% pencernaan di Rumah Sakit Muhammadiyah sebanyak
serta menggunakan uji odds ratio (OR). Hasil 124 orang . dari bulan Januari sampai November
penelitian ini menunjukkan bahwa pola makan yang pada tahun 2017.
terdiri dari jenis makanan (OR=2,42; 95%CI 1,17- Sampel pada penelitian ini adalah Pasien
5,02) dan frekuensi makan (OR=2,33; 95%CI dengan gangguan Sistem
1,084,98), kebiasaan meminum kopi (OR=3,36; Pencernaan di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit
95%CI 2,58-4,37), merokok (OR=3,69; 95%CI 1,73- Muhammadiyah Palembang Tahun 2018 berjumlah
7,86), penggunaan obat anti inflamasi non steroid 35 Orang. Teknik Sampling yang digunakan adalah
(OR=2,72; 95%CI 1,29-5,76), dan riwayat gastritis Purposive Sampling dengan kriteria Inklusi : 1) Pasien
keluarga (OR=3,27; 95%CI 1,55-6,91) merupakan yang mengalami masalah Sistem pencernaan; 2)
faktor risiko kejadian gastritis. Sedangkan Composmentis; 3) Bersedia menjadi Responden.
keteraturan makan (OR=1,85; 95% CI 0,913,78) dan Penelitian ini dilakukan pada Januari di Rumah sakit
konsumsi alkohol (OR=1,86 95%CI 0,91-3,81) bukan Muhammadiyah Palembang Tahun 2018. Data ini
merupakan faktor risiko kejadian gastritis dikumpulkan dengan menggunakan data sekunder.
Penelitian Hanik Murjayanah (2011) tentang (Medical record). Analisa data yang digunakan pada
Penelitian ini menggunakan Uji-T dan Chi Square.
“Faktor-Faktor Resiko Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Gastritis di 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Kejadian
Gastritis
RSU. dr. R. Soetrasno Rembang 2010” Dengan
jumlah sampel 84 yang terdiri dari 28 responden Dari Hasil tabel pada variabel
(100%) terkena gastritis dan 56 responden (100%) Gastritis yang di lihat dari status responden di
tidak terkena gastritis. Hal ini menunjukkan bahwa Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit
yang berisiko terkena gastritis 16 responden (57,1%) Muhammadiyah Palembang tahun 2018 dapat dilihat
dan 4 responden (7,1%) tidak terkena gastritis. dalam tabel 1 sebagai berikut :
Sedangkan yang tidak berisiko tapi terkena gastritis Tabel I.
sebanyak 12 responden (42,9%) dan 52 responden Distribusi Frekuensi menurut Kejadian
(92,9%) yang tidak gastritis .Dengan pvalue= 0,001, Gastritis, Jenis Kelamin, Pendidikkan,
kesimpulannya bahwa terdapat hubungan yang
Pekerjaan
1 Tidak 18 51,4
2 Ya 17 48,6
Jumlah 35 100
Jenis Kelamin
Perempuan 20 57,1
Jumlah 35 100
1. Pendidikkan
Tinggi 13 37,1
Rendah 22 62,9
Jumlah 35 100
2. Pekerjaan
Tidak Bekerja 23 65,7
Bekerja 12 34,3
3. Total 35
100
5. Umur
Dari hasil variabel umur yang di lihat dari status
respon Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang 2018
dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
Tabel 2.
Distribusi Frekuensi responden berdasarkan Umur
Ya 54,00 9,117 17
Berdasarkan Tabel 3 di dapatkan bahwa Berdasarkan hasil uji statistik chi square di
rata-rata umur responden yang tidak mengalami dapat p-value = 0,884 > α = 0,05
gastritis adalah 55,94 (56 tahun ) dengan standar
deviasi 13,913 sedangkan rata-rata umurresponden
yang mengalami gastritis adalah 54,00 tahun
dengan standar deviasi 9,117. maka keputusannya Ha gagal ditolak Ho ditolak
Hasil uji statistik didapatkan nilai P= berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara
0,627,berarti pada alpha 5% terlihat tidak ada jenis kelamin dengan kejadian gastritis
perbedaan yang signifikan rata-rata
Umur responden yang mengalami gastritis Hubungan antara jenis kelamin dengan yang tidak mengalami 7.
