Anda di halaman 1dari 4

KEBUDAYAAN LARUNG SESAJI TELAGA SARANGAN KABUPATEN MAGETAN

Pendahuluan

Magetan adalah salah satu kabupaten di provinsi Jawa Timur yang terletak dibagian ujung barat.
Berbatasan dengan kabupaten Ngawi, Madiun, Ponorogo dan sekitarnya. Magetan memiliki slogan
MITRA ( Magetan Indah Tertib Rapi Aman) dan yang sering dikumandangkan adalah slogan “Magetan
Kota Wisata”. Salah satu objek wisata yang tidak asing didengar namanya ialah objek wisata Telaga
Sarangan.

Telaga Sarangan merupakan objek wisata berupa telaga pasir yang dikelilingi oleh pasar wisata
sarangan. Telaga sarangan terletak dilereng gunung lawu. Tepatnya, terletak di Kecamatan Plaosan,
Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Telaga Sarangan adalah objek wisata berupa telaga yang dijadikan
tujuan utama para touris. Selain kondisi suhu udara yang dingin dan nyaman, Telaga Sarangan juga
merupakan peninggalan alam yang masih sakral dan mitosnya masih dipercayai warga sekitar dari dulu
terbentuknya hingga sekarang. Salah satu mitos yang masih sakral adalah Adanya larung sesaji diarea
telaga yang dilakukan seluruh warga bersama pemerintah kabupaten magetan setiap satu tahun sekali
pada bulan syakban tepatnya hari jum’at pon sampai minggu kliwon. Khusus untuk warga sarangan
sendiri upacara sakral nya atau disebut dengan slametannya pada hari jum’at pon. Untuk sabtu dan
minggu kliwon adalah acara yang diadakan oleh Pemda Kabupaten Magetan supaya warga magetan ikut
merayakan atau berpartisipasi dalam memeriahkan upacara adat taunan tersebut. Larung sesaji ini
dilakukan sejak kurang lebih 508 sebelum masehi.

Larung sesaji ini dilakukan karena untuk mengucapkan rasa syukur dengan adanya telaga sarangan
warga memiliki penghasilan untuk mencukupi kebutuham hidupnya. Dengan adanya telaga sarangan
warga sarangan mampu menjajakan dagangan,hotel,persewaan kuda,kapal (spedboad). Kami
sekelompok memilih larung sesaji ini karena kami anggap larung sesaji ini merupakan kebudayaan yang
unik dan masih menjadi tradisi yang melekat di Telaga Sarangan Kabupaten Magetan hingga saat ini. Di
sini kami sekelompok bermaksud menganalisis upacara Larung Sesaji di Telaga Sarangan Kabupaten
Magetan sebagai upacara sakral yang merupakan budaya khas masyarakat Kabupaten Magetan.

Asal usul ritual larung sesaji


Larung sesaji adalah sebuah ritual yang diadakan di kelurahan sarangan kabupaten magetan. Acara ritual
ini dilakukan sejak kurang lebih 508 sebelum masehi. Awalnya ritual ini bernama larung sesaji, akan
tetapi dengan berkembangnya zaman ritual itu berubah nama. Masyarakat berfikir dengan nama larung
sesaji tersebut sangat kental dengan unsur mistis dan musrik. Ritual itu berubah nama menjadi labuhan.
Labuhan ini diadakan untuk menyampaikan rasa syukur kepada Tuhan YME atas limpahan-limpahan
yang telah diberikan oleh telaga sarangan yang tidak ternilai harganya.

Waktu pelaksanaan ritual larung sesaji

Ritual labuhan ini dilaksanakan setiap bulan syakban tepatnya hari jum’at pon sampai minggu kliwon.
Untuk upacara sakral atau slamatan dari warga sarangan itu sendiri dilakukan pada hari jum’at pon.
Untuk sabtu sampai minggu kliwon ritual ini diadakan oleh Pemda magetan yang disaksikan oleh
seluruh warga.

Dampak ritual larung sesaji

· Bagi warga Sarangan

Bagi warga sarangan yang berprofesi pedagang, penyewa kuda, penyewa speedbood, dan penginapan
mendapatkan penghasilan yang lebih. Karena upacara tradisional ini dikemas secara khusus dengan gaya
dan cara yang unik pula, sehingga menambah daya tarik pengunjung ke obyek wisata Telaga Sarangan
Magetan.

· Bagi Pemda

Bagi Pemda kabupaten magetan sendiri dengan diadakannya labuhan itu sendiri akan menambah
pemasukan daerah dikerenakan banyaknya pelancong-pelancong yang ingin menikmati ritual unik itu
sendiri. Dengan adanya ritual labuhan tersebut memperkenalkan telaga sarangan menjadi salah satu
obyek wisata di magetan.

