Anda di halaman 1dari 3

1.

- Berikut Sistem Perpajakan yang berlaku di Indonesia, diantaranya sebagai berikut:


1. Official Assessment System, adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan
wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang
oleh wajib pajak. Adapun ciri-ciri sistem ini adalah:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus,
b. Wajib pajak bersifat pasif,
c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) oleh fiskus.
Contoh Official Assessment System adalah jenis pajak PPN dan PPh.
2. Self Assessment System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan
wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak terutang. Adapun ciri-
ciri sistem ini adalah:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak yang terutang,
b. Fiskus tidak ikut campur tetapi hanya mengawasi.
Contoh Self Assessment System yaitu diterapkan dalam pelunasan Pajak Bumi Bangunan
(PBB) atau jenis pajak daerah lainnya.
1. With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan
wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak) untuk menentukan
besarnya pajak terutang. Adapun ciri-ciri sistem ini adalah:
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga
selain fiskus dan wajib pajak.
Contoh With Holding System adalah pemotongan penghasilan karyawan yang dilakukan oleh
bendahara instansi terkait.
- Sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia sekarang adalah self assessment system,
yaitu kepercayaan diberikan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
- Menurut saya, sistem Self Assessment cocok dan berlaku di Indonesia karena dapat
memberikan rasa keadilan dan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat, sehingga
masyarakat harus aktif menghitung, menyetor dan melaporkan pajaknya ke kantor inspeksi
pajak setempat.

2. Menurut saya, berikut ini merupakan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk
meningkatkan perolehan pajak di Indonesia pada masa pandemi COVID-19, diantaranya
sebagai berikut:
1. Penurunan Tarif PPh Badan Secara Bertahap
Pemerintah memberikan insentif bagi wajib pajak untuk go public dan menjual 40%
sahamnya di lantai bursa.
Tarif umum PPh Badan turun dari 25% menjadi:
 22% pada tahun 2020 dan 2021; dan
 20% mulai 2022.
Tarif PPh Badan masuk bursa (persyaratan tertentu) menjadi 3% lebih rendah dari tarif
umum sehinga menjadi:
 19% pada tahun 2020 dan 2021; dan
 17 % mulai 2022.
2. Perlakuan Pajak Kegiatan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik
Pemajakan akan dilakukan terhadap kegiatan usaha yang tumbuh karena keterbatasan
transaksi konvensional melalui tatap muka. Berikut yang diatur:
 Pengenaan PPN atas impor barang tidak berwujud dan jasa;
 Pengenaan PPh/pajak transaksi elektronik atas kegiatan Perdagangan Melalui Sistem
Elektronik (PMSE) yang dilakukan oleh Subjek Pajak Luar Negeri yang memenuhi
ketentuan kehadiran signifikan.
3. Perpanjangan Jangka Waktu
Memberikan waktu yang cukup bagi Wajib Pajak dan DJP dalam memenuhi kewajiban
masing-masing.
Bagi Wajib Pajak:
Permohonan keberatan diperpanjang menjadi 9 bulan.
Bagi DJP:
Perpanjangan jangka waktu penyelesaian:
 Permohonan restitusi melalui pemeriksaan menjadi 18 bulan;
 Permohonan keberatan menjadi 18 bulan;
 Permohonan pengurangan/penghapusan sanksi administrasi menjadi 12 bulan;
4. Terkait kebijakan perpajakan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah diatur
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020.
Pemerintah mengeluarkan kebijakan terkait Transfer Ke Daerah (TKD) dalam rangka
penanggulangan COVID-19 dengan estimasi anggaran mencapai Rp17,17 triliun. Kebijakan
TKD yang pertama terkait dengan dirilisnya PMK No. 19/PMK.07/2020 berkenaan dengan
Penyaluran dan Penggunaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Insentif
Daerah TA 2020 dengan perkiraan anggaran sebesar Rp8,6 triliun. Selanjutnya kebijakan
TKD yang kedua berkenaan dengan rilis KMK No. 6/KMK.7/2020 terkait dengan
Penyaluran DAK Fisik Bidang Kesehatan dan Dana BOK dengan estimasi anggaran sebesar
Rp8,5 triliun.
Pada bulan Maret, Pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan Stimulus fiskal tahap II
selama 6 bulan (bulan April sampai dengan bulan September 2020), yaitu:
 Relaksasi PPh-21 ditanggung Pemerintah 100 persen atas pekerja dengan penghasilan
maksimal Rp200 juta (besaran nilai yang ditanggung adalah Rp8,6 triliun) pada sektor
industri pengolahan.
 Pembebasan PPh-22 Impor pada 19 sektor tertentu, Wajib Pajak (WP) KITE, dan WP
KITE IKM dengan perkiraan nilai Rp8,15 triliun.
 Pengurangan PPh-25 sebesar 30 persen kepada 19 sektor tertentu, WP KITE, dan WP
KITE IKM dengan perkiraan nilai Rp4,2 triliun.
 Restitusi PPN dipercepat bagi 19 sektor tertentu, WP KITE, dan WP KITE IKM dengan
perkiraan nilai Rp1,97 triliun.
Sementara itu di sektor keuangan, Pemerintah juga mengeluarkan stimulus sebagai
kebijakan countercyclical, antara lain bank memberikan stimulus untuk debitur melalui
penilaian kualitas kredit berdasarkan ketepatan membayar dan restrukturisasi untuk seluruh
kredit tanpa melihat plafon kredit, serta restrukturisasi kredit UMKM dengan kualitas yang
dapat langsung menjadi lancar.

1. Tuan budi seorang wajib pajak dengan status kawin, penghasilan istri digabung, jumlah
tanggungan 3 orang anak (K/1/3), dari soal ini diminta hitunglah PTKP Tuan budi untuk
tahun pajak 2014, 2015 dan 2016?
3.

Anda mungkin juga menyukai