Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk
menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Prevalensi
ISK di masyarakat makin meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Pada
usia 40 – 60 tahun mempunyai angka prevalensi 3,2 %. Sedangkan pada usia
sama atau diatas 65 tahun kira-kira mempunyai angka prevalensi ISK sebesar
20%. Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun wanita dari
semua umur baik anak-anak, remaja, dewasa maupun lanjut usia. Akan tetapi
dari kedua jenis kelamin, ternyata wanita lebih sering dari pria dengan angka
populasi umum kurang lebih 5-15%.
Untuk menyatakan adanya ISK harus ditemukan adanya bakteri dalam
urin. Bakteriuria yang disertai dengan gejala saluran kemih disebut
bakteriuria simptomatis. Sedangkan yang tanpa gejala disebut bakteriuria
asimptomatis. Dikatakan bakteriuria positif pada pasien asimptomatis bila
terdapat lebih dari 105 koloni bakteri dalam sampel urin midstream,
sedangkan pada pasien simptomatis bisa terdapat jumlah koloni lebih rendah.
Prevalensi ISK yang tinggi pada usia lanjut antara lain disebabkan karena sisa
urin dalam kandung kemih meningkat akibat pengosongan kandung kemih
kurang efektif, mobilitas menurun, pada usia lanjut nutrisi sering kurang baik,
sistem imunitas menurun. Baik seluler maupu humoral, adanya hambatan
pada aliran urin, hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat. Infeksi saluran
kemih merupakan penyakit yang perlu mendapat perhatian serius. Di
Amerika dilaporkan bahwa setidaknya 6 juta pasien datang kedokter setiap
tahunnya dengan diagnosis ISK. Di suatu rumah sakit di Yogyakarta ISK
merupakan penyakit infeksi yang menempati urutan ke-2 dan masuk dalam
10 besar penyakit.
Agen penginfeksi yang paling sering adalah Eschericia coli, Proteus sp.,
Klebsiella sp., Serratia, Pseudomonas sp. Penyebab utama ISK (sekitar 85%)
adalah Eschericia coli.

1
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal
tahap akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak. Terminologi
glomerulonefritis yang dipakai disini adalah untuk menunjukkan bahwa
kelainan yang pertama dan utama terjadi pada glomerulus, bukan pada
struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral.
Peradangan dimulai dalam gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria
dan atau hematuria. Meskipun lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh
nefron pada akhirnya akan mengalami kerusakan, sehingga terjadi gagal
ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan oleh Richard Bright pada
tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan banyak penyakit dengan
berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya menimbulkan beberapa
bentuk glomerulonefritis.
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat
di rumah sakit pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di
Surabaya (26,5%), kemudian disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%),
Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Pasien laki-laki dan perempuan
berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8 tahun (40,6%).
Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau
secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan
gejala. Gejalanya dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau
hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan
berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar
80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi fisiologi sistem perkemihan?
2. Apa pengertian infeksi saluran kemih?
3. Apa saja klasifikasi infeksi saluran kemih?
4. Bagaimana epidemiologi infeksi saluran kemih?
5. Apa saja etiologi infeksi saluran kemih?

2
6. Apa saja faktor resiko infeksi saluran kemih?
7. Bagaimana patofisiologi infeksi saluran kemih?
8. Apa saja manifestasi klinis infeksi saluran kemih?
9. Apa saja pemeriksaan penunjang infeksi saluran kemih?
10. Bagaimana penatalaksanaan infeksi saluran kemih?
11. Bagaimana pencegahan infeksi saluran kemih?
12. Apa pengertian glomerolunefritis?
13. Apa yang dimaksud glomerolunefritis akut?
14. Apa yang dimaksud glomerolunefritis kronik?
15. Bagaimana diet bagi penderita glomerulonefritis?

C. Tujuan
1. Mengetahui anatomi fisiologi sistem perkemihan.
2. Mengetahui pengertian infeksi saluran kemih.
3. Mengetahui klasifikasi infeksi saluran kemih.
4. Mengetahui epidemiologi infeksi saluran kemih.
5. Mengetahui etiologi infeksi saluran kemih.
6. Mengetahui faktor resiko infeksi saluran kemih.
7. Mengetahui patofisiologi infeksi saluran kemih.
8. Mengetahui manifestasi klinis infeksi saluran kemih.
9. Mengetahui pemeriksaan penunjang infeksi saluran kemih.
10. Mengetahui penatalaksanaan infeksi saluran kemih.
11. Mengetahui pencegahan infeksi saluran kemih.
12. Mengetahui pengertian glomerolunefritis.
13. Mengetahui glomerolunefritis akut.
14. Mengetahui glomerolunefritis kronik.
15. Mengetahui diet bagi penderita glomerulonefritis.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi Sistem Perkemihan