Perlengkapan ritual larung sesaji

Perlengkapan labuhan ini dibedakan menjadi 2 bagian, yang pertama untuk warga sarangan itu sarangan
itu sendiri yang dilakuakan pada hari jum’at pon sedangkan hari sabtu sampai minggu kliwon dilakukan
oleh pemda sarangan. Untuk perlengkapan pada hari jum’at pon berbeda dengan hari sabtu sampai
minggu kliwon. Untuk hari jum’at pon itu sendiri perlengkapan yang dibutuhkan yaitu:

- Tumpeng asli
- Ayam panggang

- Pisang setangkap (pisang ini harus tergolong pisang raja dan ambon)

- Budak ripeh (budak ripeh ini adalah sejenis jadah putih, kuning)

Jadah ripeh ini bermula dari kusumaning Dewi Nawang Wulan dan Joko Tarub

- Jajan pasar

- Jenang moncowarno (jenang 5 warna)

Sedangkan pada hari sabtu sampai minggu kliwon perlengkapan yang dibutuhkan yaitu:

- Tumpeng Gonobahu setinggi 2 meter.

Dalam tumpeng tersebut terdapat ayam tulak (ayam hitam yang bulu sayapnya terdapat 1 warna putih).

- Uluwatu bumi (Buah-buahan, sayur mayur, palawija).

Tata cara pelarungan sesaji

Prosesi larung sesaji diawali dengan kirab Tumpeng Gono Bahu dari Kelurahan Sarangan menuju
panggung di pinggir Telaga Sarangan. Pemberangkatan dimulai dari Balai Kelurahan Sarangan jam 10
pagi menuju telaga sarangan, kurang lebih 500 meter dari Telaga Sarangan. Dalam perjalanan dari Balai
Kelurahan Sarangan, peserta yang membawa sesaji dilakukan dengan berjalan kaki kecuali, empat
pasukan berkuda dengan naik kuda. Semua sesaji dibawa dengan berjalan kaki, orang jawa
menyebutnya dengan kata “Dipikul”. Masing-masing sesaji dipikul oleh kurang lebih 4 orang, sebab
ukuran dari sesaji yang lumayan besar dan berat. Iring-iringan kirab diawali dengan pasukan berkuda 4
sampai 8 orang (arak-arakan), cucuk lampah 1 orang, sesepuh adat, kepala kelurahan beserta ibu,
barisan domas dari seluruh SMA magetan 50 perserta (pria wanita), prajurit (warga setempat), kejawen
40 orang (pria), bonang renteng (musik gamelan). Upacara Labuh Sesaji dipusatkan di punden desa
tepatnya sebelah timur telaga, di tempat inilah para pejabat Kabupaten, Muspika, para perangkat desa,
sesepuh, dan tokoh masyarakat serta para warga masyarakat berkumpul untuk mengadakan sesaji.

Setelah semua sesaji diterima oleh sesepuh desa, maka sesepuh desa membakar menyan serta
membaca doa. Setelah pembacaan doa selesai sesaji dibawa ke telaga untuk dilarungkan kecuali, sesaji
yang berisi nasi tumpeng yang berukuran kecil, panggang, cok bakal, dan setakir bunga telon ditinggal di
bawah pohon beringin yang ada di punden desa. Pelarungan dilakukan setelah Sesaji Agung Labuh
Tumpeng Gono Bahu dikumpulkan menjadi satu di punden dan dibacakan doa oleh sesepuh Desa
Sarangan. Semua sesaji diangkat kedalam perahu oleh warga. Kemudian dibawa mengelilingi telaga
serangan dengan menggunakan perahu. Barulah semua sesaji dilarungkan kedalam telaga oleh para
pejabat serta masyarakat setempat dengan menggunakan 50 perahu menuju tengah-tengah telaga.
Dengan dilarungkannya sesaji tersebut warga sarangan dan semua warga magetan berharap dapat
dijauhkan dari segala musibah dan balak, serta kehidupan masyarakat akan lebih baik.

Acara ini dimeriahkan oleh berbagai pertunjukan contohnya pertunjukan reog, barongsai, drumb band,
dan orang luar bisa melihat dengan bebas. Setelah upacara adat selesai sesepuh menyerahkan tumpeng
gonobahu kepada bapak bupati magetan. Acara ini berfungsi religius dan disisi lain mempunyai fungsi
sosial. Dikatakan bermakna religius karena berkaiatan dengan aspek supranatural. Dikatakan bermakna
sosial karena kegiatan tersebut melibatkan masyarakat pendukung kebudayaan. Tujuan tradisi ini
sebagai ucapan terima kasih masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hadiah‐Nya yang berupa
Telaga Sarangan, sehingga mendatangkan kemakmuran bagi masyarakat Magetan khususnya dan
Indonesia pada umumnya.

http://artikelminarsih.blogspot.co.id/2015/10/kebudayaan-larung-sesaji-telaga.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai