Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN

KEPERAWATAN POSTNATAL PADA NY. B DENGAN


P1A0 POST SC HARI KE 0 DENGAN KETUBAN PECAH
DINI DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Disusun oleh:
DEWI RINJANI MIRANTI
1910206089

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN
KEPERAWATAN POSTNATAL PADA NY. B DENGAN
P1A0 POST SC HARI KE 0 DENGAN KETUBAN PECAH
DINI DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Disusun oleh:
DEWI RINJANI MIRANTI
1910206089

Telah Memenuhi Syarat Dan Disetujui Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Melengkapi Tugas Profesi Ners
pada Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan
di Universitas Aisyiyah Yogyakarta
Pada Tanggal
Mei 2020

Mengetahui,
Pembimbing Akademik

Sarwinanti, M.Kep.,Sp.Kep.Mat
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persalinan merupakan proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup
bulan (37-42 minggu) disertai dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin. Ada dua
cara persalinan yaitu persalinan lewat vagina yang disebut dengan persalinan normal
dan persalinan dengan cara operasi sectio caesar. Persalinan sectio caesarea
merupakan persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding
perut dan dinding rahim dengan saraf rahim dalam keadaan utuh serta berat diatas 500
gram (Mitayani, 2013).
Menurut WHO (Word Health Organization) angka kejadian sectio Caesar
meningkat di negara-negara berkembang. WHO menetapkan indikator persalinan
sectio caesarea 10-15% untuk setiap negara, jika tidak sesuai indikasi operasi sectio
caesarea dapat meningkatkan resiko morbilitas dan mortalitas pada ibu dan bayi
(World Health Organization, 2015). Berdasarkan hasil Riskesdas 2018 menyatakan
terdapat 15,3% persalinan dilakukan melalui operasi. Provinsi tertinggi dengan
persalinan melalui Sectio Caesarea adalah DKI Jakarta (27,2%), Kepulauan Riau
(24,7%), dan Sumatera Barat (23,1%) (Depkes RI, 2018).
Persalinan Sectio Caesarea memiliki resiko lima kali lebih besar terjadi
komplikasi dibanding persalinan normal. Penyebab atau masalah yang paling banyak
mempengaruhi adalah pengeluaran darah atau perdarahan dan infeksi yang dialami ibu.
Perawatan utama yang dapat dilakukan Pada pasien Post Sectio Caesarea adalah
balance cairan dan pemenuhan kebutuhan dasar. Balance cairan harus selalu dimonitor
karena pada pasien Post Sectio Caesarea banyak kehilangan cairan darah sehingga
intake dan outputnya diharapkan tetap seimbang untuk menghindari dehidrasi dan
mengurangi resiko terjadinya infeksi pada pasien.Sedangkan pemenuhan kebutuhan
dasar dan Activity Dialy Living (ADL) juga sangat perlu diperhatikan oleh perawat
karena pada pasien Post Sectio Caesarea masih dalam kondisi immobilisasi. Sehingga
untuk meningkatkan kesehatan klien dapat dilakukan pendekatan Asuhan Keperawatan
yang profesional.
B. Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian dari Sectio Caesarea dan ketuban
pecah dini.
2. Mahasiswa mampu mengetahui klasifikasi dari Sectio Caesarea.
3. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi dari Sectio Caesarea dan ketuban pecah
dini.
4. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi dari Sectio Caesare.
5. Mahasiswa mampu mengetahui Indikasi dan kontraindikasi Sectio Caesarea dan
ketuban pecah dini.
6. Mahasiswa mampe mengetahui pemeriksaan penunjang dari Sectio Caesarea dan
ketuban pecah dini.
C. Manfaat
1. Ilmu Pengetahuan
Hasil laporan ini diharapkan mampu memberikan informasi dan menambah
pengetahuan di bidang kesehatan terutama ilmu keperawatan maternitas terkait
pemberian asuhan keperawatan pada ibu postnatal dengan Sectio Caesarea
dengan indikasi Ketuban Pecah Dini
2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pasien

Diharapkan dapat menjadi media informasi untuk menambah pengetahuan


dan memotivasi pasien dalam melakukan tindakan promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif terkait dengan kasus Sectio Caesarea indikasi ketuban
pecah dini.

b. Bagi Profesi Ners

Diharapkan dapat menjadi sumber bacaan dalam meningkatkan


perkembangan dan kualitas kesehatan pasien serta sebagai bahan masukan
terkait kasus Sectio Caesarea dengan ketuban pecah dini
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Sectio Caesaria
1. Definisi

Sectio Caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009). Post partum atau
masa post partum adalah masa sesudahnya persalinan terhitung dari saat selesai
persalinan sampai pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan sebelum hamil
berkisar kurang lebih 6 minggu. Ketuban pecah dini merupakan pecahnya ketuban
sebelum inpartu yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multi
para kurang dari 5 cm (Mochtar,2002).
2. Etiologi

Menurut NANDA NIC-NOC (2018) sectio caesarea dilakukan atas indikasi:


a. Etiologi berasal dari Ibu

Ibu pada primigravida dengan kelainan letak, primipara tua disertai kelainan
letak, disproporsi cepalo pelvik (disproporsi janin/panggul), ada sejarah
kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, plasenta
previa terutama pada primigravida, komplikasi kehamilan yaitu preeklampsia-
eklampsia, atas permintaan kehamilan yang disertai penyakit (Jantung, Diabetes
Mellitus), gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan
sebagainya).
b. Etiologi berasal dari janin

Etiologi yang berasal dari janin seperti Fetal distress/gawat janin, mal presentasi
dan mal posisi kedudukan janin, prolapses tali pusat dengan pembukan kecil,
kegangalan persalinan vakum atau ferseps ekstraksi.
3. Indikasi dan Kontraindikasi Sectio Cesaria
a. Indikasi
1) Indikasi untuk ibu (Plasenta previa, Distocia serviks, Ruptur uteri
mengancam, Disproporsi cepalo pelviks, Pre eklamsi dan eklamsi, Tumor,
Partus lama.)
2) Indikasi untuk janin
a) Mal presentasi janin
- Letak lintang Bila ada kesempitan panggul seksio sesaria adalah cara
terbaik dalam segala letak lintang dengan janin hidup. Semua
primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio
caesarea. Multipara letak lintang dapat lebih dulu dengan cara yang
lain
- Letak bokong Dianjurkan seksio sesaria bila ada Panggul sempit,
Primigravida, Janin besar, Presentasi dahi dan muka bila reposisi dan
cara lain tidak berhasil. Presentasi rangkap, bila reposisi tidak
berhasil, atau Gemeli
b) Gawat Janin

Segera lakukan operasi agar tidak terjadi keracunan atau kematian janin,
sesuai dengan indikasi seksio sesaria.
b. Kontra indikasi
1) Janin mati atau berada dalam keadaan kritis, kemungkinan janin hidup kecil.
Dalam hal ini tidak ada alasan untuk melakukan operasi.
2) Janin lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk seksio sesaria
ekstra peritoneal tidak ada.
3) Kurangnya pengalaman dokter bedah dan tenaga medis yang kurang
memadai.
4. Jenis - Jenis Sectio Caesarea
a. Sectio Caesarea Klasik

Sectio Caesarea Klasik dibuat vertikal pada bagian atas rahim. Pembedahan
dilakukan dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kirra- kira sepanjang 10
cm. Tidak dianjurkan untuk kehamilan berikutnya melahirkan melalui vagina
apabila sebelumnya telah dilakukan tindakan pembedahan ini.
b. Sectio Caesarea Transperitonel Profunda

Sectio Caesarea Transperitonel Profunda disebut juga low cervical yaitu sayatan
vertikal pada segmen lebih bawah rahim. Sayatan jenis ini dilakukan jika bagian
bawah rahim tidak berkembang atau tidak cukup tipis untuk memungkinkan
dibuatnya sayatan transversal. Sebagian sayatan vertikal dilakukan sampai ke
otot-otot bawah rahim.

c. Sectio Caesarea Histerektomi

Sectio Caesarea Histerektomi adalah suatu pembedahan dimana setelah janin


dilahirkan dengan Sectio Caesarea, dilanjutkan dengan pegangkatan rahimSectio
Caesarea Ekstraperitoneal
d. Sectio Caesarea Ekstraperitoneal

Adalah Sectio Caesarea berulang pada seorang pasien yang sebelumnya


melakukan Sectio Caesarea. Biasanya dilakukan di atas bekas sayatan yang
lama. Tindakan ini dilakukan dengan insisi dinding dan faisa abdomen sementara
peritoneum dipotong ke arah kepala untuk memaparkan segmen bawah uterus
sehingga uterus dapat dibuka secara ekstraperitoneum.
5. Penatalaksanaan Sectio Caesarea
a. Pemberian cairan

Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan per
intavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang
biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan
jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi
darah sesuai kebutuhan.
b. Diet

Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan per oral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 sampai 8 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan dan kiri dapat
dimulai sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi, Latihan pernafasan dapat
dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar, Hari
kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam lalu menghembuskannya, Kemudian posisi tidur telentang dapat
diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler), Selanjutnya selama berturut-
turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar
berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca
operasi.

d. Kateterisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan

Antibiotik cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda sesuai


indikasi. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan. Obat
yang dapat di berikan melalui supositoria obat yang diberikan ketopropen sup
2x/24 jam, melalui orang obat yang dapat diberikan tramadol atau paracetamol
tiap 6 jam, melalui injeksi ranitidin 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.
f. Perawatan luka

Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti
6. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis pasien dengan SC adalah menurut (Doenges, 2010) adalah nyeri
akibat luka pada aera pembedahan, adanya luka insisi pada bagian abdomen, fundus
uterus berkontraksi kuat, lokhea tidak banyak, kehilangan darah selama prosedur
pembedahan lebih kurang 600-800ml, emosi labil hingga mengekpresikan
ketidakmampuan menghadapi situasi baru, biasanya terpasang kateter urin, auskultasi
atau bising usus samar, dan pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah.
7. Komplikasi
a. Infeksi Puerperalis
Infeksi ini ringan, seperti kenaikan suhu beberapa hari dalam masa nifas atau
dapat juga bersifat berat misalnya peritonitis dan sepsis atau lain sebagainya.
Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala infeksi
intrapartum atau faktor lain seperti (partus lama khususnya setelah ketuban pecah,
tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian
antibiotik.
b. Perdarahan

Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria
uterina ikut terbuka karena atonia uteri
c. Terjadinya komplikasi lain seperti luka pada kandung kemih, kurang kuatnya
perut pad dinding uterus sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruture
uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak dialami oleh wanita yang memilki
riwayat SC sebelumnya.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan lekosit darah > 15.00/UL bila terjadi nyeri
b. Tes lakmus merah berubah menjadi biru
c. Amniosintesis
d. USG = menentukan usia kehamilan dan indeks cairan amnion berkurangan
9. Patofisiologi

Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses kehamilan yang


menyebabkan bayi tidak bisa lahir secara normal misalnya plasenta previa, panggul
sempit, rupture uteri dll. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya tindakan
pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC). Dalam proses operasinya dilakukan
tindakan anestesi yang akan meyebabkan pasien mengalami imobilisasi yang
berakibat masalah intoleransi aktifitas. Adanya kelumpuhan sementara dan
kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktifitas
perawatan diri secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi dalam proses pembadahan, penyembuhan, dan perawaratan
luka post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Pembedahan yang
dilakukan dengan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya
inkontiunitas jaringan, pembuluh darah, dan syaraf sekitar daerah insisi. Hal ini akan
merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa
nyeri. Setelah proses pembedahan berahir, daerah insisi akan ditutup dan
menimbulkan luka post operasi yang bila tidak dirawat baik akan menimbulkan
masalah resiko infeksi (Manuaba, 2008).
10. Pathway

B. Ketuban Pecah Dini


B. Ketuban Pecah Dini
1. Pengertian
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum ada tanda-tanda
persalinan. Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput ketuban secara spontan satu
jam atau lebili sebelum terjadinya persalinan (Nugroho, 2010). Dan uraian diatas
maka persalinan spontan dengan ketuban pecah dini adalah proses pengeluaran hasil
konsepsi (janin dan plasenta) yang sudah cukup bulan melalui jalan lahir
(pervaginam) dan dengan kekuatan ibu sendiri disertai ketuban pecah dini yaitu
pecahnya ketuban sebelum munculnya tanda-tanda persalinan.
2. Etiologi

Menurut Manuaba 1998 penyebab ketuban pecah dini antara lain:


a. Servik Incompetent yaitu kelainan pada servik uteri di mana kanalis servikalis
selalu terbuka.
b. Ketegangan uterus yang berlebihan misalnya pada kehamilan ganda dan
hidroamnion karena adanya peningkatan tekanan pada kulit ketuban di atas
ostium uteri internum pada servik atau peningkatan intra uterin secara mendadak
c. Kelainan letak janin dalam rahim misalnya pada letak sunsang dan letak
lintang,karena tidak ada bagan terendah yang menutupi pintu atas panggul yang
dapat menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah
d. Kemungkinan kesempitan panggul, perut gantung, sepalopelvik, disproporsi.
e. Kelainan bawaan dari selaput ketuban
f. Infeksi
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenden dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya ketuban
pecah dini.
3. Komplikasi

Komplikasi yang paling sering terjadi pada ketuban pecah dini sebelum usia
kehamilan 37 minggu antara lain:
a. Sindrom distress pernapasan, yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir
b. Resiko infeksi meningkat pada kejadian ketuban pecah dini
c. Semua ibu hamil dengan ketuban pecah dini prematur sebaiknya dievaluasi untuk
kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan amnion). Selain
itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusat dapat terjadi pada ketuban pecah
dini. mendata.
4. Manifestasi Klinis

Adapun tanda-tanda ketuban dini yaitu :


a. Keluar air ketuban warna putih keruh, jernih, kuning hijau atau kecoklatan
sedikit atau sekaligus banyak
b. Dapat disertai demam apabila ada infeksi
c. Janin mudah diraba
d. Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering
e. Inspekula = tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan
air ketuban sudah kering
MIND MAP
JENIS-JENIS SC MANIFESTASI KLINIS
- Sectio Caesarea Klasik Nyeri, adanya luka insisi
- Sectio Caesarea pada bagian abdomen,
Transperitonel Profunda
- Sectio Caesarea
fundus uterus berkontraksi
DEFINISI kuat, lokhea tidak banyak,
Histerektomi
Sectio Caesaria adalah suatu kehilangan darah selama
- Sectio Caesarea
Ekstraperitoneal persalinan buatan dimana prosedur pembedahan lebih
janin dilahirkan melalui suatu kurang 600-800ml, emosi
insisi pada dinding depan labil hingga mengekpresikan
perut dan dinding rahim ketidakmampuan
dengan syarat rahim dalam
ETIOLOGI
keadaan utuh serta berat janin
- Etiologi berasa daro INDIKASI &
di atas 500 gram
ibu KONTRAINDIKASI
- Etiologi berasal 1. Indikasi
dari janin - Indikasi pada Ibu
- Indikasi pada Janin
PERSALINAN 2. Kontra Indikasi
PENATALAKSANAAN SC - Janin Kritis
- Pemberian cairan - Janin lahir Ibu mengalami
- Diet Infeksi
- Mobilisasi - Kurangnya tenaga medis
- Kateterisasi yang memadai
- Pemberian obat-obatan
- Perawatan Luka
Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses
PEMERIKSAAN kehamilan yang menyebabkan bayi tidak bisa lahir
PENUNJANG secara normal Dalam proses operasinya dilakukan
- Pemeriksaan KOMPLIKASI
tindakan anestesi yang akan meyebabkan pasien
lekosit darah > - Infeksi Puerperalis
mengalami imobilisasi akan menyebabkan pasien tidak
15.00/UL bila - Perdarahan mampu melakukan aktifitas perawatan diri secara
terjadi nyeri - Luka Kandung Kemih mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
- Tes lakmus - Kurang kuatnya perut Pembedahan yang dilakukan dengan insisi pada dinding
merah berubah pada dinding uterus abdomen sehingga menyebabkan terputusnya
menjadi biru inkontiunitas jaringan, pembuluh darah, dan syaraf
- Amniosintesis sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang
- USG pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan
menimbulkan rasa nyeri. Setelah proses pembedahan
berahir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan
luka post operasi yang bila tidak dirawat baik akan
menimbulkan masalah resiko infeksi
KOMPLIKASI
- Sindrom distress pernapasan, yang terjadi pada 10-
DEFINISI 40% bayi baru lahir
Ketuban pecah dini - Resiko infeksi
adalah pecahnya - korioamnionitis (radang pada korion dan amnion). \
selaput ketuban secara - Prolaps atau keluarnya tali pusat
spontan satu jam atau
lebili sebelum
terjadinya persalinan KETUBAN PECAH
DINI

ETIOLOGI MANIFESTASI KLINIS


- Servik incompetent - Keluar air ketuban warna putih keruh,
- Ketegangan uterus jernih, kuning hijau atau kecoklatan
- Kelainan letak janin - Dapat disertai demam apabila ada
- Kemungkinan kesempitan infeksi
- Janin mudah diraba
panggul
- Pada periksa dalam selaput ketuban
- Kelainan bawaan selaput
kering
ketuban - Inspekula
- infeksi
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Kasus Postnatal
Seorang ibu berusia 25 tahun post SC hari ke 0 dengan status obstetry P1A0 Post
SC hari ke 0 atas indikasi DKP (Diproporsi Kepala Panggul) dengan ketuban pecah dini.
Ibu masuk kamar bersalin pada 06 Maret 2020 pukul 06.00 WIB kemudian Perawat
melakukan pengkajian pada pukul 09.00 WIB yang didampingi ibunya. Pasien
melahirkan anak laki-laki dengan berat badan 3500 gram, panjang badan 50cm. Hasil
pemeriksaan APGAR skor pada menit pertama 7, menit kelima 8, dan menit kesepuluh 9.
Saat ini bayi sedang dirawat dikamar bayi yang direncanakan akan dilakukan rawat
gabung 8 jam post operasi.
Kronologi masuk rumah sakit, pasien merupakan pasien rujukan dari puskemas X
datang dengan SC elektif pada 05 Maret 2020 dengan indikasi disproporsi kepala
Panggul. Hasil pengkajian didapatkan tekanan darah 130/80 mmHg, Nadi 120 x/menit,
respirasi 24 x/menit, suhu 36,9 derajat celsius. Pengkajian fisik, pasien tampak lemas,
menahan nyeri skala 7 dengan P; nyeri post OP SC, Q; nyeri seperti ditusuk-tusuk,
R;perut bagian bawah, S; Skala 7, T; Sering. Tinggi badan pasien 155 dengan berat
badan 60 (sebelum hamil), 75 (saat hamil). Hasil pemeriksaan Head to Toe didapatkan
Mata; simetris, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik. Pada bagian muka tampak
udema. Pada payudara, puting kiri tidak menonjol, puting kanan menonjol, areola
hiperpigmentasi, teraba keras, saat dipencet belm mengeluarkan ASI. Pada Abdomen
terdapat striae Gravidarum, Linea Nigra terlihat jelas, Bising Usus 8 x/menit, DRA
(Diastesis Rectus Abdominis); 2cm, pada sekitar balutan kassa terlihat bersih dan tidak
rembes. Pada bagian genetalia terpadang DC 7 jam yang lalu, terdapat lochea Rubra 20
cc per 3 jam, bau khas. Pada area ekstremitas bagian tangan terpasang infus RL 500 cc,
udema pada kedua kaki 2 mm.
Pada saat pengkajian ibu ditemani oleh ibunya karena suaminya merupakan
pegawai tambang di kalimantan yang pulang setiap 1 bulan sekali. Ibu mengatakan
cemas karena ASI nya belum keluar dan menanyakan apa yang bisa dilakukan agar
ASInya bisa cepat keluar. Orangtua ibu juga menanyakan kapan cucunya bisa diberikan
susu formula karena takut jika cucu laki-lakinya kurang ASI. Pada saat pengkajian ibu
tampak masih lemas, blm bisa miring kanan-kiri dan blm bisa menggerakkan anggota
tubuhnya. Asupan nutrisi selama dirumahsakit, ibu sudah makan 6 jam sebelum post
operasi SC, minum 4x menggunakan gelas belimbing. Eliminasi selama di rumah sakit,
ibu mengatakan belum BAB dan terlihan urine bag 300 cc per 4 jam. Saat dikaji budaya
yang dianut selama habis melahirkan, ibu mengatakan tidak boleh makan ikan karena
takut jahitannya berair, kemudian ibu juga harus menggunakan gurita agar perut nya bisa
cepat kembali seperti semula. Ini merupakan pengalaman pertamakali ibu dalam
melahirkan, menyusui dan merupakan cucu pertama bagi keluarga nya.
Buatlah asuhan keperawatan menggunaakan skenario diatas dimulai dari
pengkajian sampai membuat dicharge Planning !
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Data Umum
Nama Mahasiswa : Dewi Rinjani M Tanggal Pengkajian : 06 Maret 2020 jam 06.00
NIM : 1910206089 Ruangan/RS : Kamar Bersalin
Data Umum Klien Data Penanggungjawab
Initial Klien : Ny. B Nama : Ny. C
Usia (tgl/bln/thn) : 25 tahun Usia : 50 tahun
Tanggal Lahir : 6 Maret 1995 Pendidikan Terakhir : SD
Status Perkawinan : Menikah Pekerjaan : IRT
Pekerjaan : Ibu rumah tangga Alamat : Jln. Madura
Pendidikan Terakhir: SMP Hubungan dengan Pasien: Ibu
Alamat : Jln. Madura E81 Gamping.
No.RM : 01-00-xx-xx
Alasan kunjungan : Pasien merupakan pasien rujukan dari puskemas X.
Tanggal Kunjungan: 6 Maret 2020 Jam 06.00 WIB
2. Keluhan Masuk RS:
Pasien merupakan pasien rujukan dari puskemas X datang dengan SC elektif pada 05
Maret 2020 dengan indikasi disproporsi kepala Panggul.
3. Keluhan Utama:
Pasien mengatakan nyeri dengan skala 7.
P: nyeri post OP SC
Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk
R: perut bagian bawah
S: Skala 7
T: Sering
4. Riwayat Kehamilan ini
a. Berapa kali periksa selama hamil
Ny. B mengatakan rutin memeriksakan kehamilannya 1 bulan sekali ke bidan terdekat.
b. Masalah / keluhan kehamilan
Mual dan muntah pada trisemester ke-1.
5. Riwayat Persalinan ini
Sectio Caesarea hari ke 0 atas indikasi DKP (Diproporsi Kepala Panggul) dengan
ketuban pecah dini . Pasien melahirkan anak laki-laki dengan berat badan 3500 gram,
panjang badan 50 cm. Hasil pemeriksaan APGAR skor pada menit pertama yaitu 7,
menit kelima yaitu 8, dan menit kesepuluh yaitu 9. Bayi yang direncanakan akan
dilakukan rawat gabung 8 jam post operasi
6. Riwayat Persalinan Yang Lalu
Tidak ada. Persalinan ini merupakan persalinan anak pertama.
7. Riwayat Ginekologi
a. Riwayat Menstruasi
Menarche pada usia 12 tahun, dengan siklus 30 hari, lama 8 hari, jumlah
darah/volume ± 40 cc, ganti pembalut sebanyak 3 kali dalam sehari, tidak terdapat
keluhan selama menstruasi.
b. Riwayat KB
Tidak menggunakan KB.
c. Penyakit ginekologi
Tidak terdapat riwayat penyakit seperti tumor, kanker, kista, mioma, dan gangguan
menstruasi.
8. Data Umum Kesehatan Saat Ini
a. Status Obstetrik : P1A0.
b. Nifas hari ke-1.
c. Bayi Rawat Gabung: tidak, alasan rencana akan dilakukan rawat gabung pada 8 jam
setelah operasi.
d. Keadaan Umum : Baik
e. Kesadaran : Composmentis
f. BB/TB : 65kg/160 cm
g. Tanda Vital
1) Tekanan Darah: 130/80 mmHg
2) Nadi : 120 x/menit.
3) Respirasi: : 24 x/menit
4) Suhu: : 36,9°C
h. Kepala Leher
1) Kepala : Pada bagian muka tampak udema.
2) Mata : Mata; simetris, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik.
3) Hidung : Bersih, tidak terdapat polip hidung
4) Mulut : Mulut bersih, terdapat gigi yang berlubang
5) Telinga : Bersih, tidak terdapat gangguan pendengaran
6) Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
i. Dada
1) Jantung : Tidak ada kelainan
2) Paru : Dada simetris suara nafas vesikuler, hasil perkusi sonor
3) Payudara : Puting kiri tidak menonjol, puting kanan menonjol.
4) Areola mamae : Areola hiperpigmentasi, teraba keras, saat dipencet belum
mengeluarkan ASI
5) Puting susu : Puting kiri tidak menonjol, puting kanan menonjol.
6) Pengeluaran ASI: Belum ada pengeluaran ASI.
j. Abdomen
1) Diastasis Rektus Abdominis: 2 cm
2) Bising usus: 8x/menit
3) Terdapat striae Gravidarum, Linea Nigra terlihat jelas, pada sekitar balutan kassa
post operasi terlihat bersih dan tidak rembes.
4) Masalah khusus: Terdapat luka jahitan SC hari ke-0 tidak ada tanda kemerahan,
balutan luka tampak bersih.
k. Perineum dan Genital
1) Vagina : Integritas kulit tidak terdapat edema, tidak memar dan tidak ada
hematoma.
2) Perineum :Utuh
3) Tidak ada tanda-tanda REEDA
4) Kebersihan : Bersih
5) Lokia : Jumlah: 20 cc/3jam
6) Jenis/warna : Lokia rubra, berwarna merah gelap
7) Konsistensi : Kental
8) Bau : Khas
l. Ekstremitas
1) Ekstremitas Atas: Tidak ada edema
2) Ekstremitas Bawah: Edema pada kedua kaki 2 mm.
3) Edema : Iya, kedua kaki mengalami edema 2 mm.
9. Pola Kebiasaan Sehari-Hari
a. Eliminasi
1) Urin : Urine dalam urine bag 300 cc per 4 jam
2) BAB : Belum BAB selama di rumah sakit.
b. Istirahat dan Kenyamanan
1) Pola tidur : Kebiasaan tidur 8 jam dalam sehari, frekuensi 2 kali pada siang
dan malam hari
2) Pola tidur saat ini: Selama di RS pasien susah tidur karena merasakan nyeri pada
luka bekas operasi SC.
3) Keluhan ketidaknyaman: ya, lokasi operasi SC.
4) Sifat nyeri dengan intensitas sering.
c. Mobilisasi dan latihan
1) Kemampuan mobilisasi: Seluruh mobilisasi perlu bantuan.
2) Keterbatasan mobilisasi: Tampak masih lemas, belum bisa miring kanan-kiri dan
belum bisa menggerakkan anggota tubuhnya.
3) Latihan/senam: Selama hamil pasien tidak mengikuti latihan ataupun senam
d. Nutrisi dan Cairan
1) Kebiasaan makan: di rumah sakit pasien telah makan 6 jam sebelum post operasi
SC, pasien mengatakan tidak boleh makan ikan karena takut jahitannya berair.
2) Asupan Cairan: Pada saat dirumah sakit pasien minum 4x menggunakan gelas
belimbing.
e. Keadaan Mental
1) Adaptasi psikologis: Pasien mengatakan cemas karena ASI nya belum keluar dan
menanyakan apa yang bisa dilakukan agar ASI nya cepat keluar.
2) Merupakan kehamilan yang direncanakan
3) Penerimaan terhadap kehamilan: Baik
f. Aspek sosial budaya pada periode nifas dan perawatan bayi baru lahir.
1) Pasien mengatakan tidak boleh makan ikan karena takut jahitannya berair
2) Pasien mengatakan harus menggunakan gurita agar perut nya bisa cepat kembali
seperti semula
g. Kemampuan menyusui:
Belum dapat menyusui karena ASI belum keluar.
h. Pola Pengetahuan Ibu dan keluarga
1) Nutrisi Post Partum: Pasien mengatakan tidak boleh makan ikan karena takut
jahitannya berair
2) Perawatan payudara & menyusui: Belum mengetahui. Karena merupakan
pengalaman pertama kali pasien dalam melahirkan, menyusui dan merupakan
cucu pertama bagi keluarganya.
i. Obat-obatan yang diminum saat nifas ini:
No Nama Obat Indikasi Dosis Rute
1. Infus RL Sebagai cairan hidrasi dan 20tpm IV
elektrolit serta sebagai agen
alkalisator

10. Ringkasan hasil pengkajian


Data Subyektif Data Obyektif
1. Pasien mengatakan ASI nya belum keluar 1. Pasien tampak tampak lemas,
dan menanyakan apa yang bisa dilakukan memegangi perutnya dan tampak
agar ASInya bisa cepat keluar menahan nyeri.
2. Pasien mengatakan belum bisa miring kanan 2. Bayi rawat gabung
dan kiri dan belum dapat menggerakan 3. Puting kiri tidak menonjol, ASI tampak
anggota tubuhnya belum keluar
3. Pasien mengatakan merasa nyeri pada luka 4. Post operasi section caesarea 8 jam yang
post SC dengan pengkajian nyeri: lalu
P: Luka bekas operasi SC 5. Pasien tampak hanya berbaring di tempat
Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk tidur
R: Perut bagian bawah 6. Terdapat balutan kassa pada luka post SC
S: Skala nyeri 7 hari ke 0 terlihat bersih dan tidak rembes.
T: nyeri sering muncul 7. Tampak terpasang kateter urin dan infus
4. Pasien mengatakan tidak boleh makan ikan 8. Pasien tampak meringis menahan nyeri
karena takut jahitannya berair, kemudian 9. Telah dilakukan operasi section caesarea
pasien juga harus menggunakan gurita agar 8 jam yang lalu.
perut nya bisa cepat kembali seperti semula 10. Edema pada ektrremitas bawah kedua
kaki 2 mm.
11. Analisa Data
No Data Etiologi Problem

1 Data Subyektif: Agen Cedera Fisik: Nyeri Akut


- Pasien mengatakan merasa nyeri pada luka Prosedur Sectio
post SC hari ke 0 Caesarea
- P : Luka bekas operasi SC
Q : nyeri seperti ditusuk-tusuk
R : Perut bagian bawah
S : Skala nyeri 7
T : nyeri sering muncul
Data Obyektif:
- Pasien tampak memegangi perutnya dan
tampak menahan nyeri..

2. Data Subyektif: Mobilisasi Tidak Hambatan Mobilitas


- Pasien mengatakan badan terasa lemas Efektif Fisik
- Pasien mengatakan belum bisa miring
kanan dan kiri serta belum dapat
menggerakan anggota tubuhnya.
Data Obyektif:
- Pasien tampak lemas
- Pasien tampak berbaring di tempat tidur
- udema pada ektrremitas bawah kedua
kaki 2 mm.
3. Data Subyektif: (-) Insisi (pembedahan) Risiko Infeksi
Data Obyektif:
- Terdapat balutan kassa pada luka post
SC hari ke 0 8 jam yang lalu terlihat
bersih dan tidak rembes.
- TTV
Tekanan Darah : 130/80 mmhg
Nadi : 120x/menit
Suhu : 36,9 C
Respirasi : 24x/menit
4. Data Subyektif : Ketidakadekuatan suplai Menyusui tidak
- Pasien mengatakan ASI nya belum keluar ASI efektif
dan menanyakan apa yang bisa dilakukan
agar ASInya bisa cepat keluar
Data Obyektif:
- Puting kiri tidak menonjol
- Asi tampak belum keluar
- Bayi rawat gabung.
- Puting tidak menonjol

12. Diagnosa Keperawatan Prioriatas


a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera fisik (Luka Post Sectio Caesarea).
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan Mobilisasi Tidak Efektif
c. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan Ketidakadekuatan suplai ASI
d. Risiko infeksi berhubungan dengan luka Post Sectio Caesarea
13. Rencana Intervensi
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasionalisasi
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakan Pain Management: - Pengkajian nyeri secara komprehensif
keperawatan selama 1x30 menit Observasi bertujuan untuk mengkaji kualitas dan
diharapkan nyeri akut pasien dapat - lakukan Pengkajian nyeri secara kuantitas (P,Q,R,S,T) yaitu P
teratasi, dengan kriteria hasil: komprehensif secara berkala (provoking incident) untuk menentukan
Pain Level (2102) Mandiri faktor pencetus nyeri, Q (quality of
1. Nyeri yang dilaporkan dari skala - Gunakan komunikasi terapeutik pain) untuk mengetahui nyeri yang
2 ke 5 untuk menyampaikan penerimaan dirasakan seperti apa, R (region,
2. Ekspresi nyeri wajah dari skala 2 terhadap nyeri radiation, refered) untuk menentukan
ke 5 - Dukung istirahat/ tidur yang area nyeri pasien apakah menjalar atau
adekuat untk membantu tidak, S (severity, scale) untuk
menurunkan nyeri mengetahui seberapa jauh nyeri yang
Edukasi dirasakan, T (time) berapa lama nyeri
- Ajarkan tentang teknik non yang dirasakan berlangsung
farmakologi (relaksasi nafas dalam) - Terapi nonfarmakologi dengan relaksasi
Kolaborasi nafas dalam dapat merelaksasikan
- Kolaborasi dengan dokter terkait ketegangan otot, sehingga rasa nyeri
dosis obat analgetik untuk dapat berkurang.
mengurangi nyeri (Obat Ceftriaxon - Agar kegiatan istirahat klien terpenuhi
dan Cetorolac)
2. Hambatan mobilitas Setelah dilakukan tindakan Teaching: Presribed Exercise - Memotivasi klien supaya melakukan
fisik keperawatan selama 1x30 menit - Informasikan klien mengenai latihan secara rutin
hambatan mobilitas fisik dapat tujuan, manfaat dari latihan yang - Dengan dilakukannya pengkajian nyeri
teratasi dengan criteria hasil diresepkan agar dapat diukur dan segera dilakukan
Body positioning: self initiated - Instruksikan klien bagaimana tindakan untuk mengurangi nyeri
- Bergerak dari miring kanan ke melakukan latihan yang diresepkan tersebut.
miring kiri sambil berbaring dari - Intruksikan klien bagaimana
skala 1 ke 5 mempertahankan latihan rutin
- Bergerak dari posisi berbaring ke setiap hari, sesuai kebutuhan
posisi duduk dari skala 1 ke skala - Informasikan klien mengenai
5 aktivitas yang sesuai dengan
- Bergerak dari posisi duduk ke kondisinya
posisi berbaring dari skala 1 ke - Instruksikan klien untuk
skala 5 melaporkan gejala dan
- Bergerak dari posisi duduk ke
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasionalisasi
posisi berdiri dari skala 1 ke skala kemungkinan masalah yang timbul
5 (misalnya nyeri, pusing dan
Mobility pembengkakan) pada petugas
- Keseimbangan dari skala 1 ke kesehatan
skala 5 - Libatkan keluarga, sesuai
- Cara berjalan dri skala 1 ke skala kebutuhan
5 Exercise Promotion
Motivation - Dampingi klien dalam melakukan
- Memperoleh dukungan skala 2 ke program latihan untuk memenuhi
5 kebutuhannya
- Mengungkapkan keyakinan akan - Lakukan latihan bersama klien,
kemampuan untuk melakukan jika diperlukan
tindakan skala 2 ke skala 5 - Monitor respon klien terhadap
program Latihan
- Mengungkapkan niat untuk
bertindak skala 2 ke skala 5

3. Risiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan Infection Control - Mencuci tangan bertujuan untuk
Berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam - Bersihkan lingkungan menguragi penularan bakteri
insisi (pembedahan). resiko infeksi dapat - Cuci tangan sebelum dan nosokomial.
teratasidengan criteria hasil sesudah tindakan keperawatan - Tindakan obsevasi dan mengkaji
Risk control - Gunakan APD tanda-tanda infeksi untuk
- Bebas dari tanda gejala skala 3 ke - Kaji tanda- tanda infeksi mencegah terjadinya infeksi.
4 - Observasi dan laporkan tanda - Melakukan kolaborasi pemberian
- Mencegah timbulnya dan gejala infeksi seperti antibiotic
infeksiskala 3 ke 4 kemerahan, panas, nyeri, tumor.
- Kaji temperature pasien
- Lakukan perawatan terhadap
prosedur invansif seperti infus,
perawatan luka dll
- Kolaborasi untuk
pemberian antibiotik.
4. Menyusui tidak Setelah dilakukan tindakan 3x24 - Identifikasi tujuan atau keinginan - Untuk mengetahui tujuan ibu menysusi
efektif berhubungan jam diharapkan suplai ASI adekuat menyusui - Untuk mengetahui rasa ketidaknyamanan
dengan dengan kriteria hasil - Identifikasi adanya keluhan nyeri, pada ibu saat menyusui
Ketidakadekuatan Kemantapan pemberian ASI ibu: rasa tidak nyaman, pengeluaran, - Agar mengetahui kemampuan bayi
suplai ASI Kemantapan ibu untuk membuat perubahan bentuk payudara dan - Agar ibu merasa lebih aman
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasionalisasi
bayi melekat dengan tepat dan puting - Agar kebtuhan gizi ibu tercukupi
menyusu dari payudara ibu untuk - Monitor kemampuan bayi untuk - Agar pengeluaraan ASI setiap harinya
memperoleh nutrisi 3 minggu menyusui untuk bayi tercukupi.
pertama pemberian ASI - Dampingi ibu selama kegiatan
menyusui
- Anjurkan ibu mengkonsumsi sayur
dan buah-buahan
- Anjurkan ibu untuk perawatan
payudara postpartum (pijat
payudara, pijat oksitosin, perawatan
payudara)
14. Implementasi dan Evaluasi
No. Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi

1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen 08.00 06 Maret 2020, Pukul 12.00
cidera fisik 1. Melakukan pengkajian nyeri S:
2. Motivasi istirahat/ tidur yang adekuat - Pasien mengatakan nyeri
untuk membantu menurunkan nyeri P: nyeri timbul saat bergerak
3. Mengajarkan teknik non Q: nyerinya masih terasa ditusuk-tusuk
farmakologi: relaksasi napas dalam
R: nyeri bagian luka post op sc
4. Mengelola pemberian drip infus RL 500
S: skala nyeri 5
cc
T: sering
O:
- Pasien kooperatif saat dilakukan latihan relaksasi
nafas dalam dan dibimbing berdzikir
- Pasien mampu mengungkapkan rasa nyeri yang
dirasakan
- Ekspresi wajah menahan nyeri masih
tampak mengernyitkan mata dan alis

A:
- Masalah nyeri akut belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi sesuai program
- Monitor ttv
- Latih kembali manajemen nyeri pasien

TTD
Dewi Rinjani M
2. Hambatan mobilitas fisik 08.30 06 Maret 2020, Pukul 12.00
1. Mengkaji kemampuan perawatan diri S:
pasien - Pasien mengatakan sudah belajar mika miki
2. Mengajarkan miring kanan ke miring O:
kiri sambil berbaring - Pasien telah menggerakan dari miring kanan
ke miring kiri sambil berbaring
A:
- Masalah Hambatan mobilitas fisik belum
teratasi
P: Lanjutkan intervensi
- Menggerakan dari posisi tidur ke posisi
duduk

TTD
Dewi Rinjani M
3. Risiko Infeksi berhubungan dengan 09.00 06 Maret 2020, Pukul 12.00
insisi (pembedahan). 1. Melakukan cuci tangan. S:
2. Mengkaji tanda dan gejala infeksi - Pasien mengatakan sudah paham tentang cuci tangan.
seperti kemerahan, panas, nyeri, O:
tumor. - Luka ditutup perban
3. Mempertahankan aseptic pada saluran
- Tidak terdapat rembesan
15.Discharge Planning
No Perencanaan Tindakan Ket.
1. Pencegahan resiko Infeksi 1. Menyampaikan jenis-jenis asupan nutrisi untuk penyembuhan luka
2. Kontrol luka setiap seminggu sekali setelah dirumah, agar mendapatkan perawatan luka
yang tertatur dan dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam ahlinya
3. Menghindari perban luka kotor dan lembab, jika mandi hendak menggunakan air yang
dingin dan air hangat yang tidak terlalu panas

2. Manajemen Laktasi dan Perawatan 1. Menginformasikan nutrisi bagi ibu menyusui, seperti bayam, susu kedelai, daun katu,
Payudara Poatpartum kacang almond
2. Menginformasikan perawatan payudara (pijat oksitosin) yang baik
3. Menginformasikan penyimpanan ASI yang benar jika ibu akan bekerja, agar sukses
dalam pemberian ASI eksklusif
No Perencanaan Tindakan Ket.
3. Konseling KB 1. Menginformasikan jenis-jenis KB yang diperbolehkan selama menyusui, seperti suntik 3
bulan, karena tidak menghambat produksi hormone
progesteron dan estrogen.
DAFTAR PUSTAKA

Kozier, Erb., Berman., & Synder. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, & Praktik Edisi 7 Volume 1. Jakarta: EGC.

Nugroho T. (2010). Buku Ajar Obstetri. Yogyakarta : Nuha Medika

Doenges, Marilyn E & Moorhouse Frances M (2001). Rencana Perawatan Maternal/Bayi:


pedoman untuk perencanaan dan dokumentasi perawatan klien. Jakarta : ECG,2001

Mitayani. (2013). Analisa Indikasi Dilakukan Persalinan Sectio Caesarea di RSUP Dr. Soeradji
TirtonrgoroKlaten. http://eprints.ums.ac.id/25659/Naskah_publikasi.pdf.(Diakses pada
tanggal 04 Oktober 2018).

Manuaba, I.B. 2010. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta
: EGC

Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk Dokter
Umum. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 2012. Sinopsis Obstetri, Edisi 3, Jilid 2. Jakarta : EGC

Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, M.L., & Swanson, Elizabeth. (2016). Nursing
Outcomes Classification (NOC), Edisi 5. Philadelpia: Elsevier.

NANDA. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. (T.
H. Herdman & S. Kamitsuru, Eds.) (11th ed.). Jakarta: EGC.

Sarwono, Prawiroharjo,. 2017. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramedia

Anda mungkin juga menyukai