Anda di halaman 1dari 15

PLURALISME HUKUM SEBAGAI STRATEGI PEMBANGUNAN HUKUM

PROGRESIF DI BIDANG AGRARIA DI INDONESIA


Widhiana H Puri*

Abstrack: Pluralism of agrarian law is a consequence of the choice of society law that has a diversity of culture, ethnicity,
customs and religion. This condition creates the selection to use legal norms beside national laws defined by the state. The
philosophy is to find and to acquire the most appropriate legal order and provide justice for the people. This concept consis-
tent with the progressive nature of the law that led to a dynamic legal system and was processed following the dynamics of
the community responsive to the needs and aspirations of justice in society. By using non state law as a complement of the
state law, the chance of the state to quickly respons every dynamics of the community is possible, making the law progressive
and responsive. This paper is a normative article with descriptive analytic from the perspective of philosophy of jurispru-
dence.
Keywor ds: Pluralism agrarian law, progressive law, justice
eywords:

Intisari
Intisari: Pluralisme hukum agraria adalah sebuah kondisi yang menjadi konsekuensi atas pilihan hukum masyarakat yang
memiliki keragaman budaya, suku, adat istiadat serta agama. Kondisi ini menciptakan adanya pilihan norma hukum yang
digunakan selain hukum nasional yang ditetapkan negara. Filosofinya adalah menemukan dan memperoleh tatanan hukum
yang paling sesuai dan memberikan keadilan bagi masyarakat. Konsep ini sejalan dengan hakikat hukum progresif yang mengarah
pada sebuah sistem hukum yang dinamis dan berproses mengikuti dinamika masyarakat sehingga responsif terhadap kebutuhan
dan cita keadilan dalam masyarakat. Dengan menempatkan hukum masyarakat sebagai pelengkap hukum negara, maka peluang
negara untuk merespon setiap dinamika dalam masyarakat secara cepat dapat dilakukan sehingga terwujud hukum progresif
dan responsif. Kajian ini bersifat normatif dengan pendekatan deskriptif analitis dari perspektif filsafat ilmu hukum.
Kata K unci
Kunci
unci: Pluralisme hukum agraria, hukum progresif, dan keadilan.

A. Pendahuluan ang seorang untuk menindas dan memeras hidup or-


ang lain.” (Yance Arizona 2014, 32).
Perekonomian Indonesia berdasar atas
demokrasi ekonomi dan kemakmuran bagi semua Memperhatikan rumusan di atas, esensi kese-
orang. Rumusan penjelasan Undang-undang Dasar jahteraan masyarakat melalui pemerataan/
Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) ini keadilan khususnya dalam bidang ekonomi melalui
telah disadari oleh para pendiri bangsa, yang distribusi pengelolaan sumber daya alam (tanah)
menempatkan tanah sebagai unsur penting serta yang baik akan sangat berpengaruh terhadap kese-
harus dikuasai oleh negara sebagaimana pendapat jahteraan masyarakat. Hal ini menjadi kewe-
Yance Arizona: nangan negara sebagaimana diamanatkan oleh
ketentuan Pasal 33 UUD 1945.
“Tanah, sebagai faktor produksi yang utama dalam
Kehidupan bernegara di Indonesia berdasarkan
masyarakat Indonesia haruslah di bawah kekuasaan
negara. Tanah tidak boleh menjadi alat kekuasaan or- pada hukum. Segala sendi kehidupan diatur, di-
kontrol dan dibentuk berdasarkan norma dan
*
kaidah yang bertujuan untuk menciptakan keter-
Kandidat Doktor Fakultas Hukum, Universitas
Gadjah Mada, Staf Pengajar Sekolah Tinggi Perta-
tiban dan keadilan bagi semua anggota
nahan Yogyakarta. Email: widhianapuri@yahoo.com. masyarakat. Sebagaimana pendapat Philippe Nonet

