Anda di halaman 1dari 19

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian

Occult Obstetric Anal Sphincter Injuries (Occult OASIS)


Pada Primipara

ARTIKEL ILMIAH
Diajukan guna melengkapi persyaratan dalam mengikuti
Program Pendidikan Dokter Spesialis I
Obstetri dan Ginekologi

Oleh :
dr. Tonggo Tua Siallagan
22070111300010

Pembimbing :
dr. Arufiadi Anityo Mochtar, Msi.Med, SpOG(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I


BAGIAN / SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
UNIVERSITAS DIPONEGORO/RSUP Dr. KARIADI
SEMARANG
2018
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Occult Obstetric Anal Sphincter Injuries (Occult OASIS)
Pada Primipara
Tonggo Tua Siallagan1, Arufiadi Anityo Mochtar2

1. Residen, Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas


Diponegoro/RSUP Dr Kariadi, Semarang
2. Staff Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro/RSUP Dr Kariadi, Semarang

Abstrak

Pendahuluan: Obstetric Anal Sphincter Injuries (OASIS) merupakan komplikasi


persalinan pervaginam dan dapat berdampak pada kualitas hidup karena dapat
menyebabkan inkontinensia ani. Occult OASIS adalah OASIS yang tersembunyi dan
tidak teridentifikasi melalui pemeriksaan klinis namun terdeteksi melalui
pemeriksaan ultrasonografi. Faktor risiko Occult OASIS terdiri dari faktor proses
persalinan, faktor perinatal, dan faktor maternal. Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Occult OASIS pada
primipara di Kota Semarang
Material dan Metode: Penelitian kohort prospektif analitik observasional ini
dilaksanakan di Ruang Bersalin dan Poliklinik Kebidanan dan Kandungan di RSUP
dr. Kariadi dan RS lahan jejaring di Kota Semarang selama Juli-September 2018.
Sampel penelitian adalah wanita primipara dengan riwayat cedera perineum saat
partus pervaginam di RSUP Dr. Kariadi dan RS lahan jejaring di Kota Semarang.
Pemeriksaan ultrasonografi transperineal 2 dimensi dilakukan setelah 6 minggu post
partum untuk mengetahui ada tidaknya Occult OASIS
Hasil Penelitian: Tidak didapatkan hubungan antara panjang perineum, usia ibu,
presentasi janin, berat janin, lingkar kepala, induksi persalinan, lama kala II
persalinan, cara persalinan, tindakan episiotomy, distosia bahu, dan penolong
persalinan dengan kejadian Occult OASIS (p>0,05). Terdapat hubungan yang
bermakna antara IMT dan derajat laserasi (p=0,007 dan p=0,014 secara berurutan)
dengan kejadian Occult OASIS. Faktor yang paling dominan dengan kejadian Occult
OASIS adalah IMT (p=0,04) dan derajat laserasi (p=0,06).
Kesimpulan: Kejadian Occult OASIS pada primipara di RSUP dr. Kariadi dan RS
lahan jejaring di kota Semarang sebesar 10%. Faktor maternal yaitu IMT dan faktor
persalinan yaitu derajat laserasi perineum merupakan faktor yang berhubungan
dengan kejadian Occult OASIS pada primipara
Kata Kunci: Obstetric Anal Sphincter Injuries, Occult OASIS, faktor risiko,
primipara

