Anda di halaman 1dari 2

1.

Peristilahan di Indonesia mengenai penyandang tunagrahita, mengalami perkembangan,


seperti berikut:
a. Lemah pikiran, lemah ingatan, digunakan sekitar tahun 1967
b. Terbelakang mental, digunakan sejak tahun 1967 hingga tahun 1983
c. Tunagrahita, digunakan sejak tahun 1983 hingga sekarang dan diperkuat dengan
terbitnya Peraturan Pemerintah No. 72/1991 tentang Pendidikan Luar Biasa.

Semua istilah yang digunakan disebabkan oleh perbedaan latar belakang keilmuan dan
kepentingan para ahli yang mengemukakannya. Namun, semua istilah tersebut tertuju
pada pengetian yang sama yaitu menggambarkan kondisi terlambat dan terbatasnya
perkembangan kecerdasan seseorang sedemikian rupa jika dibandingkan dengan rata-rata
atau anak pada umumnya disertai dengan keterbatasan dalam perilaku penyesuaian.
Kondisi ini berlangsung pada masa perkembangan.
2. Chronological age adalah umur kelahiran yaitu usia yang dihitung sejak anak lahir
sampai sekarang.
Mental age adalah perkembangan kecerdasan dalam hal rata-rata penampilan anak pada
usia tertentu.
Seorang anak dengan mental age 10, misalnya akan dapat menyelesaikan persoalan
seperti pada anak – anak yang rata – rata berusia 10 tahun di dalam suatu tes biner,
walaupun umur anak itu choronological age ( umur kronologis ) sebenarnya di bawah
10 tahun.
Nilai IQ dihitung sebagai perbandingan antara mental age dan choronological age
( dikalikan 100 untuk menghilangkan titik desimalnya). Sebagai contoh, anak berusia
10 tahun dengan mental age 13 berarti dya memiliki IQ 130,sedangkan anak berusia 10
tahun dengan mental age – Nya7, memiliki IQ 70.
3. Anak tunadaksa adalah anak yang mempunyai kelainan ortopedik atau salah bentuk atau
berupa gagngguan dari fungsi normal pada tulang, otot, dan persendian yang mungkin
karena bawaan sejak lahir, penyakit atau kecelakaan, sehingga apabila akan bergerak
atau berjalan dipelukan alat Bantu. Masalah yang timbul dengan keadaan siswa seperti
itu diantaranya yaitu:
 Masalah kesulitan belajar : masalah ini berkaitan dengan hambatan-hambatan yang
dirasakan oleh mereka, karena dapat terjadi kelaianan pada otak, sehingga fungi
berfikirnya terganggu persepsi bahkan lebih jauh lagi karena gangguan pada system
saraf.
 Masalah sosialisasi : masalah ini berhubungan dengan masalah penyesuaian diri
dengan lingkungannya. Mereka mengalami berbagai kesulitan dan hambatan dalam
menyesuaikan dirinya. Hal ini dapat terjadi karena kelainan jasmani, sehingga
mereka tidak diterima oleh teman-temannya, diisolasi, dihina, dibenci, dan bahkan
tidak disukai sama sekali kehadirannya.
 Masalah kepribadian : masalah ini menyangkut masalah-masalah tingkah laku yang
menyimpang, diantaranya mudahnya frustasi, menarik diri diri, dll. Masalah
kepribadian dapat berwujud kurangnya ketahanan diri bahkan tidak adanya
kepercayaan diri, mudah tersinggung, dan sebagainya. 
 Masalah keterampilan dan pekerjaan : walaupun anak tunadaksa memilikki
kemampuan fisik yang terbatas, namun dipihak lain bagi mereka yang memiliki
kecerdasan yang normal ataupun yang kurang perlu adanya pembinaan diri sehingga
hidupnya tidak sepenuhnya menggantungkan pada orang lain. Karena dengan
adanya modal kemampuan yang dimilikinya perlunya diberinya kesempatan yang
sebanyak-banyaknya agar dapat mengembangkan lewat latihan keterampilan dan
kerja yang sesuai dengan potensinya.
 Masalah latihan gerak : masalah ini berkaitan dengan kondisi anak tunadaksa yang
sebagian besar memilki gangguan pada gerak.
Bagi tenaga pendidik (guru) hendaknya lebih bisa memberikan bimbingan lagi terhadap
para siswanya bukan hanya bagi anak tunadaksa saja melainkan bagi seluruh siswanya.
Dilihat dari masalah tingkat kesulitan belajar anak tunadaksa ini khususnya pada Nunik
memiliki tingkat Intelegensi yang sama dengan anak normal hanya ia kurang mampu
mengkomunikasikannya lebih baik lagi.  Sehingga bila semua itu dapat dilaksanakan
dengan baik maka tujuan pembelajaran akan tercapai dengan baik dan ia memiliki
semangat belajar yang tinggi.itulah salah satu potensi yang ia miliki. Sehingga guru
dapat mengarahkan keterampilan yang dimilikinya agar dapat menjadi sumber
penghidupannya, dan bukan merupakan sesuatu yang mustahil pula ia dapat menjadi
seorang pendidik seperti yang ia cita-cita seperti yang tadi telah diungkap dalam profil
siswa.  Jika ia diberikan bimbingan dan kesempatan yang sama seperti halnya anak
normal.
Dalam hal ini orang tua mempunyai peran yang sangat besar dan penting terutama dalam
membentuk kepribadian anak. Bila orang tua mau belajar memahami kepribadian anak
dan memberikan kesempatan yang sama seperti halnya anggota keluarga yang lain
(normal) saya yakin akan memberikan rasa percaya diri kemudian munculah perasaan
bahwa walaupun anak memilki kekurangan tetapi ia pasti memilki kelebihan yang tidak
semua orang miliki sehingga membuat dirinya yakin bahwa ia diakui baik itu di
lingkungan keluarga maupun di masyarakat.
4. Beberapa pembelajaran dari video Rita Pierson yang saya dapat kutip adalah :
 Sebagai tenaga pendidik, kita harus menjadi sosok yang disukai anak-anak dan
untuk itu kita juga harus menyukai anak-anak, karna menurut Rita, “anak-anak tidak
belajar dari orang yang tidak mereka sukai”
 Cara kita berbicara atau bertindak terhadap siswa memiliki dampak yang sangat
besar pada kepercayaan diri dan perkembangan mereka. Hal terbaik yang dapat kita
lakukan adalah lebih melihat perkembangan siswa dari pada kekurangan siswa,
karna dengan demikian siswa akan lebih semangat untuk menjadi lebih baik lagi.
 Kita harus tetap konsekuen dengan status kita sebagai pendidik, apapun keadaan kita
dan dalam kondisi apapun kita harus tetap hadir memberikan pengajaran kepada
mereka.

Anda mungkin juga menyukai