Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MANDIRI

ILMU BIOMEDIK DASAR

“Konsep Dasar Anatomi Fisiologi Darah dan KGB”

Dosen Pembimbing :

Dr. Arni Kusuma Dewi

Di Susun Oleh:

Ifat Tasnim
NIM 151911913051
Kelas 1-A Gresik

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS VOKASI UNAIR
KAMPUS GRESIK
2019/2020
TUGAS 1

 Cari masing-masing contoh kasus penyebab anemia!

Kurang darah atau anemia adalah kondisi ketika tubuh kekurangan sel darah
merah yang sehat atau ketika sel darah merah tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya,
organ tubuh tidak mendapat cukup oksigen, sehingga membuat penderita anemia pucat
dan mudah lelah.

Anemia dapat terjadi sementara atau dalam jangka panjang, dengan tingkat
keparahan yang bisa ringan sampai berat. Anemia terjadi ketika kadar hemoglobin
(bagian utama dari sel darah merah yang mengikat oksigen) berada di bawah normal.

Orang dewasa dikatakan menderita anemia bila kadar hemoglobinnya di bawah 14


gram per desiliter untuk laki-laki, dan di bawah 12 gram per desiliter untuk wanita.
Untuk mengatasi anemia tergantung kepada penyebab yang mendasarinya, mulai dari
konsumsi suplemen zat besi, transfusi darah, sampai operasi.

Anemia terjadi ketika tubuh kekurangan sel darah merah sehat atau hemoglobin.
Akibatnya, sel-sel dalam tubuh tidak mendapat cukup oksigen dan tidak berfungsi secara
normal.

Secara garis besar, anemia terjadi akibat tiga kondisi berikut ini:

a) Produksi sel darah merah yang kurang.

b) Kehilangan darah secara berlebihan.

c) Hancurnya sel darah merah yang terlalu cepat.

 Jenis-jenis anemia yang umum berdasarkan penyebabnya

1. Anemia defisiensi besi


Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling umum terjadi di
dunia. Penderita yang memiliki tingkat zat besi rendah dalam tubuhnya tidak dapat
memproduksi hemoglobin, protein kaya zat besi yang merupakan komponen penting dari
sel darah merah yang sehat. Tanpa hemoglobin yang cukup, tubuh tidak dapat
memberikan oksigen dari paru-paru ke jaringan dan organ lain.

Penderita anemia ini kerap merasa lelah, lemah, dan mungkin mengalami sesak
napas pada waktu-waktu tertentu. Jika tidak diobati, anemia defisiensi besi dapat
menyebabkan kerusakan serius pada jantung dan organ inti lainnya. Wanita hamil
dengan anemia defisiensi besi memiliki risiko melahirkan bayi prematur atau bayi
dengan berat badan yang rendah. Sementara itu, anak-anak dengan anemia defisiensi besi
mengalami gangguan pertumbuhan serta masalah perilaku dan belajar.

 Penyebab anemia defisiensi besi

Kondisi kekurangan zat besi dalam tubuh dapat disebabkan oleh beberapa alasan:

a) Kehilangan darah. Kehilangan darah berarti kehilangan zat besi yang terkandung
dalam sel-sel darah. Jika Anda tidak memiliki cukup zat besi yang tersimpan
dalam tubuh dan tulang sumsum, Anda rentan terserang anemia defisiensi besi.
Wanita dengan periode menstruasi yang berat juga dapat membuat kadar zat besi
dalam tubuhnya menjadi rendah. Perdarahan internal dalam saluran pencernaan
akibat penggunaan aspirin kronis, ulkus, polip, atau kanker, juga dapat
menyebabkan anemia. Penyebab lain termasuk perdarahan karena cedera atau
trauma.

b) Pola makan yang buruk. Makanan merupakan sumber zat besi yang penting,
namun tubuh hanya menyerap sekitar 1 miligram (mg) untuk setiap 10-20 mg zat
besi yang masuk dalam tubuh melalui makanan. Orang yang tidak mengonsumsi
makanan kaya zat besi secara teratur – atau yang mengonsumsi terlalu banyak
makanan yang mengganggu penyerapan zat besi – berisiko terkena anemia
defisiensi besi.
c) Perubahan bentuk tubuh. Pertumbuhan remaja yang pesat ataupun kehamilan
dapat meningkatkan produksi sel darah merah yang justru menguras zat besi
dalam tubuh.

d) Kesulitan menyerap zat besi. Kondisi medis, seperti penyakit celiac atau penyakit
Crohn, dapat menghambat penyerapan zat besi oleh tubuh. Operasi bypass
lambung juga bisa mengganggu penyerapan zat besi karena terlalu banyak
menggunakan antasida.

Berdasarkan penyebab yang sudah dipaparkan di atas, terbagi beberapa kelompok yang
berisiko tertinggi terkena anemia defisiensi besi. Kelompok tersebut meliputi:

 Anak-anak yang mengalami lonjakan pertumbuhan

 Orang yang tidak mendapatkan cukup zat besi akibat pola makan yang buruk

 Wanita hamil atau menyusui

 Wanita dengan periode menstruasi yang berat

 Orang yang memiliki ulkus atau masalah pencernaan

2. Anemia defisiensi vitamin B12 dan folat

Anemia defisiensi vitamin B12 dan folat bisa terjadi saat tubuh tidak memiliki folat
(vitamin B9) dan B12 yang memadai untuk membuat sel darah merah yang sehat. Kondisi ini
juga dapat berkembang saat tubuh tidak bisa menyerap nutrisi dari makanan yang
dikonsumsi. Kedua vitamin ini berperan dalam memproduksi sel darah merah, serta
menjalankan fungsi beberapa organ penting dalam tubuh, termasuk menjaga kesehatan sistem
saraf.

 Penyebab anemia defisiensi B12


a) Kurang asupan makanan yang mengandung vitamin B12. Vitamin ini terdapat dalam
daging, telur, atau susu.
b) Usus halus tidak bisa menyerap vitamin B12 dari makanan yang dikonsumsi. Kondisi
ini dapat terjadi saat tumbuhnya bakteri abnormal pada usus, pasca menjalani operasi
usus, atau menderita penyakit usus seperti penyakit Crohn atau penyakit celiac.
c) Mengonsumsi makanan yang terkontaminasi cacing pita. Cacing ini dapat menyerap
nutrisi dari tubuh, termasuk vitamin B12.
d) Kekurangan faktor intrinsik atau protein yang dikeluarkan lambung dan mengikat
vitamin B12 agar bisa diserap usus halus. Jika tidak ada faktor intrinsik, maka vitamin
B12 tidak dapat diserap oleh tubuh dan akan langsung dibuang. Kondisi tersebut
disebut sebagai anemia pernisiosa. Kondisi ini dapat terjadi karena penyakit autoimun
di mana sistem imunitas tubuh membuat kesalahan dan menyerang sel dalam lambung
yang memproduksi faktor intrinsik tersebut.

 Sementara penyebab anemia defisiensi folat


a) Kurang asupan makanan yang mengandung folat. Di samping itu, pengolahan
makanan yang terlalu matang juga dapat menghancurkan vitamin ini. Folat banyak
ditemukan dalam buah-buahan dan sayuran berwarna hijau. Jika dalam waktu
beberapa minggu asupan makanan kurang mengandung vitamin ini, maka seseorang
dapat menderita anemia defisiensi folat.
b) Penyakit yang mengganggu penyerapan folat dalam saluran gastrointestinal. Di
antaranya adalah penyakit celiac, penyakit Crohn, beberapa jenis kanker, serta gagal
ginjal.
c) Efek samping konsumsi obat, seperti sulfasalazine, methotrexate, phenytoin, dan
kotrimoksazol.
d) Konsumsi alkohol berlebihan. Kondisi ini dapat mengganggu penyerapan folat dalam
tubuh, serta meningkatkan pengeluaran folat melalui urine.
e) Mutasi genetik yang menghambat tubuh mengubah asupan folat menjadi bentuk yang
digunakan secara efisien dan tepat.
f) Urine keluar secara berlebihan. Kondisi ini dapat membuat tubuh kekurangan folat
dan banyak ditemui pada penderita gagal jantung, kerusakan hati, serta yang
menjalani cuci darah dalam waktu lama.
g) Di samping beberapa penyebab di atas, kehamilan juga dapat memicu anemia
defisiensi B12 dan folat.
3. Anemia hemolitik

Anemia hemolitik adalah kondisi di mana hancurnya sel darah merah (eritrosit) lebih
cepat dibandingkan pembentukannya. Terjadinya anemia hemolitik dapat dipicu oleh faktor
dari dalam sel darah merah (intrinsik) maupun faktor dari luar sel darah merah (ekstrinsik).

Anemia hemolitik ekstrinsik merupakan anemia hemolitik yang disebabkan oleh


respons sistem imun yang merangsang limpa untuk menghancurkan sel darah merah.
Sedangkan anemia hemolitik intrinsik merupakan anemia hemolitik yang disebabkan oleh sel
darah merah yang tidak normal. Kondisi tersebut menyebabkan sel darah merah tidak
memiliki masa hidup seperti sel normal. Anemia hemolitik intrinsik umumnya diturunkan
secara genetik seperti anemia sel sabit atau thalassemia.

