Anda di halaman 1dari 23

Wardoyo, Agama dan Manusia | 1

Bab 1 Konsep Ketuhanan Dalam Islam

1. Filsafat Ketuhanan dalam Islam


A. Siapakah tuhan itu ?
Menurut Ibnu Taimiyah Al-Ilah adalah yang dipuja
dengan penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya
merendahkan diri dihadapannya, takut dan mengharapkannya,
kepadanya umat tempat berpasrah ketika berada dalam
kesulitan, berdoa dan bertawakal kepada-Nya dan
menimbulkan ketenangan disaat mengingatnya dan terpaut
cinta kepadanya.

B. Sejarah pemikiran manusia tentang Tuhan


1. Pemikiran barat
Konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep
yang didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman
lahiriyah maupun batiniyah, baik yang bersifat pemikiran
rasional maupun pengalaman batin. Proses perkembangan
pemikiran tentang Tuhan menurut evolusionisme adalah
dinamisme dan animisme.
2. Pemikiran Umat Islam
a. Konsepsi Aqidah.
Dalam kamus Al-Munawir secara etimologis, aqidah
berakar dari kata „aqada-ya‟qidu-aqdan„ aqidatan yang
berarti simpul, ikatan perjanjian dan kokoh. .
Secara terminologis terdapat beberapa definisi aqidah
antara lain:
Wardoyo, Agama dan Manusia | 2

Menurut Hasan al-Bana dalam kitab majmu‟ah ar-rasa, il


„Aqaid (bentuk jamak dari aqidah) adalah beberapa perkara
wajib diyakini kebenarannya oleh hati dan mendatangkan
ketentraman jiwa menjadi keyakinan yang tidak bercampur
sedikit pun dengan keragu-raguan.
Ulama sepakat untuk menetapkan aqidah berdasarkan
tiga macam dalil.
1. Dalil Aqli, dalil ini dapat diterima apabila hasil
keputusannya dipandang masuk akal atau logis dan sesuai
dengan perasaan, tentunya yang dapat menimbulkan
adanya keyakinan dan dapat memastikan iman yang
dimaksudkan.
2. Dalil Naqli, dalil naqli yang tidak menimbulkan keyakinan
dan tidak dapat menciptakan keimanan sebagai yang
dimaksud, dengan sendirinya dalil ini tidak dapat
digunakan untuk menetapkan aqidah.
3. Dalil Fitrah adalah hakekat mendasari kejadian manusia.
b. Konsepsi Tauhid
1. Tauhid sebagai poros Aqidah Islam.
Ajaran Islam tidak hanya memfokuskan iman
kepada wujud Allah sebagai suatu keharusan fitrah
manusia, namun lebih dari itu memfokuskan aqidah
tauhid yang merupakan dasar aqidah dan jiwa
keberadaan Islam. Islam datang disaat kemusyrikan
sedang merajalela disegala penjuru dunia.
2. Pentingnya Tauhid
Wardoyo, Agama dan Manusia | 3

Tauhid sebagai intisari Islam adalah esensi


peradaban Islam dan esensi tersebut adalah pengesaan
Tuhan, tindakan yang mengesakan Allah sebagai yang
Esa, pencipta yang mutlak dan penguasa segala yang
ada. Keterangan ini merupakan bukti, tak dapat
diragukan lagi bahwa Islam, kebudayaan dan
peradaban memiliki suatu esensi pengetahuan yaitu
tauhid.
3. Tingkatan Tauhid
Tauhid menurut Islam ialah tauhid I,tiqadi-„ilmi
(keyakinan teoritis) dan Tauhid amali-suluki
(tingkahlaku praktis). Dengan kata lain ketauhidan
antara ketauhidan teoritis dan ketauhidan praktis tak
dapat dipisahkan satu dari yang lain; yakni tauhid
bentuk makrifat (pengetahuan), itsbat (pernyataan),
I‟tiqad (keyakinan), qasd (tujuan) dan iradah
(kehendak). Dan semua itu tercermin dalam empat
tingkatan atau tahapan tauhid yaitu; Tauhid
Rububiyah, Tauhid Mulkiyah, Tauhid Uluhiyahh dan
Tauhid Ubudiyah.
3.2. Keimanan Dan Ketakwaan
A. Pengertian Iman
Kebanyakan orang menyatakan bahwa kata iman
berasal dari kata kerja “amina-yu‟manu-amanan” yang
berarti percaya oleh karena itu, iman yang berarti menunjuk
sikap batin yang terletak dalam hati. Akibatnya, orang
percaya kepada Allah dan selainnya seperti yang ada dalam
Wardoyo, Agama dan Manusia | 4

rukun iman, walaupun dalam sikap kesehariaanya tidak


mencerminkan ketaatan atau kepatuhan (taqwa) kepada
Allah yang telah dipercayainya, masih disebut orang beriman
hal itu disebabkan karena adanya keyakinan mereka bahwa
yang tentang urusan hati manusia adalah Allah dan dengan
membaca dua kaliamat syahadat telah menjadi Islam.