Sistem perkemihan terdiri atas beberapa organ yaitu ginjal, ureter, vesika
urinaria (kandung kemih), dan uretra.
1. Ginjal
Ginjal adalah organ berbetuk dua-buncis yang terletak di bagian
posterior abdomen, satu buah pada setiap sisi kolumna vertebralis torakal
ke-12 sampai vertebra lumbal ketiga, dimana ginjal kanan biasanya
terletak agak lebih rendah dari ginjal kiri karena hubungannya dengan
hati. Pada orang dewasa ginjal panjangnya 12-13 cm, lebarnya 6 cm dan
beratnya antara 120-150 gram.
Fungsi vital ginjal :
a. Sekresi air kemih dan pengeluarannya dari tubuh manusia
b. Sebagai homeostasis
c. Pengeluaran zat-zat toksin/racun
d. Memperlakukan suasana keseimbangan air
e. Mempertahankan  keseimbangan asam-basa cairan tubuh
f. Mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam
tubuh.
Ginjal terbagi menjadi  bagian eksternal yang disebut korteks dan
bagian internal yang dikenal sebagai medula. Pada manusia, setiap ginjal
tersusun dari kurang lebih 1 juta nefron. Nefron yang dianggap sebagai
unit fungsional ginjal, terdiri atas sebuah glomerulus dan sebuah tubulus.
Seperti halnya pembuluh kapiler, dinding kapiler glomerulus tersusun dari
lapisan-lapisan endotel dan membrane basalis.  Sel-sel epitel berada pada
salah satu sisi membrane basalis, dan sel-sel endotel pada sisi lainnya.
Glomerulus membentang dan membentuk tubulus yang terbagi menjadi
tiga bagian : tubulus proksimal, ansa henle, dan tubulus distal. Tubulus
distal bersatu untuk membentuk duktus pengumpul. Duktus ini berjalan

4
lewat korteks dan medulla renal untuk mengosongkan isinya ke dalam
pelvis ginjal.
Proses pembentukan urine dimulai ketika darah mengalir lewat
glomerulus. Glomerulus yang merupakan struktur awal nefron, tersusun
dari jonjot-jonjot kapiler yang mendapat darah dari vasa aferen dan
mengalirkan darah balik lewat vasa eferen. Tekanan darah menentukan
berapa tekanan dan kecepatan aliran darah yang melewati glomerulus.
Ketika darah berjalan melewati struktur ini, filtrasi terjadi. Air dan
molekul-molekul yang kecil akan dibiarkan lewat sementara molekul-
molekul yang besar tetap tertahan di dalam aliran darah. Cairan disaring
lewat dinding jonjot-jonjot kapiler glomerulus dan memasuki tubulus.
Cairan ini dikenal sebagai ”Fitrat”.
Dalam kondisi yang normal, kurang dari 20% dari plasma yang
melewati glomerulus akan disaring  ke dalam nefron dengan jumlah yang
mencapai sekitar 180 liter filtrat perhari. Filtrat tersebut yang sangat
serupa dengan plasma darah tanpa molekul yang besar (protein, sel darah
merah, sel darah putih dan trombosit) pada hakekatnya terdiri atas air,
elektrolit, dan molekul kecil lainnya. Dalam tubulus, sebagian substansi ini
secara selektif diabsopsi ulang ke dalam darah. Substansi lainnya
disekresikan dari darah ke dalam fitrat ketika fitrat tersebut mengalir di
sepanjang tubulus. Fitrat akan dipekatkan dalam tubulus distal serta duktus
pengumpul, dan kemudian menjadi urin yang mencapai pelvis ginjal.
Sebagai substansi, seperti glukosa, normalnya akan diabsorpsi kembali
seluruhnya dalam tubulus dan tidak akan terlihat dalam urin.
Proses reabsorpsi serta sekresi dalam tubulus sering mencakup
transportasi aktif dan memerlukan penggunaan energi. Berbagai
substansi secara normal disaring oleh glomerulus, direabsorpsi oleh
tubulus dan diekskresikan ke dalam urin mencakup natrium, klorida,
bikarbonat, kalium, ureum, kreatinin, serta asam urat.
Urine terbentuk dalam unit-unit fungsional ginjal yang disebut nefron.
Urine yang terbentuk dalam nefron ini akan mengalir ke dalam duktus

5
pengumpul dan tubulus renal yang kemudian menyatu untuk membentuk
pelvis ginjal. Setiap pelvis akan membentuk ureter. Ureter merupakan
pipa panjang dengan dinding yang sebagian besar terdiri atas otot polos.
Organ ini menghubungkan setiap ginjal dengan kandung kemih dan
berfungsi sebagai pipa untuk menyalurkan urin.

