Tugas Daring Lp&askep Postnatal - Dewi Rinjani M 1910206089
Tugas Daring Lp&askep Postnatal - Dewi Rinjani M 1910206089
Disusun oleh:
DEWI RINJANI MIRANTI
1910206089
Disusun oleh:
DEWI RINJANI MIRANTI
1910206089
Telah Memenuhi Syarat Dan Disetujui Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Melengkapi Tugas Profesi Ners
pada Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan
di Universitas Aisyiyah Yogyakarta
Pada Tanggal
Mei 2020
Mengetahui,
Pembimbing Akademik
Sarwinanti, M.Kep.,Sp.Kep.Mat
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persalinan merupakan proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup
bulan (37-42 minggu) disertai dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin. Ada dua
cara persalinan yaitu persalinan lewat vagina yang disebut dengan persalinan normal
dan persalinan dengan cara operasi sectio caesar. Persalinan sectio caesarea
merupakan persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding
perut dan dinding rahim dengan saraf rahim dalam keadaan utuh serta berat diatas 500
gram (Mitayani, 2013).
Menurut WHO (Word Health Organization) angka kejadian sectio Caesar
meningkat di negara-negara berkembang. WHO menetapkan indikator persalinan
sectio caesarea 10-15% untuk setiap negara, jika tidak sesuai indikasi operasi sectio
caesarea dapat meningkatkan resiko morbilitas dan mortalitas pada ibu dan bayi
(World Health Organization, 2015). Berdasarkan hasil Riskesdas 2018 menyatakan
terdapat 15,3% persalinan dilakukan melalui operasi. Provinsi tertinggi dengan
persalinan melalui Sectio Caesarea adalah DKI Jakarta (27,2%), Kepulauan Riau
(24,7%), dan Sumatera Barat (23,1%) (Depkes RI, 2018).
Persalinan Sectio Caesarea memiliki resiko lima kali lebih besar terjadi
komplikasi dibanding persalinan normal. Penyebab atau masalah yang paling banyak
mempengaruhi adalah pengeluaran darah atau perdarahan dan infeksi yang dialami ibu.
Perawatan utama yang dapat dilakukan Pada pasien Post Sectio Caesarea adalah
balance cairan dan pemenuhan kebutuhan dasar. Balance cairan harus selalu dimonitor
karena pada pasien Post Sectio Caesarea banyak kehilangan cairan darah sehingga
intake dan outputnya diharapkan tetap seimbang untuk menghindari dehidrasi dan
mengurangi resiko terjadinya infeksi pada pasien.Sedangkan pemenuhan kebutuhan
dasar dan Activity Dialy Living (ADL) juga sangat perlu diperhatikan oleh perawat
karena pada pasien Post Sectio Caesarea masih dalam kondisi immobilisasi. Sehingga
untuk meningkatkan kesehatan klien dapat dilakukan pendekatan Asuhan Keperawatan
yang profesional.
B. Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian dari Sectio Caesarea dan ketuban
pecah dini.
2. Mahasiswa mampu mengetahui klasifikasi dari Sectio Caesarea.
3. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi dari Sectio Caesarea dan ketuban pecah
dini.
4. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi dari Sectio Caesare.
5. Mahasiswa mampu mengetahui Indikasi dan kontraindikasi Sectio Caesarea dan
ketuban pecah dini.
6. Mahasiswa mampe mengetahui pemeriksaan penunjang dari Sectio Caesarea dan
ketuban pecah dini.
C. Manfaat
1. Ilmu Pengetahuan
Hasil laporan ini diharapkan mampu memberikan informasi dan menambah
pengetahuan di bidang kesehatan terutama ilmu keperawatan maternitas terkait
pemberian asuhan keperawatan pada ibu postnatal dengan Sectio Caesarea
dengan indikasi Ketuban Pecah Dini
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pasien
Sectio Caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009). Post partum atau
masa post partum adalah masa sesudahnya persalinan terhitung dari saat selesai
persalinan sampai pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan sebelum hamil
berkisar kurang lebih 6 minggu. Ketuban pecah dini merupakan pecahnya ketuban
sebelum inpartu yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multi
para kurang dari 5 cm (Mochtar,2002).