Dalam Hadits diriwayatkan Ibnu Majah Atthaabrani,


iman didefinisikan dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan
dengan lisan, dan diwujudkan dengan amal perbuatan.
Akidah Islam dalam al-Quran disebut iman. Iman
bukan hanya berarti percaya, melainkan keyakinan yang
mendorong seseorang muslim untuk berbuat. Oleh karena itu
lapangan iman sangat luas, bahkan mencakup segala sesuatu
yang dilakukan seorang muslim yang disebut amal shaleh.
Akidah Islam adalah bagian yang paling pokok dalam
agama Islam. Ia merupakan keyakinan yang menjadi dasar
dari segala sesuatu tindakan atau amal. Seseorang dipandang
sebagai muslim atau bukan muslim tergantung pada
akidahnya.

C. Proses Terbentuknya Iman


Spermatozoid dan ovum yang diproduksi dan
dipertemukan atas dasar ketentuan yang digariskan ajaran
Allah merupakan benih yang baik. Allah menginginkan agar
makanan yang dimakan berasal dari rezeki halalan
thayyiban. Pandangan dan sikap hidup seseorang ibu yang
Wardoyo, Agama dan Manusia | 5

telah hamil mempengaruhi psikis yang dikandungnya. Ibu


yang mengandung tidak lepas dari pengaruh suami, maka
secara tidak langsung pandangan dan sikap hidup suami juga
berpengaruh secara psikologis terhadap bayi yang sedang
dikandungnya. Oleh karena itu jika seseorang menginginkan
anaknya kelak menjadi mukmin yang muttaqin, maka suami
istri hendaknya berpandangan dan bersikap sesuai dengan
yang dikehendaki Allah.
Benih Iman yang dibawa sejak dalam kandungan
memerlukan pemupukan yang berkesinambungan. Benih
yang unggul apabila tidak disertai pemeliharaan yang
intensif, besar kemungkinan menjadi punah. Demikian pula
halnya dengan iman. Berbagai pengaruh terhadap seseorang,
akan mengarahkan iman/kepribadian seseorang baik yang
datang dari lingkungan keluarga, masyarakat, pendidikan
maupun lingkungan termasuk benda-benda mati seperti
cuaca, tanah, air dan lingkungan flora serta fauna.
Pengaruh pendidikan keluarga secara langsung
maupun tidak langsung, baik yang disengaja maupun tidak
disengaja amat berpengaruh terhadap iman seseorang.
Tingkah laku orang tua dalam rumah tangga senantiasa
merupakan contoh dan teladan bagi anak-anak. Tingkah laku
yang baik maupun buruk akan ditiru anak-anaknya. Jangan
diharapkan anak berperilaku baik, apabila orang tuanya
selalu melakukan perbuatan tercela. Dalam hal ini Nabi
SAW bersabda; “setiap anak lahir membawa fitrah. Orang
Wardoyo, Agama dan Manusia | 6

Tuanya yang berperan menjadikan anaknya tersebut


menjadi yahudi, Nasrani atau majusi.
Pada dasarnya, proses pembentukan iman juga
demikian. Diawali dengan proses perkenalan, kemudian
meningkat menjadi senang atau benci. Mengenal ajaran
Allah adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada
Allah. Jika seseorang tidak mengenal ajaran allah, maka
orang tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah.
Seseorang yang menghendaki anaknya menjadi
mukmin kepada Allah, maka ajaran Allah harus
diperkenalkan sedini mungkin seseuai dengan kemampuan
anak itu dari tingkat verbal sampai tingkat pemahaman.
Bagaimana seorang anak menjadi anak beriman, jika kepada
mereka tidak diperkenalkan al-Quran.
Disamping proses pengenalan, proses pembiasaan,
seseorang bisa saja semula benci beubah menjadi senang.
Seorang harus dibiasakan untuk melaksanakan apa yang
diperintahkan Allah dan menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya
agar kelak setelah menjadi dewasa menjadi senang dan
terampil dalam melaksanakan ajaran-ajaran Allah.
D. Tanda-Tanda Orang Beriman.
Al-Quran menjelaskan tanda-tanda orang beriman sebagai berikut :
1. Jika disebut nama Allah, maka artinya bergetar dan
berusaha agar ilmu Allah tidak dari syaraf memorinya,
serta jika dibacakan ayat al-Quran maka bergejolak hatinya
untuk segera melaksanakannya (al-anfal: 2). Dia akan
memahami ayat yang tidak dia pahami.
Wardoyo, Agama dan Manusia | 7

2. Senantiasa tawakal, yaitu bekerja keras berdasarkan


kerangka ilmu Allah, diiringi dengan doa, yaitu harapan
untuk tetap hidup dengan ajaran Allah menurut sunah
Rasul (Ali imran: 120, Al-Maidah: 12, al-Anfal: 2,
AtTaubah: 52, Ibrahim: 11, Mujadalah: 10 dan At-
Taqhabun:13).
3. Tertib dalam melaksanakan Sholat dan selalu menjaga
pelaksanaannya (Al-Anfal: 3 dan Al-Mu‟minun: 2-7),
bagaimanapun sibuknya,kalau sudah masuk waktu shalat,
dia segera shalat untuk membina kualitas imannya.
4. Menafkahkan rezki yang diterimanya (Al-Anfal: 3 dan Al-
Mukminun: 4). Hal ini dilakukan sebagai suatu kesadaran
bahwa harta yang dinafkahkan dijalan Allah merupakan
upaya pemerataan ekonomi, agar tidak terjadi ketimpangan
antara yang kaya dengan yang miskin.
5. Menghindari perkataan yang tidak bermamfaat dan
menjaga kehormatan (Al-Mukminun; 3-5 ). Perkataan yang
bermamfaat atau yang baik adalah yang berstandar ilmu
Allah, yaitu al-Quran menurut Sunnah Rasulullah.
6. Memelihara amanah dan menepati janji (Al-Mukminun: 6)
Seorang mukmin tidak akan berkhianat dan dia akan selalu
memegang amanah dan menepati janji.
7. Berjihad dijalan allah dan suka menolong (Al-Anfal: 74)
berjihad dijalan Allahadalah sungguh-sungguh dalam
menegakkan ajaran allah, baik dengan harta benda yang
dimiliki maupun dengan nyawa.
Wardoyo, Agama dan Manusia | 8

E. Korelasi Keimanan dan Ketakwaan


Keimanan pada keesaan Allah yang dikenal dengan
istilah tauhid yang dibagi menjadi dua, yaitu tauhid teoritis
dan tauhid praktis.
Tauhid teoritis adalah tauhid yang membahas tentang
ke-esaan Allah, ke-esaan sifat, dan ke-esaan perbuatan
tuhan. Pembahasan keesaaan zat, sifat dan perbuatan Tuhan
berkaitan dengan kepercayaan, pengetahuan, persepsi dan
pemikiran atau konsep tentang Tuhan. Konsekwensi logis
tauhid teoritis adalah pengakuan yang ikhlas bahwa Allah
adalah satu-satunya wujud mutlak, yang menjadi sumber
semua wujud.
Adapun wujud tauhid praktis yang disebut dengan
wujud ibadah, berhubungan dengan ibadah manusia.
Tauhid praktis merupakan terapan dari teori tauhid teoritis.
Kalimat laa ilaaha illallah (tidak ada Tuhan selain Allah)
lebih menekankan pengetahuan tauhid praktis (tauhid
ibadah). Dengan demikian tauhid adalah mengesakan tuhan
dalam pengertian yakin dan percaya kepada Allah melalui
pikiran, membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan
lisan dan mengamalkan dengan perbuatan. Oleh karena itu
seseorang baru dinyatakan beriman dan bertakwa, apabila
sudah mengucapkan kalimat tauhid dalam syahadat.
„asyhadu allaa ilaaha illaAllah, (Aku bersaksi tiada Tuhan
selain Allah), kemudian diikuti dengan mengamalkan
semua perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-
Nya.
Wardoyo, Agama dan Manusia | 9

f. Problematika, Tantangan, dan resiko dalam Kehidupan


Modern.
Diantara problematika dalam kehidupan modern
adalah masalah sosial-buaya yang established, sehingga
sulit sekali memperbaikinya.
Berbiara tentang masalah sosial budaya berarti
berbicara tentang masalah alam pikiran dan relitas hidup
masyarakat. Alam pikiran bangsa Indonesia adalah
majemuk (pluralistik), sehingga pergaulan hidupnya selalu
dipenuhi oleh konflik baik sesama orang Islam maupun
orang Islam dengan non Islam.
Adopsi modernisme (westernisme), kendatipun
tidak secara total, yang dilakukan bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang semi naturalis, disisi lain adopsinya
Idealisme dan naturalisme menjadikan bangsa Indonesia
bersikap tidak menentu. Karena terombang ambing oleh
isu-isu tersebut.
Dibidang sosial banyak muncul masalah. Berbagai
tindakan kriminal sering terjadi dan pelanggaran norma-
norma bisa dilakukan oleh anggota masyarakat. Lebih
memperhatinkan lagi adalah tindakan penyalahgunaan
NARKOBA oleh anak-anak sekolah, mahasiswa, serta
masyarakat. Disamping itu masih banyak problematika
yang dihadapi Bangsa Indonesia dalam kehidupan modern.
Untuk membebaskan bangsa Indonesia dari
berbagai persoalan diatas, perlu diadakan revolusi
Wardoyo, Agama dan Manusia | 10

pandangan. Dalam kaitan ini, iman dan taqwa yang dapat


berperan menyelesaikan problema tantangan kehidupan
modern tersebut.

g. Peran Iman dan Takwa dalam menjawab Problema dan


Tantangan Kehidupan Modern.
Pengaruh iman terhadap kehidupan manusia sangat
besar. Berikut ini dikemukakan beberapa pokok mamfaat
dan pengaruh iman pada kehidupan manusia.
1. Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda.
Orang yang beriman hanya percaya kepada
kekuatan dan kekuasaan Allah. Kalau Allah hendak
memberikan pertolongan, maka tidak satu kekutanpun
yang dapat mencegahnya. Sebaliknya jika Allah
hendak menimpakan bencana maka tidak ada satu
kekuatanpun dapat menahan dan mencegahnya.
2. Iman menanamkan semangat berani mengahadapi maut.
Orang beriman yakin sepenuhnya bahwa
kematian ditangan Allah. Pegangan orang beriman
mengenai sosil hidup dan mati adalah firman Allah ;
“Dimana saja kamu berada, kematian akan datang
mendapatkan kamu kendatipun kamu dalam benteng
yang tinggi lagi kokoh “ ( anNisa, 4;78)
3. Iman menanamkan “ self help “dalam kehidupan.
Rezeki atau mata pencaharian memegang peranan
penting dalam kehidupan manusia. Banyakl orang
melepaskan pendiriannya, karena kepentingan
Wardoyo, Agama dan Manusia | 11

penghidupannya. Kadang-kadang manusia tidak


segansegan melepaskan prinsip, menjual kehormatan,
bermuka dua, menjilat, dan memperbudak diri karena
kepentingan materi. Pegangan orang beriman dalam hal
ini ialah firman Allah :

“Dan tidak ada satu binatang melatapun di bumi melainkan


Allah-lah yang memberi rezekinya, dan dia mengetahui
tempat berdiam binatang dan tempat penyimpanannya
semua tertulis dalam kitab yang nyata. (Hud, 11;6)
4. Iman memberikan ketentraman jiwa
Acapkali manusia dilanda resah dan duka cita, serta
digoncang oleh keraguan dan kebimbangan. Orang yang
beriman mempunyai keseimbangan, hatinya tentram
( mutmainnah ) dan tenang. Firman Allah ;

….(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka


menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya
dengan mengingat Allah hati menjadi tentram. (ar-Ra‟d,
13;28)
Wardoyo, Agama dan Manusia | 12

5. Iman mewujudkan kehidupan yang baik. (halalan tayyibah)


Kehidupan manusia yang baik adalah kehidupan
orang yang selalu melakukan kebaikan dan mengerjakan
perbuatan yang baik. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah :

“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh baik laki-laki


maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka
sesungguhnya, akan kami berikan kepadanya kehidupan
yang baik dan sesungguhnya akan kami beri balasan bagi
mereka dengan pahal yang lebih baik dari apa yang mereka
kerjakan. ( an-nahl, 16;97)

6. Iman melahirkan sikap ikhlas, tampa pamrih, kecuali


keredaan Allah. Orang yang beriman senantiasa konsekuen
dengan apa yang telah diikrarkannya, baik dengan lidahnya
dan hatinya. Ia senantiasa berpedoman pada firman Allah :

“ katakanlah : Sesungguhnya sholatku, Ibadahku, hidupku


dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
7. Iman memberikan keberuntungan
Orang yang selalu berjalan pada arah yang benar,
karena Allah membimbing dan mengarahkan pada tujuan
Wardoyo, Agama dan Manusia | 13

hidup yang haikiki. Dengan demikian orang yang beriman


adalah orang yang beruntung dalam hidupnya. Hal ini sesuai
dengan firman Allah ;

“Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan


mereka, dan merekalah orang –orang yang beruntung. ( al-
Baqarah, 2;5)
Demikianlah pengaruh dan mamfaat iman pada
kehidupan manusia, ia bukan sekedar kepercayaan yang
berada dalam hati, tetapi menjadi kekuatan yang mendorong
dan membentuk sikap dan perilaku hidup. Apabila suatu
masyarakat terdiri dari orang-orang yang beriman, maka
akan terbentuk masyarakat yang aman , tentram, damai dan
sejahtera.
Wardoyo, Agama dan Manusia | 14

Bab 2 Manusia dan Agama

1. Aspek-Aspek Agama dalam Kehidupan Manusia


Bahwa hakekat agama adalah kemampuan dalam diri manusia
untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Dengan hal di atas kita dapat memperoleh gambaran bahwa
manusia dapat menentukan dirinya dalam tindakannya itu apakah
ia akan berbuat baik atau akan berbuat buruk, apakah perbuatan
baik yang dilakukan itu sesuai dengan kehendak Tuhan ataukah
bertentangan dengan Tuhan. Maka agama agama seseorang
berperasaan di dalam menentukan baik buruknya tindakan yang
dilakukan, maka perlulah di dalam kehidupan manusia
mempunyai segi pandangan agama agama, sehingga keseluruhan
dari jumlah penduduk yang ada dalam suatu wilayah atau Negara
benar-benar menyadari akan perlunya mempunyai pengalaman
akan norma agama yang berlaku di dalam masyarakat, sedangkan
dalam pelaksanaannya dapat sesuai dengan hati nurani manusia.
Dengan demikian kesadaran manusia keseluruhan dari jumlah
penduduk benar-benar tumbuh dengan subur agar dapat
menentukan perbuatan yang sesuai dengan kehendak agama,
apakah perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Dengan
demikian akan terlihat hakekat agama dari keseluruhan jumlah
penduduk yang bertempat tinggal dalam satu wilayah atau Negara
tertentu sehingga dapat menunjang cita-cita dari keseluruhan
jumlah penduduk tersebut. Kehidupan yang baik merupakan cita-
Wardoyo, Agama dan Manusia | 15

cita dari jumlah penduduk itu begitu diperlukan, sehingga


seandainya agama dari keseluruhan jumlah penduduk itu selalu
menentukan perbuatan yang buruk, maka hal itu tidak dapat
menunjang untuk kehidupan orang banyak.
2. Implikasi Agama dalam Kehidupan Manusia
Agamaitas dapat disebutkan sebagai agama bagi tingkah laku manusia,
yaitu untuk menentukan apakah suatu perbuatan itu baik atau buruk,
oleh sebab itu dapatlah diketahui bahwa tindakan yang bertentangan
dengan norma adalah tindakan yang tidak beragama, sedang tindakan
yang tidak bertentangan dengan norma itu adalah tindakan yang
beragama. Dengan dekimian norma agama dapatlah diperuntukkan
kepada semua masyarakat di dalam masyarakat itu dapatlah dilihat
dari tindakannya, jika di dalam masyarakat yang anggota
masyarakatnya tidak selalu mentaati norma agama atau selalu
bertentangan dengan norma agama, maka akan dapat membawa
masyarakat itu norma agama dapat bersifat empiris. Sehingga dalam
hubungannya dengan kehidupan manusia dapatlah dikatakan bahwa
manusia terdiri dari beberapa masyarakat yang mempunyai arah dan
pandangan sama. Dengan demikian kehidupan manusia memerlukan
suatu norma yang dapat mengatur perilaku manusia dalam masyarakat
yang mana angota dari masyarakat itu saling dapat tercapai cita-
citanya.
Wardoyo, Agama dan Manusia | 16

Norma agama dapat mengatur manusia secara pribadi maupun secara


kelompok dengan demikian manusia pun berada di bawah norma
agama dengan sendirinya hati nurani dari manusia itu memerintahkan
untuk berbuat yang sesuai dengan kehendak kata hati dengan
berdasarkan kesadaran agama yang sesuai dengan kebiasaannya. Maka
dapatlah kita kemukakan bahwa: “Kadar agamaitas yang intingtif
terwujud pula dalam perilaku yang intingtif. Sedangkan agamaitas
yang berdasarkan adat kebiasaan terwujud pada perilaku yang
senantiasa bercorak kemasyarakatan ke adat kebiasaan atau
tradisional. Agamaitas yang berdasarkan atas kata hati atau hati nurani
terwujud pada perilaku yang bercorak kenuranian”.
3. Fungsi Agama dalam Kehidupan Manusia
Norma agama dimaksudkan untuk membedakan tindakan seseorang
apakah baik atau buruk. Dengan agama itulah dapat ditentukan
tindakan yang beragama atau tidak beragama.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa lepas dengan manusia yang
lain dalam kehidupan sehari-harinya. Oleh sebab itu, di dalam perilaku
kehidupannya selalu timbul penilaian baik dari diri sendiri maupun
dari masyarakat tentang baik buruknya tindakan itu. Nilai tentang baik
buruk itu ditentukan oleh diri sendiri maupun oleh masyarakat.
Dengan demikian norma agama itu datang dari hati nurani masyarakat
kadang-kadang yang ada yang sama. Walaupun begitu secara filsafat
ingin mencari unsur yang sama untuk setiap agama dari beberapa
masyarakat, agar dapat memperoleh suatu patokan yang dapat
dipergunakan sebagai kriteria yang bersifat umum. Dengan kriteria
Wardoyo, Agama dan Manusia | 17

yang bersifat umum itulah maka norma agama mempunyai pekerjaan


untuk memberikan penilaian kepada semua tindakan seseorang dalam
masyarakat. Mengenai penilaian itu ada yang positif/negatif dan
baik/buruk.
Kehidupan manusia, dalam hubungannya dengan fungsi agama, maka
mempunyai kewajiban merupakan penilaian terhadap tindakan
seseorang untuk mencapai kehidupan. Tentu saja tindakan seseorang
itu dapat memenuhi kebutuhan secara langsung sesuai dengan harkat
kemanusiaan.
Dengan demikian tentang nilai baik buruk dari tindakan itu ditentukan
oleh norma agama, apakah seseorang dalam berkehendak atas
tuntunan hati nurani untuk mencukupi kebutuhan itu telah melaui jalan
yang baik atau melalui jalan yang tidak baik, atau jalan yang positif
dan tidak positif. Hal itu akan ditentukan oleh normanorma sehingga
akan dapat ditentukan kadar agamaita
18

4. Agama sebagai dasar Kehidupan Manusia.


Sebagaimana yang kita ketahui dasar berarti: sesuatu yang dapat dipakai sebagai
fundamen. Sesuatu yang dapat dipakai sebagai alas. Dengan demikian yang dimaksud
dasar dalam kehidupan adalah sesuatu yang dapat dipakai sebagai fundamen atau alas
dalam kehidupan masyarakat. Jika dalam hal ini kesesuaian sebagai dasar dalam
kehidupan manusia yang dimaksud adalah agama itu dipandang, sebagai sesuatu yang
dapat dipakai sebagai fundamen dalam kehidupan manusia. Oleh sebab itu,
kesesuaian selalu melekat dalam kehidupan manusia baik dalam kehidupan yang
bersifat pribadi maupun sebagai anggota dari pada rakyat. Dengan demikian tindakan
atau perbuatan manusia selalu diikuti oleh norma-norma agama yang berlaku dalam
masyarakat dimana manusia itu dalam perilaku kehidupan manusia baik sebagai
individu maupun sebagai anggota dewan masyarakat.
Dalam kehidupan manusia tentu mempunyai tujuan akhir, karena tujun akhir dapat
dipakai sebagai arah yang ditempatkan dipuncak dari suatu tindakan demi untuk
kebaikan hidupnya. Kalau didasarkan pada etika agama sebagai ilmu pengetahuan
yang bersifat umum dalam arti berlaku untuk semua manusia. Semua manusia dalam
usahanya mempunyai tujuan akhir yang sama dan akan didasarkan pada suatu tingkah
laku yang membuat baik bagi manusia.
Dapatlah kita ketahui bahwa setiap manusia ingin mencapai tujuan hidup yaitu
kebahagiaan, maka dalam hal ini dapat kita kemukakan hal-hal berikut:
a. Manusia mempunyai keingianan akan bahagia sempurna.
b. Keinginan ini ialah sifat bawaan yang berasal dari kodrat manusia sendiri.
c. Keinginan semacam ini harus ditanamkan dalam hati sanubari manusia oleh
Tuhan, pencipta-Nya segala makhluk, kalau tidak demikian mungkin diterangkan.
d. Sifat bawaan sedemikian tapi dimaksudkan Tuhan untuk mencapai
kesempurmaan yang sesuai dengan manusia. Bukan Tuhan sesungguhnya jujur,
bijaksana, dan baik. Oleh sebab itu harus ada sesuatu, apapun juga yang dapat
19

dicapai dan akan dapat dicapai dan akan dapat memenuhi keingianan akan
kebahagiaan sempurna.
e. Memenuhi keingian itu bersama-sama dengan mencapai tujuan akhir.
Bukanlah kebahagiaan sempurna meliputi keseluruhan kebahagiaan sempurna
meliputi keseluruhan, kepuasan lengkap segala keinginan? Sebab-sebab itu akan nada
keinginan untuk sesuatu yang lain.1
Dengan gambaran diatas maka dapatlah dikatakan setiap manusia mempunyai
keinginan akan kebahagiaan, tetapi keinginan itu merupakan bawaan kodratnya
manusia yang ditemukan dalam hati sanubari oleh Tuhan sebagai penciptanya. Sifat
bawaan demikian itu dimaksudkan supaya dapat mencapai kebahagiaan, sedang
kebahagiaan sendiri sudah meliputi segala keinginan yang diharapkan, oleh sebab itu
tidak ada kemungkianan lain untuk sesuatu itu. Maka kebahagiaan selalu
berhubungan dengan kehidupan manusia yang bersifat perorangan/subjektif.
Kalau kita melihat segala sesuatu secara hakiki maka akan dapatkan sesuatu, hal itu
dalam pengertiannya yang bersifat umum, sehingga dapat berlaku oleh banyak orang.
Tentu saja dalam hal ini mempunyai unsur-unsur kesamaan dalam mencapai
kebahagiaan. Oleh kerena itu kebahagiaan itu dapat dikatakan kebahagiaan yang
bersifat objektif. Bagaimana halnya yang disebut dengan kebahagiaan yang objektif.
Untuk menjawab hak itu makan akan kita berikan secara singkat. Untuk jelasnya kita
berikan contoh, baik yang bersifat subjektif maupun bersifat objektif sehingga akan
Nampak jelas perbedaannya. Bila si A merasa dirinya bahagia. Kebahagiaan si A
tidak dapat dirasakan oleh si B, tetapi jika si A tidak berhasil dalam mencapai
golongan kesarjanaan, maka si A merasa sedih, kesedihan si A tidak dapat dirasakan
oleh si B. demikian itu dinamakan kebahagiaan sujektif.
Tetapi kalau si A berhasil memperbaiki jalan yang telah rusak, maka si A merasa
kebahagian karena dapat lewat dengan lacar. Kebahagiaan si A dapat dirasakan oleh
si B karena si B dapat juga lewat jalan tersebut dengan lancar. Tetapi kalau jalan itu
dibiarkan rusak sehingga si A pada waktu melawati merasa sedih, kesediahan itu juga

1 Ibid. Hlm. 7.
20

dirasakan oleh si B pada waktunya melewati jalan tersebut. Demikian itu dinamakan
kebahagiaan objektif.
Kebahagiaan subjektif dalam ruang lingkupnya lebih sempit dibanding dengan
kebahagiaa objektif. Kabahagiaan subjektif hanya menyangkut individu tetapi
kebahagiaan objektif menyangkut manusia sebagai individu dan sebagai kelompok.
Untuk mencapaikan lebih lanjut tentang kebahagiaan objektif akan kita berikan dua
aliran yang sekiranya dapat memberikan keterangan secara singkat.
Hedonisme.
Dalam aliran ini menganggap bahwa manusia menurut kodratnya selalu berusaha
untuk memperoleh kesenangan. Dengan prinsip kesenangan itu maka dianggap
merupakan faktor terpenting dalam kehidupan manusia. Oleh sebab itu manusia
menurut kodratnya selalu ingin menghindari penderitaan dan mengganggap
kesenangan merupakan suatu yang bernilai. Dengan demikian maka dalam kehidupan
sehari-hari maka menganggap bahwa kebahagiaan didasarkan pada kesenangan,
sehinga hal ini kebahagiaan didasarkan kesenangan, sehingga dalam hal ini kepuasan
jasmani merupakan hal yang intensif dan mendalam di banding dengan kepuasan
rohani.
Walaupun demikian para penganut aliran ini masih mempunyai pemikiran untuk
mencari bagaimana yang seharusnya untuk dapat melihat saat-saat kepuasan yang
banyaknya demi untuk kepentingan bersama.
5. Ultitarianisme
Dalam aliran ini beraggapan bahwa kegunaan sebagai urusannya. Tetapi kegunaan
disini tidak hanya bersifat egoistik saja tapi juga memandang kepentingan kelompok.
Sehingga dalam hal ini kepuasan tidak hanya bersifat egoistik tetapi juga melihat
kepentingan orang lain, oleh karena itu dalam aliran ini selalu berusaha untuk
kepentingan umum. Dengan demikian seseorang harus menolong demi kebahagiaan
tertinggi bagi sejumlah orang yang terbanyak, maka dalam hal ini sebagian ukuranya
bersifat kualitatif.
21

Karena manusia dalam kehidupannya sebagai individu dan sebagai makhluk sosial.
Sedang manusia adalah jumlah dari semua warga negara yang ada dalam suatu negara
tertentu kecuali orang asing. Maka manusia merupakan unsur pokok untuk berdirinya
manusia, oleh karena itu kehidupan manusia yang mempunyai tujuan hidup yaitu
untuk mencapai kebahagiaan, dengan sendiriya kebahagiaan itu juga merupakan
tujuan akhir dari kehidupan manusia. Dalam hal ini hanya kita disebut dua aliran yang
bersifat objektif yaitu aliran hedonism dan ultitarianisme karena dalam hedonism,
kesenangan merupakan ukuran dari kehidupan manusia, dan kesenangan merupakan
ukuran dari kehidupan manusia serta sebagai salah satu unsur dari kebahagiaan.
Sedangkan ultitarianisme, kegunaan merupakan ukuran dari kehidupan manusia baik
yang bersifat individu maupun unsur untuk hal yang bersifat objektif. Untuk itukah
keduanya yang bersifat objektif.
Pentingnya Agama dalam Kehidupan Manusia. Agama artinya kebaikan atau
keburukan daripada tindakan manusia. Dalam agama itu dapat bersifat subjektif serta
dapat bersifat objektif. Dikatakan bersifat subjektif jika memandang agama itu
berhubungan dengan keadaan seseorang, sedang dikatakan bersifat objektif jika
memandang kesusilaan dalam agama itu tidak berhubungan dengan keadaan
seseorang secara kelompok. Kalau kita lihat dari artinya masalah kepribadian dalam
kehidupan baik secara individu maupu secara kelompok. Oleh sebab itu kesusilaan
dalam agama selalu berkaitan dengan batiniah dan lahiriah manusia dalam keburukan
selalu menyangkut masalah kepribadian dalam kehidupan sehari-hari baik secara
individu maupun secara kelompok lain sebagai manusia yang ada atau bertempat
tinggal dalam suatu negara kecuali orang asing. Dikatakan selalu berkaitan dengan
batiniah kalau seseorang itu di dalam melakukan tindakan sehari-hari baik secara
individu maupun sebagai unsur dari masyarakat atas keputusan hati nurani atau
batiniahnya sendiri tanpa ada pengaruh dari luar atau dari paksaan dari luar.
Dikatakan agama itu selalu berkaitan dengan lahiriah, jika secara individu maupun
untuk kepentingan sosial, karena bukan berasal dari keputusan hati nurani atau
22

