Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN RPK”

Kelas : 3A

Kelompok : 2

1. Andriansyah Putra (C1017004)


2. Ayu Nur Apriani (C1017005)
3. Cuci Nurhikmah (C1017006)
4. Ira Bella Putri A. (C1017023)
5. Risna Maryani (C1017040)
6. Sri Ilya Aqidah (C1017044)
7. Suci Paramitta (C1017045)

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU KEPERAWATAN DAN NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BAKTI MANDALA HUSADA
SLAWI
2019
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan


seseorangstress berat membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol ke
sadaran diri, misalnya: memaki-maki orang di sekitarnya,
membanting banting barang, menciderai diri sendiri dan orang lain,
bahkan membakar rumah, mobil dan sepeda motor. Umumnya klien
dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke rumah
sakit jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai bent
akan dan “pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.

Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan


untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan
datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008). Menurut Stuart dan
Laraia (1998), perilaku kekerasan dapat dimanifestasikan secara fisik
(mencederai diri sendiri, peningkatan mobilitas tubuh), psikologis
(emosional, marah, mudah tersinggung, dan menentang), spiritual (merasa
dirinya sangat berkuasa, tidak bermoral). Perilaku kekerasan
merupakansuatu tanda dan gejala dari gangguan skizofrenia akut yang
tidak lebih dari satu persen (Purba dkk, 2008).

Perilaku kekerasan merupakan salah satu jenis gangguan jiwa.


WHO (2001) menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia
mengalami masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta
orang di dunia mengalami gangguan kesehatan jiwa. Pada masyarakat
umum terdapat 0,2 0,8 % penderita skizofrenia dan dari 120 juta penduduk
di Negara Indonesia terdapat kira-kira 2.400.000 orang anak yang
mengalami gangguan jiwa (Maramis, 2004 dalamCarolina, 2008). Data
WHO tahun 2006 mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk Indonesia
atau kira-kira 12-16 persen mengalami gangguan jiwa. Berdasarkan data
Departemen Kesehatan, jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia
mencapai 2,5 juta orang (WHO, 2006). Berdasarkan uraian latar belakang
tersebut, maka kami tertarik untuk menyusun makalah mengenai kegawat
daruratan pada perilaku kekerasan.

B. Tujuan

1. Mengetahui pengertian dari perilaku kekerasaan.

2. Mengetahui penyebab dari perilaku kekerasaan.

3. Mengetahui rentang respon dari perilaku kekerasaan.

4. Mengetahui pembuatan Asuhan Keperawatan tentang Resiko Perilaku


Kekerasaan.
A. Definisi

Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan


untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 1993).
Perilaku kekerasan adalah salah satu respons marah yang diespresikan dengan
melakukan ancaman, mencederai orang lain, dan atau merusak lingkungan.
Respons tersebut biasanya muncul akibat adanya stresor. Respons ini dapat
menimbulkan kerugian baik bagi diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan
(Keliat,dkk, 2011:180). Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan
dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara
fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan
gaduh gelisah yang tak terkontrol (Kusumawati,dkk.2010:81).

Berdasarkan definisi ini maka perilaku kekerasan dapat dibagi dua


menjadi perilaku kekerasan scara verbal dan fisik (Keltner et al, 1995).
Sedangkan marah tidak harus memiliki tujuan khusus. Marah lebih menunjuk
kepada suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut
dengan perasaan marah (Berkowitz, 1993). Klien dengan perilaku kekerasan
dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat
melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

B. Etiologi

Resiko terjadinya perilaku kekerasan diakibatkan keadaan emosi yang


mendalam karena penggunaan koping yang kurang bagus. Beberapa faktor
yang menjadi penyebab perilaku kekerasan yaitu :

1. Frustasi, seseorang yang mengalami hambatan dalam mencapai tujuan


yang diharapkan menyebabkan ia menjadi frustasi, jika ia tidak mampu
mengendalikannya maka ia akan berbuat kekerasan disekitarnya.
2. Hilangnya harga diri, pada dasarnya manusia itu mempunyai kebutuhan
yang sama untuk dihargai. Jika ebutuhan ini tida dipenuhi akibatnya
individu tersebut mungkin akan merasa rendah diri,lekas marah dan
mungkin melakuan tindakan kekerasan disekitar.

3. Kebutuhan penghargaan status dan prestise, manusia pada umumnya


mempunyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya, ingin dihargai
dan diakui. Jika tidak mendapat pengakuan individu tersebut maka dapat
menimbulkan resiko perilaku kekerasan (Helena,dkk.2011:80)

Adapun penyebab berdasarkan faktor predisposisi dan prestipasi :

1. Faktor Predisposisi

Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan factor


predisposisi, artinya mungkin terjadi/ mungkin tidak terjadi perilaku
kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:

a. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang


kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang
tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi
penganiayaan.
b. Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar rumah, semua
aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan.
c. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif
agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan
akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang diterima
(permissive).
d. Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus frontal,
lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan
dalam terjadinya perilaku kekerasan.
2. Faktor Prespitasi
Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau
interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik
(penyakit fisik), keputusan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang
dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi
lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan,
kehilangan orang yang dicintai/ pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor
penyebab yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat
pula memicu perilaku kekerasan.

C. Rentang Respon Adaptif dan Mal Adaptif


Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – mal adaptif.
Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan
orang lain, atau tanpa merendahkan harga diri orang lain.
b. Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau
keinginan. Frustasi dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan.
Akibat dari ancaman tersebut dapat menimbulkan kemarahan.
c. Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan
perasaan yang dialami.
d. Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat
dikontrol oleh individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak
orang lain. Dia berpendapat bahwa setiap orang harus bertarung untuk
mendapatkan kepentingan sendiri dan mengharapkan perlakuan yang sama
dari orang lain.
e. Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai
kehilangan kontrol diri. Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya
sendiri maupun terhadap orang lain.

D. Pathway
E. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
Pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai dosis efek tinggi
contohnya : Clorpromazine HCL untuk mangendalikan psikomotornya.
Obat anti insomnia, phenobarbital. Obat anti ansietas, diazepam,
bromozepam, clobozam. Obat anti depresi, amitriptyline. Obat anti
psikosis, phenotizin (CPZ/HLP). Dan yang mempunyai efek rendah
contohnya : Trifluoperasine estelsine,
2. Terapi Okupasi
Terapi ini sering disebut dengan terapi kerja, terapi ini tidak harus
memberikan pekerjaan tetapi dengan bentuk membaca koran, bermain
catur, dll, setelah mereka melakukan kegiatan tersebut terus diajak
berdiskusi tentang arti kegiatan tersebut bagi dirinya. Terapi ini
merupakan tahap awal bagi petugas terhadap klien rehabilitas.
3. Terapi Somatic
Menurut Depkes RI 2000 bahwa terapi somatic yang diberikan pada klien
gangguan jiwa dengan tujuan mengubah perilaku adaftif menjadi perilaku
maladaftif.
4. Elektronik Convusive Therapy (ECT)
Adalah bentuk terapi kepad klien dengan mengalirkan arus listrik melalui
elektroda yang itempatkan pada pelipis klien.
5. Terapi modalitas

a. Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah
klien dengan memberikan perhatian:
1) BHSP
2) Jangan memancing emosi klien
3) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
4) Memberikan kesempatan pada klien dalam mengemukakan
pendapat
5) Anjurkan pada klien untuk mengemukakan masalah yang dialami
6) Mendengarkan keluhan klien
7) Membantu memecahkan masalah yang dialami oleh klien
8) Hindari penggunaan kata-kata yang menyinggung perasaan klien
9) Jika klien melakukan kesalahan jangan langsung memvonis
10) Jika terjadi PK yang dilakukan adalah:
-          Bawa klien ketempat yang tenang dan aman
-          Hindari benda tajam
-          Lakukan fiksasi sementara
-          Rujuk ke pelayanan kesehatan
b. Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, ketrampilan social atau
aktivitas lai dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan
kesadaran klien karena masalah sebagian orang merupakan perasaan
dan tingkah laku pada orang lain.
c. Terapi music
Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk mengembalikan
kesadaran klien.

F. Pengkajian

1. Data demografi
a. Perawat mengkaji identitas klien dan melakukan perkenalan dan
kontrak dengan klien tentang nama perawat, nama klien, panggilan
perawat, panggilan klien, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang
akan dibicarakan.
b. Usia dan nomor rekam medic
c. Perawat menuliskan sumber data yang didapat
2. Alasan masuk
Tanyakan pada klien atau keluarga:
a. Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang ke rumah sakit?
b. Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah ini?
c. Bagaimana hasilnya?
3. Tinjau kembali riwayat klien untuk adanya stressor pencetus dan data
signifikan tentang:
a. Kerentanan genetika-biologik (misal, riwayat keluarga)
b. Peristiwa hidup yang menimbulkan stress dan kehilangan yang baru
dialami
c. Episode-episode perilaku kekerasan di masa lalu
d. Riwayat pengobatan
e. Penyalahgunaan obat dan alkohol
f. Riwayat pendidikan dan pekerjaan
4. Catat ciri-ciri respon fisiologik, kognitif, emosional dan perilaku dari
individu dengan gangguan mood
5. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan lelalitas perilaku bunuh diri klien
a. Tujuan klien (misal, agar terlepas dari stress solusi masalah yang sulit)
b. Rencana bunuh diri, termasuk apakah klien memiliki rencana tersebut
c. Keadaan jiwa klien (misal, adanya gangguan pikiran, tingkat
kegelisahan, keparahan gangguan mood)
d. Sistem pendukung yang ada
e. Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain
(baik psikiatrik maupun medik), kehilangan yang baru dialami, dan
riwayat penyalahgunaan zat.
6. Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar klien atau
keluarga tentang gejala, medikasi, dan rekomendasi pengobatan, gangguan
mood, tanda-tanda kekambuhan serta tindakan perawatan sendiri.
G. Diagnosa Keperawatan, Intervensi, Dan Implementasi

NO Diagnosis Perencanaan Implementasi


Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil
1 Resiko TUM:    1.1 Klien mau membalas    1.1.1 Beri salam atau anggil nama
mencederai diri Klien tidak salam    1.1.2 Sebutkan nama perawat
b.d perilaku mencederai diri    1.2 KLien mau menjabat sambil jabat tangan
kekerasan sendiri tangan    1.1.3 Jelaskan maksud hubungan
TUK:    1.3 Klien mau interaksi
   1. Klien dapat menyebutkan nama    1.1.4 Jelaskan tentang kontrak
membina hubungan    1.4 Klien mau tersenyum yang akan dibuat
saling percaya    1.5 Klien mau kontak mata
   1.1.5 Beri rasa aman dan sikap
   1.6 Klien mau mengetahui empati
nama perawat    1.1.6 Lakukan kontak singkat tapi
sering
  2. Klien dapat 2.1    Klien 2.1.1 Beri kesempatan untuk
mengidentifikasi mengungkapkan mengungkapkan perasaannya
penyebab perilaku perasaannya 2.1.2 Bantu klien mengungkapkan
kekerasan 2.2    Klien dapat penyebab perasaan jengkel atau
mengungkapkan perasaan kesal
jengkel ataupun kesal

   3. Klien dapat 3.1    Klien dapat 3.1.1 Anjurkan klien


mengidentifikasi tandamengungkapkan perasaan mengungkapkan apa yang dialami
dan gejala perilaku saat marah atau jengkel dan dirasakannya saat jengkel atau
kekerasan 3.2    Klien dapat marah
menyimpulkan tanda dan 3.1.2 Observasi tanda dan gejala
gejala jengkel atau kesal perilaku kekerasan pada klien
yang dialaminya 3.2.1 Simpulkan bersama klien
yanda dan gejala jengkel atau
kesal yang dialami klien
   4. Klien dapat 4.1    Klien dapat 4.1.1 Anjurkan klien untuk
mengidentifikasi mengungkapkan perilaku mengungkapkan perilaku
perilaku kekerasan kekerasan yang biasa kekeraan yang biasa dilakukan
yang biasa dilakukan dilakukan klien
4.2    Klien dapatbermain 4.2.1 Bantu klien bermain peran
peran sesuai perilaku sesuai perilaku kekerasan yang
kekerasan yang biasa biasa dilakukan
dilakukan 4.3.1 Bicarakan dengan klien
4.3    Klien dapat apakah dengan cara klien lakukan
menngetahui cara yang masalahnya selesai
biasa dilakukan untuk
menyelesaikan masalah
   5. Klien dapat 5.1 Klien dapat 5.1.1 Bicarakan akibat atau
mengidentifikasi menjelaskan akibat dari kerugian dari cara yang dilakukan
akibat perilaku cara yang digunakan klien: klien
kekerasan akibat pada klien sendiri, 5.1.2 bersama klien
akibat pada orang lain, dan menyimpulkan akibat dari cara
akibat pada lingkungan yang dilakukan klien
5.1.3 Tanyakan pada klien apakah
dia ingin mempelajari cara baru
yang sehat
   6. Klien dapat 6.1    klien dapat 6.1.1  diskusikan kegiatan fisik
mendemonstrasikan menyebutkan contoh yang biasa dilakukan klien
cara fisik untuk pencegahan perilaku 6.1.2  beri pujian atas kegiatan
mencegah perilaku kekerasan secara fisik: fisik yang biasa dilakukan klien
kekerasan tarik napas dalam, pukul 6.1.3  diskusikan dua cara fisik
kasur, dan bantal yang paling mudah untuk
6.2    klien dapat mencegah perilaku kekerasan
mendemonstrasikan cara 6.2.1 Diskusikan cara melakukan
fisik untuk mencegah tarik napas dalam dengan klien
perilaku kekerasan 6.2.2  Beri contoh klien cara
6.3    Klien mempunyai menarik napas dalam
jadwak untuk  melatih cara 6.2.3  Minta klien untuk mengikuti
pencegahan fisik yang contoh yang diberikan sebanyak 5
telah dipelajari kali
sebelumnya 6.2.4  Beri pujian positif atas
6.4    Klien mengevaluasi kemampuan klien
kemampuannya dalam mendemonstrasikan cara menarik
melakukan cara fisik napas dalam
sesuai jadwal yang disusun6.2.5  Tanyakan perasaan klien
setelah selesai
6.3.1 diskusikan dengan klien
mengenai frekuensi latihan yang
akan dilakukan sendiri oleh klien
6.3.2 susun jadwal kegiatan untuk
melatih cara yang dipelajari
 6.4.1 klien mengevaluasi
peaksanaan latihan
6.4.2 validasi kemampuan klien
dalam melaksanakan latihan
6.4.3 beikan pujian atas
keberhasilan klien
6.4.4 Tanyakan pada klien apakah
kegiatan cara pencegahan perilaku
kekerasan dapat mengurangi
perasaan marah
   7. Klien dapat 7.1    Klien dapat 7.1.1. diskusikan cara bicara yang
mendemonstrasikan menyebutkan cara bicara baik dengan klien
cara social untuk yang baik dalam 7.1.2. Beri contoh cara bicara
mencegah perilaku mencegah perilaku yang baik :
kekerasan kekerasan        Meminta dengan baik
       Meminta dengan baik        Menolak dengan baik
       Menolak dengan baik        Mengungkapkan perasaan
       Mengungkapkan dengan baik
perasaan dengan baik 7.2.1. Minta klien mengikuti
7.2    Klien dapat contoh cara bicara yang baik
mendemonstrasikan cara        Meminta dengan baik : “Saya
verbal yang baik minta uang untuk beli makanan”
7.3    Klien mumpunyai        Menolak dengan baik : “ Maaf,
jadwal untuk melatih cara saya tidak dapat melakukannya
bicara yang baik karena ada kegiatan lain.
7.4    Klien melakukan        Mengungkapkan perasaan
evaluasi terhadap dengan baik : “Saya kesal karena
kemampuan cara bicara permintaan saya tidak dikabulkan”
yang sesuai dengan jadwal disertai nada suara yang rendah.
yang telah disusun 7.2.2. Minta klien mengulang
sendiri
7.2.3. Beri pujian atas
keberhasilan klien
7.3.1. Diskusikan dengan klien
tentang waktu dan kondisi cara
bicara yang dapat dilatih di
ruangan, misalnya : meminta obat,
baju, dll, menolak ajakan
merokok, tidur tidak pada
waktunya; menceritakan
kekesalan pada perawat
7.3.2. Susun jadwaj kegiatan
untuk melatih cara yang telah
dipelajari.
7.4.1. Klien mengevaluasi
pelaksanaa latihan cara bicara
yang baik dengan mengisi dengan
kegiatan jadwal kegiatan ( self-
evaluation )
7.4.2. Validasi kemampuan klien
dalam melaksanakan latihan
7.4.3 Berikan pujian atas
keberhasilan klien
7.4.4 Tanyakan kepada klien : “
Bagaimana perasaan Budi setelah
latihan bicara yang baik? Apakah
keinginan marah berkurang?”
   8. Klien dapat 8.1    Klien dapat 8.1.1. Diskusikan dengan klien
mendemonstrasikan menyebutkan kegiatan kegiatan ibadah yang pernah
cara spiritual untuk yang biasa dilakukan dilakukan
mencegah perilaku 8.2    Klien dapat 8.2.1. Bantu klien menilai
kekerasan mendemonstrasikan cara kegiatan ibadah yang dapat
ibadah yang dipilih dilakukan di ruang rawat
8.3    Klien mempunyai 8.2.2. Bantu klien memilih
jadwal untuk melatih kegiatan ibadah yang akan
kegiatan ibadah dilakukan
8.4    Klien melakukan 8.2.3. Minta klien
evaluasi terhadap mendemonstrasikan kegiatan
kemampuan melakukan ibadah yang dipilih
kegiatan ibadah 8.2.4. Beri pujian atas
keberhasilan klien
8.3.1 Diskusikan dengan klien tentang
waktu pelaksanaan kegiatan
ibadah
8.3.2. Susun jadwal kegiatan
untuk melatih kegiatan ibadah
8.4.1. Klien mengevaluasi
pelaksanaan kegiatan ibadah
dengan mengisi jadwal kegiatan
harian (self-evaluation)
8.4.2. Validasi kemampuan klien
dalam melaksanakan latihan
8.4.3. Berikan pujian atas
keberhasilan klien
8.4.4 Tanyakan kepada klien :
“Bagaimana perasaan Budi setelah
teratur melakukan ibadah? Apakah
keinginan marah berkurang
   9. Klien dapat 9.1    Klien dapat 9.1.1 Diskusikan dengan klien
mendemonstrasikan menyebutkan jenis, dosis, tentang jenis obat yang
kepatuhan minum dan waktu minum obat diminumnya (nama, warna,
obat untuk mencegah serta manfaat dari obat itu besarnya); waktu minum obat
perilaku kekerasan (prinsip 5 benar: benar (jika 3x : pukul 07.00, 13.00,
orang, obat, dosis, waktu 19.00); cara minum obat.
dan cara pemberian) 9.1.2 Diskusikan dengan klien
9.2    Klien tentang manfaat minum obat
mendemonstrasikan secara teratur :
kepatuhan minum obat        Beda perasaan sebelum minum
sesuai jadwal yang obat dan sesudah minum obat
ditetapkan        Jelaskan bahwa dosis hanya
9.3    Klien mengevaluasi boleh diubah oleh dokter
kemampuannya dalam        Jelaskan mengenai akibat
mematuhi minum obat minum obat yang tidak teratur,
misalnya, penyakit kambuh
9.2.1 Diskusikan tentang proses
minum obat :
       Klien meminat obat kepada
perawat ( jika di rumah sakit),
kepada keluarga (jika di rumah)
       Klien memeriksa obat susuai
dosis
       Klien meminum obat pada
waktu yang tepat.
9.2.2. Susun jadwal minum obat
bersama klien
9.3.1 Klien mengevaluasi
pelaksanaan minum obat dengan
mengisi jadwal kegiatan harian
(self-evaluation)
9.3.2 Validasi pelaksanaan minum
obat klien
9.3.3 Beri pujian atas keberhasilan
klien
9.3.4 Tanyakan kepada klien :
“Bagaiman perasaan Budi setelah
minum obat secara teratur?
Apakah keinginan untuk marah
berkurang?”
10. Klien dapat mengikuti 10.1 Klien mengikuti TAK 10.1.1 Anjurkan klien untuk
TAK : stimulasi : stimulasi persepsi mengikuti TAK : stimulasi
persepsi pencegahan pencegahan perilaku persepsi pencegahan perilaku
perilaku kekerasan kekerasan kekerasan
10.2 Klien mempunyai 10.1.2 Klien mengikuti TAK :
jadwal TAK : stimulasi stimulasi persepsi pencegahan
persepsi pencegahan perilaku kekerasan (kegiatan
perilaku kekerasan tersendiri)
10.3 Klien melakukan 10.1.3 Diskusikan dengan klien
evaluasi terhadap tentang kegiatan selama TAK
pelaksanaan TAK 10.1.4 Fasilitasi klien untuk
mempraktikan hasil kegiatan TAK
da beri pujian atas
keberhasilannya
10.2.1 Diskusikan dengan klien
tentang jadwal TAK
10.2.2 Masukkan jadwak TAK ke
dalam jadwal kegiatan harian
(self- evaluation).
10.3.2 Validasi kemampuan klien
dalam mengikuti TAK
10.3.3 Beri pujian atas
kemampuan mengikuti TAK
10.3.4 Tanyakan pada klien:
“Bagaimana perasaan Ibu setelah
mengikuti TAK?”
11. Klien mendapatkan 11.1 Keluarga dapat 11.1.1 Identifikasi kemampuan
dukungan keluarga mendemonstrasikan cara keluarga dalam merawat klien
dalam melakukan cara merawat klien sesuai dengan yang telah
pencegahan perilaku dilakukan keluarga terhadap klien
kekerasan selama ini
11.1.2 Jelaskan keuntungan peran
serta keluarga dalam merawat
klien
11.1.3 Jelaskan cara- cara merawat
klien :
       Terkait dengan cara mengontrol
perilaku marah secara konstruktif
       Sikap dan cara bicara
       Membantu klien mengenal
penyebab marah dan pelaksanaan
cara pencegahan perilaku
kekerasan
11.1.4 Bantu keluarga
mendemonstrasikan cara merawat
klien
11.1.5 Bantu keluarga
mengngkapkan perasaannya
setelah melakukan demonstrasi
11.1.6 Anjurkan keluarga
mempraktikannya pada klien
selama di rumah sakit dan
melanjutkannya setelah pulang  ke
rumah.

Kesimpulan

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan


tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan. Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang
ekstrim dari marah atau ketakutan (panic). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan
itu sendiri di pandang sebagai suatu rentang, dimana agresif verbal di suatu sisi
dan perilaku kekerasan
(violence) di sisi yang lain. Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan
antara lain :
1. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
3. Memberontak (acting out)
4. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Kelliat, Budi Anna. (2005). “Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa”. Jakarta:


EGC.

Kelliat, Budi Anna. (2009). “Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa”.


Jakarta: EGC.

Kelliat, Budi Anna. (1999). “Asuhan Klien Gangguan Hubungan Sosial,


Menarik Diri”. Jakarta: FKUI.

Kelliat, Budi Anna. (1999). “Proses Keperawatan Jiwa”. Jakarta: EGC.

Struart, G.W. (1998). “Buku Saku Keperawatan Jiwa”. Jakarta: EGC.

Yosep, Iyus. (2007). “Keperawatan Jiwa”. Bandung: Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai