PENDAHULUAN
1.1 LATARBELAKANG
Angka kematian ibu berkaitan erat dengan tingginya kasus kehamilan resiko tinggi, yaitu yang
menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi besar yang dapat mengancam keselamatan ibu dan
janin yang dikandungnya selama masa kehamilan, melahirkan maupun pada masa nifas
(Hadijanto,2008).
Adapun penyebab dari tingginya angka kematian ibu di dunia dapat dikelompokan menjadi dua
yaitu penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung meliputi perdarahan
(11%), partus lama (9%), dan penyebab lainnya (15%). Sedangkan penyebab tidak langsung
diantaranya: faktor pendidikan rendah, sosial, ekonomi rendah, sistem pelayanan kesehatan yang
kurang memadai dan lain-lain (Manuaba, 2008).
Menurut Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menyatakan bahwa angka
kematian ibu di Indonesia mencapai 359/100.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2012). Penyebab
langsung kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan sebesar 27%, eklamsia sebesar 23%, infeksi
sebesar 11%, partus lama macet sebesar 5%, emboli obstetrik sebesar 5%, komplikasi saat nifas
sebesar 8%, dan lain lain sebesar 11% (Depkes RI, 2007).
Penyebab langsung kematian ibu oleh karena perdarahan sampai saat ini masih memegang peran
penting sebagai penyebab utama kematian maternal, sekalipun dinegara maju, terutama pada
kelompok sosial ekonomi lemah. Perdarahan dapat terjadi sebelum persalinan (antepartum bleeding)
seperti abortus, plasenta previa, dan solusio plasenta, dan inversi uterus (Hadijanto, 2008).
Plasenta previa adalah plasenta yang implantasi atau letaknya tidak normal, tumbuh pada
segmen bawah rahim, pada zona dilatasi, sehingga menghubungkan atau menutupi seluruh atau
sebagian dari ostium uteri internum. Plasenta yang normal terletak atau berimplantasi lebih dari 2 cm
dari ostium uteri internum. Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen
bawah rahim kearah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim setelah plasenta tersebut bermigrasi
(Wardana GA, Karkata MK, 2007).
Penyebab plasenta previa di Indonesia masih sangat tinggi karena di sebabkan oleh banyak
melahirkan anak menurut Wardana dan Karkata (2002). Paritas terhadap kejadian plasenta previa
lebih besar karena dipengaruhi oleh umur, paritas, riwayat abortus, dan riwayat seksio saesarea,
plasenta previa pada ibu yang berumur 35 tahun 2 kali lebih besar, multivaritas beresiko sebesar 1,3
kali, sedangkan riwayat abortus resiko plasenta previa sebesar 4 kali dan pada riwayat seksio saesarea
tidak ditemukan faktor resiko terjadinya plasenta previa (Sari,2008).
1
Solusio plasenta atau disebut juga abruptio placenta atau ablasio placentaadalah separasi
prematur plasenta dengan implantasi normalnya di uterus (korpusuteri) dalam masa kehamilan lebih
dari 20 minggu dan sebelum janin lahir. Dalam plasenta terdapat banyak pembuluh darah yang
memungkinkan pengantaran zat nutrisi dari ibu ke janin, jika plasenta ini terlepas dari implantasi
normalnya dalam masa kehamilan maka akan mengakibatkan perdarahan yang hebat. Hebatnya
perdarahan tergantung pada luasnya area plasenta yang terlepas.
Frekuensi solusio plasenta adalah sekitar 1 dari 200 pelahiran. Intensitas solusio plasenta sering
bervariasi tergantung pada seberapa cepat wanita mendapat pertolongan. Angka kematian perinatal
sebesar 25 %. Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada plasenta previa
oleh karena pada kejadian tertentu perdarahan yang tampak keluar melalui vagina hampir tidak ada
atau tidak sebanding dengan perdarahan yang berlangsung internal yang sangat banyak. Pemandangan
yang menipu inilah sebenarnya yang membuat solusio plasenta lebih berbahaya karena dalam keadaan
yang demikian seringkali perkiraan jumlah darah yang telah keluar sukar diperhitungkan, padahal
janin telah mati dan ibu berada dalam keadaan syok
Penyebab solusio plasenta tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada kasus-kasus berat
didapatkan korelasi dengan penyakit hipertensi vaskuler menahun, dan 15,5% disertai pula oleh
preeklamsia. Faktor lain yang diduga turut berperan sebagai penyebab terjadinya solusio plasenta
adalah tingginya tingkat paritas dan makin bertambahnya usia ibu.
1.2 TUJUAN
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami mengenai Placenta Previa dan Solusio Placenta
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui definisi placenta previa dan solusio plasenta.
2. Untuk mengetahui klasifikasi dariplacenta previa dan solusio plasenta.
3. Untuk mengetahui etiologi placenta previa dan solusio plasenta.
4. Untuk mengetahui patofisiologi dariplacenta previa dan solusio plasenta.
5. Untuk mengetahui gambaran klinis dari placenta previa dan solusio plasenta.
6. Untuk mengetahui diagnosis untuk placenta previa dan solusio plasenta.
7. Untuk mengetahui komplikasi dari placenta previa dan solusio plasenta.
8. Untuk mengetahui prognosis dari placenta previa dan solusio plasenta.
9. Untuk mengetahui penanganan dari placenta previa dan solusio plasenta
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
1. Plasenta pervia sentralis(totalis) : Bila pada pembukaan 4-5 cm teraba plasenta
menutupi seluruh ostium uteri internum.
2. Plasenta previalateralis :Bila pada pembukaan 4-5 cm sebagian pembukaan
ditutupi oleh plasenta.
3. Plasenta previa lateralis dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Plasenta lateralis posterior bila sebagian menutupi ostium bagian
belakang.
b. Plasenta previa leteralis anterior bila menutupi ostium bagiandepan.
c. Plasenta previa marginalis bila sebagian kecil atau hanya pinggir ostium
yang ditutupi plasenta (Norma, dkk.,2013).
4
6. Korpus luteum bereaksilambat.
Menurut Sheiner yang dikutip pada buku Norma (2013), faktor resiko lainnya yang
berhubungan dengan plasenta previa yaitu:
1. Terdapat jaringanperut.
2. Riwayat plasenta previasebelumnya.
3. Tumor-tumor rahim seperti miomauteri.
4. Kehamilanganda.
5. Merokok.
5
mudah mengalami robekan. Robekan lebih mudah terjadi pada upaya pengeluaran
plasentadengan tangan misalnya pada retensio plasenta, sebagai komplikasi plasenta akreta.
Berhubung plasenta terletak pada bagian bawah, pada palpasi abdomen sering ditemui
bagian bawah janin masih tinggi diatas simfisis dengan letak janin tidak dalam letak
memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat ibu hamil merasa nyeri dan perut tidak tegang.
Pada ibu, tergantung keadaan umum dan jumlah darah yang hilang, perdarahan yang sedikit
demi sedikit atau dalam jumlah banyak dengan waktu yang singkat, dapat menimbulkan anemia
sampai syok. Pada janin turunnya bagian terbawah janin ke dalam Pintu Atas Panggul (PAP)
akan terhalang, tidak jarang terjadi kelainan letak janin dalam rahim, dan dapat menimbulkan
asfiksia sampai kematian janin dalam rahim.
6
Dengan memakai spekulum secara hati-hati dan dilihat asal perdarahan
apakah dari segmen bawah rahim atau kelainan serviks, vagina dan varises
pecah.
5. Pemeriksanpenunjang
a. Sitografi
Mula-mula kandung kemih dikosongkan lalu masukan 40 cc larutan NaCl
12,5% kepala janin ditekan ke arah pintu atas panggul (PAP), bila jarak
kepala janin dan kandung kemih 1cm, kemungkinan terdapat plasentaprevia.
7
Kelahiran prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan sebagian ooleh
karena tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam
kehamilan belum aterm. Pada kehamilan >37 minggu dapat dilakukan
amniosentesis untukmengetahui kematangan paru, janindan pemberian
kortikosteroid untuk mempercepat pematangan paru janin sebagai
upayaantisipasi.
8
Penatalaksanaan untuk kasus plasenta previa totalis dengan usia kehamilan 38
minggu, harus di Seksio sesarea, karena letak plasenta yang menutupi jalan lahir secara
menyeluruh yang mengakibatkan kepala tidak bisa turun ke rongga panggul.
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk menyelamatkan ibu,
sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap
dilakukan (Prawirohardjo, 2006).
Tujuan seksio sesarea antaralain:
a) Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan
menghentikanperdarahan.
b) Menghindari kemungkinan terjadinya robekan pada cervikuteri, jika janin
dilahirkanpervaginam. Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi
sehingga cerviks uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek. Selain
itu, bekas tempat implantasi plasenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya
perbedaan vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan korpusuteri.
1. Perdarahan dalam trimester dua atau trimester tiga harus dirawat di rumah sakit.
Pasien diminta baring dan dikalukan pemeriksaan darah lengkap termasuk golongan
darah dan faktor Rh.pada kehamilan 24 minggu sampai 34 minggu diberikan steroid
dalam perawatan antenatal untuk perawatan paru janin.
2. Jika perdarahan terjadi pada trimester dua perlu diwanti-wanti karena perdarahan
ulangan biasanya lebih banyak. Jika ada gejala hipovelemik seperti hipotensi, pasien
tersebut mungkin mengalami perdarahan yang cukup berat, lenih berat dari pada
penampakannya secara klinis. Transfusi darah yang banyak perlu segera diberikan.
3. Pada kondisi yang terlihat stabil di dalam rawatan di luar rumah sakit, hubungan
suami istri dan tumah tangga dihindari kecuali setelah pemeriksaan ultrasonografi
ulangan dianjurkan minimal setelah 4 minggu, memperlihatkan ada migrasi plasenta
menjauhi ostiun uteri internum (OUI).
4. Perdarahan dalam trimester tiga perlu pengawasan lebih ketat dengan istirahat baring
yang lebih lama dalam rumah sakit dan dalam keadaan yang cukup serius untuk
merawatnya sampai melahirkan.
5. Pada pasien dengan riwayat secsio sesaria perlu diteliti dengan ultrasonografi, color
doppler atau MRI untuk melihatkemungkinan adanya plasenta akreta, inkreta atau
perkreta.
6. Secsio sesaria juga dilakukan apabilaada perdarahan banyak yang menghawatirkan
9
Semua pasien dengan perdarahan pervaginam pada trimester tiga dirawat di rumah
sakit tanpa periksa dalam. Bila pasien dalam keadaan syok karena perdarahan yang banyak,
harus segera perbaiki keadaan umumnya dengan pemberian infus atau transfusi darah.
Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung pada keadaan umum pasien, kadar Hb,
jumlah perdarahan, umur kehamilan, taksiran janin, jenis plasenta previa dan paritas.
10
6) K (Kendaraan) : Siapkan kendaraan yang cukup baik untuk memungkinkan
ibu (klien) dalam kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan
dalam waktu cepat.
7) U (Uang) : Ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yang
cukup untuk membeli obat dan bahan kesehatan yang diperlukan di tempar
rujukan.
8) DA (Darah) : Siapkan darah untuk sewaktu-waktu membutuhkan transfusi
darah apabila terjadi perdarahan.
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi
normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir. (9)
Cunningham dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi prematur
plasenta dengan implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir .(1)Solusio plasenta
adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi
ini hanya berlaku apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500
gram (2).
a. Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat pelepasan plasenta (2)
1. Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.
11
2. Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.
3. Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.
b. Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan (4)
1. Solusio plasenta dengan perdarahan keluar
2. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi, yang membentuk hematoma
retroplacenter
3. Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion .
c. Cunningham dan Gasong masing-masing dalam bukunya mengklasifikasikan solusio
plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu: (5,6)
1. Ringan : perdarahan <100-200 cc,uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan,
janin hidup,pelepasan plasenta <1/6 bagian permukaan,kadar fibrinogen plasma
>150 mg%
2. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan,
gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan,
kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.
3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati,
pelepasan plasenta dapat terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.
Penyebab primer belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi
predisposisi :
1. Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia.
Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh
kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut
mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh
kehamilan.(7,8)
2. Faktor trauma
a. Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
b. Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang
banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan
c. Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
3. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Beberapa penelitian
menerangkan bahwa makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan
endometrium (7,8)
12
4. Faktor usia ibu
Makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.(2)
5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio
plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung
leiomioma (1,7)
6. Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan
pelepasan katekolamin yang bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme
pembuluh darah uterus dan berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini
belum terbukti secara definitive
7. Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta
sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini
dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih
luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya
8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio
plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan
berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki
riwayat solusio plasenta.
9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena
cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan
lain-lain.(8)
Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh perdarahan ke dalam desidua basalis yang
kemudian terbelah dan meningkatkan lapisan tipis yang melekat pada mometrium sehingga
terbentuk hematoma desidual yang menyebabkan pelepasan, kompresi dan akhirnya
penghancuran plasenta yang berdekatan dengan bagian tersebut.