2. Etiologi
Ibu pada primigravida dengan kelainan letak, primipara tua disertai kelainan
letak, disproporsi cepalo pelvik (disproporsi janin/panggul), ada sejarah
kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, plasenta
previa terutama pada primigravida, komplikasi kehamilan yaitu preeklampsia-
eklampsia, atas permintaan kehamilan yang disertai penyakit (Jantung, Diabetes
Mellitus), gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan
sebagainya).
b. Etiologi berasal dari janin
Etiologi yang berasal dari janin seperti Fetal distress/gawat janin, mal presentasi
dan mal posisi kedudukan janin, prolapses tali pusat dengan pembukan kecil,
kegangalan persalinan vakum atau ferseps ekstraksi.
3. Indikasi dan Kontraindikasi Sectio Cesaria
a. Indikasi
1) Indikasi untuk ibu (Plasenta previa, Distocia serviks, Ruptur uteri
mengancam, Disproporsi cepalo pelviks, Pre eklamsi dan eklamsi, Tumor,
Partus lama.)
2) Indikasi untuk janin
a) Mal presentasi janin
- Letak lintang Bila ada kesempitan panggul seksio sesaria adalah cara
terbaik dalam segala letak lintang dengan janin hidup. Semua
primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio
caesarea. Multipara letak lintang dapat lebih dulu dengan cara yang
lain
- Letak bokong Dianjurkan seksio sesaria bila ada Panggul sempit,
Primigravida, Janin besar, Presentasi dahi dan muka bila reposisi dan
cara lain tidak berhasil. Presentasi rangkap, bila reposisi tidak
berhasil, atau Gemeli
b) Gawat Janin
Segera lakukan operasi agar tidak terjadi keracunan atau kematian janin,
sesuai dengan indikasi seksio sesaria.
b. Kontra indikasi
1) Janin mati atau berada dalam keadaan kritis, kemungkinan janin hidup kecil.
Dalam hal ini tidak ada alasan untuk melakukan operasi.
2) Janin lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk seksio sesaria
ekstra peritoneal tidak ada.
3) Kurangnya pengalaman dokter bedah dan tenaga medis yang kurang
memadai.
4. Jenis - Jenis Sectio Caesarea
a. Sectio Caesarea Klasik
Sectio Caesarea Klasik dibuat vertikal pada bagian atas rahim. Pembedahan
dilakukan dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kirra- kira sepanjang 10
cm. Tidak dianjurkan untuk kehamilan berikutnya melahirkan melalui vagina
apabila sebelumnya telah dilakukan tindakan pembedahan ini.
b. Sectio Caesarea Transperitonel Profunda
Sectio Caesarea Transperitonel Profunda disebut juga low cervical yaitu sayatan
vertikal pada segmen lebih bawah rahim. Sayatan jenis ini dilakukan jika bagian
bawah rahim tidak berkembang atau tidak cukup tipis untuk memungkinkan
dibuatnya sayatan transversal. Sebagian sayatan vertikal dilakukan sampai ke
otot-otot bawah rahim.
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan per
intavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang
biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan
jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi
darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan per oral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 sampai 8 jam pasca
operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan dan kiri dapat
dimulai sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi, Latihan pernafasan dapat
dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar, Hari
kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk
bernafas dalam lalu menghembuskannya, Kemudian posisi tidur telentang dapat
diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler), Selanjutnya selama berturut-
turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar
berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca
operasi.
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah
harus dibuka dan diganti
6. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis pasien dengan SC adalah menurut (Doenges, 2010) adalah nyeri
akibat luka pada aera pembedahan, adanya luka insisi pada bagian abdomen, fundus
uterus berkontraksi kuat, lokhea tidak banyak, kehilangan darah selama prosedur
pembedahan lebih kurang 600-800ml, emosi labil hingga mengekpresikan
ketidakmampuan menghadapi situasi baru, biasanya terpasang kateter urin, auskultasi
atau bising usus samar, dan pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah.
