Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PENGUJIAN ATTERBERG LIMIT

II.1. Dasar Teori

Pengujian Atterberg Limit dikembangkan oleh seorang ilmuwan dari Swedia


bernama Atterberg pada tahun 1911 yang bertujuan untuk menggambarkan batas-batas
konsistensi dari tanah berbutir halus pada kadar air yang bervariasi. Batas-batas tersebut
adalah batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit) dan batas susut (shrinkage
limit).
Apabila tanah berbutir halus mengandung mineral lempung, maka tanah tersebut
dapat diremas-remas (remolded) tanpa menimbulkan retakan. Sifat tersebut merupakan
sifat kohcsif yang disebabkan karena adanya air yang terserap (adsorbed water) di
sekeliling permukaan dari partikel lempung. Apabila kadar airnya sangat tinggi,
campuran tanah dan air akan menjadi sangat lembek seperti cairan. Oleh karena itu, atas
dasar air yang dikandung tanah, tanah dapat dipisahkan ke dalam empat keadaan dasar,
yaitu padat, semi padat, plastis, dan cair. Perubahan kadar air dari keadaan padat ke
keadaan semi-padat didefinisikan sebagai batas susut (shrinkage limit). Perubahan
kadar air dari keadaan semi-padat ke keadaan plastis terjadi dinamakan batas plastis
(plastic limit), dan dari keadaan plastis ke keadaan cair dinamakan batas cair (liquid
limit). Batasbatas ini dikenal juga sebagai batas-batas Atterberg (Atterberg limit)
P adat Semipada t P adat Ca ir
KadarAir
Be rtambah

Batas Batas Batas


Su sut (SL) P lastis(P L) Ca ir (L L)