Anemia hemolitik baik yang ekstrinsik maupun intrinsik dapat muncul dalam jangka
waktu pendek (temporer) maupun muncul sebagai penyakit kronis. Anemia hemolitik
temporer dapat diobati dan hilang setelah beberapa bulan, sedangkan anemia hemolitik kronis
dapat diderita seumur hidup dan menyebabkan terjadinya kekambuhan setelah periode waktu
tertentu.

Anemia hemolitik bisa terjadi pada siapa saja tanpa memandang umur, serta dapat
disebabkan oleh berbagai hal. Pada sebagian penderita, anemia hemolitik hanya
menampakkan gejala ringan. Sedangkan pada sebagian lainnya, kondisi ini memerlukan
perawatan intensif sepanjang hidup.

 Penyebab Anemia Hemolitik

Beberapa kondisi yang dapat mengakibatkan terjadinya anemia hemolitik intrinsik adalah:

a) Anemia sel sabit.


b) Talasemia.
c) Defisiensi enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD).
d) Defisiensi enzim piruvat kinase

 Penyebab anemia hemolitik ekstrinsik

Sementara itu, ada beberapa kondisi yang menyebabkan terjadinya anemia hemolitik
ekstrinsik antara lain:

a) Pembesaran limpa.
b) Infeksi virus Epstein-Barr dan Hepatitis.
c) Infeksi bakteri Coli, Salmonella typhi, dan Streptococcus sp.
d) Leukemia.
e) Limfoma.
f) Tumor.
g) Lupus.
h) Sindrom Wiskott-Aldrich.
i) Sindrom HELLP.

Anemia hemolitik ekstrinsik juga dapat terjadi akibat efek samping konsumsi obat-
obatan tertentu, seperti:

a) Paracetamol.
b) Antibiotik, terutama penisilin, ampisilin, dan metisilin.
c) Chlorpromazine.
d) Ibuprofen.
e) Interferon
f) Procainamide.
g) Quinine (kina).
h) Rifampin.
i) Salah satu penyebab utama anemia hemolitik berat adalah kesalahan transfusi darah
dimana golongan darah pendonor dan penerima tidak cocok. Jika penerima donor
diberikan darah yang tidak sesuai golongannya, maka antibodi yang terkandung
dalam plasma darah orang tersebut akan menyerang sel darah merah pada darah yang
didonorkan. Kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan sel darah merah secara luas di
dalam tubuh.

Ada juga yang dinamakan dengan anemia hemolitik mikroangiopatik, yaitu kondisi
pada saat sel darah merah terfragmentasi. Beberapa penyakit yang dapat menimbulkan
kondisi tersebut adalah:

a) Gangguan katup jantung buatan.


b) Sindrom hemolitik uremia (SHU).
c) Thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP).
d) Disseminated Intravascular Coagulation (DIC).
Sedangkan pada bayi yang baru lahir, terdapat suatu kondisi anemia hemolitik yang
dinamakan eritroblastosis fetalis. Kondisi ini terjadi akibat ketidakcocokan golongan darah
rhesus antara ibu hamil dengan janin. Jika seorang ibu hamil memiliki golongan darah rhesus
negatif dan ayah janin bergolongan rhesus positif, terdapat kemungkinan janin di dalam
kandungan memiliki rhesus positif. Keadaan tersebut akan menyebabkan sel darah merah
janin diserang oleh antibodi dari tubuh ibu. Kasus eritroblastosis fetalis umumnya terjadi
pada kehamilan kedua ketika ibu hamil sudah memiliki antibodi yang terbentuk dari
kehamilan pertama.

Penyakit anemia hemolitik cukup berbahaya bagi bayi dikarenakan komplikasi dari
anemia tersebut. Saat ini, pengobatan untuk bayi yang mengalami eritroblastosis fetalis
adalah dengan pemberian imunoglobulin intravena (IVIG) atau transfusi darah. Dokter juga
dapat mencegah munculnya eritroblastosis fetalis pada ibu hamil yang terdiagnosa kondisi
tersebut dengan memberikan injeksi RhoGAM pada usia kehamilan 28 minggu.

4. Anemia aplastik

Anemia aplastik adalah penyakit langka di mana sumsum tulang tidak menghasilkan
cukup sel darah, mulai dari sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Masing-masing
sel darah mempunyai tugas dan fungsinya sendiri, seperti sel darah merah sebagai pembawa
oksigen ke seluruh tubuh, sel darah putih melawan infeksi, dan trombosit membantu
pembekuan darah untuk menghentikan perdarahan.

Siapapun bisa mengalami anemia aplastik baik pria maupun wanita. Namun, kondisi
ini lebih sering terjadi pada kelompok remaja dan di awal usia 20-an tahun, serta orang usia
lanjut. Penyakit ini merupakan kelainan darah yang dapat disebabkan oleh penyakit
autoimun.

Berdasarkan penyebabnya, terdapat dua jenis anemia aplastik, yaitu paparan langsung
(acquired aplastic anemia) dan faktor turunan atau bawaan (inherited aplastic anemia).
Anemia aplastik turunan disebabkan karena kelainan genetik bawaan, paling sering terjadi
pada anak-anak dan remaja. Penderita anemia aplastik jenis ini berisiko mengalami leukemia
dan jenis kanker lainnya. Sedangkan anemia aplastik akibat paparan langsung sering terjadi
pada orang dewasa, pemicunya adalah masalah pada sistem kekebalan tubuh. Mulai dari
virus HIV, obat-obatan tertentu, bahan kimia beracun, prosedur radiasi atau kemoterapi, dan
kehamilan.

Gejala yang muncul pada anemia aplastik tergantung pada jenis sel darah yang
tepengaruh. Gejala yang terlihat ketika jumlah sel darah merah berkurang adalah kelelahan,
sesak napas, pusing, kulit pucat, sakit dada, dan detak jantung tidak teratur. Apabila produksi
sel darah putih berkurang, maka Anda akan mudah mengalami infeksi dan demam.
Sedangkan berkurangnya trombosit akan menyebabkan Anda mudah memar, sering alami
perdarahan, dan mimisan.

Untuk mendiagnosis anemia aplastik dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu tes darah
dan biopsi sumsum tulang. Dalam prosedur biopsi sumsum tulang, dokter akan menggunakan
jarum untuk mengambil sampel dari sumsum tulang Anda. Sampel tersebut akan diperiksa
pada mikroskop untuk mengetahui penyakit yang berhubungan dengan sel darah. Mungkin
juga diperlukan melakukan tes tambahan untuk menentukan penyebab yang mendasari.

5. Anemia sel sabit

Anemia sel sabit adalah jenis anemia akibat kelainan genetik di mana bentuk sel darah
merah tidak normal sehingga mengakibatkan pembuluh darah kekurangan pasokan darah
sehat dan oksigen untuk disebarkan ke seluruh tubuh. Dalam kondisi normal, bentuk sel
darah merah itu bundar dan lentur sehingga mudah bergerak dalam pembuluh darah,
sedangkan pada anemia sel sabit, sel darah merah berbentuk seperti sabit yang kaku dan
mudah menempel pada pembuluh darah kecil. Akibatnya, aliran sel darah merah yang
mengandung hemoglobin atau protein pembawa oksigen terhambat hingga menimbulkan
nyeri dan kerusakan jaringan.

Anemia sel sabit biasanya menunjukkan gejala pada saat bayi berusia 6 bulan.
Penyakit ini banyak terjadi pada orang yang berasal dari Afrika, Karibia, Asia, dan
Mediterania. Saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan anemia sel sabit. Penanganan
yang diberikan bertujuan untuk meredakan gejala dan mencegah masalah lebih lanjut akibat
anemia sel sabit.

 Gejala Anemia Sel Sabit


Gejala anemia sel sabit dapat muncul sejak usia 4 bulan, namun umumnya baru
terlihat pada usia 6 bulan. Gejala ini berbeda-beda pada setiap penderita dan dapat berubah
seiring waktu. Gejala umum yang dialami adalah anemia, di mana darah mengalami
kekurangan hemoglobin sehingga timbul gejala berupa pusing, pucat, jantung berdebar,
terasa mau pingsan, lemas, serta cepat lelah. Pada anak-anak, juga dapat ditandai dengan
organ limpa yang membesar.

Di samping anemia, gejala lain yang dapat terlihat pada penderita anemia sel sabit
adalah rasa nyeri akibat krisis sel sabit. Rasa nyeri muncul saat sel darah merah yang
berbentuk sabit menempel pada pembuluh darah dan menghambat aliran darah, saat melalui
pembuluh darah kecil di dada, perut, sendi, atau tulang. Rasa nyeri tersebut bervariasi dan
dapat berlangsung selama beberapa jam hingga beberapa minggu. Sebagian penderita dapat
mengalami hingga belasan kali krisis dalam satu tahun. Krisis sel sabit pada penderita remaja
dan dewasa dapat menimbulkan nyeri kronis karena kerusakan tulang dan sendi atau luka.
Penyumbatan aliran darah juga dapat menyebabkan lengan dan tungkai menjadi bengkak dan
nyeri. Berbagai kondisi diduga dapat memicu timbulnya rasa nyeri pada krisis sel sabit.
Selain faktor cuaca seperti angin, hujan, atau dingin, krisis ini juga bisa terjadi saat penderita
mengalami dehidrasi, berolahraga terlalu berat, atau merasa tertekan. Kendati demikian,
kondisi utama yang memicu krisis sel sabit belum dapat dipastikan.

Penderita anemia sel sabit juga dapat mengalami kerusakan organ limpa yang
bertugas melawan infeksi, sehingga penderita akan rentan terkena infeksi, mulai dari yang
ringan seperti flu, hingga infeksi yang lebih serius dan membahayakan seperti pneumonia.

Pertumbuhan anak-anak yang menderita anemia sel sabit dapat terhambat karena
tubuh kekurangan sel darah merah sehat yang memasok nutrisi dan oksigen. Gangguan
pertumbuhan tersebut berisiko memperlambat masa pubertas mereka di usia remaja.

Di samping beberapa gejala yang telah dijabarkan, penderita anemia sel sabit dapat
mengalami gangguan penglihatan akibat kerusakan pada retina, sebagai efek dari
terhambatnya aliran darah di dalam mata.

Penderita anemia sel sabit perlu segera diperiksakan ke dokter, jika mengalami gejala
serius yang meliputi:

a) Kulit dan bagian putih mata berubah warna menjadi kuning.


b) Demam tinggi.
c) Perut bengkak dan terasa sangat sakit.
d) Nyeri hebat pada perut, dada, tulang, atau sendi yang tidak hilang.
e) Menunjukkan gejala stroke, yaitu kelumpuhan setengah badan yang mengakibatkan
sulit berjalan, berbicara, atau gangguan penglihatan secara tiba-tiba.

 Penyebab Anemia Sel Sabit

Anemia sel sabit bukanlah penyakit menular. Kondisi ini disebabkan mutasi gen yang
diturunkan dari kedua orang tua (harus keduanya) atau disebut resesif autosomal. Sedangkan
anak yang mewarisi mutasi gen hanya dari salah satu orang tua hanya jadi pembawa penyakit
anemia sel sabit dan tidak menunjukkan gejala apa pun. Mutasi gen pada penderita anemia
sel sabit menyebabkan produksi sel darah merah dengan bentuk yang tidak normal, sehingga
menimbulkan berbagai gangguan pada tubuh.

Berdasarkan mutasi gen yang terjadi, terdapat beberapa jenis penyakit anemia sel
sabit. Jenis yang paling sering terjadi adalah penyakit haemoglobin SS di mana kedua orang
tua menurunkan salinan hemoglobin S. Jenis ini ditandai dengan gejala yang berat. Jenis
penyakit sel sabit yang menunjukkan gejala yang sama parahnya dengan haemoglobin SS
adalah haemoglobin SB 0 (beta zero) thalassemia, bahkan dapat lebih parah. Jenis penyakit
sel sabit yang ringan adalah haemoglobin SB (beta) thalassemia, dan haemoglobin SC, SD,
SE, atau SO.

Kemungkinan seorang anak terkena anemia sel sabit dengan kedua orang tua yang
merupakan pembawa penyakit ini adalah 25%. Artinya, 1 dari 4 anak berpeluang menderita
anemia sel sabit. Sementara 50% akan menjadi pembawa sifat yang tidak menunjukkan
gejala, sama seperti orang tuanya, dan 25% tidak mewarisi kelainan genetik ini sama sekali.

 Diagnosis Anemia Sel Sabit

Diagnosis anemia sel sabit dilakukan melalui pemeriksaan analisa Hb untuk melihat
keberadaan haemoglobin S atau hemoglobin cacat yang memunculkan anemia sel sabit.
Jumlah dari Hb yang normal juga akan diperiksa untuk menentukan seberapa berat anemia,
sehingga dapat mengarahkan ke pemeriksaan selanjutnya untuk melihat kemungkinan
komplikasi.

Untuk mendiagnosis anemia sel sabit sejak dalam kandungan juga dapat dilakukan
dengan mengambil sampel air ketuban untuk mencari keberadaan gen sel sabit.
6. Anemia akibat penyakit kronis

Anemia akibat inflamasi dan penyakit kronis (anemia of inflammation and chronic
disease atau AI/ACD) terjadi ketika penyakit kronis menghambat tubuh dalam memproduksi
sel-sel darah merah yang sehat. Selain itu, penyakit kronis mencegah tubuh menggunakan zat
besi untuk membuat sel-sel darah merah baru, walaupun tingkat zat besi yang dimiliki normal
atau bahkan tinggi.

Karena AI/ACD menyerang perlahan-lahan, gejala yang muncul tergolong ringan dan
bahkan mirip dengan gejala penyakit yang sedang diderita pasien. Kurangnya sel darah
merah mencegah penyebaran oksigen ke jaringan tubuh dan organ. Akibatnya, pasien
mungkin terlihat pucat, lesu, lemah, pusing dan detak jantung cepat.

 Penyebab dan faktor risiko anemia akibat penyakit kronis

Para ahli medis telah mengidentifikasi beberapa kondisi kronis yang dapat mengakibatkan
anemia, di antaranya:

a) Penyakit inflamasi/radang

Respon tubuh terhadap inflamasi dapat memicu anemia penyakit kronis karena beberapa
alasan, yaitu:

 Respon inflamasi dapat menghasilkan sitokin, protein yang melindungi tubuh


terhadap infeksi dan mengganggu penggunaan zat besi dan produksi sel darah merah.
 Inflamasi dapat menyebabkan perdarahan internal yang berakhir pada penurunan
jumlah sel darah merah.
 Inflamasi pada sistem pencernaan dapat mengganggu kemampuan tubuh untuk
menyerap zat besi dari makanan.

Jenis penyakit inflamasi yang menyebabkan anemia penyakit kronis, meliputi:

 Radang sendi
 Kolitis ulseratif
 Penyakit Crohn
 Penyakit radang usus
 Lupus
 Diabetes
 Penyakit sendi degeneratif
 Penyakit menular
 Pasien yang mengidap penyakit menular dapat terkena anemia penyakit kronis jika
respon sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi mengganggu produksi sel darah
merah.

Sama halnya dengan penyakit inflamasi, penyakit infeksi juga dapat merangsang sistem
kekebalan tubuh untuk melepaskan sitokin yang menghambat penggunaan zat besi dalam
pembuatan sel-sel darah merah. Sitokin juga dapat memblokir produksi dan fungsi
erythropoietin, hormon yang diproduksi oleh ginjal untuk memberi sinyal pada sumsum
tulang agar memproduksi sel darah merah.

b) Penyakit menular yang menyebabkan anemia penyakit kronis, meliputi:


 AIDS / HIV
 Hepatitis
 Tuberkulosis
 Endocarditis (infeksi jantung)
 Osteomielitis (infeksi tulang)
c) Gagal ginjal

Pasien penyakit ginjal dapat terkena anemia penyakit kronis jika penyakit tersebut
menghambat ginjal untuk memproduksi erythropoietin. Kondisi ginjal yang buruk juga dapat
menyebabkan tubuh tidak mampu menyerap zat besi dan folat secara optimal. Padahal, folat
merupakan nutrisi yang diperlukan dalam produksi sel darah merah.

Pasien gagal ginjal mungkin mengalami kekurangan zat besi akibat kehilangan darah
selama hemodialisis.

d) Kanker

Beberapa jenis kanker dapat mendorong pelepasan sitokin inflamasi. Sitokin inflamasi
dapat mengganggu produksi erythropoietin dan sel darah merah oleh sumsum tulang.
Beberapa jenis kanker tersebut adalah:

e) Penyakit Hodgkin
 Limfoma Non-Hodgkin
 Kanker paru-paru
 Kanker payudara

Kanker juga dapat membahayakan produksi sel darah merah jika kanker menyerang
tulang sumsum. Selain itu, pengobatan kanker seperti kemoterapi dan terapi radiasi juga
dapat memicu anemia penyakit kronis jika terapi merusak sumsum tulang.

Di antara penderita kanker dari berbagai usia, orang tua berisiko lebih tinggi terkena
anemia penyakit kronis.

7. Anemia akibat perdarahan

Anemia dapat disebabkan oleh perdarahan berat yang terjadi secara perlahan dalam
waktu lama atau terjadi seketika. Penyebabnya bisa cedera, gangguan menstruasi, wasir,
peradangan pada lambung, kanker usus, atau efek samping obat, seperti obat antiinflamasi
nonsteroid (OAINS).