PENDAHULUAN
Obstetric Anal Sphincter Injuries (OASIS) merupakan komplikasi dari
persalinan pervaginam yang berdampak terhadap kualitas hidup yang dapat
mengakibatkan terjadinya inkontinensia ani.1 Occult OASIS adalah OASIS yang
tersembunyi yang tidak teridentifikasi melalui pemeriksaan klinis namun terdeteksi
melalui pemeriksaan ultrasonografi.1-4 Ultrasonografi endoanal merupakan gold
standard dalam mendiagnosis Occult OASIS. Alat ini bersifat invasif karena
menginsersikan probe ke dalam kanalis ani.5 Saat ini ultrasonografi transperineal
direkomendasikan sebagai alternatif karena lebih mudah tersedia di rumah sakit dan
lebih dapat diterima oleh pasien karena tidak bersifat invasif.6,7
Di Inggris, kejadian laserasi perineum pada wanita saat melahirkan
pervaginam diperkirakan mencapai sekitar 85%.8,9 Pada suatu penelitian terhadap dua
puluh ribu persalinan pervaginam didapatkan angka kejadian OASIS sebesar 2,9%
pada wanita primipara dan 0,8% pada wanita multipara. Namun seiring dengan
semakin seringnya penggunaan ultrasonografi endoanal ternyata didapatkan angka
kejadian Occult OASIS sebesar 11% sampai dengan 36%. 10 Pada tahun 2010,
diperoleh data bahwa jumlah OASIS berkisar 0,1% di Rumania, dan jumlah
episiotomi berkisar 3,7% di Denmark.11
OASIS sering salah didiagnosis sebagai laserasi perineum derajat dua.
Kemungkinan penyebab kesalahan diagnosis OASIS adalah: Pertama, kurangnya
pengetahuan dokter dan bidan terhadap anatomi perineum dan sistem klasifikasi
laserasi perineum. Pada suatu penelitian tentang pengetahuan anatomi perineum yang
dimiliki dokter dan bidan, didapatkan bahwa 41% dokter dan 16% bidan melakukan
kesalahan dalam mengklasifikasikan laserasi sfingter ani. Kedua, OASIS sering
disembunyikan dan dicatat dalam catatan medis sebagai laserasi perineum derajat dua
oleh karena adanya stigma pada kasus OASIS dimana ada kecenderungan untuk
menyalahkan individu daripada menganalisa faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya OASIS.2, 12
Faktor risiko Occult OASIS sama dengan faktor risiko terjadinya OASIS yang
dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok besar, yaitu faktor proses persalinan,
faktor perinatal, dan faktor maternal. Faktor yang termasuk dalam faktor proses
persalinan adalah ada atau tidaknya tindakan episiotomi, partus tindakan, kala II
lama, distosia bahu, induksi oksitosin dan derajat laserasi perineum. Faktor yang
termasuk dalam faktor perinatal adalah berat badan lahir, malpresentasi, lingkar
kepala. Sedangkan faktor yang termasuk dalam faktor maternal adalah usia, Indeks
Massa Tubuh (IMT), paritas, ras, dan panjang perineum. 13 Penelitian tentang Occult
OASIS merupakan penelitian baru dan belum pernah dilakukan di Indonesia.

METODE
Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan
menggunakan rancangan kohort prospektif. Penelitian dilaksanakan di Ruang
Bersalin dan Poliklinik Kebidanan dan Kandungan di RSUP dr. Kariadi dan RS lahan
jejaring di Kota Semarang. Populasi penelitian ini adalah semua wanita primipara
dengan riwayat cedera perineum saat partus pervaginam di Kota Semarang. Sampel
yang diambil adalah wanita primipara dengan riwayat cedera perineum saat partus
pervaginam di RSUP Dr. Kariadi dan RS lahan jejaring di Kota Semarang, yang
diambil dengan cara consecutive sampling mulai bulan Juli hingga September 2018.
Kriteria inklusi antara lain: wanita primipara, masa nifas ≥ 6 minggu, riwayat
usia kehamilan ≥ 37 minggu, riwayat presentasi kepala, riwayat persalinan
pervaginam dengan cidera perineum, bersedia untuk ikut serta dalam penelitian, dan
riwayat persalinan ditolong dokter. Wanita multipara, masa nifas < 6 minggu,
memiliki riwayat partus prematurus, riwayat presentasi bokong, riwayat persalinan
pervaginam dengan perineum intak, dan menolak untuk ikut serta dalam penelitian
dikeluarkan dari penelitian.
Tahapan penelitian sampel dimulai dengan menjelaskan tujuan, manfaat serta
prosedur penelitian kepada subjek penelitian. Pasien yang memenuhi kriteria dan
setuju untuk mengikuti penelitian diminya menandatangani infromd consent.
Pemeriksaan ultrasonografi transperineal 2 dimensi dilakukan setelah 6 minggu post
partum dengan penggunaan probe transvaginal pada daerah perineum untuk
mengetahui ada tidaknya Occult OASIS. Pemeriksaan ultrasonografi transperineal
dilakukan oleh residen obstetri dan ginekologi pin hijau dan disupervisi oleh
konsultan uroginekologi. Subjek penelitian yang menjalani persalinan dari ruang
bersalin VIP yang dilakukan oleh dokter spesialis Obstetri Ginekologi, data diambil
dari rekam medis. Data yang terkumpul kemudian dilakukan analisis. Analisis
statistik bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen
dan dependen. Analisis untuk data kategorik dilakukan menggunakan Chi-square test
atau alternatif dengan Fisher exact. Analisis statistik untuk data numerik dilakukan
menggunakan uji t-independent atau alternatif dengan Mann-Whitney. Analisis
multivariat dilakukan untuk mengetahui variabel-variabel yang berhubungan dengan
kejadian Occult OASIS, dengan menggunakan analisis regresi logistic.

HASIL PENELITIAN
Selama bulan Juli sampai dengan September 2018 didapatkan sebanyak 75
persalinan pervaginam pada ibu primigravida di RSUP dr. Kariadi dan RS lahan
jejaring di Kota Semarang. Tiga puluh pasien didapatkan memenuhi kriteria inklusi
dan ekslusi serta setuju untuk ikut dalam penelitian ini. Karateristik subjek penelitian
dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian
Karakteristik Data N %
IMT
Nomal 22 73,3
Over weight 8 26,7
Panjang Perineum
Normal 29 96,7
Pendek 1 3,3
Usia
Usia Reproduksi Normal 27 90,0
Usia Muda 3 10,0
Presentasi Janin
Occiput Anterior 9 30,0
Bukan Occiput Anterior 21 70
Berat Janin
< 2500 gram 2 6,7
2500-4000 gram 28 93,3
Lingkar Kepala
< 33 cm 22 73,3
33-34 cm 5 16,7
> 34 cm 3 10,0
Induksi Persalinan
Tidak 8 26,7
Ya 22 73,3
Lama Kala II
Normal (<= 2 jam) 29 96,7
Lama (> 2 jam) 1 3,3
Cara Persalinan
Tanpa Alat (Tanpa Vakum) 12 40,0
Dengan alat (Vakum) 18 60,0
Tindakan Episiotomi
Tidak dilakukan 8 26,7
Ya, dilakukan 22 73,3
Distosia Bahu
Tidak 26 86,7
Ya 4 13,3
Penolong Persalinan
Spesialis 4 13,3
Residen 26 86,7
Derajat Laserasi
III 28 93,3
IV 2 6,7
Jenis Anestesi
General 1 3,3
Lokal 29 96,7

Tempat Penjahitan
Ok 1 3,3
Vk 29 96,7
Metode Penjahitan
End to end 14 46,7
Overlapping 16 53,3
Jenis Benang
Bukan PGA 2 6,7
PGA 28 93,3
Occult Oasis
Tidak ada 27 90,0
Ada 3 10,0

Tabel 1 menunjukkan bahwa pada penelitian ini, sebagian besar responden

mempunyai status IMT kategori normal sebesar 73,3%, dengan panjang perineum

normal sebesar 96,7%. Sebagian besar usia responden berada pada tahap usia

reproduksi normal (90%), dengan presentasi janinnya termasuk bukan occiput

anterior (70%). Sebagian besar melahirkan bayi dengan berat janin antara 2500

sampai dengan 4000 gram (93,3%), dengan lingkar kepada kurang dari 33 cm sebesar

73,3 %. Sebagian besar mengalami induksi persalinan (73,3%) dengan lama kala II

masuk kategori normal kurang dari 2 jam (96,7%).

Sebagian besar mengalami cara persalinan dengan vakum (73,3%) dan

dilakukan tindakan episiotomi (73,3%). Sebagian besar tidak mengalami distosia

bahu (86,7%) dengan penolong persalinan residen (86,7%). Sebagian besar

mengalami derajat laserasi III (93,3%) dengan jenis anestesi lokal (96,7%). Sebagian

besar tempat penjahitannya masuk kategori Vk (96,7%) dengan metode penjahitan

overlapping (53,3%), dan menggunakan jenis benang sebagian besar PGA (983,3%).
Hasil pengamatan occult oasis sebagian besar tidak ada (90%) dan yang ada sebesar 3

orang (10%).

Analisis hubungan antara karakteristik responden dengan kejadian Occult


OASIS ditampilkan pada tabel 2.

Tabel 2. Analisis bivariat faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian Occult


OASIS
Occult Oasis
Variabel Ada Tidak Ada P
N % N %
IMT
Over weigth 3 37,5 5 62,5
Nomal 0 0,0 22 100,0 0,014
Panjang Perineum
Pendek 1 100,0 0 0,0
Normal 2 6,9 27 93,1 0,100
Usia
Usia Reproduksi Normal 3 11,1 24 88,9 1,00
Usia Muda 0 0,0 3 100,0
Presentasi Janin
Occiput Anterior 2 22,2 7 77,8 0,207
Bukan Occiput Anterior 1 4,8 20 95,2
Berat Janin
< 2500 gram 1 50,0 1 50,0 0,193
2500-4000 gram 2 7,1 26 92,9
Lingkar Kepala
< 33 cm 3 13,6 19 86,4 0,545
33-34 cm 0 0,0 5 100,0
> 34 cm 0 0,0 3 100,0
Induksi Persalinan
Ya 1 4,5 21 95,5
Tidak 2 25,0 6 75,0 0,166
Lama Kala II
Lama (> 2 jam) 0 0,0 1 100,0
Normal (<= 2 jam) 3 10,3 26 89,7 1,000
Cara Persalinan
Dengan alat (Vakum) 2 11,1 16 88,9
Tanpa alat (tanpa Vakum) 1 8,3 11 91,7 1,000
Tindakan Episiotomi
Tidak dilakukan 1 12,5 7 87,5 1,000
Ya, dilakukan 2 9,1 20 90,9
Distosia Bahu
Ya 1 25,0 3 75,0
Tidak 2 7,7 24 92,3 0,360
Penolong Persalinan
Residen 3 11,5 23 88,5
Spesialis 0 0,0 4 100,0 1,000
Derajat Laserasi
IV 2 100,0 0 0,0
III 1 3,6 27 96,4 0,007

Berdasarkan analisis bivariat diketahui terdapat hubungan antara IMT

dengan kejadian Occult OASIS (p = 0,014).Tidak terdapat hubungan antara panjang

perineum dengan kejadian Occult OASIS (p = 0,100). Tidak terdapat hubungan antara

usia ibu dengan kejadian Occult OASIS (p = 0,100). Tidak terdapat hubungan antara

presentasi janin dengan kejadian Occult OASIS = 0,207). Tidak terdapat hubungan

antara berat janin dengan kejadian Occult OASIS (p = 0,193).Tidak terdapat

hubungan antara lingkar kepala dengan kejadian Occult OASIS (p = 0,545).Tidak

terdapat hubungan antara induksi persalinan dengan kejadian Occult OASIS (p =

0,166).

Tidak terdapat hubungan antara lama kala II persalinan kejadian Occult

OASIS (p = 1,000).Tidak terdapat hubungan antara cara persalinan kejadian Occult

OASIS (p = 1,000).Tidak terdapat hubungan antara tindakan episiotomi dengan

kejadian Occult OASIS (p = 1,000).Tidak terdapat hubungan antara distosia bahu

dengan kejadian Occult OASIS (p = 0,360).Tidak terdapat hubungan antara penolong


persalinan dengan kejadian Occult OASIS (p = 1,000).Terdapat hubungan yang

bermakna antara derajat laserasi dengan kejadian Occult OASIS (p = 0,007).

Derajat hubungan antara variabel karakteristik dengan kejadian Occult

OASIS telah diketahui. Kami kemudian melakukan analisis multivariat untuk

mengetahui faktor dominan yang berhubungan dengan kejadian Occult OASIS.

Variabel yang dilakukan dalam analisis memiliki nilai p kurang dari 0,25.

Tabel 3. Hasil analisis uji logistik multivariat regresi faktor-faktor yang berhubungan
dengan kejadian Occult OASIS
95.0% C.I.for
p-value Exp (B)
EXP(B)
Variabel Atau OR
Min Maks
IMT 0,04 3,813 1,352 7,254
Panjang Perineum 0,08 2,282 1,243 6,764
Presentasi Janin 0,07 4,910 1,000 4,758
Berat Janin 0,10 2,000 1,009 3,489
Induksi Persalinan 0,10 4,855 1,675 6,980
Derajat Laserasi 0,06 3,175 1,987 5,787

Hasil uji regresi logistik diketahui bahwa faktor yang paling dominan

berhubungan dengan kejadian Occult OASIS adalah IMT dengan nilai p-value

sebesar 0,04, disusul derajat laserasi dengan nilai p-value sebesar 0,06.

PEMBAHASAN
Seiring dengan semakin seringnya penggunaan ultrasonografi endoanal

ternyata didapatkan angka kejadian Occult OASIS sebesar 11% sampai dengan 36%.10

Pada penelitian ini didapatkan angka kejadian Occult OASIS sebesar 3 orang (10%).

Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya. Penelitian lain melaporkan angka
kejadian OASIS sekitar 2,5% pada partus pervaginam dengan episiotomi mediolateral

dan sekitar 11% pada partus pervaginam dengan episiotomi medial. Namun hampir

33% wanita yang mengalami partus pervaginam mengalami cedera pada sfingter ani,

sehingga Occult OASIS seringkali tidak terdeteksi dan tidak mendapatkan

penanganan yang optimal.12

Sebagian besar responden mempunyai status IMT kategori normal sebesar

73,3% (22 orang) dan overweight sebesar 26,7% (8 orang). Berdasarkan analisis

bivariat terdapat hubungan yang bermakna antara IMT dengan kejadian Occult

OASIS. Dari hasil analisis multivariat diketahui bahwa faktor yang paling dominan

berhubungan dengan kejadian Occult OASIS adalah IMT. Hal ini berbeda dengan

penelitian sebelumnya. Pada beberapa penelitian didapatkan obesitas merupakan

faktor protektif terhadap terjadinya OASIS.14-16 Hal ini dikarenakan pada wanita hamil

dengan obesitas angka persalinan dengan seksio cesaria lebih tinggi.

Penelitian ini menunjukkan sebagian besar responden mempunyai laserasi

perineum derajat III sebesar 93,3% (28 orang) dan laserasi perineum derajat IV

sebesar 6,7% (2 orang). Berdasarkan analisis bivariat terdapat hubungan yang

bermakna antara derajat laserasi perineum dengan kejadian Occult OASIS. Dari hasil

analisis multivariat diketahui bahwa faktor derajat laserasi perineum bukan faktor

yang paling dominan yang berhubungan dengan kejadian Occult OASIS. Hal ini

sesuai dengan penelitian sebelumnya. Departemen Obstetri dan Ginekologi,

universitas IOWA meneliti 4015 wanita yang menjalani persalinan pervaginam.

Dibandingkan wanita tanpa riwayat laserasi perineum derajat berat, wanita dengan
riwayat laserasi derajat berat memiliki risiko dua lebih besar untuk mengalami

laserasi derajat berat pada persalinan berikutnya.16

Panjang perineum normal pada penelitian ini sebesar 96,7% (27 orang) dan

panjang perineum yang pendek sebesar 3,33% (satu orang). Dari analisis bivariat

tidak terdapat hubungan antara panjang perineum dengan kejadian Occult OASIS.

Berbeda dengan penelitian sebelumnya. Pada beberapa penelitian pasien dengan

panjang perineum ≤ 2,5 cm memiliki risiko yang signifikan untuk terjadinya laserasi

perineum derajat tiga atau empat. Hal ini disebabkan insiden Occult OASIS pada

persalinan pervaginam dengan tindakan lebih besar untuk pasien dengan panjang

perineal ≤ 3,5 cm.17

Usia responden pada usia reproduksi normal sebesar 90% ( 27 orang), dan

usia muda sebesar 10% ( 3 orang). Dari analisis bivariat tidak terdapat hubungan

antara usia ibu dengan kejadian Occult OASIS. Sesuai dengan penelitian Gurol, dkk

pada tahun 2013 dilaporkan bahwa usia 30-34 tahun memiliki risiko OASIS lebih

besar daripada kelompok umur lain. Justru usia kurang dari 20 tahun secara statistik

memiliki risiko paling rendah.18

Presentasi janin yang termasuk bukan occiput anterior sebesar 70% (21

orang), dan yang occiput anterior sebesar 30,0% (9 orang). Dari analisis bivariat tidak

terdapat hubungan antara presentasi janin dengan kejadian Occult OASIS. Hal ini

berbeda dengan penelitian sebelumnya. Pada penelitian Eskandar O, et all

didapatkan data presentasi kepala dengan posisi oksiput posterior persisten

merupakan faktor risiko terjadinya OASIS secara signifikan.19 Pada penelitian Sari R,
presentasi oksiput posterior merupakan prediktor OASIS.16 Perbedaan ini disebabkan

pada penelitian ini yang termasuk bukan occiput anterior merupakan posisi sutura

sagitalis melintang (deep transverse arrest).

Subyek penelitian sebagian besar melahirkan bayi dengan berat janin antara

2500 sampai dengan 4000 gram sebesar 93,3% ( 28 orang) dan < 2500 gram sebesar

6,7% (2 orang). Dari analisis bivariat tidak terdapat hubungan antara berat janin

dengan kejadian Occult OASIS. Sesuai dengan penelitian sebelumnya. Berdasarkan

beberapa penelitian yang dilakukan, didapatkan hubungan yang bermakna antara

berat badan bayi dengan terjadinya OASIS.8,14,19-21 Terutama bayi dengan berat > 4000

gram, memiliki risiko 2 sampai 6 kali lebih besar untuk menyebabkan

OASIS.14,16,18,21,22 Risiko laserasi dengan berat bayi 4000 gram justru lebih besar pada

wanita multipara.21

Lingkar kepala bayi kurang dari 33 cm sebesar 73,3% (22 orang). Lingkar

kepala bayi 33-34 cm sebesar 16,7% (5 orang). Lingkar kepala bayi lebih dari 34 cm

sebesar 10% (3 orang). Dari analisis bivariat tidak terdapat hubungan antara lingkar

kepala dengan kejadian Occult OASIS. Sesuai penelitian sebelumnya. Pada penelitian

di Amerika dikatakan lingkar kepala lebih dari 35 cm merupakan faktor risiko OASIS

yang signifikan.15 Terdapat hubungan signifikan antara lingkar kepala janin 35 cm

atau lebih terhadap OASIS.22

Sebagian besar mengalami induksi persalinan sebesar 73,3% (22 orang), dan

yang tidak mengalami induksi persalinan sebesar 26,7%,(8 orang). Dari analisis

bivariat tidak terdapat hubungan antara induksi persalinan dengan kejadian Occult
OASIS. Sesuai dengan penelitian sebelumnya. Pada beberapa penelitian lain,

menyebutkan bahwa induksi persalinan dapat menurunkan risiko OASIS terutama

dengan induksi prostaglandin.19,21

Lama kala II masuk kategori normal kurang dari 2 jam sebesar 96,7% (29

orang) dan kala II lama sebesar 3,3% (1 orang). Dari analisis bivariat tidak terdapat

hubungan antara lama kala II persalinan kejadian Occult OASIS. Sesuai dengan

penelitian sebelumnya. Pada penelitian di Finlandia didapatkan pemanjangan kala II

merupakan faktor risiko terjadinya OASIS, semakin lama waktunya semakin besar

pula risikonya. Risiko ini ada pada nulipara maupun multipara, paling besar

didapatkan pada multipara dengan waktu lebih dari sama dengan 61 menit, yaitu

6,76.21 Sama halnya dengan penelitian Charlotte, dimana risiko OASIS lebih besar

pada multipara dengan persalinan kala II lebih dari 90 menit.23

Cara persalinan dengan vakum sebesar 60,0% (18 orang) dan yang tanpa

vakum sebesar 40,0% (12 orang). Dari analisis bivariat tidak terdapat hubungan

antara cara persalinan kejadian Occult OASIS. Sesuai dengan penelitian sebelumnya.