7. Komplikasi
a. Infeksi Puerperalis
Infeksi ini ringan, seperti kenaikan suhu beberapa hari dalam masa nifas atau
dapat juga bersifat berat misalnya peritonitis dan sepsis atau lain sebagainya.
Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala infeksi
intrapartum atau faktor lain seperti (partus lama khususnya setelah ketuban pecah,
tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian
antibiotik.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria
uterina ikut terbuka karena atonia uteri
c. Terjadinya komplikasi lain seperti luka pada kandung kemih, kurang kuatnya
perut pad dinding uterus sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruture
uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak dialami oleh wanita yang memilki
riwayat SC sebelumnya.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan lekosit darah > 15.00/UL bila terjadi nyeri
b. Tes lakmus merah berubah menjadi biru
c. Amniosintesis
d. USG = menentukan usia kehamilan dan indeks cairan amnion berkurangan
9. Patofisiologi
Komplikasi yang paling sering terjadi pada ketuban pecah dini sebelum usia
kehamilan 37 minggu antara lain:
a. Sindrom distress pernapasan, yang terjadi pada 10-40% bayi baru lahir
b. Resiko infeksi meningkat pada kejadian ketuban pecah dini
c. Semua ibu hamil dengan ketuban pecah dini prematur sebaiknya dievaluasi untuk
kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan amnion). Selain
itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusat dapat terjadi pada ketuban pecah
dini. mendata.
4. Manifestasi Klinis
3. Risiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan Infection Control - Mencuci tangan bertujuan untuk
Berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 jam - Bersihkan lingkungan menguragi penularan bakteri
insisi (pembedahan). resiko infeksi dapat - Cuci tangan sebelum dan nosokomial.
teratasidengan criteria hasil sesudah tindakan keperawatan - Tindakan obsevasi dan mengkaji
Risk control - Gunakan APD tanda-tanda infeksi untuk
- Bebas dari tanda gejala skala 3 ke - Kaji tanda- tanda infeksi mencegah terjadinya infeksi.
4 - Observasi dan laporkan tanda - Melakukan kolaborasi pemberian
- Mencegah timbulnya dan gejala infeksi seperti antibiotic
infeksiskala 3 ke 4 kemerahan, panas, nyeri, tumor.
- Kaji temperature pasien
- Lakukan perawatan terhadap
prosedur invansif seperti infus,
perawatan luka dll
- Kolaborasi untuk
pemberian antibiotik.
4. Menyusui tidak Setelah dilakukan tindakan 3x24 - Identifikasi tujuan atau keinginan - Untuk mengetahui tujuan ibu menysusi
efektif berhubungan jam diharapkan suplai ASI adekuat menyusui - Untuk mengetahui rasa ketidaknyamanan
dengan dengan kriteria hasil - Identifikasi adanya keluhan nyeri, pada ibu saat menyusui
Ketidakadekuatan Kemantapan pemberian ASI ibu: rasa tidak nyaman, pengeluaran, - Agar mengetahui kemampuan bayi
suplai ASI Kemantapan ibu untuk membuat perubahan bentuk payudara dan - Agar ibu merasa lebih aman
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasionalisasi
bayi melekat dengan tepat dan puting - Agar kebtuhan gizi ibu tercukupi
menyusu dari payudara ibu untuk - Monitor kemampuan bayi untuk - Agar pengeluaraan ASI setiap harinya
memperoleh nutrisi 3 minggu menyusui untuk bayi tercukupi.