Kita akan kekurangan darah ketika terjadi perdarahan atau keluarnya darah dari tubuh,
baik yang terlihat jelas ataupun perdarahan yang tersembunyi. Kehilangan darah yang terlihat
jelas misalnya menstruasi berat atau perdarahan karena luka. Perdarahan tersembunyi
misalnya BAB berdarah yang tak disadari, baik itu karena kanker ataupun penyakit lainnya.

8. Talasemia (Thalasemia)

Thalasemia terjadi akibat kelainan genetik. Gen yang mengalami kelainan (mutasi)
adalah gen yang menghasilkan komponen sel darah merah (hemoglobin). Kondisi ini
menyebabkan gangguan produksi sel darah merah yang sehat, sehingga sel darah merah akan
lebih cepat dihancurkan. Kondisi ini membuat penderita thalasemia mengalami anemia atau
kurang darah.

Jika salah satu orang tua memiliki kelainan genetik yang menyebabkan thalasemia,
anak yang dilahirkan berisiko mengalami thalasemia jenis ringan (thalasemia minor). Namun
jika kedua orang tua memiliki kelainan genetik ini, anak yang dilahirkan berisiko mengalami
thalasemia yang berat, yaitu thalasemia mayor.
Selain berdasarkan tingkat keparahannya, thalasemia juga dapat dibagi menjadi 2
jenis berdasarkan rantai gen yang rusak, yaitu thalasemia alfa dan thalasemia beta.
TUGAS 2

 Cari Faktor resiko /enviroment yang memudahkan seseorang terkena leukemia

Ada sejumlah faktor yang dapat meningkatkan resiko seseorang untuk terkena
beberapa jenis leukemia, sebagian bisa kita upayakan untuk diubah (dimodifikasi), namun
sebagian tidak bisa kita hindari.

 Faktor resiko penyebab leukemia meliputi:


a) Pengobatan kanker sebelumnya. Orang-orang yang pernah menderita kanker dan
menjalani terapi berupa kemoterapi dan terapi radiasi akan memiliki peningkatan
risiko mengembangkan penyakit leukemia jenis tertentu. Hal ini terjadi karena radiasi
dapat mempengaruhi sel di tingkat DNA, terapi radiasi yang bertujuan untuk
membunuh sel-sel kanker ternyata tidak hanya sel kanker yang terkena tetapi juga sel-
sel sehat bisa terpengaruh dan pada kondisi tertentu (tidak selalu) hal ini bisa
menyebabkan mutasi genetik dan terjadilah leukemia.
b) Kelainan genetik. Kelainan genetik tampaknya berkaitan dengan pengembangan
leukemia. Kelainan genetik tertentu, seperti sindrom Down, dikaitkan dengan
peningkatan risiko leukemia.
c) Paparan bahan kimia tertentu. Paparan bahan kimia tertentu, seperti benzena - yang
ditemukan dalam bensin dan digunakan oleh industri kimia - juga dalam daftar risiko
penyebab leukemia jenis tertentu.
d) Merokok. Kita tahu bahwa asap rokok bisa menyebabkan kanker, terutama kanker
paru-paru. Namun ternyata tidak itu saja, merokok juga dapat meningkatkan risiko
leukemia myelogenous akut (AML).
e) Riwayat keluarga leukemia. Jika anggota keluarga ada yang didiagnosis menderita
leukemia, maka ada risiko penyakit leukmia dalam satu keluarga tersebut.
f) Jenis kelamin : Laki-laki lebih berisiko untuk mengembangkan CML, CLL dan AML
daripada wanita.
g) Umur. Risiko leukemia biasanya meningkat dengan usia, kecuali ALL.
h) Imun rendah. Rendahnya sistem kekebalan tubuh pada seseorang akan mengakibatkan
tubuhnya rentan untuk diserang penyakit, termasuk penyakit leukemia. Hal ini paling
sering terjadi pada orang yang mengonsum obat-obatan penekan sistem imun ketika
menjalani transplantasi organ
TUGAS 3

 Cari tahu perbedaan DIC dan ITP


I. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
 Definisi

Anemia dapat disebabkan oleh perdarahan berat yang terjadi secara perlahan dalam
waktu lama atau terjadi seketika. Penyebabnya bisa cedera, gangguan menstruasi,
wasir, peradangan pada lambung, kanker usus, atau efek samping obat, seperti obat
antiinflamasi nonsteroid (OAINS).