Diterima: 13 Maret 2017 Direview: 21 April 2017 Disetujui: 02 Mei 2017


68 Bhumi Vol. 3 No. 1 Mei 2017

dan Philippe Selznick bahwa tipe hukum di dunia utama yang ingin dibahas adalah bagaimana
dapat dibedakan menjadi 3 macam, yakni hukum pluralisme hukum agraria dapat melahirkan hu-
represif, hukum otonom, dan hukum responsif kum yang progresif bagi masyarakat?
(Philippe Nonet dan Philip Selznick 2003, 8).
Sementara itu Satjipto Raharjo memperkenalkan B. Karakter Hukum Progresif di Negara
keberadaan hukum progresif sebagai sebuah tipe Demokratis
hukum yang berkarakter responsif yang semata- Negara Indonesia adalah negara yang demo-
mata bertujuan untuk merespon keinginan/cita kratis. Slogan ini semakin sering kita dengar ma-
hukum masyarakat dan bukan hanya menjadi nakala kita menginjakkan kaki di alam reformasi
sarana represif dari penguasa. Keberadaan hukum Indonesia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indone-
progresif ini disebut merupakan hukum yang sia, demokrasi adalah (bentuk atau sistem) peme-
paling baik yang akan mampu memberikan rintahan yang seluruh rakyatnya turut serta meme-
keadilan bagi masyarakat karena sesuai dengan rintah dengan perantaraan wakilnya; pemerintahan
kebutuhan masyarakat yang dinamis. Semua rakyat; gagasan atau pandangan hidup yang
elemen pembentuk hukum baik norma, penegak mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta
hukum, dan masyarakat sebagaimana persoalan perlakuan yang sama bagi semua warga negara.
struktur, substansi, dan kultur hukum harus Sedangkan demokratis berarti bersifat demokrasi;
bersinergi dalam melaksanakannya. berciri demokrasi. Demokrasi memberikan pan-
Kehidupan hukum dalam negara yang kaya caran legitimasi pada kehidupan modern: hukum,
akan kemajemukan masyarakat menunjukkan undang-undang, dan politik kelihatan absah ketika
gejala pluralisme. Hal ini menjadi langkah dan semua itu bersifat “demokratis” (David Held 2004,
strategi masyarakat dalam merespons pengaturan 3-4). Segala klaim kepentingan kaum marjinal dan
hukum negara yang cenderung kaku dan statis. pilihan-pilihan politik seolah hanya dapat diorga-
Tujuannya semata sebagai upaya memenuhi cita nisasikan, diartikulasikan, dan dinegosiasikan
hukum masyarakat sebagaimana pendapat Gustav dalam demokrasi. Tentunya hal ini tidak sepenuh-
Radburch yang membaginya atas kepastian, nya benar, karena demokrasi faktanya memiliki
keadilan, dan kemanfaatan. Hal ini lah yang men- sisi lain yang sangat ditakuti oleh pemerintah negara
jadi harapan ideal tentang hukum bagi masyarakat. karena merupakan sebuah sistem yang tidak stabil
Berpijak dari latar belakang di atas, penulis sehingga sangat sulit dibangun dan dipertahankan
tertarik untuk mengupas secara lebih mendetail eksistensinya.
dari kajian f ilsafat ilmu hukum secara deskriptif Berbicara tentang hukum yang demokratis
dalam tataran normatif. Sebagai sebuah f ilsafat sangat berkaitan erat dengan sistem politik yang
keilmuan, kehadiran postulat/proposisi menjadi digunakan oleh negara. Politik dan hukum laksana
pijakan awal untuk melakukan verif ikasi dan dua sisi mata uang yang saling berpengaruh dan
konf irmasi atas berbagai komponen yang mempengaruhi. Mahfud dalam bukunya Politik
melingkupinya dengan analisis berbagai aspek baik Hukum di Indonesia menjelaskan terdapat keter-
teleologi, ontologi, epistimologi dan aksiologinya. kaitan yang sangat erat antara hukum dan politik.
Postulat/proposisi awal tulisan ini didasarkan pada Mochtar Kusumaatmadja dalam Mahfud menya-
asumsi bahwa kondisi pluralisme hukum agraria takan bahwa politik dan hukum itu interdeter-
berpotensi melahirkan hukum agraria yang pro- minan, sebab politik tanpa hukum itu zalim,
gresif untuk mewujudkan keadilan bagi masyarakat sedangkan hukum tanpa politik itu lumpuh (Moh.
Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, permasalahan Mahfud 2011, 5). Soal apa yang menjadi produk
Widhiana H. Puri: Pluralisme Hukum sebagai Strategi Pembangunan ... : 67-81 69
apa, itupun sangat relatif. Hukum sebagai produk sesungguhnya adalah sistem politik yang secara
politik benar jika didasarkan pada das sein dengan normatif dan empiris atau secara appearance dan
mengonsepkan hukum sebagai undang-undang. essence, membuka peluang luas bagi berperannya
Namun jika hukum sebagai dasar mencari rakyat untuk aktif menentukan kebijaksanaan
kebenaran ilmiah dan memberi arti hukum di luar negara dan jalannya pemerintahan (Moh. Mahfud
undang-undang, maka politik merupakan produk 2011, 11). Indikator konfigurasi politik adalah pe-
hukum. ranan lembaga perwakilan rakyat, pers, dan ekse-
kutif sedangkan indikator bagi produk hukumnya
Tabel 1. Indikator Kondisi Sistem Politik dan adalah proses pembuatannya, pemberian fungsi,
Karakter Produk Hukum dan peluang menafsirkannya. Proses pembuatan-
Indikator Sistem Politik nya bersifat partisipatif dalam arti menyerap
partisipasi kelompok sosial maupun individu dalam
masyarakat, menyerap aspirasi masyarakat secara
besar sehingga mengkristalisasikan berbagai
kehendak masyarakat yang saling bersaingan, dan
membatasi space bagi pemerintah untuk membuat
Indikator Karakter Produk Hukum tafsiran-tafsiran (interpretasi) yang ditentukan
kekuasaan politiknya sendiri. Dengan kata lain,
demokrasi merupakan prasyarat untuk mampu
menghasilkan produk hukum yang responsif
sebagaimana hal yang disyaratkan dalam hukum
Sumber: Moh. Mahfud 2011, 7.
progresif.
Penekanannya dalam hal ini bahwa hubungan Partisipasi masyarakat dalam pembentukan
kausalitas tersebut benar selama menyangkut peraturan perundang-undangan terkesan hanya
hukum publik yang berkaitan dengan gezagsver- formalitas belaka (Ahmad Yani 2013, 91). Kebera-
houding (hubungan kekuasaan). Artinya untuk daan wakil rakyat di lembaga legislatif cenderung
hukum publik yang berhubungan dengan ke- hanya mewakili kepentingan kelompok dan
kuasaan konfigurasi politik yang demokratis mela- golongan tertentu. Akibatnya conflict of interest
hirkan hukum yang berwatak responsif, sedangkan menjadi sangat menonjol dan diindikasikan juga
konfigurasi politik yang otoriter melahirkan hukum melalui produk hukum yang dihasilkan yang sarat
yang ortodoks. dengan kepentingan. Secara normatif ketentuan
Negara Indonesia menyatakan secara tegas hukum telah mengatur mekanisme partisipasi
sebagai negara yang berdasarkan demokrasi yaitu masyarakat baik secara lisan maupun tertulis.
Pancasila. Berbagai literatur menunjukkan adanya Diantaranya melalui rapat dengat pendapat umum,
perbedaan antara demokrasi normatif dan demo- kunjungan kerja, sosialisasi, dan/atau seminar,
krasi empiris. Appearance suatu sistem politik dapat lokakarya dan/atau diskusi. Selain itu juga terdapat
saja kelihatan demokrasi tetapi essence-nya kemudahan masyarakat dalam memberikan
sebenarnya otoriter. Di sini demokrasi tidak diarti- masukan maupun mengakses informasi terkait
kan sebagai pemerintahan yang dari, oleh, dan dengan pembentukan perundang-undangan. Budi
untuk rakyat, melainkan hanya sekedar pemerin- Winarno menyebutkan terdapat beberapa tahapan
tahan untuk rakyat sehingga rakyat sekedar menik- kebijakan publik diantaranya penyusunan agenda,
mati hasil atau kemanfaatannya. Demokrasi yang formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implemen-
70 Bhumi Vol. 3 No. 1 Mei 2017