batiniah, tetapi berasal dari luar atau pengaruh dari luar, sehingga dapat dikatakan
kemampuan hati nurani yang mendapat pengaruh dari luar. Sedang pengaruh itu bisa
berasal dari sesama manusia bisa juga berasal dari luar.
Dikatakan selalu berkaitan dengan batiniah kalau seseorang itu di dalam melakukan
tindakan sehari-hari baik secara individu maupun sebagai unsur dari masyarakat atas
keputusan hati nurani atau batiniahnya sendiri tanpa ada pengaruh dari luar atau dari
paksaan dari luar. Dikatakan agama itu selalu berkaitan dengan lahiriah, jika secara
individu maupun untuk kepentingan sosial, karena bukan berasal dari keputusan hati
nurani atau batiniah, tetapi berasal dari luar atau pengaruh dari luar, sehingga dapat
dikatakan kemampuan hati nurani yang mendapat pengaruh dari luar. Sedang
pengaruh itu bisa berasal dari sesama manusia bisa juga berasal dari luar.
Dengan demikian kesusilan dalam agama tidak hanya selalu berhubungan manusia
secara individu tetapi juga manusia sebagai bagian dari masyarakat dan karena
manusia hidup berada dalam lingkungan dengan alam, sekaligus kesusilaan itu selalu
berhubungan dengan alam. Jadi, dapat dikatakan agama selalu berhubungan dengan
segenap realitas yang bersifat empiris. Sehingga dapatlah kita sebut bahwa:”Norma
agama itu transenden yaitu bahwa kesusilaan itu mengatasi tidak hanya menusia
perseorangan saja, melainkan manusia sebagai manusia dan dunia manusia. Jadi
2
segenap realitas empiris.” Dengan hal itu dapatlah kita memperoleh gambaran
bahwa untuk menggunakan patokan agama atau kesusilaan dalam kehidupan manusia,
maka dapat kita simpulkan beberapa hal yang dapat menentukan dalam perbuatan
agama, yaitu perbuatan sendiri, alasanalasan atau normatif dan keadaan-keadaan.
Dalam hal ini kita berikan penjelasan secara singkat dalam kaitannya dengan
kehidupan manusianya dalam kehidupan masyarakat.
Untuk unsur perbuatan sendiri adalah tindakan seseorang yang didasarkan atas
keputusan hati nurani atau atas kehendak sendiri, tetapi dilihat dari segi baik atau
buruk perbuatan itu. Dalam kaitannya dengan kehidupan manusia dapat diambil

2 Ibid. Hlm. 43.


23

intinya bahwa yang dikatakan perbuatan sendiri adalah tindakan daripada manusia
dalam kehidupan sehari-hari yang didasarkan pada kepribadian manusia itu sendiri
atau hati nurani manusia itu sendiri, yang dilihat dari segi baik buruknya. Oleh karena
itu, dalam kehidupan manusia jika akan melakukan suatu tindakan yang baik tentu
saja harus didasarkan pada hati nurani atau kepribadian manusia itu sendiri.
Untuk unsur alasan-alasan atau normatif yang dimaksudkan adalah jika seseorang
melakukan suatu tindakan harus didasarkan alasan/motif dari apa yang dikehendaki
baik bersifat individu maupun bersifat sosial demi untuk kepentingan manusia. Tentu
saja yang dikehendaki itu mempunyai dorongan, alasan/motif, sehingga dengan
dorongan, alasan/motif itu akan dapat menimbulkan suatu nilai agama yang lebih
baik. Sehingga dalam kaitannya dengan kehidupan manusia, maka manusia dapat
mengambil inti yang penting dalam kehidupannya. Dalam hal ini yang dapat diambil
adalah jika manusia dalam melakukan yang didasarkan atas kehendak dari manusia
itu sendiri yang juga melihat dari manusia itu sendiri dari dalam hati nurani maupun
dari luar hati nurani baik yang berasal dari semua sesama manusia maupun dari dalam
kadang-kadang dapat menimbulkan nilai-nilai kesusilan agama yang lebih tinggi.
Untuk unsur keadaan-keadaan yang dimaksud adalah tindakan menusia yang didasari
sesuatu gejala-gejala tambahan yang selalu berhubungan dengan tindakan manusia
itu. Misalnya dengan alat-alat apa tindakan itu dapat menambah dan kadang-kadang
dapat mengurangi nilai-nilai yang penting dalam kehidupan manusia. Hal itu dapat
jika manusia melakukan suatu tindakan yang didasarkan unsurunsur di atas yaitu
perbuatan sendiri dan motif/alasan masih dapat didasarkan lagi pada gejala-gejala
tambahan sekitarnya dapat diterima oleh kepribadian nilai-nilai agama dalam
tindakan manusia itu.

Anda mungkin juga menyukai