 Tanda-tanda
Perdarahan, kadang dari beberapa lokasi pada tubuh, adalah salah satu dari gejala
DIC. Perdarahan dari jaringan mukosa (pada mulut dan hidung) serta perdarahan dari
area eksternal lainnya dapat terjadi. Selain itu, DIC dapat menyebabkan perdarahan
internal.
 Gejala
a) Pembekuan darah
b) Berkurangnya tekanan darah
c) Mudah memar
d) Perdarahan pada rektum atau vagina
e) Bintik-bintik merah pada permukaan kulit (petechiae)
f) Jika Anda memiliki kanker, DIC umumnya mulai dengan perlahan, dan
pembekuan pada pembuluh darah lebih umum terjadi daripada perdarahan
berlebih.
 Penyebab
a) Suhu tubuh yang sangat rendah (hipotermia)
b) Gigitan ular berbisa
c) Pankreatitis
d) Luka bakar
e) Komplikasi selama kehamilan

II. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


 Definisi
Idiopathic Thrombocytopenic Purpura atau ITP adalah penyakit yang menyebabkan
tubuh mudah memar atau berdarah, karena rendahnya jumlah sel keping darah.
 Tanda-tanda

ITP ditandai dengan perdarahan, yang dapat terjadi di seluruh bagian tubuh.
Konsultasikan kepada dokter bila Anda sering mengalami perdarahan, seperti
mimisan, gusi berdarah, atau memar, terutama bila perdarahan tersebut terjadi secara
spontan atau tanpa didahului cedera.

Penderita ITP perlu berhati-hati dalam melakukan aktivitas, khususnya aktivitas yang
melibatkan kontak fisik dan berisiko menyebabkan cedera atau luka, misalnya
bermain sepak bola. Bila mengalami luka, lakukan upaya untuk menghentikan
perdarahan dengan menekan area yang berdarah.

Bila perdarahan tidak juga berhenti, segeralah pergi ke instalasi gawat darurat (IGD)
di rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pertolongan medis.

 Gejala

Gejala utama ITP adalah munculnya ruam merah atau memar di berbagai bagian
tubuh dan perdarahan yang sulit dihentikan ketika luka. Di samping itu, ada beberapa
tanda dan gejala tambahan lain yang disebabkan oleh ITP, yaitu:

a) Rasa lelah yang berlebihan.


b) Mimisan.
c) Bercak darah pada urine atau tinja.
d) Gusi berdarah, terutama setelah menjalani perawatan gigi.
e) Perdarahan berlebihan saat menstruasi.

Pada anak-anak, ITP terkadang tidak menimbulkan gejala. Jika muncul gejala,
biasanya bersifat ringan dan berlangsung selama kurang dari 6 bulan (akut). Namun,
gejala ITP juga dapat berlangsung selama lebih dari 6 bulan (kronis), yang biasanya
terjadi pada penderita dewasa.

 Penyebab
Meskipun ITP sendiri tidak dapat dicegah, ada beberapa langkah yang dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya perdarahan, yaitu:
a) Lindungi diri Anda dari hal-hal yang dapat menyebabkan cedera.
b) Konsultasikan kepada dokter tentang obat-obatan yang aman untuk Anda
konsumsi. Dokter akan melarang penggunaan obat yang dapat memengaruhi
kadar trombosit dan meningkatkan risiko perdarahan, seperti aspirin atau
ibuprofen.
c) Segera hubungi dokter jika Anda mengalami gejala infeksi, misalnya
Tindakan ini penting dilakukan jika Anda menderita ITP atau telah menjalani
pengangkatan organ limpa.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.alodokter.com/macam-macam-anemia-yang-umum-terjadi
https://www.google.com/amp/s/www.honestdocs.id/macam-macam-anemia-
pengobatan.amp
https://www.google.com/amp/s/intisari.grid.id/amp/0348652/kenali-jenis-jenis-
anemia
https://www.alodokter.com/anemia-defisiensi-vitamin-b12-dan-folat/penyebab
https://www.alodokter.com/anemia-hemolitik
https://www.alodokter.com/anemia-sel-sabit
https://www.alodokter.com/mengenal-anemia-aplastik-dan-pengobatannya
http://awalbros.com/patologi-klinik/kenali-jenis-anemia/
https://www.honestdocs.id/faktor-penyebab-leukemia-kanker-darah.amp
https://www.alodokter.com/anemia
https://www.google.com/amp/s/hellosehat.com/penyakit/disseminated-intravascular-
coagulation-dic/amp/
https://www.alodokter.com/itp-idiopathic-thrombocytopenic-purpura
https://www.alodokter.com/thalassemia/penyebab
https://www.google.com/amp/s/hellosehat.com/pusat-kesehatan/anemia/fakta-seputar-
anemia-akibat-penyakit-kronis/amp/

Anda mungkin juga menyukai