H
gastritis. dengan Kejadian Gastritis , Dapat dilihat u
Hubungan antara Jenis Kelamin pada tabel 4 dibawah ini. b
u
dengan Kejadian Gastritis
n
g
Tabel 4. a
Hubungan antara Jenis Kelamin dengan kejadian Gastritis n
Berdasarkan Tabel 5 dari 35 responden Berdasarkan hasil uji statistik chi square di
terdapat 22 responden berpendidikan rendah yang dapat p-value = 0,407 > α = 0,05 maka
mengalami dan dari 13 responden yang keputusannya Ha gagal ditolak Ho ditolak bearti
berpendidikan tinggi yang mengalami gastritis tidak ada hubungan yang Hubungan antara
sebanyak Pekerjaan dengan Kejadian Gastritis
8 responden (61,5%)
signifikan
gastritis sebanyak antara Pendidikan
9 responden (40,9%) dengan kejadian
gastritis.
Tabel 6.
n % n % n %
Hubungan antara Pekerjaan dengan kejadian Gastritis
1 Tinggi 5 38,5 8 61,5 13 100,0
Kejadian Gastritis
No Pendidikan Jumlah P -value
Tidak Ya
n % n % n %
Walaupun perempuan lebih sering mengkonsumsi Andi Megawati tentang “Faktor yang berhubungan
makanan pedas, asam, berminyak, namum banyak
dengan kejadian Gastritis Pada pasien yang dirawat
pula laki-laki yang hobi mengkonsumsi makanan
pedas, berminyak, dan asam, sehingga baik di RSUD
perempuan maupun laki-laki rentan terkena
Labuang Baji Makassar. Berdasarkan Hasil Penelitian
gastritis.
dapat diketahui frekuensi responden mahasiswa
terhadap kejadian gastritis sebanyak 14 responden
10. Hubungan Antara Pendidikan dengan
(93,3%) sedangkan tidak terjadi gastritis sebanyak
Kejadian Gastritis
1 responden (6,7%). Responden PNS terhadap
Berdasarkan hasil uji statistik chi square di kejadian gastritis sebanyak 8 responden
dapat p-value = 0,407 (p>0,05) maka (80,0%)sedangkan tidak terjadi gastritis sebanyak 2
keputusannya Ha gagal ditolak Ho ditolak bearti responden (20,0%).Responden wiraswasta
tidak ada hubungan yang signifikan antara terhadap kejadian gastritis sebanyak 3 (60,0%)
Pendidikan dengan sedangkan yang tidak mengalami kejadiangastritis
kejadian Gastritis sebanyak 2 responden (20,0%). Dan Responden
Pendidikan rendah lebih rentang terkena URT sebanyak 5 responden (62,5%) dan yang
gastritis daripada yang berpendidikan tinggi, karena tidak mengalami kejadian gastritis sebanyak 3
orang berpendidikan rendah berasumsi tidak perlu responden (37,5%).Dengan angka p-value = 0,23
makan yang kaya dengan karbohidrat yang penting artinya bahwa tidak terdapat hubungan yang
kenyang. sehingga porsi bahan makanan sumber bermakna antara pekerjaan dengan kejadian
karbohidrat lebih banyak dibandingkan dengan penyakit gastritis Pada pasien yang dirawat di RSUD
kelompok bahan makanan lain. Sebaliknya, Labuang Baji
sekelompok orang yang berpendidikan tinggi Makassar
cenderung memilih bahan makanan sumber Hal ini disebabkan karena responden yang
protein dan akan berusaha menyeimbangkan bekerja itu lebih rentan terkena gastritis daripada
dengan kebutuhan gizi lain. Sehingga pendidikan yang tidak bekerja disebabkan karena orang yang
sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit bekerja lebih sibuk dengan pekerjaan kantornya
gastritis (Pratiwi,2013) apalagi kalau ada tugas yang deadline dia lebih
Hal ini tidak sejalan dengan Hasil Penelitian mementingka tugas nya dari pada makan, sehingga
yang dilaku kan Luluk ulyatul khusma (2016) tentang orang yang bekerja memiliki pola makan yang tidak
“Hubungan tingkat pengetahuan dengan upaya teratur yang dapat menyebabkan terjadinya gastritis.