Gambar 2.1 Batas-batas Atterberg

Kedudukan fisik tanah berbutir halus pada kondisi tertentu disebut konsistensi.
Konsistensi bergantung pada gaya tarik antara partikel mineral lempung. Pengurangan kadar air
menghasilkan berkurangnya tebal lapisan kation yang menyebabkan bertambahnya gaya tarik
partikel. Bila tanah dalam kedudukan plastis, besarnya jaringan gaya antar partikel akan
sedemikian hingga partikel bebas menggelincir antara satu dengan yang lain dengan kohesi
yang tetap terpelihara.
 Batas Cair (Liquid Limit)
Batas cair adalah kadar air pada batas antara kondisi cair dan plastis. Pada
kedudukan ini, butiran menyebar dan berkurangnya kadar air berakibat
berkurangnya volume tanah. Untuk menentukan batas cair ditentukan dari uji
Casagrande (1948) yang akan dilakukan pada praktikum ini.
Penentuan kadar air dinyatakan dalam persen, dari contoh tanah yang
diujikan pada percobaan kali ini pada dasarnya, syarat untuk terpenuhinya batas
cair pada uji Casagrande ini adalah sebanyak 25 kali pukulan Untuk mengatur
kadar air dari tanah yang bersangkutan agar dipenuhi persyaratan diatas ternyata
sangat sulit. Oleh karena itu akan lebih baik kalau dilakukan uji batas cair paling
sedikit empat kali pada tanah yang sama tctapi pada kadar air yang berbeda-beda
sehingga jumlah pukulan N yang dibutuhkan untuk menutup goresan bervariasi
antara 15 dan 35 kali pukulan.
Kadir air dari tanah, dalam persen, dari jumlah pukulan untuk masing-
masing uji digambarkan di alas kertas grafik semi-logaritmik. Hubungan antara
kadar air dan log N dapat dianggap scbagai suatu garis lurus. Garis lurus tersebut
dinamakan scbagai kurva aliran (flow curve). Kadar air yang bersesuaian dengan
N= 25, yang ditentukan dari kurva aliran, adalah batas cair dari tanah yang
bersangkutan. Kemiringan dari garis aliran (flow line) didefinisikan sebagai
indeks aliran (flow index) dan dapat dituliskan sebagai:
w1 −w 2
IF=
N2
log
( )
N1
............................................................................................
(2.1)
Dimana:
IF = Indeks aliran
w1 = kadar air, dalam persen dari tanah yang sesuai dengan jumlah
pukulan N1
w2 = kadar air, dalam persen dari tanah yang sesuai dengan jumlah
pukulan N2
Jadi, persamaan garis aliran dapat dituliskan dalam bentuk yang umum, sebagai
berikut:
w=−I F⋅log N +C ..................................................................................(2.2)
Atas dasar hasil analisis dari beberapa uji batas cair, US Waterways Experiment
Station, Vicksburg, Mississippi (1949), mengajukan suatu persamaan empiris
untuk menentukan batas cair, yaitu:
tan β
N
LL=w N ( )
25 ...................................................................................(2.3)
Dimana:
N = jumlah pukulan yang dibutuhkan untuk menutup goresan selebar 0,5
in = pada dasar contoh tanah yang diletakkan dalam mangkok kuningan dari
= alat uji batas cair
wN = kadar air untuk menutup dasar goresan dari contoh tanah dibutuhkan
= pukulan sebanyak N
tan β = 0,121 (tidak semua tanah mempunyai nilai tersebut)
Kemudian untuk menghitung kadar air (water content) yang sesuai dengan
pengujian praktikum di laboratorium adalah:
( W 2−W 3 )
W C ( % )= x 100 %
( W 3−W 1 ) ...............................................................(2.4)
Dimana:
WC = Kadar air (%)
W1 = Berat cawan (g)
W2 = Berat cawan + tanah basah (g)
W3 = Berat cawan + tanah kering (g)
Casagrande (1932) telah menyimpulkan bahwa tiap-tiap pukulan dari alat
uji batas cair adalah bersesuaian dengan tegangan geser tanah sebesar kira-kira 1
g/cm2 . Oleh karena itu, batas cair dari tanah berbutir halus adalah kadar air di
mana tegangan geser tanahnya adalah kira-kira 25 g/cm2 .
Tabel 2.1 Harga-harga Batas Atterberg untuk Mineral Lempung
Batas Batas Batas
Material
Cair (LL) Plastis (PL) Susut (SL)
Montmorillonite 100 - 900 50 - 100 8,5 - 15
Nontronite 37 - 72 19 - 27
Illite 60 - 120 35 - 60 15 - 17
Kaolinite 30 - 110 25 - 40 25 - 29
Halloysite terhidrasi 50 - 70 47 - 60
Halloysite 35 - 55 30 - 45
Attapulgite 160 - 230 100 - 120
Chlorite 44 - 47 36 - 40
Allophane 200 - 250 130 - 140
Sumber : Mitchel (1976)

 Batas Plastis (Plastic Limit)


Batas plastis didefinisikan sebagai kadar air, dinyatakan dalam persen, di
mana tanah apabila digulung sampai dengan diameter 1/8 in (3,2 mm) atau mulai
retak-retak ketika digulung. Batas plastis merupakan batas terendah dari tingkat
keplastisan suatu tanah. Dalam uji praktikum kali ini, rumus untuk mendapatkan
batas plastis (PL) adalah:
( W 2−W 3 )
PL=W C (% )= x 100 %
( W 3−W 1 ) ................................................................
(2.5)
Dimana:
WC = Kadar air (%)
W1 = Berat cawan (g)
W2 = Berat cawan + gelintiran tanah (g)
W3 = Berat cawan + gelintiran tanah setelah di oven (g)
Indeks plastisitas [plasticity index (PI)] adalah perbedaan antara batas cair
dan batas plastis suatu tanah. Karena itu, indeks plastisitas menunjukkan sifat
keplastisan tanah. Jika tanah mempunyai PI tinggi, maka tanah mengandung
banyak butiran lempung. Jika PI rendah, seperti lanau, sedikit pengurangan kadar
air berakibat tanah menjadi kering.Rumus untuk mendapatkan harga Indeks
plastisitas adalah:
PI =LL−PL ...................................................................................(2.5)

Dimana:
IP = Indeks plastis
LL = Batas cair
PL = Batas plastis
Batasan mengenai indeks plastisitas, sifat, macam tanah dan kohesi di berikan
oleh Atterberg seperti pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Nilai Indeks Plastisitas Tanah dan Macam Tanah
PI Sifat Tanah Macam Tanah Kohesi
0 Non plastis Pasir Non kohesif
<7 Plastisitas rendah Lanau Kohesif sebagian 
7 – 17 Plastisitas sedang Lempung berlanau Kohesif
> 17 Plastisitas tinggi Lempung Kohesif
Sumber: Mekanika Tanah 1, Hary Christady.H(2002),Tabel 1.5 hal-48

 Batas Susut (Shrinkage Limit)


Batas susut didefinisikan sebagai keadaan di mana kadar air didalam tanah
secara perlahan-lahan hilang. Dengan hilangnya air secara terus-menerus, tanah
akan mencapai suatu tingkat keseimbangan dimana bertambahnya kehilangan air
tidak akan menyebabkan perubahan volume. Kadar air, dinyatakan dalam persen
di mana perubahan volume suatu massa tanah berhenti didefinisikan sebagai batas
susut (shrinkage limit)

.
Gambar 2.2 Definisi batas susut

Seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.2, batas susut dapat ditentukan dengan cara
sebagai berikut:
SL=w1 ( % )− Δw ( % ) ...................................................................................

(2.6)
Dimana:
W1 = kadar air tanah mula-mula pada saat ditempatkan di dalam mangkok
uji = batas susut
Δw = peru bahan kadar air (yaitu antara kadar air mula-mula dan kadar air
pada = batas susut)
Tetapi
m1 −m2
w 1 ( %) = x 100 %
m2 ............................................................................
(2.7)
Dimana:
m1 = massa tanah basah dalam mangkok pada saat pcrmulaan pengujian
(g)
m2 = massa tanah kering (g)

Selain itu
( V 1−V f ) ρw
Δw ( % ) = x 100 %
m2 ......................................................................
(2.8)
Dimana:
V1 = volume contoh tanah basah pada saat pennulaan pengujian (yaitu
volume
= mangkok, cm3 )
Vf = volume tanah kering sesudah dikeringkan di dalam oven (g)
ρw = kerapatan air (g/cm3)
Dengan menggabungkan persamaan (2.6), (2.7), dan (2.8), maka didapat:

( V 1−V f ) ρw
SL=
[( m 1 −m2
m2 )
x 100 % −
] [( m2 ) x 100 %
] ....................
(2.9)
Sedangkan pada uji praktikum kali ini, rumus untuk mendapatkan batas susut (SL)
adalah:
( V 1−V f ) γ w
SL=W C ( % )=
( W 3−W 1 ) .................................................................(2.10)
Sehingga batas kerut :
( W 4 −W 5 )
SL=W C ( % )=
[ 13 , 6
x
1
]
( W 3−W 1 )
x 100 %
..........................
(2.11)
Dimana:

SL = Shrinkage limit (% )
W1 = Berat cawan (g)
W3 = Berat cawan + tanah kering (g)
W4 = Berat cawan + air raksa (g)
W5 = Berat cawan + air raksa yang tumpah (g)
γw = Berat volume air (g/cm3)

II.2. Prosedur Pelaksanaan


Pada dasarnya persiapan prosedur pelaksanaan pengujian Atterberg Limit yang
akan dilakukan yaitu pengujian batas cair (liquid limit), batas plastis (plastic limit), dan
batas susut (shrinkage limit), memiliki kesamaan yaitu:

1. Tanah diayak terlebih dahulu, ambil tanah yang lolos saringan no 40. Kemudian
tanah dicampur dengan air suling sampai dianggap cukup lembek dan siap untuk
diuji. Apabila dianggap terlalu lembek maka dapat ditambahkan tanah kembali
2. Dari persiapan tersebur, maka dilakukan pengujian sebagai berikut:

A. Uji Batas Cair (Liquid Limit)

1. Siapkan 8 (delapan) cawan dan timbang masing masing cawan ( W 1 )


2. Masukkan tanah kedalam mangkuk cassagrande dengan kedalaman ± 8 mm
atau sepertiga mangkuk. Ratakan tanah tersebut sampai batas bibir mangkuk
cassagrande.
3. Buat alur tanah ditengah-tengah mangkuk. Setelah alur tanah dibuat putar kran
cassagrande. Maka mangkuk beserta isinya akan jatuh satiap putaran ketukan.
4. Lakukan pengujian secara coba-coba sampai 4x hingga memperoleh :
 2x pengujian pada < 25 pukulan
( 1x pengujian diambil contoh bagian sisi kanan dan kiri )
 2x pengujian pada >25 pukulan
( 1x pengujian diambil contoh bagian sisi kanan dan kiri ).
dengan kadar air yang berbeda dengan batas ketukan minimal 15x ketukan dan
maksimal 35x ketukan
5. Apabila alur tanah mulai menutup maka ketukan dihentikan.
6. Ambilcontohtanah untuk dimasukkan kedalam cawan. Kemudian timbang

cawan beserta contoh tanah tersebut ( W 2 )


7. Ulangi pecobaan tersebut seperti cara no 3 sampai no 7. Hingga memperoleh
ke 4 contoh tanah.
8. Setelah semua contoh tanah diperoleh. Tulis tanggal dan waktu pembuatan
dilembar kertas dan taruh diatas loyang oven. Masukkan ke-8 (delapan) contoh
uji kedalam oven selama 24 (dua puluh empat) jam.
9. Setelah dioven selama 24 jam. Keluarkan contoh uji dan timbang kembali (

W3 )

10. Catat dan hitung hasil pengujian tersebutdengan grafik untuk menentukan
kadar air
B. Uji Batas Plastis (Plastic Limit)
1. Siapkan 1 (satu) cawan dan timbang cawan tersebut (W1)
2. Dari tanah yang telah dibuat ambil beberapa bagian tanah untuk digulung
secara perlahan diatas keramik dengan menggunakan telapak tangan.
3. Gulung tanah sampai berdiameter 3 mm hingga terjadi rambut retak. Apabila
tanah belum dterjadi keretakan hingga berdiameter 3 mm, maka ditambahkan
air sembari diremas kembali sehingga menambah kelembekannya.
4. Tanah yang retak kemudian dikumpulkan di dalam cawan
5. Lakukan kembali cara no. 3 sampai no. 5 sampai contoh gulungan tanah
memenuhi cawan.
6. Timbang cawan yang terisi penuh dengan gulungan tanah (W2)
7. Tulis tanggal dan waktu pembuatan dilembar kertas dan taruh diatas loyang
oven. Masukkan contoh uji kedalam oven selama 24 (dua puluh empat) jam.
8. Setelah di oven selama 24 jam. Keluarkan contoh uji dan timbang kembali
(W3).
9. Catat dan hitung hasil pengujian tersebut.

C. Uji Batas Susut (Shrinkage Limit)


1. Siapkan 2 (dua) cawan dan timbang cawan tersebut (W1).
2. Masukkan tanah yang berbentuk pasta tersebut kedalam cawan hingga 1/3
bagian cawan.
3. Ketuk secara perlahan cawan agar tidak ada gelembung udara dalam tanah.
4. Kemudian isi kembali cawan hingga penuh. Dan ketuk kembali cawan.
5. Ratakan permukaan tanah menggunakan penggaris.
6. Pastikan tanah tidak memiliki gelembung udara didalamnya dan pastikan
cawan terisi penuh dengan tanah.
7. Apabila sudah terisi penuh maka timbang cawan beserta isinya (W2)
8. Diamkan contoh tanah tersebut selama 8 (delapan) jam di suhu normal.
9. Tulis tanggal dan waktu pembuatan dilembar kertas dan taruh diatas loyang
oven. Masukkan contoh uji kedalam oven selama 24 (dua puluh empat) jam.
10. Keluarkan contoh tanah dari oven dan timbang cawan beserta isinya (W3).
11. Siapkan air raksa, gelas air raksa dan mangkuk peluberan.
12. Tuang air raksa kedalam gelas air raksa. Ratakan permukaan air raksa dengan
kaca datar. Timbang berat air raksa (W4)
13. Masukkan contoh tanah yang telah dioven ke dalam air raksa, tekan secara
perlahan contoh tanah menggunakan kaca datar.
14. Air raksa secara perlahan akan tumpah di mangkuk peluberan.
15. Timbang air raksa yang jatuh di mangkuk peluberan (W5)
16. Catat dan hitung hasil pengujian tersebut.
II.3. Dokumentasi Praktikum
II.4. Hasil Dan Analisa
Hasil pengujian dan analisis data setelah dilakukan pengujian batas plastis
(Plastic Limit) diolah dan dimasukkan ke dalam grafik. Berikut ini adalah tabel hasil
pengujian batas cair (Liquid Limit) dapat dilihat kedalam tabel 2.3

Tabel 2.3 Hasil Pengujian Batas Cair (Liquid Limit)

1 2 3 4
Test No
Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri
Nomor Cawan 27 20 10 93 32 17 99 31
Berat cawan. W1
17,4 18,7 17,6 18,3 17,7 16,2 30,8 17,5
(gram)
Berat Cawan + Tanah
33,2 33,6 27,9 28,1 29,6 26,3 43,1 27,2
Basah, W2 (gram)
Berat Cawan + Tanah
26, 9 27,6 23,6 24,0 24,9 22,5 38,0 23,2
Basah, W3 (gram)
Kadar Air, W C (%)
67,42 71,66 71,93 65,27 60,31 70,83 70,17
( W 2 −W 3 ) 66,316
0 7 0 8 7 3 5
x 100 %
( W 3 −W 1 )
Rata-rata kadar air
66,868 71,799 62,798 70,504
(%)
Jumlah Pukulan (N) 28 16 29 24

Dari hasil pengujian di laboratorium dapat dihitung kadar air ( W C ) pada


setiap pukulan N Untuk mengetahui batas cair (Liquid Limit) dari contoh tanah yang

diujikan. Berikut adalah perhitungan kadar air ( W C ) pada setiap nomor pengujian
1. Pengujian nomor 1
 kanan
( W 2−W 3 ) ( 33 ,2−26 , 9 )
W C ( % )= x 100 %= x 100 %=66 ,316 %
W −W
( 3 1) ( 26 , 9−17 , 4 )

 kiri
( W 2−W 3 ) ( 33 , 6−27 ,6 )
W C (% )= x 100 %= x 100 %=67 , 420 %
W −W
( 3 1) ( 27 , 6−18 ,7 )

 Rata – rata
(66 , 316+67 , 42)
W C rata−rata= =66 , 868 %
2

2. Pengujian nomor 2
 kanan
( W 2−W 3 ) ( 27 , 9−23 ,6 )
W C ( % )= x 100 %= x 100 %=71, 667 %
( W 3−W 1 ) ( 23 , 6−17 ,6 )

 kiri
( W 2−W 3 ) ( 28 , 1−24 ,0 )
W C ( % )= x 100 %= x 100 %=71 , 930 %
( W 3−W 1 ) ( 24 , 0−18 ,3 )