2. Ureter
Terdiri dari dua saluran pipa masing-masing bersambung dari ginjal
ke kandung kemih (vesika urinaria) panjangnya ± 25-30 cm dengan
penampang ± 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen
dan sebagian terletak dalam rongga pelvis.
Lapisan dinding ureter terdiri dari
a. Dinding luar jaringan ikat (jaringan fibrosa)
b. Lapisan tengah otot polos
c. Lapisan sebelah dalam lapisan mukosa.
Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan peristaltik tiap
5 menit sekali yang akan mendorong air kemih masuk ke dalam kandung
kemih (vesika urinaria).
Ureter berjalan hampir vertikal ke bawah sepanjang fasia muskulus
psoas dan dilapisi oleh pedtodinium. Penyempitan ureter terjadi pada
tempat ureter meninggalkan pelvis renalis, pembuluh darah, saraf dan
pembuluh sekitarnya mempunyai saraf sensorik.

3. Kandung kemih (vesika urinaria)


Kandung kemih merupakan organ berongga  yang terletak di sebelah
anterior tepat dibelakang os.pubis. Organ ini berungsi sebagai wadah
sementara untuk menampung urine. Sebagian besar dinding kandung
kemih tersusun dari otot polos yang dinamakan muskulus detrusor.
Kontraksi otot ini terutama berfungsi mengosongkan kandung kemih
pada saat buang air kecil (urinari). Uretra muncul dari kandung
kemih;  pada laki-laki, uretra berjalan lewat  penis dan pada wanita

6
bermuara tepat di sebela anterior vagina. Pada laki-laki kelenjar prostate
yang terletak tepat di bawah leher kandung kemih mengelilingi uretra di
sebelah posterior  dan leteral. Sfingter urinalisis eksterna merupakan otot
volunteer yang bulat untuk mengendalikan proses awal urinasi.

4. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung
kemih yang berfungsi menyalurkan air kemiih keluar. Pada laki-laki
terdiri dari :
a. Uretra prostaria
b. Uretra membranosa
c. Uretra kavernosa.
Lapisan uretra laki-laki terdiri dari lapisan mukosa (lapisan paling
dalam), dan lapisan submukosa. Selain saluran eksresi uretra laki-laki
berfungsi sebagai saluran reproduksi (tempat keluarnya sperma).
Uretra pada wanita terletak di belakang simfisis pubis, berjalan miring
sedikit kearah atas, panjangnya ± 3-4 cm. Lapisan uretra pada wanita
terdiri dari tunika muskularis (sebelah luar), lapisan spongeosa
merupakan pleksus dari vena-vena, dan lapisan mukosa (lapisan sebelah
dalam). Muara uretra pada wanita terletak di sebelah atas vagina (antara
klitoris dan vagina) dan uretra di sini hanya sebagai saluran eksresi.

B. Pengertian Infeksi Saluran Kemih (ISK)


Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal, ureter,
buli-buli, ataupun uretra. Infeksi saluran kemih adalah istilah umum yang
menunjukkan keberadaan mikroorganisme dalam urin (Sukandar, E., 2004).
Bakteriuria bermakna (significant bacteriuria): bakteriuria bermakna
menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari 105 colony
forming unit (cfu/ml) pada biakan urin. Bakteriuria bermakna mungkin tanpa
disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria asimtomatik (convert
bacteriuria). Sebaliknya bakteriuria bermakna disertai persentasi klinis ISK

7
dinamakan bakteriuria bermakna asimtomatik. Pada beberapa keadaan pasien
dengan persentasi klinis tanpa bekteriuria bermakna. Piuria bermakna
(significant pyuria), bila ditemukan netrofil >10 per lapangan pandang.
(Sukandar, E., 2004)

C. Klasifikasi Infeksi Saluran Kemih


1. Kandung kemih (sistitis)
Sistitis (inflamasi kandung kemih) yang paling sering disebabkan oleh
menyebarnya infeksi dari uretra. Hal ini dapat disebabkan oleh aliran
balik urin dari utetra ke dalam kandung kemih (refluks urtovesikal),
kontaminasi fekal, pemakaian kateter atau sistoskop.

