Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Inspektorat daerah melaksanakan kegiatan audit guna mendukung fungsi

pengawasan internal yang ada dalam pemerintahan daerah. Namun pada

kenyataannya, dewasa ini banyak fenomena-fenomena yang terjadi menimbulkan

persepsi bahwa inspektorat sebagai auditor internal pemerintah belum optimal

melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan standard an pedoman yang telah

ditetapkan. Hal ini dibuktikan dengan maraknya terjadi penyimpangan yang

melibatkan aparatur pemerintahan dan instansi-instansi yang berada dalam

cakupan pengawasan inspektorat di wilayah kabupaten/kota, penyimpangan bias

terdeteksi sejak dini sehingga dapat mencegah bahkan mengurangi

penyimpangan. Adanya fenomena ini menunjukkan bahwa kinerja aparat

Inspektorat belum efektif dan masih relatif rendah. (Octaviani M.kapoh1, Ventje

Ilat2, Jessy D.L Warongan3)

Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan

pemerintahan yang bersih, adil, transparan, dan akuntabel harus disikapi dengan

serius dan sistematis. Segenap jajaran penyelenggara negara, baik dalam tatanan

eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus memiliki komitmen bersama untuk

menegakkan good governance dan clean government. Seiring dengan hal tersebut,

pemerintah pusat dan daerah telah menetapkan sasaran untuk meningkatkan

1
2

pelayanan birokrasi kepada masyarakat dengan arah kebijakan penciptaan tata

pemerintahan yang bersih \dan berwibawa.

Pemerintahan yang bersih atau good governance ditandai dengan tiga pilar

utama yang merupakan elemen dasar yang saling berkaitan. Ketiga elemen dasar

tersebut adalah partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas. Suatu pemerintahan

yang baik harus membuka pintu yang seluas-luasnya agar semua pihak yang

terkait dalam pemerintahan tersebut dapat berperan serta atau berpatisipasi secara

aktif, jalannya pemerintahan tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan. Dalam

bahasa akuntansi, akuntabilitas (kemampuan memberikan pertanggungjawaban)

merupakan dasar dari pelaporan keuangan. Pelaporan keuangan pemerintah

tersebut memegang peran yang penting agar dapat memenuhi tugas pemerintahan

yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat yang demokratis.

(Ardiansyah 2016)

Dalam mewujudkan good governance, pemerintah perlu memiliki dan

melaksanakan Sistem pengendalian dalam organisasi guna mendapatkan kinerja

aparat pemerintah yang baik. Terkait sektor pemerintahan di Indonesia,

pendekatan terkini dari sistem pengendalian intern adalah Sistem Pengendalian

Intern Pemerintah (SPIP) yang didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 60

Tahun 2008. Dengan adanya pengendalian internal pada suatu organisasi, maka

seluruh proses kegiatan dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai atas

tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien akan

terealisasi, sehingga good governance dapat terwujud. Oleh karena itu, untuk

memperbaiki kinerja pemerintah, pimpinan dari setiap instansi baik di pusat

maupun di daerah perlu membangun dan menerapkan sistem pengendalian


3

manajemen secara internal yang memadai atas penyelenggaraan kegiatan

pemerintahan.(Octaviani M.kapoh1, Ventje Ilat2, Jessy D.L Warongan3)

Dengan adanya komitmen pemerintah untuk mewujudkan good

governance khususnya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme, maka

kinerja atas penyelenggaraan organisasi pemerintah menjadi perhatian pemerintah

untuk dibenahi, salah satunya melalui sistem pengawasan yang efektif, dengan

meningkatkan peran dan fungsi dari Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP).

Pengawasan Intern adalah seluruh proses kegiatan audit, review, evaluasi,

pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan

fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa

kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara

efektif dan efisien untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata

kepemerintahan yang baik. APIP juga mempunyai tugas untuk melakukan

pembinaan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) sebagaimana

diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem

Pengendalian Intern Pemerintah.

Terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 tahun 2008 yang mengatur

tentang SPIP mempertegas bahwa setiap entitas pelaporan dan akuntansi memiliki

kewajiban untuk menyelenggarakan pengendalian intern. Definisi SPIP sesuai

peraturan diatas adalah sistem pengendalian intern yang wajib untuk

diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan

pemerintah daerah. Unsur-unsur SPIP terdiri atas lima bagian yang semuanya

saling terhubung yaitu Lingkungan Pengendalian yang kondusif, Penilaian Risiko

yang cukup dan memadai, Kegiatan Pengendalian untuk menghilangkan dampak


4

atas risiko yang ada, Informasi dan Komunikasi antar elemen pelaksana kegiatan

pengendalian serta Pemantauan Pengendalian oleh supervisor atau pimpinan

entitas.

Kelemahan dalam penerapan sistem pengendalian intern pemerintahan

(SPIP) dapat mengakibatkan kerugian negara, potensi kerugian negara,

kekurangan penerimaan, penyimpangan administrasi, ketidakhematan,

ketidakefisienan, atau ketidakefektifan. Maka dari itu sudah saatnya setiap

instansi pemerintah segera menerapkan SPIP ke dalam manajemen pemerintahan.

Pemantapan akuntabilitas keuangan dan akuntabilitas kinerja secara

bertahap mulai ditingkatkan. Hal ini tercermin dari makin meningkatnya instansi

pemerintah yang mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)

berdasarkan audit yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Namun masih terdapat beberapa permasalahan yang masih dihadapi antara lain:

pencapaian Opini WTP belum mencerminkan birokrasi yang bersih dan bebas

KKN, manajemen aset barang milik negara belum dikelola secara tertib

administrasi dan tertib hukum; dan sistem pengendalian internal belum berjalan

efektif. Tantangan ke depan yang perlu ditindaklanjuti, diantaranya peningkatan

kelembagaan APIP untuk mendukung implementasi SPIP.

Gambaran tentang kualitas penyelenggaraan sistem pengendalian intern

pemerintahan ditunjukkan oleh tingkat kematangan implementasi penyeleggaraan

SPIP yang melibatkan pimpinan dan seluruh pegawai untuk secara terus menerus

mengendalikan pencapaian tujuan instansi melalui pemastian bahwa kegiatan

yang telah dilaksanakan secara efektif dan efisien, pelaporan keuangan telah
5

handal, harta telah terpelihara keamanannya dan ketaatan pelaksanaan dengan

peraturan perundang – undangan.

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Pemenuhan

Target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 -2019

buku II, disebutkan pada tahun 2019 Kapabilitas APIP harus berada pada level 3

(Terintegrasi) dan tingkat maturitas SPIP berada pada level 3 (Terdefinisi).

Berdasarkan Intruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2014, Presiden mengintruksikan

agar semua Kementerian, Lembaga, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

untuk mempercepat efektivitas sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP)

dalam pengelolaan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional sesuai

lingkup tugas dan fungsinya.

Berdasarkan hasil data penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Ardiansyah (2016) Inspektorat Kabupaten Tanah Laut memiliki SDM yang

dipandang dari segi kuantitas dianggap belum memadai melalui pendekatan

pelaksanaan reviu yang dilakukan selama ini.Untuk melaksanakan reviu dan

monitoring SKPD, penulis anggap belum porposional karena jumlah auditor yang

sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah SKPD yang diperiksa, sehingga

pelaksanannya belum berjalan secara optimal.

Sampai dengan tahun 2017 tingkat kematangan implementasi SPIP di

wilayah Kalimantan Selatan baru satu kota/kabupaten yang mencapai level 3

(terdefinisi) yaitu Kota Banjarmasin sedangkan kota/kabupaten lainnya masih

pada level 2 (berkembang) termasuk Kabupaten Tanah Laut yang memperoleh

nilai 2,48. (Sumber, BPKP:2017).


6

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian terhadap SPIP di Pemerintahan Kabupaten Tanah Laut yang dituangkan

dalam skripsi yang berjudul “Peran Inspektorat Dalam Implementasi Sistem

Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan Meningkatkan Kualitas

Laporan Keuangan Pada Pemerintah Kabupaten Tanah Laut”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana peran Inspektorat dalam meningkatkan implementasi SPIP pada

Pemerintah Kabupaten Tanah Laut ?

2. Bagamaina Peran Inspektorat dalam Meningkatkan Kualitas Laporan

Keuangan Pada Pemerintah Kabupaten Tanah Laut ?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui peranan Inspektorat dalam meningkatkan implementasi SPIP

dan meningkatkan kualitas laporan keuangan serta pencapaian maturitas SPIP level 3

pada Pemerintah Kabupaten Tanah Laut .

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu :

1.4.1 Manfaat akademis

a. Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan atau

pengetahuan tentang penerapan teori-teori yang telah didapat saat

perkuliahan kedalam dunia kerja yang sesungguhnya.


7

b. Sebagai wahana bagi peneliti untuk menambah pengetahuan seputar Peran

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan Laporan Keuangan.

c. Menambah perbendahara referensi di perpustakaan STIE Indonesia

Banjarmasin.

d. Menambah pengetahuan dan informasi pembaca khususnya mahasiswa

jurusan akuntansi yang akan meneliti masalah yang sama.

1.4.2 Manfaat praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan berguna sebagai masukan

mengenai Peran Inspektorat dalam Implementasi Sistem Pengendalian Intern

Pemerintah (SPIP) dan Menigkatkan Kualitas Laporan pada Pemerintahan

Kabupaten Tanah Laut.

Anda mungkin juga menyukai