 Rata – rata
(71 , 667+71 , 930)
W C rata−rata= =71 ,799 %
2
3. Pengujian nomor 3
 kanan
( W 2−W 3 ) ( 29 , 6−24 , 9 )
W C ( % )= x 100 %= x 100 %=65 , 278 %
( W 3−W 1 ) ( 24 , 9−17 , 7 )

 kiri
( W 2−W 3 ) ( 26 , 3−22 , 5 )
W C ( % )= x 100 %= x 100 %=60 , 317 %
( W 3−W 1 ) ( 22 , 5−16 , 2 )

 Rata – rata
(65 , 278+60 , 317 )
W C rata−rata= =62, 798 %
2
4. Pengujian nomor 4
 kanan
( W 2−W 3 ) ( 43 , 1−38 , 0 )
W C ( % )= x 100 %= x 100 %=70 , 833 %
( W 3−W 1 ) ( 38 , 0−30 , 8 )

 kiri
( W 2−W 3 ) ( 27 , 2−23 , 2 )
W C (% )= x 100 %= x 100 %=70 , 175 %
( W 3−W 1 ) ( 23 , 2−17 , 5 )

 Rata – rata
(70 , 833+70 , 175)
W C rata−rata= =70 , 504 %
2

Kemudian untuk melihat hubungan antara kadar air dan jumlah ketukan
digambarkan di grafik semi-logaritmik pada Gambar 2.2 kemudian diperoleh nilai
batas cair (Liquid Limit).
Gambar 2.1 Grafik Hasil Pengujian Batas Cair (LL)
Dari perhitungan kadar air rata-rata yang didapatkan dari pengujian no.1
sampai dengan pengujian no.4 dengan harga ketukan yang bervariasi, Data yang
diperoleh,dimasukan kedalam grafik untuk mendapatkan nilai batas cair (Liquid
Limit) pada ketukan (N) = 25 digambarkan garis linear hubungan antara kadar air dan
jumlah ketukan dan diperoleh nilai LL = 67,5%.
Pada tabel Tabel 2.1 tentang harga-harga Batas Atterberg untuk mineral
lempung dengan nilai LL = 67,5% berada diantara 4 batas interval mineral lempung,
yakni: interval 37%-72% untuk material Nontronite , interval 60%-120% untuk
material Illite , interval 30%-110% untuk material Kaolinite dan interval 50%-70%
untuk material Halloysite terhidrasi.
Kemudian praktikum dilanjutkan untuk melakukan pengujian Batas Plastis
(Plastic Limit) untuk mengetahui perubahan kadar air dari keadaan semi-padat ke
keadaan plastis. Berikut ini adalah tabel hasil pengujian batas plastis (Plastic Limit)
dapat dilihat kedalam tabel 2.4

Tabel 2.4 Hasil Pengujian Batas Cair (Liquid Limit)

Test No 1 2
Nomor Cawan 9 73
Berat Cawan, W 1 (g) 17,2 17,1
Berat Cawan + Tanah Basah, W 2 (g) 23,6 24,2

Berat Cawan + Tanah Kering,


W 3 (g) 22,5 22,9
Plastic Limit, PL (%)
( W 2 −W 3 ) 20,755 22,414
PL= x 100 %
( W 3 −W 1 )
 
Rata- Rata Plastic Limit, PL (%) 21,585

Dari hasil pengujian di laboratorium dapat dihitung kadar air ( W C ) pada


setiap pukulan N Untuk mengetahui batas cair (Liquid Limit) dari contoh tanah yang

diujikan. Berikut adalah perhitungan kadar air ( W C ) pada setiap nomor pengujian
1. Pengujian nomor 1
( W 2 −W 3 ) (23 , 6−22 ,5 )
PL(% )= x 100 %= x 100 %=66 ,316 %
( W 3 −W 1 ) ( 22, 5−17 ,2 )

( W 2 −W 3 ) (33 , 6−27 , 6 )
PL( % )= x 100 %= x 100 %=67 , 420 %
( W 3 −W 1 ) ( 27 ,6−18 , 7 )

 Rata – rata
(20 ,755+22, 414 )
PLrata−rata= =21 , 585 %
2

Anda mungkin juga menyukai