pertama pemberian ASI - Dampingi ibu selama kegiatan
menyusui
- Anjurkan ibu mengkonsumsi sayur
dan buah-buahan
- Anjurkan ibu untuk perawatan
payudara postpartum (pijat
payudara, pijat oksitosin, perawatan
payudara)
14. Implementasi dan Evaluasi
No. Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen 08.00 06 Maret 2020, Pukul 12.00
cidera fisik 1. Melakukan pengkajian nyeri S:
2. Motivasi istirahat/ tidur yang adekuat - Pasien mengatakan nyeri
untuk membantu menurunkan nyeri P: nyeri timbul saat bergerak
3. Mengajarkan teknik non Q: nyerinya masih terasa ditusuk-tusuk
farmakologi: relaksasi napas dalam
R: nyeri bagian luka post op sc
4. Mengelola pemberian drip infus RL 500
S: skala nyeri 5
cc
T: sering
O:
- Pasien kooperatif saat dilakukan latihan relaksasi
nafas dalam dan dibimbing berdzikir
- Pasien mampu mengungkapkan rasa nyeri yang
dirasakan
- Ekspresi wajah menahan nyeri masih
tampak mengernyitkan mata dan alis
A:
- Masalah nyeri akut belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi sesuai program
- Monitor ttv
- Latih kembali manajemen nyeri pasien
TTD
Dewi Rinjani M
2. Hambatan mobilitas fisik 08.30 06 Maret 2020, Pukul 12.00
1. Mengkaji kemampuan perawatan diri S:
pasien - Pasien mengatakan sudah belajar mika miki
2. Mengajarkan miring kanan ke miring O:
kiri sambil berbaring - Pasien telah menggerakan dari miring kanan
ke miring kiri sambil berbaring
A:
- Masalah Hambatan mobilitas fisik belum
teratasi
P: Lanjutkan intervensi
- Menggerakan dari posisi tidur ke posisi
duduk
TTD
Dewi Rinjani M
3. Risiko Infeksi berhubungan dengan 09.00 06 Maret 2020, Pukul 12.00
insisi (pembedahan). 1. Melakukan cuci tangan. S:
2. Mengkaji tanda dan gejala infeksi - Pasien mengatakan sudah paham tentang cuci tangan.
seperti kemerahan, panas, nyeri, O:
tumor. - Luka ditutup perban
3. Mempertahankan aseptic pada saluran
- Tidak terdapat rembesan
15.Discharge Planning
No Perencanaan Tindakan Ket.
1. Pencegahan resiko Infeksi 1. Menyampaikan jenis-jenis asupan nutrisi untuk penyembuhan luka
2. Kontrol luka setiap seminggu sekali setelah dirumah, agar mendapatkan perawatan luka
yang tertatur dan dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam ahlinya
3. Menghindari perban luka kotor dan lembab, jika mandi hendak menggunakan air yang
dingin dan air hangat yang tidak terlalu panas
2. Manajemen Laktasi dan Perawatan 1. Menginformasikan nutrisi bagi ibu menyusui, seperti bayam, susu kedelai, daun katu,
Payudara Poatpartum kacang almond
2. Menginformasikan perawatan payudara (pijat oksitosin) yang baik
3. Menginformasikan penyimpanan ASI yang benar jika ibu akan bekerja, agar sukses
dalam pemberian ASI eksklusif
No Perencanaan Tindakan Ket.
3. Konseling KB 1. Menginformasikan jenis-jenis KB yang diperbolehkan selama menyusui, seperti suntik 3
bulan, karena tidak menghambat produksi hormone
progesteron dan estrogen.
DAFTAR PUSTAKA
Kozier, Erb., Berman., & Synder. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, & Praktik Edisi 7 Volume 1. Jakarta: EGC.
Mitayani. (2013). Analisa Indikasi Dilakukan Persalinan Sectio Caesarea di RSUP Dr. Soeradji
TirtonrgoroKlaten. http://eprints.ums.ac.id/25659/Naskah_publikasi.pdf.(Diakses pada
tanggal 04 Oktober 2018).
Manuaba, I.B. 2010. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta
: EGC
Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk Dokter
Umum. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 2012. Sinopsis Obstetri, Edisi 3, Jilid 2. Jakarta : EGC
Moorhead, Sue., Johnson, Marion., Maas, M.L., & Swanson, Elizabeth. (2016). Nursing
Outcomes Classification (NOC), Edisi 5. Philadelpia: Elsevier.
NANDA. (2018). NANDA-I Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2018-2020. (T.
H. Herdman & S. Kamitsuru, Eds.) (11th ed.). Jakarta: EGC.