Anda di halaman 1dari 5

MINERAL TANAH SEBAGAI INDIKATOR STABILITAS TANAH PADA DAERAH

BERLERENG: STUDI KASUS TOMBOLOPAO KABUPATEN GOWA

Soil Mineral as Indicator of Soil Stabilization in Sloping Area: a Case Studi in Tombolopao at
Gowa District
*
Asmita Ahmad, *Christianto Lopulisa, **A.M. Imran, *Sumbangan Baja
*
Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin
**
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin
(Corresponding email; asmitaahmad@yahoo.com)

ABSTRACT (Brady, 1990). Mineral di dalam tanah


berasal dari pelapukan fisik dan kimia dari
Soil forming process can influence soil batuan yang merupakan bahan induk tanah.
stability, especially on a sloping area, which Proses pembentukan mineral tanah berasal
is currently related to landslides. This dari rekristalisasi dari senyawa-senyawa hasil
research aims to study mineral content in the pelapukan lainnya atau pelapukan dari
soil as an indicator to evaluate soil stability mineral primer dan sekunder yang ada
in slope area. Soil texture analyzed with (Hardjowigeno, 1985). Proses pembentukan
hydrometer and soil mineral analyzed with tanah mempengaruhi stabilitas tanah,
Kerr method. Soil parent rock comes from terutama pada daerah berlereng yang saat ini
Tpbv (Tertiary Pliocene Baturape Volcanic) sangat erat kaitannya dengan kejadian tanah
Formation that consists of lava, breccia, tuff, longsor. Tanah longsor menempati peringkat
and conglomerate. Soil texture in A horizon kedua sebagai bencana yang paling sering
dominated with silty clay loam and in B terjadi di Indonesia (BAPPENAS-
horizon with silty clay. Clay content in A BAKORNAS, 2006). Bencana tanah longsor
horizon to B horizon increase ranges from 2- menjadi bencana yang paling mematikan
6%. Soils mineral have been weathering on dibandingkan jenis bencana lain dengan
the physical and chemical, which caused bobot kerentanan yang paling tinggi
cracking on minerals lattice and formed clay dibandingkan bencana lainnya (BNPB,
minerals inside it. The presence of clay 2013). Data yang ada menunjukkan bahwa
minerals between soil mineral particles can longsor banyak terjadi di daerah-daerah
cause mutual repulsion force and cause dengan curah hujan tahunan ≥2500 mm/thn
friction particles that triggering the (Chen et al., 2014; Permen PU No. 22 tahun
movement of particles in a small scale when 2007), Topografi berbukit sampai bergunung,
soil saturated by water and triggers soil kadang-kadang bergelombang dengan lereng
movement (landslide). miring sampai sangat terjal (Shiels, 2008;
Miyagi et al., 2004), dengan jenis tanah
Keywords: mineral, slope, landslide, clay utamanya Ultisol, Oxisol, Inceptisol, dan
kadang-kadang Alfisol (Alexander and
DuShey, 2011; Furian et al., 1999; Chappel,
PENDAHULUAN 1999). Jenis tanah sangat erat kaitannya
dengan kandungan mineral tanah
Mineral tanah adalah mineral yang didalamnya. Mineral tanah sangat
terkandung di dalam tanah dan merupakan mempengaruhi proses infiltrasi dan perkolasi
salah satu bahan utama penyusun tanah air tanah. Infiltrasi dan perkolasi air akan
lambat jika kadar mineral liat tanah 6%. Peningkatan kadar liat akibat proses
meningkat dan menjadi lebih cepat jika kadar pelapukan bahan induk tanah dipengaruhi
mineral resisten tanah lebih banyak. Oleh oleh intensitas curah hujan wilayah
sebab itu sangat penting untuk mengetahui kabupaten Gowa yang berkisar 1493-4106
kandungan mineral tanah sebagai indikator mm/tahun (2009-2016) (BMKG, 2017).
dalam menilai stabilitas tanah pada daerah Mineral tanah terdiri dari mineral
berlereng. mudah lapuk, seperti; piroksen, biotit, dan
plagioklas, mineral resisten, seperti kuarsa,
dan orthoklas, sedangkan mineral sekunder
METODOLOGI didominasi oleh mineral liat dan mineral
oksida (Gambar 1). Pembentukan konkresi
Pengamatan dan deskripsi profil serta dan nodul sebagai hasil pelapukan intesif
pengambilan contoh tanah dilaksanakan di dijumpai dengan persentase yang kecil, yang
Kecamatan Tombolopao Kabupetn Gowa menunjukkan bahwa proses pembentukan
pada daerah rawan longsor dengan tanah masih tergolong tahap intermediat
kemiringan lereng 16-60% dengan koordinat (sedang).
geografis titik sampling; G1) 119o57’56.89”
BT dan 5o11’13.15” LS, G2) 119o57’54.81”
BT dan 5o11’11.99” LS, G3) 119o57’34.96”
BT dan 5o10’23.39” LS, G4) 119o57’8.91”
BT dan 5o10’38.81” LS. Analisis tekstur
tanah dengan metode hidrometer (BPT,
2005) dan analisis mineral tanah dengan
sayatan tipis dan mikroskop polarisasi (Kerr,
1959).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bahan induk tanah berasal dari Formasi


batuan Tpbv (Tersier Pliocene Baturape Gambar 1. Sayatan tipis, mineral tanah yang
Vulkanik), merupakan batuan gunungapi terdiri dari; bt (biotit), or
Baturape-Cindako yang terdiri dari lava, (orthoklas), pr (piroksen), ku
breksi, tufa dan konglomerat (baturape- (kuarsa), pl (plagioklas), ok
cindako volcanics; lava, breccia, tuff and (oksida), dan cl (mineral liat).
conglomerate, formasi ini terbagi dua yaitu
Tpbc; tersier pliosen baturape-cindako Tetapi proses pelapukan mineral primer dari
sebagai pusat erupsi (erupsive centre) dan bahan induk menunjukkan intenistas yang
Tpbl; tersier pliosen baturape lava (mainly tinggi (Gambar 2). Sebagian besar mineral
lava), Tpbl dan Tpbv memiliki hubungan telah mengalami pelapukan fisik dan kimia,
menjemari, Tpbc merupakan batuan intrusif dimana mineral mengalami retakan dan
(Sukamto dan Supriatna, 1982). proses pelapukan serta pembentukan mineral
Tekstur tanah pada horison A liat terjadi pada bidang belahan dan bidang
umumnya lempung liat berdebu, sedangkan pecahan mineral. Kejadian ini dapat
pada horison B lempung berliat hingga liat mengganggu stabilitas tanah, karena air tanah
berdebu, dengan kadar persentase kenaikan yang diikat oleh mineral liat dapat
kadar liat horison A ke horison B berkisar 2- memberikan daya/dorongan pada partikel
mineral yang belum teralterasi yang dapat KESIMPULAN
menimbulkan gaya saling tolak-menolak
antar partikel/mineral tanah dan Indikator stabilitas tanah pada daerah
menimbulkan gesekan partikel yang memicu berlereng dapat diukur dengan tingkat
pergerakan partikel dalam skala kecil pelapukan mineral tanah dan kehadiran
(Gambar 3) dan memicu longsor dalam skala mineral liat diantara pelapukan mineral
besar (Mugagga et al., 2012; Kitutu et al., primer.
2009), terutama pada lereng-lereng >25%
(Regmi et al, 2013; Imran, dkk, 2012;
Karnawati, 2007). DAFTAR PUSTAKA

Alexander, E.B. and J. DuShey. 2011.


Topographic and soil differences from
peridotite to serpentinite.
Geomorphology 135; 271–276.

Balai Penelitian Tanah (BPT). 2005.


Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah,
Tanaman, Air, dan Pupuk. Balai
Penelitian Tanah Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Departemen
Pertanian. Hal. 136.

Brady, N.C. 1990. The Nature and Properties


of Soils. 10th Edition. Macmilllan
Publishing Company. New York. Pp.
Gambar 2. Sayatan tipis, mineral tanah yang 621.
telah terpecah akibat proses
pelapukan dan terubah menjadi Hardjowigeno, S. 1985. Klasifikasi Tanah
mineral liat yang mengisi celah dan Lahan. Institut Pertanian Bogor.
retakan /pecahan (garis lingkaran Bogor.
berwarna kuning).
BAPPENAS-BAKORNAS. 2006. Rencana
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Aksi Nasional Pengurangan Risiko
Yalcin (2007) dan Duzgoren-Aydin dan Bencana 2006-2009. Kerjasama Badan
Aydin (2006), bahwa pembentukan mineral Perencanaan Pembangunan Nasional
liat sebagai hasil pelapukan batuan induk dengan Badan Koordinasi Nasional
sudah teruji sebagai salah satu faktor pemicu Penanganan Bencana. Perum Percetakan
kejadian longsor. Kandungan mineral liat Negara RI. Hal: 196.
tanah memiliki permeabilitas yang rendah
sehingga menghambat proses perkolasi air BMKG. 2017. Data curah hujan di
tanah pada daerah berlereng, semakin Kecamatan Tinggi Moncong 2009-
meningkat kadar liat tanah maka stabilitas 2016 Kabupaten Gowa. Badan
tanah akan menurun dan cenderung memicu Meteorologi Klimatologi dan
kejadian longsor. Geofisika. Jakarta. Indonesia.
BNPB. 2013. Indeks Resiko Bencana
Indonesia 2013. Penerbit Direktorat Kitutu, M.G., A. Muwanga, J. Poesen and J.
Pengurangan Risiko Bencana Deputi A. Deckers. 2009. Influence of soil
Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan. properties on landslide occurrences in
Hal. 334. Bududa district, Eastern Uganda.
African Journal of Agricultural
Chappell, N.A., J.L. Ternan, and K. Bidin. Research Vol. 4 (7): 611-620.
1999. Correlation of physicochemical
properties and sub-erosional landforms Kerr, P.F. 1959. Optical Mineralogy. 3rd
with aggregate stability variations in a Edition. McGraw-Hill Book Company,
tropical Ultisol disturbed by forestry Inc. Newyork. Hal 442.
operations. Soil & Tillage Research 50;
55-71. Miyagi, T., G. B. Prasad, C. Tanavud, A.
Potichan, and E. Hamasak. 2004.
Chen, S.C., H.T. Chou, S.C. Chen, C.H. Wu, Landslide Risk Evaluation and
B.S. Lin. 2014. Characteristics of Mapping - Manual of Aerial Photo
rainfall-induced landslides in Miocene Interpretation for Landslide
formations: A case study of the Topography and Risk Management.
Shenmu watershed, Central Taiwan. Report of the National Research
Engineering Geology 169: 133–146. Institute for Earth Science and Disaster
Prevention, No. 66: 75-137.
Duzgoren-Aydin, N.Z., and A. Aydin. 2006.
Chemical and mineralogical Mugagga, F., V. Kakembo, and M. Buyinza.
heterogeneities of weathered igneous 2012. A characterisation of the physical
profiles: implications for landslide properties of soil and the implications
investigations. Nat. Hazards Earth Syst. for landslide occurrence on the slopes
Sci. 6: 315–322. of Mount Elgon, Eastern Uganda. Nat
Hazards. 60:1113–1131.
Furian, S., L. Barbiero, and R. Boulet. 1999.
Organisation of the soil mantle in Permen PU No. 22 tahun 2007. 2007.
tropical southeastern Brazil (Serra do Pedoman Penataan Ruang: Kawasan
Mar) in relation to landslides processes. Rawan Bencana Longsor. Departemen
Catena 38; 65–83. Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal
Penataan Ruang.
Imran, A.M., B. Azikin, dan Sultan. 2012.
Peranan aspek geologi sebagai Regmi, A.D., K. Yoshida, M.R. Dhital, K.
penyebab terjadinya longsoran pada Devkota. 2013. Effect of rock
ruas jalan poros Malino – Sinjai. weathering, clay mineralogy, and
Buletin Geologi Tata Lingkungan geological structures in the formation
(Bulletin of Environmental Geology) of large landslide, a case study from
Vol. 22 (3): 185 – 196. Dumre Besei landslide, Lesser
Himalaya Nepal. Lamdslides Journal.
Karnawati, D. 2007. Mekanisme gerakan 10:1–13.
massa batuan akibat gempabumi;
tinjauan dan analisis geologi teknik. Shiels, A.B., C.A. West, L. Weiss, P.D.
Jurnal Dinamika Teknik Sipil. 7 (2): 179 – Klawinski, L.R. Walke. 2008. Soil
190.
factors predict initial plant colonization
on Puerto Rican landslides. Plant Ecol.
195:165–178.

Yalcin, A. 2007. The effects of clay on


landslides: A case study. Applied Clay
Science 38: 77–85.

Anda mungkin juga menyukai