Kejadian OASIS lebih banyak ditemukan pada persalinan dengan forsep dibandingkan

dengan ekstraksi vakum.15,21,22,24,25

Tindakan episiotomi sebesar 73,3% (22 orang), dan yang tidak dilakukan

episiotomi sebesar 26,7% (8 orang). Dari analisis bivariat tidak terdapat hubungan

antara tindakan episiotomi dengan kejadian Occult OASIS. Sesuai dengan penelitian

sebelumnya. Eskandar dan Shet dalam penelitiannya menemukan bahwa episiotomi

mediolateral dapat menurunkan risiko OASIS.19 Namun, pada penelitian lain OASIS
didapatkan pada 0,6-0,9% dari persalinan pervaginam yang dilakukan episiotomi

mediolateralis bahkan dapat mencapai 0-9%.5,26

Subyek penelitian ini sebagian besar tidak mengalami distosia bahu sebesar

86,7% (26 orang) dan yang mengalami distosia bahu sebesar 13,3% (4 orang). Dari

analisis bivariat tidak terdapat hubungan antara distosia bahu dengan kejadian Occult

OASIS. Berbeda dengan penelitian sebelumnya. Penelitian di Amerika menyebutkan

bahwa risiko penting terjadinya OASIS ini salah satunya adalah distosia bahu.15

Angka kejadian laserasi perineum karena distosia bahu ini adalah 7,6% laserasi

perineum derajat III dan 3,9% laserasi perineum derajat IV. 15 Sesuai dengan

penelitian di Inggris, didapatkan 11,3% dari 100 kelahiran bayi hidup, risikonya

hampir dua kali lipat.18

KESIMPULAN
Kesimpulan dari penelitian ini adalah, kejadian Occult OASIS pada primipara

di RSUP dr. Kariadi dan RS lahan jejaring di kota Semarang sebesar 10%. Faktor

maternal yaitu IMT (Indeks Massa Tubuh) merupakan faktor yang berhubungan

dengan kejadian Occult OASIS pada primipara. Faktor perinatal tidak berhubungan

dengan teradinya Occult OASIS. Faktor persalinan yaitu derajat laserasi perineum

merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian Occult OASIS pada primipara.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ozyurt S, Gedikbasi A, Yildirim G, Aksoy U, Acmaz G, Ark C. Screening

occult anal sphincter injuries in primigravid women after vaginal delivery

with transperineal use of vaginal probe: a prospective, randomized controlled

trial. Arch Gynecol Obstet. 2015:1-7.

2. Andrews V, Thakar R, Jones P. Occult anal sphincter injuries-myth or

reality?. British Journal of Obstetry and Gynaecology. 2006;113:195-200.

3. Johnson JK, Duthie GS. The prevalence of occult obstetric anal sphincter

injury following childbirth-literature review. The Journal of Maternal-Fetal

and Neonatal Medicine. 2007;20:547-554.

4. Sultan AH, Carter JE. Occult anal sphincter trauma following randomized

forceps and vacuum delivery. International Journal of Gynecology &

Obstetrics. 1998:113-119.

5. Shek KL, Atan IK, Rojas RG, Langer S, Dietz HP. The evolution of

transperineal ultrasound findings of external anal sphincter during the first

years after childbirth. Int Urogynecol J. 2016:1-5.

6. Maslovitz SJ, Levin I, Amog B, Lessing JB, Wolman I. The clinical

significance of postpartum transperineal ultrasound of the anal sphincter.

European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology.