tasi kebijakan, dan evaluasi kebijakan (Budi progresif. Pun demikian teleologi hukum progresif
Winarno 2007, 33). Kesemuanya merupakan suatu adalah untuk kemaslahatan manusia.
rangkaian yang menuntut sistem pengawasan dan Upaya untuk membangun sebuah hukum agra-
partisipasi masyarakat dalam sistem hukum yang ria yang progresif disebut telah dilakukan peme-
demokratis. Namun pelaksanaan sangatlah sulit rintah sejak berakhirnya kolonialisme melalui
untuk melibatkan peran masyarakat dalam proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Mahfud
kegiatan tersebut, karena terbatasnya jalur politik MD menyoroti perkembangan konfigurasi politik
yang memungkinkan masyarakat untuk dapat dengan produk hukum yang dihasilkan dalam 3
mengakses dan melakukan koreksi atas kebijakan fase, yaitu demokrasi liberal (1945-1959), demok-
dan hukum yang ada. Rendahnya partisipasi masya- rasi terpimpin (1959-1966), dan era orde baru (1966-
rakat mendorong hukum mencari jalan lain untuk 1998). Momen perubahan pemerintahan Indone-
menghasilkan tatanan yang lebih responsif melalui sia yang ditandai dengan transisi dari masa kolo-
kondisi pluralisme hukum. nialisme Belanda menuju kemerdekaan pada fase
Istilah progresif menurut Kamus Besar Bahasa demokrasi liberal merupakan saat yang tepat
Indonesia berarti ke arah kemajuan; berhaluan ke mewujudkan sebuah tatanan hukum baru yang
arah perbaikan keadaan sekarang (tentang politik); sesuai kehendak masyarakat. Muncul berbagai tun-
bertingkat-tingkat naik (tentang aturan pe- tutan dalam pembentukan hukum agraria nasio-
mungutan pajak dan lain-lain). Istilah hukum nal. Terdapat 2 jalur langkah pembaruan hukum
progresif dikemukakan oleh Rahardjo menanggapi agraria yang dilakukan saat itu (Moh. Mahfud 2011,
carut marutnya kondisi hukum di Indonesia. 120):
Menurut Satjipto Rahardjo dalam Sudjito, dimulai 1. Pengundangan peraturan secara parsial
dari asumsi dasar bahwa hukum adalah institusi Beberapa peraturan tersebut antara lain:
yang bertujuan mengantarkan manusia kepada Penghapusan Hak Konversi dengan UU No. 13
kehidupan yang adil, sejahtera dan membuat Tahun 1948 Penghapusan Tanah Partikelir dengan
manusia bahagia. Hukum dipandang sebagai UU No. 1 Tahun 1958, Perubahan Peraturan Perse-
sebuah proses yang terus menerus membangun waan Tanah Rakyat dengan UU Darurat No. 6
dirinya menuju tataran yang ideal tersebut. Kualitas Tahun 1951, Penaikan Besarnya Canon dan Cijns
hukum sangat ditentukan oleh kemampuannya dengan UU No. 78 Tahun 1957, Pengaturan
mengabdi kepada manusia dan kesempurnaan Perjanjian Bagi Hasil dengan UU No. 2 Tahun 1960,
hukum dapat diverifikasi dalam faktor keadilan, dan lain-lain.
kesejahteraan, dan kepedulian kepada rakyat. Pada 2. Panitia-panitia perancang UU Agraria
hakikatnya “hukum selalu dalam proses menjadi” Kebijakan-kebijakan agraria tersebut menunjuk-
(law as a process, law in the making). Hukum bukan kan politik pemerintah yang mengarah pada pem-
untuk hukum sendiri tetapi untuk kemanusiaan bentukan produk hukum yang lebih baik dan sesuai
dan kemaslahatan umat (Sudjito 2013, 110). Secara dengan karakter masyarakat Indonesia. Motor
sederhana hukum progresif ingin melakukan pem- utama penggerak kebijakan agraria di Indonesia
bebasan, baik dalam cara berpikir maupun bertin- adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
dak dalam hukum, sehingga mampu membiarkan tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
hukum itu mengalir saja untuk menuntaskan tugas- (UUPA) sebagai payung hukum dalam pengelolaan
nya mengabdi kepada manusia dan kemanusiaan. agraria di Indonesia. Norma hukum ini lahir
Secara ontologi pun, jelas bahwa fokus kajian sebagai upaya untuk membangun sistem hukum
adalah pada pencapaian keadilan melalui hukum agraria nasional yang demokratis dan berorientasi
Widhiana H. Puri: Pluralisme Hukum sebagai Strategi Pembangunan ... : 67-81 71
pada kesejahteraan rakyat. Setelah berusia 32 tahun vitas, yakni hukum mampu memberi kesejahtera-
pada akhir tahun 1992, UUPA dinilai masih memiliki an, keadilan, dan kepedulian pada manusia.
jiwa semangat yang tetap relevan dengan tuntutan Hukum bukanlah mengabdi bagi dirinya sendiri,
perkembangan zaman, sebab masih dapat menam- melainkan untuk tujuan yang berada di luar dirinya.
pung dan menyelesaikan berbagai masalah keki- Secara umum, karakter hukum progresif dianta-
nian yang muncul. Relevansi tersebut menurut ranya (Bernard L Tanya 2010, 214-216):
Maria S.W. Sumardjono terkait erat dengan 1. Hukum progresif menolak tradisi analytical
beberapa asas yang dimilikinya seperti asas fungsi jurisprudence atau rechtsdogmatiek yang cen-
sosial, asas landreform, dan asas perencanaan derung bersifat otonom.
penggunaan tanah untuk kesejahteraan bersama 2. Hukum memiliki kepekaan pada persoalan
(Moh. Mahfud 2011, 279-280). Kebijakan nyata yang yang timbul dari hubungan manusia, sehingga
lahir melalui UU ini adalah program landreform hukum harus emansipatoris (membebaskan)
atau reforma agraria yang digadang-gadang bersifat keterbelengguan manusia dalam struktur yang
responsif dan populis. menindas baik politik, ekonomi, maupun sosial
Contoh lain adalah penghapusan tanah partikelir budaya.
sebagai sebuah kebijakan agraria yang ditetapkan 3. Karakter hukum progresif menggunakan cara
pada tahun 1958, merupakan instrumen yang berf ikir teleologis yang menganggap hukum
diwujudkan melalui penetapan UU No. 1 Tahun sebagai hal yang penting namun bukan ukuran
1958 tentang Penghapusan Tanah Partikelir. Sebagai terakhir. Yang lebih penting adalah tujuan dan
sebuah instrumen hukum yang lahir pada masa akibat.
transisi, norma hukum ini merupakan sebuah gam- 4. Hukum progresif meletakkan diskresi sebagai
baran hukum yang progresif yang dibentuk peme- hal yang penting dalam penyelenggaraan hu-
rintah sebagai produk politik yang diliputi nuansa kum. Hal ini karena penyelenggara hukum
demokrasi liberal. Karakter hukum yang dibangun dituntut memilih dengan bijaksana bagaimana
didasarkan pada keinginan untuk mengakhiri ia harus bertindak.
sistem hukum kolonial yang menyengsarakan Atas dasar ini kemudian kita bisa melihatnya
rakyat serta melakukan perombakan struktur melalui perkembangan aliran pemikiran hukum
penguasaan atas tanah atau yang lebih dikenal yang sejalan diantaranya:
dengan reforma agraria. Sebagai sebuah hukum 1. Sociological Jurisprudence dari Roscoe Pound
yang diharapkan responsif untuk mengakomodir yang memperkenalkan fungsi hukum sebagai
berbagai kepentingan, instrumen hukum ini “law as a tool of social engineering”. Konsep ini
selayaknya menempatkan kesejahteraan rakyat sejalan dengan sifat progresivitas hukum yang
yang tercermin melalui demokrasi ekonomi yang terus dinamis menemukan esensi kebutuhan
berkeadilan. Namun faktanya diperlukan perju- dan ideal masyarakat. Di sini fungsi hukum
angan yang lebih sehingga instrumen hukum yang digunakan untuk mengarahkan masyarakat
ada dapat efektif untuk mewujudkan cita-cita kepada keadaan baru yang lebih maju/baik.
negara dan bangsa. 2. Teori Hukum alam oleh Hans Kelsen tentang
Sebagaimana telah disampaikan di awal, hukum meta-yuridical. Bahwa esensi utama hukum
progresif menjadi dambaan masyarakat. Untuk adalah upaya the search for justice. Sehingga
membangun sebuah hukum yang progresif, Satjipto menempatkan keadilan sebagai hal yang utama
Rahardjo mensyaratkan adanya proses hukum yang dan tertinggi. Berdasarkan konsep atas penca-
terus menerus membangun diri menuju progresi- paian keadilan ini, mendorong mulculnya
72 Bhumi Vol. 3 No. 1 Mei 2017

pilihan-pilihan hukum oleh masyarakat di luar ekonomi nasional sebagai perwujudan prinsip-
hukum negara yang dirasa memberikan prinsip dasar demokrasi ekonomi yang men-
keadilan. Hal inilah yang kemudian mendorong dahulukan kepentingan rakyat, dan dipergunakan
kondisi pluralisme hukum khususnya dalam untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
bidang agraria. Tanah sebagai basis usaha pertanian harus
Menghadapi kondisi transisional yang dihadapi diutamakan penggunaan dan pemanfaatannya
negara, dimana persoalan saling berhimpitan, serba untuk pertumbuhan pertanian rakyat yang mampu
darurat, dan penuh komplikasi, maka aparat melibatkan dan meningkatkan kemakmuran bagi
penegak hukum dituntut melakukan langkah- pengusaha kecil, menengah maupun koperasi
langkah terobosan dalam menjalankan hukum (Moh. Hatta 2005, 5). Disebutkan adanya tiga hal
tidak sekedar menerapkan peraturan secara hitam utama yang menentukan perekonomian suatu
putih. Hal ini terutama saat berbagai ketentuan negeri, yaitu pertama, kekayaan tanahnya; kedua,
aturan hukum inkonsistensi, tumpang-tindih, kedudukannya terhadap negara lain dalam ling-
bahkan disharmoni antara satu dengan yang lain. kungan internasional dan ketiga, sifat dan keca-
Sehingga diperlukan para pelaku hukum yang kapan rakyatnya. Faktor pertama sangat menen-
berani, visioner, dan kreatif. Termasuk juga saat tukan karena tanah bagi rakyat Indonesia bersifat
egoisme sektoral muncul diantara lembaga-lem- sosio-magis. Hubungan manusia dengan tanah
baga pemerintah yang memiliki kewenangan saling bersifat hakiki dan kedudukan tanah sangatlah
bersinggungan. Mereka harus mampu menemukan penting baik sebagai faktor ekonomi dan sosial
keadilan dan kebenaran diantara norma hukum kemasyarakatan juga menjadi sarana hubungan
yang ada dan berdasarkan logika moral yang baik. religius dengan Tuhan. Sedangkan untuk Indone-
Namun yang menjadi kelemahan penganut positi- sia ada tambahan sebagai unsur keempat yaitu
visme hukum, seolah menaf ikan keberadaan sejarah sebagai bekas negara jajahan (Moh. Hatta
sistem hukum lain di luar undang-undang yang 2005, 55). Perekonomian Indonesia meliputi 3 hal,
secara de facto berkembang dan banyak digunakan pertama, idiologi yaitu bagaimana mengadakan
oleh masyarakat. Kelemahan hukum nasional yang susunan ekonomi yang sesuai dengan cita-cita;
selalu terlambat dalam merespon dinamika masya- kedua, soal politik perekonomian; ketiga, soal
rakat perlu di jawab dengan memunculkan pilihan- koordinasi bagaimana mengatur pembangunan
pilihan hukum. perekonomian Indonesia agar sejalan dengan pem-
bangunan dunia. Atas dasar ketiga hal tersebut
C. Menimbang Rasa Keadilan di Bidang kedudukan tanah baik sebagai faktor ekonomi
Agraria maupun bernilai religius magis sangatlah sentral.
Lahirnya reformasi membawa perubahan Tanah sebagai bagian agraria haruslah diatur
mendasar dalam kebijakan pembangunan nasional sedemikian rupa sehingga mampu memberikan
di bidang ekonomi sebagaimana tertuang dalam kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat.
Tap MPR X/MPR/1998 dan TAP MPR No. IX/MPR/ Pasal 2 Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang
2001 tentang Pembaharuan Agraria dan Pengelo- Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA)
laan Sumber Daya Alam. Ini dibuat atas dasar menentukan bagaimana negara dengan kewe-
pertimbangan pelaksanaan demokrasi ekonomi nangan yang diberikan kepadanya oleh bangsa In-
sebagaimana amanat Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. donesia berwenang untuk mengatur dan menge-
Disebutkan bahwa politik ekonomi mencakup lolanya bagi kesejahteraan rakyat. Artikulasi dari
kebijakan, strategi, dan pelaksanaan pembangunan kewenangan ini kemudian melahirkan berbagai
Widhiana H. Puri: Pluralisme Hukum sebagai Strategi Pembangunan ... : 67-81 73
kebijakan dan perangkat ketentuan hukum yang 1. Tidak berat sebelah atau tidak memihak;
ditetapkan negara dalam rangka mewujudkannya. 2. Berpihak pada kebenaran;
Jika kita tarik kembali ke atas, penyelenggaraan 3. Sepatutnya atau tidak sewenang-wenang.
pengelolaan negara khususnya dalam bidang Anton F Susanto menempatkan keadilan diben-
agraria tentunya haruslah sesuai dengan falsafah turkan dengan keraguan dan ketidakadilan, bahwa
bangsa Indonesia yang terurai dalam sila kelima sesungguhnya keadilan tidak akan berdaya tanpa
Pancasila yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat ketidakadilan dan keraguan ( Anton F Susanto 2010,
Indonesia. Yaitu mewujudkan keadilan, kesejah- 23). Menurut pendapatnya ketika keadilan diha-
teraan, dan kemanfaatannya bagi masyarakat luas. dapkan pada hal-hal yang meragukan, dan tidak
Perspektif f ilsafat hukum mengajak pada alam adil akan masuk dalam wilayah non sistematik
pikiran untuk merenungi hakikat hukum dan nilai bahkan hampir aphoristic, karena di bagian tersebut
ideal yang diharapkan. Moral manusia haruslah keadilan menjadi labil dan goyah. Sehingga ke-
menjadi dasar yang kuat dalam rangka formulasi adilan (hukum) dianggap bersifat plural dan plastik
bahkan sampai implementasi dan evaluasi aturan (Erlyn Indarti 2008, 33).
hukum. mencari hakikat keadilan tersebut yang Keadilan sebagai nilai sosial memiliki makna
faktanya tidak universal. Sudjito mengemukakan yang luas, bahkan pada suatu titik bisa bertentangan
bahwa f ilsafat ilmu hukum adalah institusi dengan hukum sebagai suatu tata nilai sosial (Inge
pencarian jawaban atas persoalan-persoalan yang Dwisvimiar 2011,522). Nilai keadilan atas masing-
dihadapi manusia, mulai dari persoalan ketuhanan, masing orang tentunya berbeda. Suatu nilai atas
alam semesta, sampai manusia itu sendiri (Sudjito masyarakat tertentu mungkin baik dan benar,
Atmoredjo 2015, 9). Hubungan manusia dengan namun bagi masyarakat lain bisa jadi salah dan
manusia yang ditata melalui norma dan hukum tidak adil. Sehingga memerlukan pemahaman dan
yang ada menjadi salah satu bidang garapan filsafat perenungan yang mendalam bahkan komunikasi
ilmu hukum yang arahnya adalah kemajuan/ ketika kita berusaha
progresivitas hidup. Hubungan antara keadilan dan hukum positif
Standar moral dan kemampuan logika akal menjadi perhatian yang besar para f ilsuf dari masa
untuk bisa melihat hakikat realitas keadilan dalam ke masa. Tokoh Madzab hukum alam/klasik,
hukum dan ekonomi yang diharapkan masyarakat diantaranya seperti Plato, Aristoteles, dan Thomas
sifatnya materiil dan substantif. Bukan lagi tergan- Aquinas yang meletakkan dasar bagi keadilan. Plato
tung pada prosedur dan formalitas yang ada, namun melukiskan sebuah model negara yang adil dimana
membutuhkan kontemplasi dan kebijaksanaan tiap-tiap golongan mempunyai tempat alamiahnya
untuk dapat menemukannya. Ukuran keadilan sehingga timbul keadilan. Filsuf ini mempertim-
seringkali ditafsirkan berbeda pun demikian ke- bangkan adanya aturan hukum yang adil untuk
adilan itu berdimensi banyak dalam berbagai mencapai tujuan hukum dengan tetap taat pada
bidang misalnya ekonomi maupun hukum. hal-hal yang menjadi keharusan alamiah (nomos).
Kata keadilan berasal dari kata adil atau yang Bagi Plato, keadilan adalah pencerminan dari
dalam bahasa Inggris disebut “justice”, dan dalam keharmonisan antara masyarakat di satu pihak dan
bahasa Belanda “rechtvaardig”. Adil artinya dapat individu di pihak lainnya (Zainuddin Ali 2006, 50).
diterima secara objektif. Sedangkan keadilan me- Pemikiran Aristoteles yang merupakan murid
nunjukkan sifat (perbuatan, perlakuan) yang adil plato semakin memperkaya ajaran tentang ke-
yang meliputi (Salim HS & Erlies Septiana N 2014, adilan pada masa itu. Aristoteles menyumbang
25): pemikiran penting terhadap perkembangan teori
74 Bhumi Vol. 3 No. 1 Mei 2017

hukum diantaranya: menurut hukum alam mendapat legitimasi dari


1. Formulasinya tentang problem esensial dari sifat dasar manusia yang tidak dibatasi ruang dan
keadilan; waktu. Keempat, pembedaanya terhadap keadilan
2. Formulasinya tentang perbedaan antara ke- abstrak dan kepatutan (Inge Dwisvimiar 2011,522).
adilan yang abstrak dengan equity; Hukum cenderung menggunakan kekerasan
3. Uraiannya tentang perbedaan keadilan hukum dalam penerapannya. Kepatutan menjadi dasar
dan keadilan alamiah (seperti hukum positif mengurangi kekerasan atas dasar hak individu
dan hukum alam). sekaligus bertujuan memberikan kemanfaatan.
Aristoteles membuat perbedaan antara keadilan Thomas Aquinas adalah murid Aristoteles yang
distributif, komutatif, dan keadilan remedial seba- mendasarkan teorinya tentang hukum dalam kon-
gaimana berikut ini: teks moral agama kristen. Hukum diperlukan
1. Keadilan distributif adalah keadilan yang mem- untuk menegakkan kehidupan moral di dunia. Tata
berikan kepada setiap orang berdasarkan profe- hukum harus dibangun dalam struktur yang
sinya atau jasanya. Keadilan ini menghendaki berpuncak pada kehendak Tuhan. Sehingga kon-
agar orang-orang yang mempunyai kedudukan f igurasi tata hukum dimulai dari (i) lex aeterna
yang sama memperoleh perlakuan yang sama (hukum dan kehendak Tuhan), (ii) Lex Naturalis
di hadapan hukum; (prinsip umum/hukum alam), (iii) lex devina
2. Keadilan komutatif yaitu keadilan yang mem- (hukum Tuhan dalam kitab suci), (iv) lex humane
berikan hak kepada seseorang berdasarkan (hukum buatan manusia yang sesuai dengan hu-
statusnya sebagai manusia; kum alam) (Bernard L Tanya 2010, 59-60). Tho-
3. Keadilan remedial, yaitu menetapkan kriteria mas membedakan hukum yang berasal dari wahyu
dalam melaksanakan hukum sehari-hari harus dan buatan manusia. Dimana hukum yang baik
mempunyai standar umum untuk memulihkan harus didasarkan pada akal yang mencerahkan,
akibat tindakan yang dilakukan orang dalam bukan kehendak yang bersifat naluriah. Ketika tata
hubungannya satu sama lain. Standar diterap- hukum yang dibuat manusia (ius positivum
kan tanpa membeda-bedakan orang. humanum berseberangan dengan prinsip ius natu-
Menurut Inge Dwisvimar, Aristoteles setidaknya rale, maka hukum yang pertama harus dikalahkan.
menyumbangkan 4 kontribusi bagi filsafat hukum: Lebih lanjut, Thomas Aquinas membagi keadilan
Pertama, formulasinya terhadap keadilan yang dalam 3 hal yaitu (i) iustitia distributiva (keadilan
memisahkan dalam 2 jenis kriteria besar yakni distributif) yang menunjuk pada prinsip sama rata
keadilan distributif dan korektif/remedial. Kedua, dan menunjuk kesederajatan geometris, (ii) iustitia
keadilan korektif/remedial menjadi dasar ukuran commutativa (keadilan komutatif/tukar menukar)
teknis dari prinsip-prinsip yang mengatur pene- menunjuk pada keadilan berprinsip aritmetis yaitu
rapan hukum. Aturan tentang hubungan hukum penyesuaian yang harus dilakukan jika terjadi per-
harus didasarkan pada standar umum untuk buatan yang tidak sesuai dengan hukum, (iii) iustitis
memperbaiki akibat dari tindakan tanpa memper- legalis (keadilan hukum) yang menunjuk pada
hatikan pelakunya, dan tujuan dari perilaku dan ketaatan akan hukum.
objek tersebut harus diukur melalui ukuran objek- Pada abad modern terdapat f ilsuf yang
tif. Ketiga, pembedaan antara keadilan menurut mengembangkan konsep keadilan secara baik
hukum positif dan keadilan menurut alam. Ke- yaitu John Rawls. Rawls berpendapat bahwa ke-
adilan menurut hukum positif mendapat legitimasi adilan hanya dapat ditegakkan jika negara melak-
dari kekuasaan yang ada. Sedangkan keadilan sanakan asas keadilan berupa kebebasan setiap
Widhiana H. Puri: Pluralisme Hukum sebagai Strategi Pembangunan ... : 67-81 75
orang memiliki hak yang sama untuk mendapat mengemukakan komponen-komponen yang
kebebasan dasar (basic liberties) dan perbedaan terkandung di dalam hukum yaitu struktur,
sosial ekonomi hendaknya diatur sedemikian rupa substansi, dan kultural. Struktur adalah kelem-
sehingga memberi manfaat bagi mereka yang ku- bagaan yang diciptakan oleh sistem hukum,
rang beruntung. Rawl dalam bukunya a theory of komponen ini memungkinkan pemberian pela-
justice berusaha menyajikan konsep keadilan yang yanan dan penggarapan hukum secara teratur.
menggeneralisasikan dan mengangkat teori kon- Substansi terdiri dari norma hukum, baik pera-
trak sosial yang diajarkan Locke, Rousseau, dan turan, keputusan, dan sebagainya yang digunakan.
Kant ke tingkat yang lebih tinggi. Pandangan ten- Sedangkan kultural terdiri atas ide, sikap, harapan,
tang keadilan sebagai fairness didasarkan atas 2 dan pendapat tentang hukum. kultural ini dibe-
prinsip yakni equal right dan economic equality (John dakan antara internal legal culture dan external le-
Rawls 2011, 72). Pertama, semua orang mempunyai gal culture (Esmi Warrasih 2005, 81-82). Kom-
hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling ponen-komponen tersebut digunakan sebagai cara
luas, seluas kebebasan yang sama bagi semua or- untuk meletakkan tujuan keadilan dalam hukum
ang. Kedua, ketimpangan sosial dan ekonomi mesti yang progresif ini. Pertama, struktur hukum melalui
diatur sedemikian rupa sehingga (a) dapat diharap- lembaga yang diberikan otoritas harus ada sebagai
kan memberikan keuntungan semua orang, dan prasyarat pelaksanaan kegiatan operasional perta-
(b) semua posisi dan jabatan terbuka bagi semua nahan. Lembaga ini kita kenal dengan nama
orang. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
Pada demokrasi, secara epistimologi disyaratkan Pertanahan Nasional yang tersebar hingga ke ting-
adanya partisipasi aktif dari masyarakat maka kat kabupaten. Lembaga ini secara rutin melak-
senada dengan hal itu keadilan juga membutuhkan sanakan tugas administrasi pertanahan meskipun
serangkaian upaya untuk memperolehnya. Salah tuntutan peran mengharuskannya untuk berbuat
satu diantaranya adalah instrumen hukum yang lebih dari sekedar administratif. Kita sempat men-
progresif. Cita hukum ideal menurut Gustav dengar wacana tentang pembentukan pengadilan
Radburg meliputi, keadilan, kepastian, dan pertanahan dalam Rancangan Undang-undang
kemanfaatan. Ketiganya hadir saling melengkapi (RUU) pertanahan. Hal ini akan semakin
namun tidak jarang juga malah hilang di tataran memperkuat kelembagaan pertanahan dalam
realitas. Sebagai sebuah cita hukum, esensi ke- memberikan pelayanan dan pencapaian tujuan
adilan dalam hal ini lebih tinggi dan mendasar keadilan. Kedua, substansi, substansi hukum agraria
tingkatannya. Sebuah cita hukum identik dengan sangatlah luas. Sebagaimana pendapat Boedi
harapan ideal yang cenderung bersifat abstrak dan Harsono bahwa kelompok hukum agraria meliputi
belum dalam tataran realitas. Namun hal ini hukum tanah, hukum air, hukum pertambangan,
penting sebagai landasan filosofis negara dalam hukum perikanan, dan hukum penguasaan atas
rangka menyusun produk hukum yang baik serta tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa (Boedi
sesuai dengan kebutuhan. Proses mengartikulasi- Harsono 2003, 8). Mengingat begitu luasnya ma-
kan tataran f ilosofis pada ranah realitas ini kemu- salah agraria, maka sudah bisa dipastikan diper-
dian menjadi pekerjaan yang tidak mudah bagi lukan sinergi dan koordinasi antar sektor yang ada.
pemerintah khususnya lembaga legislatif dan Realitas saat ini menunjukkan bahwa berbagai
eksekutif. Cara mendaratkan harapan pada kenya- ketentuan hukum tersebut berpotensi tidak sinkron
taan memerlukan sebuah sinergi yang utuh antara dan cenderung saling meniadakan satu dengan
unsur-unsur hukum. Lawrence M. Friedman yang lain. Sehingga belum nampak adanya kesa-
76 Bhumi Vol. 3 No. 1 Mei 2017

tuan tunggal pengelolaan agraria. Ketiga, kultural Kesemuanya bertujuan untuk merombak struktur
hukum yang terdiri dari internal legal culture dan penguasaan tanah agar tidak terkonsentrasi pada
external legal culture. Watak birokrasi Indonesia golongan tertentu saja namun dapat merata
termasuk pertanahan masih menunjukkan ke- memberikan kemakmuran pada rakyat. Pemberian
inginan untuk dilayani dan bukan melayani. asset reform dan acces reform menjadi ujung tom-
Aparatur negara hanya bertugas sebagai corong bak pemerintah dalam mewujudkan keadilan
undang-undang dan berusaha menjamin tercipta- agraria. Namun seiring perkembangan jaman,
nya ketertiban dan keteraturan dalam masyarakat. regulasi tentang keagrariaan dilihat tidak lagi
Sementara itu masyarakat sudah mulai menunjuk- mampu mengikuti dinamika perkembangan jaman
kan kesadaran hukum yang lebih tinggi. Meskipun dan tuntutan globalisasi. Beberapa ketentuan
nilai-nilai kekeluargaan masih tampak, namun hukum yang lahir pada masa orde baru yang dike-
kecenderungan untuk reaktif juga terlihat dalam nal dengan 3 paket UU di tahun 1967 menandai
menyikapi berbagai permasalahan yang ada. perubahan mendasar dalam pengelolaan agraria
Mengkonf irmasi progresivitas hukum agraria diantaranya:
Indonesia dalam ukuran keadilannya, maka perlu 1. UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal
dilihat berdasar beberapa teori tentang tujuan Asing
hukum. Meminjam ajaran teori etis tentang tujuan 2. UU No. 5 tahun 1967 tentang Ketentuan-keten-
hukum, hukum semata-mata bertujuan untuk tuan Pokok Kehutanan, yang kemudian diganti
menemukan keadilan. Perhatian pokok teori ini dengan UU No. 41 Tahun 1999.
terbagi atas 2 hal. Pertama, menyangkut hakikat 3. UU No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan-
keadilan yang terletak pada penilaian terhadap ketentuan Pokok Pertambangan, dan UU No.
suatu perlakuan atau tindakan dimana hakikat 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
keadilan hendaknya dilihat dari dua pihak. Kedua, Batubara.
menyangkut isi atau norma untuk berbuat secara Penerapan ketiga undang-undang tersebut
konkrit dalam keadaan tertentu. Hal ini sangat sulit dimaksudkan untuk mendorong kinerja ekonomi
pada pembatasan terhadap isi keadilan sehingga yang lebih kuat melalui pembukaan investasi asing
ada kecenderungan memberikan penilaian terha- ke Indonesia dengan penyediaan iklim usaha yang
dap rasa keadilan hanya menurut pihak yang mendukung. Sehingga berbagai korporasi dan
menerima perlakuan saja (Esmi Warrasih 2005, 24). investasi asing masuk dan “berbagi” sumber daya
Jika dikaitkan dengan ajaran teori ini, kita dapat alam yang melimpah. Hukum yang ada diarahkan
mengkonfirmasinya pada realitas hukum agraria untuk menjamin adanya ketertiban dan kete-
yang ada di Indonesia. Pada masa awal pemben- raturan dalam masyarakat. Hukum juga ditujukan
tukan hukum tanah nasional khususnya UUPA di untuk mencapai keadilan secara berbeda-beda baik
tahun 1960, kita dapat melihat bahwa pertim- menurut isi dan ukurannya serta menurut masya-
bangan tujuan keadilan ini sangat menonjol. Peme- rakat dan zamannya (Esmi Warrasih 2005, 25). Hal
rintah kala itu berusaha memberikan keadilan ini sebagaimana ajaran teori campuran tentang
melalui keberpihakan perangkat hukum dalam tujuan hukum. Bahkan jika kita melihat kondisi
bidang agraria kepada masyarakat, sebut saja pada saat ini, hukum agraria kita masih memper-
beberapa ketentuan tentang penghapusan tanah tahankan corak yang demikian ini. Harapan akan
partikelir, pembatasan luas tanah pertanian, keadilan menjadi jauh panggang dari api, karena
larangan tanah absentee, maupun juga paket kebi- negara dengan kewenangannya mempertahankan
jakan land reform dengan redistribusi tanahnya. keteraturan dan ketertiban sebagai yang utama
Widhiana H. Puri: Pluralisme Hukum sebagai Strategi Pembangunan ... : 67-81 77
daripada keadilan bagi masyarakat umum. bebas kepentingan termasuk tidak mengindahkan
Tri Chandra Aprianto menyebutkan bahwa sejak harapan masyarakat sebagai ruang bekerjanya
dipilihnya pembangunan ekonomi yang berbasis hukum.
free f ight liberalism (1967) model mengatasi Perjuangan masyarakat untuk memperoleh
ketidakadilan agraria politik orde baru memilih keadilan dalam penegakan untuk mendorong
pendekatan jalan pintas (by pass approach) (Tri munculnya berbagai aksi dan gerakan baik secara
Chandra A 2014, 356). Pendekatan ini secara tegas diplomatis maupun radikal. Penggunaan tatanan
menyebutkan bahwa problem mendasar masya- hukum lokal yang identik dengan adat serta hukum
rakat Indonesia (khususnya kaum tani) bukanlah nasional yang identik bersifat represif seringkali
penataan ulang sumber agraria yang lebih adil memunculkan gesekan yang seringkali mengaki-
namun masalah pangan, lapangan kerja, dan batkan korban. Proklamasi kemerdekaan hendak-
kesempatan kerja (Arbi Sanit 1980, 37-38). Fokus nya kembali mengingatkan kita tentang revolusi
pemerintah yang melupakan urgensi tanah sebagai nasional termasuk penataan hukum agraria yang
basis ekonomi menempatkan tanah kemudian berkonsepsi nasional. Pancasila haruslah menjadi
menjadi komoditas dan faktor ekonomi dalam panduan utama bagi negara dalam melaksanakan
rangka pemenuhan kebutuhan pangan dan kebijakan-kebijakannya. Pancasila tidak saja ber-
lapangan pekerjaan. Hal ini sekaligus mengamini fungsi sebagai dasar negara tetapi juga menjadi
proses industrialisasi dan kapitalisme yang luar biasa rechtsidee, yaitu tuntunan menuju cita-cita moral
ke Indonesia pada periode tersebut. bangsa yang merujuk pada perasaan keadilan
Pada masa sekarang ini tidak banyak terjadi masyarakat (Tri Chandra A 2014, 356). Masyarakat
perubahan yang signifikan. Harapan akan keadilan dengan tatanan hukum lokalnya baik berupa
melalui pengaturan hukum agraria yang progresif kearifan lokal maupun hukum adat merupakan
dan responsif atas harapan masyarakat masih kekayaan nasional yang penuh dengan nilai dan
belum terlaksana. Pemerintah masih berfokus pada filosofi kebersamaan. Alternatif-alternatif pilihan
kemajuan investasi dan korporasi serta kurang hukum yang dipromosikan oleh masyarakat,
memperhatikan kebutuhan masyarakat. Kesadaran menunjukkan kedudukannya sebagai pelengkap
akan pentingnya keadilan di bidang hukum dalam sistem hukum nasional. Sehingga kera-
khususnya agraria dan ekonomi mulai dibangun gaman tatanan hukum yang ada serta perubahan
pasca reformasi melalui reforma agraria. Namun konfigurasi politik nasional turut menggambarkan
Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) mencatat dinamika hukum agraria nasional kesemuanya
indikasi kemiskinan dan hilangnya kedaulatan atas berupaya mengarah pada pencapaian keadilan.
sumber daya agraria dan potensi kerawanan sosial
di masa depan yang lebih besar. Konflik agraria D. Pluralisme Hukum Agraria sebagai
sejumlah 1.379 meletus dan membawa korban jiwa. Sintesis Keadilan Hukum
Sepanjang tahun 2013 dari sisi korban terdapat Pembangunan sistem hukum nasional di Indo-
139.874 kepala keluarga menjadi korban konflik, nesia merupakan sebuah pekerjaan yang berat di
22 tewas, 239 ditangkap, 130 dianiaya, dan 30 or- tengah keragaman budaya serta karakteristik
ang ditembak mati (Iwan Nurdin 2014). Hal ini masyarakat. Variabel hukum dan masyarakat
menunjukkan bahwa perangkat hukum masih memiliki keterikatan yang tidak dapat dipisahkan.
digunakan pemerintah sebagai upaya yang represif Hukum dibentuk berfungsi untuk mengatur dan
untuk melegalkan segala kebijakannya. Hukum menciptakan ketertiban dalam masyarakat,
seolah berdiri dalam ruang yang bebas nilai dan demikian pula sebaliknya bahwa masyarakat
78 Bhumi Vol. 3 No. 1 Mei 2017

memilih dan melegitimasi hukum yang sesuai sektor agraria khususnya pertanahan juga menga-
dengan cita hukumnya untuk dapat digunakan lami desakan khususnya dalam tatanan lokal.
mengatur pola kehidupannya. Pola hubungan tim- Tatanan struktur global secara perlahan diwakili
bal balik dan ketergantungan ini pada satu sisi oleh tatanan hukum nasional yang mendapatkan
dapat selaras dengan maksud pemerintahan yang tekanan untuk mengakomodir kemajuan global.
berdaulat yang terwujud melalui hukum formal Sementara struktur lokal dapat kita temui dalam
negara. Namun pada kondisi yang lain, hukum pengaturan hukum adat maupun kebiasaan dan
nasional dianggap kurang sesuai oleh masyarakat kearifan lokal yang dikembangkan oleh masyara-
sehingga menggunakan pilihan hukum lain. Situasi kat. Sebagai contoh kebijakan negara dalam
dimana terdapat suatu bidang kehidupan atau sertipikasi tanah masyarakat hukum adat. Pada satu
urusan yang sama dapat berlaku berbagai norma sisi sertipikasi menjadi alat global dan negara untuk
dari hukum yang berbeda diartikan sebagai kondisi memenuhi tuntutan dunia dalam rangka mem-
pluralisme hukum (Myrna A, Safitri 2011, 1). Norma buka kran investasi dan pengakuan atas pemilikan
yang berlaku dapat berasal dari hukum adat, pribadi. Namun disisi lain, sertipikasi juga mendo-
hukum perdata (barat), hukum agama, dan sistem rong individualisasi tanah dan kepastian hukum
hukum lainnya. melalui bukti kepemilikan tanah. Kesadaran akan
Kondisi pluralisme hukum dalam bidang keagra- kebutuhan pengakuan penguasaan tanah men-
riaan di Indonesia menunjukkan kondisi yang dorong masyarakat adat ikut serta dalam program
menurut Sumardjono adalah weak legal pluralism/ ini. Sebagai tahapan awalnya, pengakuan subyek
state-law pluralism (Maria SW Sumardjono 2017, hak yakni masyarakat adat menjadi prasyarat yang
4). Diskursus tentang interaksi hukum nasional dan mendorong masyarakat adat untuk memenuhi
hukum adat dalam bidang pertanahan tidak harus kriteria yang ditentukan negara. Masyarakat
ditempatkan dalam kondisi kompetisi namun hukum adat menurut ahli kolonial dikategorikan
justru saling melengkapi/ komplementer. Secara sebagai persekutuan hukum. Persekutuan hukum
sifatnya, hukum nasional/ formal cenderung menurut Ter Haar harus memenuhi kriteria
bersifat statis dan stabil dalam arti untuk memper- (Andiko 2011, 60):
tahankan norma dan kondisi ketertiban dalam 1. Merupakan kesatuan manusia yang teratur
masyarakat sehingga cenderung kurang dinamis. 2. Menetap di suatu daerah tertentu
Sementara itu nilai hukum adat yang hidup dalam 3. Mempunyai penguasa
masyarakat cenderung lebih dinamis dan lokal 4. Mempunyai kekayaan baik yang berwujud
karena berada dalam lingkungan masyarakat maupun tidak berwujud.
sebagai wilayah operasionalnya. Oleh karenanya Penetapan subyek hukum sebagai masyarakat
kondisi komplementer ini juga dapat dipahami hukum adat menurut ketentuan hukum nasional
mengingat kelemahan kedua karakteristik sistem membutuhkan pengakuan baik dalam bentuk
hukum tersebut yaitu bahwa hukum nasional me- peraturan daerah maupun keputusan kepala
miliki keunggulan adanya kepastian hukum daerah/bupati/walikota. Meskipun demikian,
sedangkan hukum adat dinilai lebih memberikan ditegaskan bahwa penetapan melalui keputusan ini
rasa keadilan bagi masyarakat. hendaklah bersifat deklaratoir semata (Maria SW
Pemahaman atas keragaman tatanan sistem Sumardjono 2016, 6).
hukum yang berbeda-beda berimplikasi pada Terdapat proses penundukan diri tatanan lokal
pilihan hukum oleh masyarakat. Menghadapi per- terhadap tuntutan global. Kekuatan global dan
kembangan dan globalisasi dalam bidang ekonomi, tatanan lokal memiliki titik singgung yaitu
Widhiana H. Puri: Pluralisme Hukum sebagai Strategi Pembangunan ... : 67-81 79
keduanya berusaha mencapai cita-cita kemak- Bali, dikenalnya lembaga desa pakraman dan desa
muran materiil dalam masyarakatnya (Ade dinas yang memiliki yurisdiksi kewenangan masing-
Saptomo 2010, 32). Hal ini artinya, kondisi masing. Negara melegitimasi kewenangan yang ada
lingkungan masyarakat sebagai wilayah bekerjanya dan mengakomodir dalam pengaturan pada tataran
hukum menunjukkan pluralisme dan semakin hukum nasional melalui penetapan peraturan
dinamis termasuk juga karakteristik masyarakat daerahnya. Kedua contoh tersebut menjadi gam-
dengan keragaman suku, agama, budaya, dan baran bahwa hukum adat sebagai pelengkap/kom-
lingkungan geografisnya. plemen hukum nasional memungkinkan bagi nega-
Pluralisme hukum bagi gerakan sosial penting ra untuk melakukan penyesuaian dan perubahan
karena keadilan dapat ditemukan di berbagai hukum nasional mengikuti perkembangan zaman
hukum (Myrna A, Saf itri 2011, 13). Bagi sebagian dan masyarakat dengan mengakomodir hukum
kalangan khususnya yang menentang faham adat/hukum masyarakat yang ada. Fleksibilitas dan
positivisme hukum, apabila keadilan menjadi keluwesan hukum ini dimungkinkan dengan
pokok utamanya maka perlukah hukum negara kondisi hukum yang plural. Patrick McAusland
hadir atau tidak bukan menjadi hal yang secara a dalam Warman menyebutkan hubungan hukum
priori bisa ditetapkan. Hal ini sekaligus mengesah- adat dan hukum nasional melalui beberapa tahapan
kan keberadaan pluralisme hukum sebagai kondisi di antaranya acquisition, destruction, reconstruction,
yang melahirkan banyaknya peluang dan kemung- substitution, dan integration (Kurnia Warman
kinan untuk melakukan seleksi atas sistem hukum 2009, 90-92). Pengaturan konversi UUPA yang
yang paling banyak memberikan rasa keadilan bagi memberikan pengaturan tentang hak-hak atas
masyarakat. Meskipun kemudian hal yang menjadi tanah masyarakat hukum adat menunjukkan fase
kelemahan utama dalam pluralisme hukum adalah substitution. Perlahan namun pasti, karakteristik
ketiadaan kepastian hukum. Namun seperti pluralisme hukum yang mempromosikan hukum
pepatah lama yang mempertanyakan mana yang masyarakat ini semakin menguat, namun yang
lebih dulu antara ayam dan telur, maka banyak perlu diperhatikan bahwa pluralisme hukum harus
kalangan yang menyatakan apalah arti kepastian bersifat positif dan ditujukan untuk pembangunan
hukum kalau ternyata masyarakat masih mencari hukum nasional. Sehingga di masa mendatang,
norma hukum baru yang memberi keadilan. Maka hukum adat/hukum masyarakat benar-benar
sesuatu yang pasti menjadi hal yang tidak pasti memiliki kedudukan dan peran dalam memberikan
secara hakiki. kontribusi merespons tuntutan zaman dengan tetap
Pluralisme hukum memberikan peluang dan berlandaskan pada nilai-nilai kearifan lokal dan
kemungkinan bagi masyarakat untuk memilih dan filosofis kepribadian bangsa yang komunalistik dan
menggunakan hukum agraria yang paling sesuai religius, serta mengutamakan nilai-nilai pancasila.
dengan memberikan keadilan. Contoh yang paling
sering muncul adalah pilihan masyarakat dalam E. Penutup
menggunakan hukum waris dalam keluarga. Para Kehidupan manusia mulai dari yang primitif
pihak dapat menggunakan hukum waris menurut sampai dengan modern bahkan post modern se-
hukum barat, hukum adat, maupun menurut nantiasa ditata dengan ketentuan hukum. Hukum
hukum agama yaitu Islam. Terhadap pilihan hu- tidak hanya dipahami sebagai pembentuk keter-
kum ini, negara mengakui dan memberikan per- tiban dan keteraturan namun lebih dari ini hukum
lindungan terhadapnya. Contoh lain, adalah dalam harus mampu memberikan keadilan, kepastian,
model pengelolaaan tanah adat pada masyarakat dan kemanfaatan kepada manusia. Sebagai sebuah
80 Bhumi Vol. 3 No. 1 Mei 2017

produk akal dan qalbu, hukum senantiasa diha- Aprianto, TC 2014, Reforma Agraria: Momentum
rapkan dinamis mengikuti perkembangan dan Keadilan dan Kesejahteraan, Jurnal Bhumi, No,
tuntutan jaman. Sehingga harapannya dengan 39 Tahun 13, April 2014.
sifatnya yang lentur dan dinamis ini akan mampu Arizona, Y 2014, Konstitusionalisme Agraria, STPN
Press, Yogyakarta.
memenuhi cita-cita hukum masyarakat akan
Dwisvimiar, I, “Keadilan Dalam Perspektif Filsafat
keadilan yang substantif.
Ilmu Hukum”, Jurnal Dinamika Hukum, Vol,
Hukum agraria di Indonesia di bentuk dengan 11 No, 3 September 2011.
tekad untuk membangun hukum agraria nasional Harsono, B 2003, Hukum Agraria Indonesia:
yang sesuai dengan karakteristik bangsa Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok
yang komunalistik religius. Hukum dibangun pada Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jilid 1 Hukum
masa transisi kemerdekaan untuk mengakhiri sis- Tanah Nasional, Djambatan, Jakarta.
tem hukum Barat yang individual liberal dan Hatta, M 2005, Hukum Tanah Nasional Dalam
eksploitatif menuju hukum yang adil, berpihak Perspektif Negara Kesatuan, Media Abadi,
pada masyarakat, dan berdasarkan Pancasila Yogyakarta.
Held, D 2004, Demokrasi dan Tatanan Global; Dari
sebagai f ilosofi bangsa. Kondisi pluralisme hukum
Negara Modern Hingga Pemerintahan
menggambarkan begitu majemuk dan heterogen-
Kosmopolitan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
nya masyarakat serta kondisi kehidupannya yang Indarti, E, “Demokrasi dan kekerasan: Sebuah
berkembang sesuai tuntutan global. Pluralisme Tinjauan Filsafat Hukum”, Aequitas Juris,
hukum menjadi kondisi yang memungkinkan bagi Jurnal Fakultas Hukum Universitas Katholik
masyarakat untuk menampilkan pilihan-pilihan Widya Mandira Kupang, Vol, 2 (1), 2008.
hukum yang sesuai dengan cita keadilan dan Mahfud, M 2011, Politik Hukum di Indonesia,
kemanfaatan bagi masyarakat. Di bidang agraria, Rajawali Pers, Jakarta.
kondisi hukumnya menunjukkan gejala awal legal Nurdin, I 2014, KPA Desak Jokowi-JK Prioritaskan
pluralism di mana hukum negara masih dominan Reforma Agraria dalam http://www.kpa.or.id/
news/blog/kpa-desak-jokowi-jk-prioritaskan-
serta hukum adat/kebiasaan berperan sebagai
reforma-agraria/, Diakses tanggal 9 Oktober
komplemen/pelengkap. Hukum progresif sebagai
2015 Pukul 05.19 WIB.
gambaran norma hukum yang sesuai dengan Rawls, J 2011, A Theory of Justice, Teori Keadilan:
tuntutan serta kondisi zaman menjadi potensi yang Dasar-dasar Filsafat Politik untuk Mewujudkan
mampu dilahirkan dalam kondisi hukum yang plu- Kesejahteraan Sosial dalam Negara, Pustaka
ral. Meskipun miskin akan kepastian hukum, Pelajar, Yogyakarta.
namun kaya akan dimensi keadilan yang sejatinya Saf itri, MA 2011, Bersikap Kritis Terhadap
menjadi tujuan penegakan hukum. Pluralisme Hukum dalam “Untuk Apa Plura-
lisme Hukum? Regulasi, Negosiasi, dan Perla-
wanan Dalam Konflik Agraria di Indonesia,”
Daftar Pustaka Myrna A, Savitri (ed), Ephistema Institute,
Ali, Z 2006, Filsafat Hukum, Sinar Graf ika, Jakarta. HuMA, Forest People Programme, Jakarta.
Andiko 2011, Upaya Tiada Henti Mempromosikan Salim HS dan Erlies SN 2014, Penerapan Hukum
Pluralism Dalam Hukum Agraria Di Indone- Pada Penelitian Disertasi dan Tesis, Buku
sia Dalam “Untuk Apa Pluralisme Hukum? Kedua, Raja Graf indo, Jakarta.
Regulasi, Negosiasi, Dan Perlawanan Dalam Sanit, A, Kegiatan PKI di Kalangan Petani di Jawa
Konflik Agraria Di Indonesia,” Myrna A, Savitri Tengah dan Jawa Timur Pada Tahun 50-an,
(ed), Ephistema Institute, HuMA, Forest Jurnal Persepsi Untuk Mengamankan
People Programme, Jakarta. Pancasila, Tahun II No. I, 1980.
Widhiana H. Puri: Pluralisme Hukum sebagai Strategi Pembangunan ... : 67-81 81
Saptomo, A 2010, Hukum dan Kearifan Lokal, Tanya, BL, Yoan N Simanjuntak, dan Markus YH
Revitalisasi Hukum Adat Nusantara, Grasindo, 2010, Teori Hukum: Strategi Tertib Manusia
Jakarta. Lintas Ruang dan Generasi, Genta Publishing,
Sudjito 2013, Hukum Dalam Pelangi Kehidupan: Yogyakarta.
Hukum Progresif Untuk Mewujudkan Keadilan Warman, K 2009, Pengaturan Sumberdaya Agrar-
Substantif Dalam Bingkai Nilai-Nilai ian Pada Era Desentralisasi Pemerintahan Di
Pancasila,Tugu Yogya Pustaka, Yogyakarta. Sumatera Barat (Interaksi Hukum Adat Dan
____, 2015, Material Teaching Filsafat Ilmu Hukum, Hukum Negara Dalam Perspektif Keaneka-
FH UGM, Yogyakarta. ragaman Dalam Kesatuan Hukum), Program
Sumardjono, MSW 2016, Sekali Lagi tentang Hak Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas
Komunal, Kompas edisi 19 Juli 2016. Gadjah Mada, Yogyakarta.
____, 2017, Pluralisme Hukum Dalam Pengaturan Warrasih, E 2005, Pranata Hukum Sebuah Telaah
Sumberdaya Alam di Indonesia, Adaptasi, Sosiologis, Suryandaru Utama, Semarang.
Harmonisasi dan Agenda ke Depan, Orasi Winarno, B 2007, Kebijakan Publik: Teori dan Proses,
Ilmiah disampaikan dalam Rapat Senat Media Pressindo, Yogyakarta.
Terbuka dalam Rangka Dies Natalis ke-71 Yani, A 2013, Pembentukan Peraturan Perundang-
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, undangan Yang Responsif: Catatan Atas UU No,
Yogyakarta. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Susanto, AF 2010, “Keraguan dan ketidakadilan Perundang-undangan, Konstitusi Press, Jakarta.
Hukum (Sebuah Pembacaan Dekonstruktif)”,
Jurnal Keadilan Sosial, Edisi 1 Tahun 2010.

Anda mungkin juga menyukai