pencegahan kekambuhan gastritis di wilayah kerja Namun tidak menutup kemungkinan orang yang tidak
puskesman gatak sukoharjo tahun 2016” dengan bekerja tidak mengalami gastritis nyatanya dari hasil
jumlah sample 77 responden yang terdiri dari 14 penelitian di dapatkan bahwa banyak responden yang
responden (100%) berpengetahuan rendah dan 23 tidak bekrja tetapi mengalami gastritis hal ini dapat di
responden (100%) berpengetahuan cukup serta 33 sebabkan karena orang yang tidak bekerja itu lebih
responden (100%) berpengetahuan tinggi tentang rentan terkena gastritis terutama pada ibu rumh
upaya pencegahan kekambuhan gastritis. Pada usia tangga yang sibuk dengan mengurus rumah dan
20-24 tahun di puskesmas gatak sukoharjo sebagian anaknya sehingga sering sekali ibu rumah tangga
besar mempunyai pengetahuan tinggoi yaitu 21 telat makan yang dapat menyebabkan asaam
responden (63,6%). Dengan angka p-value = 0,001 lambung nya meningkat,dan orang yang tidak bekerja
artinya bahwa terdapat hubungan yang bermakna juga ada yang mengalami kejadian gastritis yang di
antara tingkat pengetahuan tentang gastritis dengan sebabkan karena strees ,contoh orang yang
upaya pencegahan kekambuhan gastritis pada pasien pengangguran yang tidak mempunyai penghasilan
diwilayah kerja Puskesmas Gatak Sukoharjo. dapat menyebabkan dia stress akibat tuntutan
Beredasarkan Asumsi peneliti bahwa kejadian ekonomi keluarga sehingga dia tidak nafsu makan
gastritis ini disebabkan karena kemungkinan orang dapat menyebabkan asam lambung nya meningkat
yang berpendidikan rendah itu tidak mementingkan dan lambung kosong sehingga lambung mengalami
status gizi yang dimakan contohnya orang yang pergesekan yang dapat menyebabkan peradangan
berstatus rendah mungkin mengira bahwa dengan pada mukosa lambung
makan–makanan yang mengandung karbohidrat
tanpa di dampingi dengan protein sudah cukup yang
penting mengenyangkan.Berbeda dengan orang yang 12. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
berstatus tinggi dia lebih mementingkan status gizi 1. Sebagian besar responden tidak memiliki
pada saat makan, dimana antara karbohidrat dengan
protein harus seimbang dan ada makanan tambahan gastritis sebesar 51,4%
seperti cemilan. 2. Sebagian responden pada usia kejadian gastritis
13. SARAN
Melihat hasil penelitian diatas ada beberapa
saran yang perlu diperhatikan dan ditindak lanjuti
sebagai berikut :
1. Bagi STIKES „Aisyiyah Palembang
Hendaklah institusi pendidikan dapat lebih
menambah lagi sarana dan prasarana belajar
dengan menyediakan bahan atau literature di
perpustakaan sehingga dapat digunakan sebagai
bahan untuk perbaikan pada penelitian
selanjutnya serta meningkatkan kualitas
pendidikan bagi mahasiwa
2. Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang
Diharapkan agar dapat me- ningkatkan
semua kualitas pelayanan kesehatan yang sudah
baik dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan
kepada perawat, dan anjurkan perawat untuk
memberikan penyuluhan kepada responden yang
berobat di Poliklinik penyakit Dalam rumah sakit
Muhammadiyah Palembang Khususnya
penyuluhan tentang Faktor-faktor yang berisiko
terhadap kejadian penyakit
Gastritis.
3. Bagi Peneliti selanjutnya
yang lebih berbeda sehingga dapat penyakit gastritis dan pola makan yang menghasilkan penelitian yang
menarik. benar
4. Bagi Pasien
Diharapkan agar responden
DAFTAR PUSTAKA
Ardian , Ratu R & G.Made Adwan. 2013. PenyakitHati,lambung, usus, dan ambeien.Yokyakarta: Nuha Medika
Aulawi., Khudazhi 2013 Buku ajar: Asuhan keperawatan pada gangguan sistem Gastrointestinal .Salemban Medika.
Jakarta:EGC
Beyer. 2004. Medical Nutrition Therapy for Upper Gastrointestinal Tract Disorders . Philadelphia: Saunders
Efendi,Joni lis,2015 Solusi Atasi Maag Bagi pekerja Kantoran. Diakses tanggal 26 Juni 2015 pukul 03: 02 wib
Hurlock, Elizabeth B. (2007). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan
edisi kelima (alih Bahasa: Dra. Istiwidayanti & Drs. Soedjarwo).Jakarta: PT
Erlangga.
Menurut ISCO (International Standard Clasification of Oecupation) dalam Sriyono.2015 Metodologi Penelitian.Jakarta:
PT Erlangga
Misnadiarly. 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna: Gastritis (Penyakit Maag). Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Muttaqin, Arif, dan, Kumala Sari. 2011.Gangguan Gastrointestinal Salemba Medika. Jakarta: EGC.
Nuari ,Nian,afrian(2013). Buku ajar : Asuhan keperawatan pada gangguan sistem Gastrointestinal . Jakarta: EGC
Nuzulul (2011).Asuhan Keperawatan (ASKEP) Gastritis)Diakses tanggal 13 june 2012 Okviani,Wati (2011) .
Hubungan pola makan dengan kejadian Gastritis Pada mahasiswa S1 Keperawatan Program A.fikses UPN Veteran
Jakarta
Pratiwi ,Wahyu (2013). Hubungan pola makan dengan Gastritis pada Remaja di pondok pesantren daar el qolam
bintung,jayanti,tangerang
Puspadewi .V. A ,Endang. L. 2012. Penyakit maag dan Gangguan pencernaan. Yogyakarta:Kanisius
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare. (2001). “Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol
2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin Asih”. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI
Zhaoshen L, Duowu Z, Xiuqiang M, Jie C, Xingang S, Yanfang G, et al. 2010. Epidemiology of Peptic Ulcer Disease:
Endoscopic Results of the Systemic Investigation of Gastrointestinal Desease in China Am J . diakses 28
November 2016.
Resume :
Faktor-faktor yang menyebabkan Gastritis pola makan, alkohol kopi, rokok. Terjadinya gastritis
dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak baik dan tidak teratur sehingga lambung menjadi
sensitif bila asam lambung meningkat. Beberapa jenis makanan yang dapat menyebabkan
gastritis yaitu makanan bergas (sawi,kol,kedondong), makanan yang bersantan, makanan yang
pedas, asam dan lain-lain. Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang
sistem pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi.
1. Efek rokok pada saluran gastrointestinal antara lain melemahkan katup esofagus dan pilorus,
meningkatkan refluks, mengubah kondisi alami dalam lambung, menghambat sekresi
bikarbonat pankreas, mempercepat pengosongan cairan lambung dan menurunkan pH
duodenum. Selain itu, rokok juga mempengaruhi kemampuan cimitidine(obat penghambat
asam lambung) dan obat-obatan lainnya dalam menurunkan asam lambung pada malam hari,
dimana hal tersebut memegang peranan penting dalam proses timbulnya peradangan penting
dalam proses timbulnya peradangan pada mukosa lambung. Rokok dapat memperburuk
peradangan, dan berkaitan erat dengan komplikasi tambahan karena infeksi H.pylori.
Merokok juga dapat menghambat penyembuhan spontan dan meningkatkan risiko
kekambuhan tukak peptik
2. Konsumsi alkohol dalam jumlah sedikit akan merangsang produksi asam lambung
berlebihan, nafsu makan berkurang, dan mual. Sedangkan dalam jumlah yang banyak alkohol
dapat merusak mukosa lambung.
3. Kafein dapat menyebabkan stimulasi system saraf pusat sehingga dapat meningkatkan
aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin pada lambung dan pepsin. Hormon gastrin yang
dikeluarkan oleh lambung mempunyai efek sekresi getah lambung yang sangat asam dari
bagian fundus lambung. Sekresi asam yang meningkat dapat menyebabkan iritasi dan
inflamasi pada mukosa lambung.
4. Pendidikan juga mempengaruhi gastritis, seseorang yang dengan pendidikan rendah biasanya
yang penting mengenyangkan, sehingga porsi bahan makanan sumber karbohidrat lebih
banyak dibandingkan dengan kelompok bahan makanan lain, sebaliknya dengan sekelompok
orang pendidikan tinggi cenderunh memilih bahan makanan sumber protein dan
menyeimbangkan dengan gizi lain.
5. Usia sangat berpengaruh terhadap penyakit gastritis, karena masa remaja adalah masa
mencari identitas diri, adanya keinginan untuk dapat diterima oleh teman dan mulai tertarik
dengan lawan jenis yang menyebabkan remaja menjaga penampilan. Semua itu berpengaruh
pada pola makan termasuk pilihan makanan. Remaja takut gemuk sehingga menghindari
sarapan atau makan sehari sekali.
6. Jenis kelamin mempengaruhi gastritis, biasanya penyakit ini banyak diderita oleh perempuan
karena wanita lebih sibuk pada tugas kuliah yang menyebabkan telat makan lalu asam
lambung meningkat.
7. Tuntutan dunia kerja yang keras, deadline yang menyita waktu menyebabkan para pekerja
mengabaikan pemenuhan kebutuhan dirinya, terutama dalam menjaga pola makan dan
istirahat yang cukup.
IBD
ABSTRAK
Crohn disease (CD) dan ulcerative colitis (UC) adalah gangguan inflamasi kronis pada
saluran pencernaan. Secara kolektif, mereka disebut inflammatory bowel disease (IBD) dan
diperkirakan bahwa 1,5 juta orang Amerika menderita UC dan CD. Etiologi tidak
diketahui, meskipun keduanya dianggap muncul dari respon imun yang terganggu terhadap
usus individu dengan predisposisi genetik. UC dan CD memiliki angka kekambuhan dan
remisi yang signifikan. Intervensi bedah untuk ulcerative colitis adalah kuratif untuk
penyakit kolon dan keganasan kolon potensial, tetapi tidak kuratif untuk Crohn disease.
Kata kunci: crohn disease, ulcerative colitis, inflammatory bowel disease
INFLAMMATORY BOWEL DISEASE
ABSTRACT
Crohn disease (CD) and ulcerative colitis (UC) is an chronic inflammation in the
gastrointestinal tract. Colecctively, they are called inflammatory bowel disease (IBD), and
about 1,5 millions people in America suffering from UC and CD. The cause of UC and CD
is unknown, but the expert believe that UC and CD are caused by a disturbed immune
response in someone who has a genetic predisposition. UC and CD have a significant
recurrency and remission rate. Surgery in UC is a curative treatment for colon’s disease
and a potentially colon’s malignancy, but it is not a curative treatment for CD.
Keywords: crohn disease, ulcerative colitis, inflammatory bowel disease
PENDAHULUAN
Crohn disease (CD) dan ulcerative colitis (UC) adalah gangguan inflamasi kronis pada
saluran pencernaan. Secara kolektif, mereka disebut inflammatory bowel disease (IBD) dan
diperkirakan bahwa 1,5 juta orang Amerika menderita UC dan CD.1,2
Etiologi tidak diketahui, meskipun keduanya dianggap muncul dari respon imun
yang terganggu terhadap usus individu dengan predisposisi genetik. Karakteristik respon
inflamasinya berbeda, pada CD biasanya menyebabkan inflamasi transmural dan kadangkadang
terkait dengan granuloma, sedangkan di UC biasanya inflamasi terbatas pada
mukosa dan submukosa.
1,2
UC dan CD memiliki angka kekambuhan dan remisi yang signifikan, dan dapat
mengurangi kualitas hidup selama eksarsebasi penyakit. Ini akan berdampak pada
kesehatan psikologis. IBD aktif mengalami lebih besar tingkat distres dan kurangnya
pengontrolan diri dibandingkan dengan populasi normal dan pasien dengan IBD inaktif.
Ekstrapolasi dari US klaim administrasi database menunjukkan bahwa IBD
bertanggung jawab untuk 2,3 juta kunjungan ke dokter, 180.000 perawatan rumah sakit,
dan biaya $ 6300000000 per tahun. Telah ada panduan pada manajemen baik UC dan CD
yang mengarah pada diagnosis dan pengobatan. Meskipun telah ada beberapa tinjauan
sistematis tentang efikasi terapi, tinjauan akan cepat berubah dan perlu kajian literatur yang
komprehensif. Sudah dikembangkan protokol yang sistematis mengkaji data pada terapi
untuk UC dan CD, baik dalam menginduksi remisi dan mencegah kekambuhan penyakit,
dan diharapkan sesuai dengan kriteria standar.
dinyatakan bahwa insiden CD sudah hampir menyamai UC, yang mungkin perubahan data
ini disebabkan oleh berkembangnya pengenalan dan penegakkan diagnosis CD.1,2
Diperkirakan sekitar 1-2 juta penduduk di Amerika Serikat mengidap UC ataupun
DC, dengan angka insiden sekitar 70-150 kasus per 100000 individu.1,2
Insiden IBD pada ras kulit putih kira-kira lebih tinggi empat kali lipat dibandingkan
ras lainnya. Perbandingan insiden antara laki-laki dan perempuan hampir sama untuk UC
dan CD, namun pada perempuan sedikit lebih tinggi insidennya.
Kedua tipe IBD ini paling sering didiagnosa pada orang-orang berusia dewasa
muda. Insiden paling tinggi dan mencapai puncaknya pada usia 15-40 tahun, kemudian
baru yang berusia 55-65 tahun. Namun, pada anak-anak di bawah 5 tahun maupun pada
orang usia lanjut terkadang dapat ditemukan kasusnya. Dari semua pasien IBD, 10%-nya
berusia kurang dari 18 tahun.
Berdasarkan statistik internasional, insiden IBD sekitar 2,2-14,3 kasus per 100000
orang per tahun untuk UC dan 3,1-14,6 kasus per 100000 orang per tahun untuk CD. Ratarata,
insiden IBD 10 kasus per 100000 orang tiap tahunnya.
Etiologi
Faktor-faktor pencetus yang memungkinkan terjadinya aktivasi respon imun pada
IBD adalah organisme patogenik (yang belum dapat diidentifikasi), respon imun terhadap
antigen intraluminal (contohnya protein dari susu sapi), atau suatu proses autoimun dimana
ada respon imun yang appropriate terhadap antigen intraluminal, adapula respon yang
inappropriate pada antigen yang mirip yang terjadi pada sel epitel intestinal (contohnya
perubahan fungsi barrier). Menurut studi prospektif E3N, ditemukan bahwa makan
makanan dengan protein hewani yang tinggi (daging atau ikan) berhubungan dengan
meningkatnya resiko terjadi IBD.
Patofisiologi
Jalur akhir umum daripada patofisiologi IBD adalah inflamasi pada mukosa traktus
intestinal menyebabkan ulserasi, edema, perdarahan, kemudian hilangnya air dan
elektrolit.
Banyak mediator inflamasi yang telah diidentifikasi pada IBD, dimana mediatormediator ini
memiliki peranan penting pada patologi dan karakteristik klinik penyakit ini.
Sitokin yang dikeluarkan oleh makrofag karena respon daripada berbagai rangsangan
antigenik, berikatan dengan reseptor-reseptor yang berbeda, kemudian menghasilkan efekefek
autokrin, parakrin, dan endokrin. Sitokin juga akan mendiferensiasikan limfosit
menjadi berbagai tipe sel T. Sel T helper tipe 1 (TH-1) berhubungan dengan CD, sedangkan
TH-2 berhubungan dengan UC. Respon imun inilah yang akan merusak mukosa intestinal
dan menyebab proses inflamasi yang kronis.
Patogenesis
CD dan UC ditandai oleh meningkatnya rekruitmen dan retensi makrofag efektor, neutrofil,
dan sel T ke dalam intestinal yang terinflamasi, dimana mereka akan diaktivasi dan
dikeluarkan sitokin-sitokin proinflamasi. Akumulasi sel efektor ini dikarenakan
Manifestasi Klinis
Manifestasi IBD umumnya tergantung pada area mana yang terlibat di saluran pencernaan.
Pasien-pasien dengan IBD dapat pula mengalami Irritable Bowel Syndrome (IBS), dimana
akan terjadi kram perut, kebiasaan buang air besar yang tidak teratur, dan keluarnya mukus
tanpa darah atau pus.1,5
Gejala sistemik yang dapat terjadi adalah demam, berkeringat, merasa lemas, dan
nyeri sendi. Demam ringan merupakan tanda pertama yang harus diwaspadai, kemudian
pasien dapat merasa kelelahan yang berhubungan dengan nyeri, inflamasi, dan anemia.
Rekurensi dapat terjadi oleh karena faktor stres emosional, infeksi atau berbagai penyakit
akut lainnya, kehamilan, penyimpangan pola makan, penggunaan cathartic atau antibiotik,
ataupun penghentian penggunaan obat-obatan antiinflamasi atau steroid. Pada anak-anak
dapat terjadi keterlambatan tumbuh dan maturasi seksualnya tertunda atau gagal.
Berak berdarah, terkadang dengan tenesmus, khas terjadi pada UC, namun pada CD
kadang-kadang juga dapat terjadi.
Kehilangan berat badan lebih sering terjadi pada CD daripada UC karena terjadinya
Diagnosis
Diagnosis IBD ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, temuan patologi,
radiologi, dan endoskopi. Anamnesis dilakukan dengan menjabarkan keluhan pasien
(keluhan dijabarkan pada manifestasi klinis) secara detail, sehingga keluhan pasien dapat
dibedakan dengan Irritable Bowel Syndrome (IBS). Faktor-faktor pencetus juga perlu digali
pada anamnesis. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan fisik secara general dengan tandatanda
vital, pemeriksaan fisik abdomen dan rectal toucher.
Pemeriksaan laboratorium dapat digunakan sebagai penanda
adanya inflamasi, menentukan status nutrisi sehingga dapat melihat defisiensi vitamin dan
mineral yang penting. Pemeriksaan serologi dapat membantu dalam penegakkan diagnosis
IBD dan dapat membedakan CD dari UC.
1).Pemeriksaan feses
Sebelum membuat diagnosis definitif IBD idiopatik, lakukan kultur feses untuk
mengevaluasi adanya leukosit, ova, maupun parasit, kemudian kultur bakteri patogen, dan
titer Clostridium difficile. Minimal pemeriksaan untuk toksin C difficile dilakukan pada
pasien dengan colitis yang meluas.
2).Pemeriksaan Darah Lengkap
Komponen darah lengkap yang diperiksa berguna sebagai indikator aktivitas daripada
penyakit dan adanya defisiensi vitamin maupun zat besi
3).Pemeriksaan Histologi
Kebanyakan perubahan mukosa yang terlihat pada pasien IBD sifatnya nonspesifik, karena
dapat terlihat pada sistem organ manapun yang terjadi proses inflamasi aktif.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan IBD dapat dengan terapi obat-obatan, pembedahan, maupun kombinasi
keduanya (lebih sering kombinasi). Pendekatan terapi farmakologi pada pasien IBD yaitu
terapi berdasarkan gejala dan pendekatan secara step-wise dengan obat-obatan sampai
respon yang diharapkan tercapai.
RINGKASAN
Inflammatory Bowel Disease (IBD) adalah penyakit idiopatik, mungkin melibatkan reaksi
kekebalan tubuh terhadap saluran intestinal. Ada dua jenis utama dari IBD adalah
ulcerative colitis (UC) dan Crohn disease (CD). Seperti namanya, ulcerative colitis terbatas
pada usus besar. Crohn disease dapat melibatkan setiap segmen dari saluran gastrointestinal
(GI) dari mulut ke anus.
Ada kecenderungan genetik untuk IBD. Pasien dengan IBD lebih rentan
berkembang menjadi keganasan. Crohn disease dapat mempengaruhi bagian manapun dari
saluran pencernaan dari mulut ke anus, melibatkan “skip lesion” dan transmural.
Ulcerative colitis dan Crohn disease memiliki banyak manifestasi ekstraintestinal.
Manifestasi ekstraintestinal IBD termasuk iritis, episkleritis, arthritis, dan keterlibatan kulit,
serta pericholangitis dan sclerosing cholangitis. Gejala sistemik yang umum di IBD dan
termasuk demam, berkeringat, malaise, dan artralgia.
Rektum selalu terlibat dalam ulcerative colitis, dan penyakit ini terutama
melibatkan lesi yang berkesinambungan dari mukosa dan submukosa. Ketika pasien dengan
gejala yang aktif, yaitu menunjukkan inflamasi yang signifikan, penyakit ini dianggap
dalam tahap aktif (pasien mengalami perluasan IBD).
Tanda stove-pipe terlihat pada barium enema adalah karena ulcerative colitis kronis,
di mana usus menjadi tabung yang kaku dan pendek, yang tidak memiliki tanda-tanda
haustral. Pada Crohn disease, tanda string (pita sempit barium mengalir melalui daerah
yang meradang atau terluka) di ileum terminal biasanya diamati pada radiografi. Ketika
tingkat peradangan kurang (atau tidak ada) dan pasien biasanya tanpa gejala, maka penyakit
pasien adalah dianggap berada dalam remisi. Pada beberapa pasien, bukti objektif untuk
aktivitas penyakit harus dicari sebelum memberikan obat dengan efek samping yang
signifikan, karena pasien dengan IBD dapat mengalami irritable bowel syndrome.
Meskipun ulcerative colitis dan Crohn disease memiliki perbedaan yang signifikan,
banyak (tetapi tidak semua) dari penanganan yang tersedia untuk satu kondisi juga efektif
untuk yang lain. Intervensi bedah untuk ulcerative colitis adalah kuratif untuk penyakit
kolon dan keganasan kolon potensial, tetapi tidak kuratif untuk Crohn disease.
DAFTAR PUSTAKA
Last update: June 30, 2011. Accessed at: July 30, 2011.
2. Talley NJ, Abreu MT, Achkar JP, Bernstein CN, Dubinsky MC, Hanauer SB, Kane SV,
Sandborn WJ, Ullman TA, Moayyedi P. An Evidence-Based Systemic Review on Medical
Therapies for Inflammatory Bowel Disease. Am J Gastroenterol 2011; 106:S2 – S25.
3. Sartor RB. Mechanism of Disease: pathogenesis of Crohn’s disease and ulcerative colitis.
NCP Gast Hep 2006; 3(7):390-407.
4. Abraham C. Mechanism of Disease: Inflammatory Bowel Disease. N Engl J Med 2009;
5. Kefalides PT, Hanauer SB. Ulcerative Colitis: diagnosis and management. Available at:
www.turner-white.com. Last Update: 2002. Accessed at: July 30, 2011.
6. Longmore M, Wilkinson IB, Turmezei T, Cheung CK. Oxford Handbook of Clinical
Medicine. 7th ed. New York: Oxford United Press Inc; 2007: p.264-267.
7. Hanauer SB, Sandborn W. Management of Crohn’s disease in Adults. Am J Gastroenterol
2001; 96:635-643.
8. de Saussure P, Soravia C. Crohn’s Disease. N Engl J Med 2005; 352:21.
9. Sanchez W, Loftus EV. Fistulizing Crohn’s Disease. N Engl J Med 2002; 347(6):416.