2006:2-5.
7. Abdool ZS, Thakar R. Ultrasound imaging of the anal sphincter complex: a

review. The British Journal of Radiology. 2012:865-75

8. Smith LA, Simonite V, Burns EE. Incidence Of And Risk Factor For Perineal

Trauma : A Prospective Observational Study. BMC Pregnancy and

Childbirth. 2013:13-59.

9. Institute of obstetrician and gynaecologist and directorate of clinical strategy

and programmes. Clinical Practice Guideline: Management of Obstetric Anal

Sphincter Injury. Health Service Executive. 2014.

10. Abbott DR, Williams A, Ntim EO, Chappel LC. Obstetric anal sphinter

injury. BMJ. 2010:140-5.

11. Blondel B, Alexander S, Bjarnadóttir RI, et al. Variations in rates of severe

perineal tears and episiotomies in 20 European countries: a study based on

routine national data in Euro‐Peristat Project. Acta obstetricia et gynecologica

Scandinavica. 2016.

12. Thakar RS. Manajement of obstetric anal sphincter injury. The Obstetrician

and Gynaecologist. 2003:72-8.

13. Harvey MA, Walter JE, Pierce M, et al. Obstetrical Anal Sphincter Injuries

(OASIS): Prevention, Recognition, and Repair. Journal of Obstetrics and

Gynaecology Canada. 2015:1131-48.

14. Hirayama F, Mori R, Zhang J, Souza J and Gülmezoglu A. Prevalence and

risk factors for thirdand fourthdegree perineal lacerations during vaginal


delivery: a multi‐country study. BJOG: An International Journal of Obstetrics

& Gynaecology. 2012:340-7.

15. Friedman AM, Prendergast E, Alton ME and Wright JD. Evaluation of third

degree and fourth degree laceration rates as quality indicators. Obstetrics &

Gynecology. 2015:927-37.

16. Landy HJ, Laughon S, Bailit J, et al. Characteristics associated with severe

perineal and cervical lacerations during vaginal delivery. Obstetrics and

gynecology. 2011:627.

17. Deering S, Stitely M, Allaire A and Satin AJ. Perineal body length and

lacerations at delivery. The Journal of reproductive medicine. 2004:306-10.

18. Gurol U, Edozien LC, Mahmood TA, Adams EJ, Richmond DH, et al. Third

and Fourth Degree Perineal Tears among Primiparous Women in England

Between 2000 and 2012: Time Trends and Risk Factors. BJOG: An

International Journal of Obstetrics & Gynaecology. 2013:1516-25.

19. Eskandar O. Risk factors for 3rd and 4th degree perineal tear. Journal of

Obstetrics and Gynaecology Canada. 2009:119-22.

20. Simo G, Perelló CJ, Gich S, and Calaf A. Mode of Vaginal Delivery: A

Modifiable Intrapartum Risk Factor for Obstetric Anal Sphincter Injury.

Obstetrics and gynecology international. 2015.


21. Sari R. Obstetric Anal Sphincter Ruptures-Risk Factor, Trends and

Differences Between Hospitals. Publications of the University of Eastern

Finland Dissertations in Health Sciences. 2011:69.

22. Baghestan E, Bordahl PE and Rasmussen S. Trends in risk factors for

obstetric anal sphincter injuries in Norway. Obstetrics & Gynecology.

2010:25-34.

23. Elvander C, Thies L, Cnattingius S and Stephansson O. Birth position and

obstetric anal sphincter injury: a population-based study of 113 000

spontaneous births. BMC pregnancy and childbirth. 2015:1.

24. Benson JT. Atlas of Female Pelvic Medicine and Reconstructive Surgery, 2

ed: Philadelphia; Current Medicine Group. 2008.

25. Pergialiotis V, Protopapas A, Pappa K and Vlachos G. Risk factors for severe

perineal lacerations during childbirth. International Journal of Gynecology &

Obstetrics. 2014:6-14.

26. Linda C and David S. Textbook of Female Urology and Urogynecology, 2 ed:

Oxon: Informa Healthcare. 2006.

Anda mungkin juga menyukai