Ruptur pembuluh arteri spiralis desidua menyebabkan hematoma retro plasenta yang
akan memutuskan lebih banyak pembuluh darah, hingga pelepasan plasenta makin luas dan
mencapai tepi plasenta, karena uterus tetap berdistensi dengan adanya janin, uterus tidak
mampu berkontraksi optimal untuk menekan pembuluh darah tersebut. Selanjutnya darah yang
mengalir
keluar dapat melepaskan selaput ketuban.
13
Sesungguhnya solusio plasentra merupakan hasil akhir dari suatu proses yang bermula
dari suatu keadan yang mampu memisahkan vili-vili korialis plasenta dari tempat implantasinya
pada desidua basalis sehingga terjadi perdarahan. Oleh karena itu patosiologinya bergantung
pada etilogi. Pada trauma abdomen etiologinya jelas karena robeknya pembuluh darah
desidua.
Dalam banyak kejadian perdarahan berasal dari kematian sel (apoptosis) yang
disebabkan oleh iskemia dan hipoksia. Semua penyakit ibu 8 yang dapat meneyebabkan
pembekuan trombosis dalam pembuluh darah desidua atau dalam vaskular vili dapat berujung
kepada iskemia dan hipoksia setempat yang menyebabkan kematian sejumlah sel dan
mengakibatkan perdarahan sebagai hasil akhir. Perdarahan tersebut menyebabkan desidua
basalis terlepas kecuali selapisan tipis yang tetap melekat pada miometrium.
Dengan demikian, pada tingkat permulaan sekali dari proses terdiri atas pembentukan
hematom yang bisa menyebabkan pelepasan yang lebih luas, kompresi dan kerusakan pada
bagian plasenta kecuali terdapat hematom pada bagian belakang plasenta yang baru lahir.
Dalam beberapa kejadian pembentukan hematom retroplasenta disebabkan oleh putusnya
arteria spiralis
dalam desidua. Hematoma retroplasenta mempengaruhi penyampaian nutrisi dan oksigen dari
sirkulasi maternal/plasenta ke sirkulasi janin. Hematoma yang terbentuk dengan cepat meluas
dan melepaskan plasenta lebih luas/banyak sampai ke pinggirnya sehingga darah yang keluar
merembes antara selaput ketuban dan miometrium untuk selanjutnya keluar melalui serviks ke
vagina (revealed hemorrhage). Perdarahan tidak bisa berhenti karena uterus yang lagi
mengandung tidak mampu berkontraksi untuk menjepit pembuluh arteria spiralis yang terputus.
Walaupun jarang, terdapat perdarahan tinggal terperangkap di dalam uterus (concealed
hemorrhage).
14
Dalam hal ini plasenta terlepas lebih dari 1/4 bagian, tetapi belum 2/3 luas
permukaan Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta
ringan, tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus,
yang tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun
perdarahan pervaginam dapat sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah
mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh ke dalam syok, demikian pula janinnya
yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam keadaan gawat. Dinding uterus
teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian-bagian janin sukar
untuk diraba. Jika janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar. Kelainan
pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi,walaupun hal tersebut
lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat
3. Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari 2/3 permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba.
Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal. Uterus
sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak
sesuai dengan keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja
belum sempat terjadi. Pada keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi
kelainan pada pembekuan darah dan kelainan/gangguan fungsi ginjal.
15
d. Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.
4. Auskultasi
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila DJJ terdengar biasanya di atas 140,
kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih
dari 1/3 bagian.
5. Pemeriksaan dalam
1. Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.
2. Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang
3. Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan
turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta
6. Pemeriksaan umum
Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita
penyakit vaskuler, tetapi akan turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi
cepat dan kecil
7. Pemeriksaan laboratorium
a. Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan
leukosit.
b. Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-
match test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan
pembekuan darah hipofibrinogenemia
8. Pemeriksaan plasenta.
Plasenta biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater)
dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di belakang
plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter.
9. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :Terlihat daerah
terlepasnya plasenta, Janin dan kandung kemih ibu, Darah, Tepian plasenta
16
2. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio
plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan
yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya
masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. (1,2)
3. Kelainan pembekuan dara
(2)
Kelainan pembekuan darah biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemia.
4. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di
bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini
menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi
biru atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire.
17
lingkungan intra uterine aman. Harus segera dilakukan langkah-langkah untuk
memperbaiki hipovolemia, anemia dan hipoksia ibu sehingga fungsi plasenta yang
masih berimplantasi dapat dipulihkan. Tokolisis harus dianggap kontra indikasi
pada solusio plasenta yang nyata secara klinis
2. Aktif
Pelahiran janin secara cepat yang hidup hampir selalu berarti seksio caesaria. Seksio
sesaria kadang membahayakan ibu karena ia mengalami hipovolemia beratdan
koagulopati konsumtif. Apabila terlepasnya plasenta sedemikian parahnya sehingga
menyebabkan janin meninggal lebih dianjurkan persalinan pervagina kecuali apabila
perdarahannya sedemikian deras sehingga tidak dapat di atasi bahkan dengan
penggantian darah secara agresif atau terdapat penyulit obstetric yang menghalangi
persalinan pervaginam.
Penanganan Solusio Placenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala klinis,
yaitu:
1. Solusio plasenta ringan
Bila usiakehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan
(perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup)
dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan
spontan.
Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta
makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta
bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup,
lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus
oksitosin untuk mempercepat persalinan
3. Solusio plasenta sedang dan berat(2)
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di
rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu
seksio sesaria
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah
terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera
diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan
intrauterin.
Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah
kelainan pembekuan darah. Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak
berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika tidak memungkinkan, walaupun
18
sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara
melakukan persalinan adalah seksio sesaria
Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi
histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan
setelah dilakukan seksio sesaria maka tindakan histerektomi perlu
dilakukan.
19
6) K (Kendaraan) : Siapkan kendaraan yang cukup baik untuk memungkinkan
ibu (klien) dalam kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan
dalam waktu cepat.
7) U (Uang) : Ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yang
cukup untuk membeli obat dan bahan kesehatan yang diperlukan di tempar
rujukan.
8) DA (Darah) : Siapkan darah untuk sewaktu-waktu membutuhkan transfusi
darah apabila terjadi perdarahan.
20
Asuhan Kebidanan Ibu Hamil pada Ny.R dengan Solutio Placenta
di RSUD Arosuka
Tahun 2019
A. Subjektif
1. Biodata
a. Istri b. Suami
Nama : Ny. R Nama : Tn. B
Umur : 27 th Umur : 27 th
Agama : islam Agama : islam
Suku/bangsa : minang Suku/ bangsa : minang
Pendidikan : SMK Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Sopir
Alamat : Sr.Pinang Alamat : Sr.Pinang
No.HP : 082387194760 No.HP :-
2. Alasan kunjungan : ibu ingin memeriksakan kehamilannya, usia kehamilan 8
pengeluaran darah kehitaman dari kemaluan sejak jam 13:00 WIB, perdarahan
4. Riwayat kontrasepsi
HPHT : 16-11-2018
21
TP : 23-9-2019
1) Trimester I
ANC : 3x
Suntik TT : TT4
2) Trimester II
ANC : 2x
3) Trimester III
ANC : 2x
22
2) Riwayat penyakit menular : tidak ada
B. Objektif
1. Pemeriksaan Umum
c. TB : 160 cm
d. LILA : 23,5 cm
f. TTV
2) Nadi : 85x/i
3) Pernapasan : 30x/i
4) Suhu : 370C
2. Pemeriksaan Fisik
gravidarum
b. Mata
Conjungtiva : pucat
Sklera : putih
c. Abdomen
23
1) Inspeksi : tidak terdapat luka bekas operasi, pembesaran perut
2) Palpasi
3) Auskultasi
a) DJJ
d. Ekstremitas
3. Pemeriksaan Penunjang
- Hb : 9 gr/dl
- Golongan darah : B
II. Interpretasi Data
3. Kebutuhan
24
a. Informasi hasil pemeriksaan
c. Stabilisai pasien
rujukan
V. Perencanaan Asuhan
3. Stabilisasi pasien
25
Catatan pelaksanaan
26
27
Asuhan Kebidanan Ibu hamil pada Ny. R dengan Solutio Plasenta
Di RSUD Arosuka
28
Perut ibu terasa tegang merasa pusing pada placenta ibu.
dan tidak teraba bagian-
bagian janin. 3. Kebutuhan 2. Inform 15:45 2. Menjelaskan 2. Ibu dan
Nyeri tekan (+)
TFU dalam cm : 30 cm a. Informasi hasil consent dan WIB tindakan yang akan keluarga
TBBJ : (30-11)x155 =
2945 gr. pemeriksaan inform choice dilakukan terhadap paham
Auskultasi (DJJ)
Punctum maximum : b. Inform consent ibu dan janin berupa dengan
kuadran 2
Intensitas : kuat dan inform choice tindakan operasi penjelasan
Irama : teratur
Frekuensi : 165x/i c. Persiapan caesar dan lainnya dan
4. Ekstremitas
Kaki : tidak terdapat persalinan dengan kepada keluarga menyetujui
oedema, tidak terdapat
varices SC serta meminta tindakan
Tangan : tidak terdapat
oedema. d. Pemantau post persetujuan atas yang akan
5. Vagina :
Inspeksi : tampak darah operasi SC tindakan yang akan dilakukan.
dar kemaluan berwarna
merah kecoklatan 4. Mengidentifikas dilakukan tersebut.
membasahi ½ pembalut
C.Pemeriksaan i masalah dan 3. Stabilisasi 16:00 3. Melakukan 3. Infus dan
penunjang
- Hb : 9 gr/dl diagnosa pasien WIB pemasangan infus oksigen sudah
- Golongan darah : B
- USG : terdapat potensial : dan oksigen terpasan
kelainan pada plasenta
yaitu terdapat pelepasan perdarahan, 4. Persiapan SC 16:10 4. Melakukan persiapan 4. Persiapan SC
pada sebagian jaringan
29
plasenta. Posisi dan syok WIB pre operasi caesar telah dilakukan
letak janin normal.
hipovolemik, yaitu skin test, dan pasien
6. Melakukan
6. Hasil
6. Pemantauan 18:10
pemantauan Kala IV
WIB pemantauan
Kala IV Post post operasi
kala IV Post
Operasi SC SC:
30
18:10 WIB
TD:
110/70mmHg
N: 80x/i
S : 36,50C
P: 25x/i
TFU: 2 jari di
bawah pusat
Kontraksi : baik
Blass : minimal
Perdarahan :
nomal
18:25 WIB
TD: 120/80
mmHg
N: 81x/i
S: 36,50C
P: 23x/i
TFU : 2 jari
bawah pusat
Kontraksi : baik
Blass: minimal
Perdarahan :
normal
18.40 WIB
TD: 110/70
mmHg
N: 80x/i
S: 36,50C
P: 22x/i
TFU : 2 jari
bawah pusat
31
Kontraksi : baik
Blass: minimal
Perdarahan :
normal
18.55 WIB
TD: 120/70
mmHg
N: 81x/i
S: 36,50C
P: 22x/i
TFU : 2 jari
bawah pusat
Kontraksi : baik
Blass: minimal
Perdarahan :
normal
19.25
TD: 120/80
mmHg
N: 80x/i
S: 36,60C
P: 23x/i
TFU : 2 jari
bawah pusat
Kontraksi : baik
Blass: minimal
Perdarahan :
normal
19.55
TD: 120/80
mmHg
N: 81x/i
32
S: 36,50C
P: 23x/i
TFU : 2 jari
bawah pusat
Kontraksi : baik
Blass: minimal
Perdarahan :
normal
33
BAB III
PENUTUP
3.1KESIMPULAN
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Jurnal kesehatan
Poltekkes Surakarta. Agustus(2015).
KlasifikasiPlasenta Previa adalahPlasentapreviatotalis(Seluruh ostium internumtertutup oleh
plasenta), Plasentapreviaparsialis (Hanya sebagian dari ostiumyang tertutup oleh
plasenta)Plasentapreviamarginalis (Hanya pada pinggirostium internum yang terdapat jaringan
plasenta.), Plasentaletakrendah (Plasenta yang berimplantasipada segmen bawah rahim demikian
rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang dari 2cm dari ostium uteri internum.
Jarak yang lebih dari 2cm dianggap sebagai plasenta letak normal.
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi
normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir. (9) Cunningham
dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi prematur plasenta dengan
implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir .(1)Solusio plasenta adalah terlepasnya
plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku
apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram (2).
Klasifikasikan solusio plasenta menurut tingkat gejala klinisnya, yaitu: (5,6)Ringan :
perdarahan <100-200 cc,uterus tidak tegang, belum ada tanda renjatan, janin hidup,pelepasan
plasenta <1/6 bagian permukaan,kadar fibrinogen plasma >150 mg%. Sedang : Perdarahan lebih
200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan, gawat janin atau janin telah mati, pelepasan
plasenta 1/4-2/3 bagian permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.Berat : Uterus tegang
dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin mati, pelepasan plasenta dapat terjadi
lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.
3.2 SARAN
Jika terjadi perdarahan antepartum sebagai tenaga kesehatan harus melakukan penanganan sesegera
mungkin. Bila perlu harus melakukan rujukan ke Rumah sakit yang memiliki fasilitas operasi dan
tranfusi darah.
34
DAFTAR PUSTAKA
35