2. Uretra (uretritis)
Uretritis adalah suatu infeksi yang menyebar naik yang di golongkan
sebagai gonoreal atau non gonoreal. Uretritis gonoreal disebabkan oleh
niesseria gonorhoeae dan ditularkan melalui kontak seksual. Uretritis non
gonoreal adalah uretritis yang tidak berhubungan dengan niesseria
gonorhoeae biasanya disebabkan oleh klamidia frakomatik atau urea
plasma urelytikum

3. Ginjal (pielonefritis)
Pielonefritis infeksi traktus urinarius atas merupakan infeksi bakteri
piala ginjal, tubulus dan jaringan intertisial dari satu atau kedua ginjal

Infeksi saluran kemih (ISK) pada usia lanjut dibedakan menjadi :


1. ISK Uncomplicated (simple)
ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak
baik, anatomik maupun fungsional normal. ISK ini pada usia lanjut
terutama mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa
superficial kandung kemih.

8
2. ISK Complicated
Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman
penyebab sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap
beberapa macam antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis, dan shock.

D. Epidemiologi Infeksi Saluran Kemih

ISK tergantung banyak faktor; seperti usia, gender, prevalensi


bakteriuria, dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur
saluran kemih termasuk ginjal. Selama periode usia beberapa bulan dan lebih
dari 65 tahun perempuan cenderung menderita ISK dibandingkan laki-laki.
ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai faktor
predisposisi (pencetus). Prevalensi bakteriuria asimtomatik lebih sering
ditemukan pada perempuan. Prevalensi selama periode sekolah (school girls)
1 % meningkat menjadi 5% selama periode aktif secara seksual. Prevalensi
infeksi asimtomatik meningkat mencapai 30%, baik laki-laki maupun
perempuan bila disertai faktor predisposisi seperti berikut litiasis, obstruksi
saluran kemih, penyakit ginjal polikistik, nekrosis papilar, diabetes mellitus
pasca transplantasi ginjal, nefropati analgesik, penyakit sickle-cell, senggama,
kehamilan dan peserta KB dengan table progesterone, serta kateterisasi.
(Sukandar, E., 2004)

9
U Insidens (%)
m
u
r
(
t Faktor risiko
Perempuan Lelaki
a
h
u
n
)
< 2,
0,7 Foreskin, kelainan anatomi gastrourinary
1 7
1
0,
- 4,5 Kelainan amatomi gastrourinary
5
5
6
- 0.
4,5 Kelainan fungsional gastrourinary
1 5
5
1
6
0,Hubungan seksual, penggunaan
- 20
5diaphragm
3
5
3
6
Pembedahan, obstruksi prostate,
- 35 20
pemasangan kateter
6
5
>
Inkontinensia, pemasangan kateter,
6 40 35
obstruksi prostat
5

10
Epidemiologi ISK menurut usia dan jenis kelamin (Nguyen, H.T.,2004):

Pada anak yang baru lahir hingga umur 1 tahun, dijumpai bakteriuria di
2,7% lelaki dan 0,7% di perempuan. Insidens ISK pada lelaki yang tidak
disunat adalah lebih banyak berbanding dengan lelaki yang disunat (1,12%
berbanding 0,11%) pada usia hidup 6 bulan pertama. Pada anak berusia 1-5
tahun, insidens bakteriuria di perempuan bertambah menjadi 4.5%, sementara
berkurang di lelaki menjadi 0,5%. Kebanyakan ISK pada anak kurang dari 5
tahun adalah berasosiasi dengan kelainan congenital pada saluran kemih,
seperti vesicoureteral reflux atau obstruction. Insidens bakteriuria menjadi
relatif constant pada anak usia 6-15 tahun. Namun infeksi pada anak
golongan ini biasanya berasosiasi dengan kelainan fungsional pada saluran
kemih seperti dysfunction voiding. Menjelang remaja, insidens ISK
bertambah secara signifikan pada wanita muda mencapai 20%, sementara
konstan pada lelaki muda. Sebanyak sekitar 7 juta kasus cystitis akut yang
didiagnosis pada wanita muda tiap tahun. Faktor risiko yang utama yang
berusia 16-35 tahun adalah berkaitan dengan hubungan seksual. Pada usia
lanjut, insidens ISK bertambah secara signifikan di wanita dan lelaki.
Morbiditas dan mortalitas ISK paling tinggi pada kumpulan usia yang <1
tahun dan >65 tahun. (Nguyen, H.T., 2004).

E. Etiologi Infeksi Saluran Kemih


Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain:
1. Pseudemonas, Proteus,klebsiella: penyebab ISK complicated
2. Escherichia coli:90% penyebab ISK uncomplicated
3. Enterobacter, Staphyloccoccus epidemidis, enterococci,dll.

Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain:


1. Sisa urine dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan
kandung kemih yang kurang efektif
2. Mobilitas menurun

11
3. Nutrisi yang kurang baik
4. Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral
5. Adanya hambatan pada aliran urin
6. Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat

F. Faktor Resiko Infeksi Saluran Kemih


Faktor risiko adalah hal-hal yang secara jelas mempermudah terjadinya
suatu kejadian.
1. Usia
Prevalensi ISK meningkat secara signifikan pada manula.
Bakteriuria meningkat dari 5-10% pada usia 70 tahun menjadi 20%
pada usia 80 tahun. Pada usia tua, seseorang akan mengalami
penurunan sistem imun, hal ini akan memudahkan timbulnya ISK.
Wanita yang telah menopause akan mengalami perubahan lapisan
vagina dan penurunan estrogen, hal ini akan mempermudah timbulnya
ISK.

2. Diabetes Mellitus
Insidensi pyelonefritis akut empat sampai lima kali lebih tinggi
pada individu yang diabetes dari pada yang tidak. Hal itu dapat
terjadi karena disfungsi vesica urinaria sehingga memudahkan distensi
vesica urinaria serta penurunan kontraktilitas detrusor dan hal ini
meningkatkan residu urin maka mudah terjadi infeksi. Faktor lain yang
dapat menyebabkan ISK adalah menderita diabetes lebih dari 20 tahun,
retinopati, neuropati, penyakit jantung, dan penyakit pembuluh darah
perifer. Konsentrasi glukosa urin yang tinggi juga akan merusak fungsi
fagosit dari leukosit polimorfonuklear. Kombinasi dari beberapa faktor
diatas menjadi penyebab insidensi ISK dan keparahan ISK pada pasien
diabetes mellitus.

12
3. Kateter
Sebagian besar ISK terjadi setelah pemasangan kateter atau
instrumentasi urin lainnya. Pada pasien yang terpasang kateter, bakteri
dapat memasuki vesica urinaria melalui 4 tempat : the meatus-cathether
junction, the cathether-drainage tubing junction, the drainage tubing-
bag junction, dan pintu drainase pada kantung urin. Pada kateterisasi
dengan waktu singkat, bakteri yang paling banyak ditemukan adalah
E. coli. Bakteri lain yang ditemukan adalah P. aeruginosa, K.
pneumonia, Staphylococcus epidermidis, dan enterococcus. Pada
kateterisasi jangka panjang, bakteri yang banyak ditemukan adalah E.
coli, bakteri ini menempel pada uroepitelium.

4. Antibiotik
Penggunaan antibiotik yang terlalu banyak dan tidak rasional
dapat menimbulkan resistensi. Hal ini terjadi terutama pada pasien
yang mendapat terapi antibiotik dalam 90 hari sebelumnya. Penggunaan
antibiotik yang tidak rasional mengurangi jumlah bakteri lactobacillus
yang melindungi. Hal ini menimbulkan jumlah pertumbuhan E. coli
yang tinggi di vagina. Pada percobaan kepada kera, pemberian
antimikroba 2-lactam meningkatkan kolonisasi E. coli,
pemberian trimethoprim dan nitrofurantoin tidak meningkatkan
kolonisasi E. coli. E. coli merupakan penyebab terbanyak ISK. Resistensi
E. coli terhadap antibiotik meningkat dengan cepat, terutama
resistensi terhadap fluorokuinolon dan cephalosporin generasi 3 dan 4.

5. Perawatan di Intensive Care Unit (ICU)


National Nosocomial Infections Surveillance System dilakukan
pada pasien ICU, dari studi tersebut didapatkan kesimpulan bahwa ISK
merupakan infeksi terbanyak pada pasien kritis di ICU. Disebutkan
bahwa penyebabnya adalah penggunaan antibiotik yang tinggi multipel

13
pada satu pasien sehingga menimbulkan peningkatan resistensi terhadap
antimikroba. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional akan
menimbulkan resistensi melalui mekanisme antibiotic selective
pressure, antibiotik akan membunuh bakteri yang peka sehingga
bakteri yang resisten menjadi berkembang. Faktor lain yang
menyebabkan tingginya resistensi di ICU adalah penyakit serius yang
diderita, penggunaan alat kesehatan invasif dalam waktu lama, dan
waktu tinggal di rumah sakit yang lama.

6. Perawatan kesehatan jangka panjang


Infeksi yang paling banyak terjadi pada pasien perawatan jangka
panjang adalah infeksi respiratorius dan traktus urinarius (ISK),
khususnya infeksi oleh Extended Spectrum Beta Lactamase Producers
(ESBLs) yaitu E. coli. Kejadian resistensi antimikroba pada pasien
perawatan kesehatan jangka panjang tinggi dikarenakan populasi pasien
yang sangat rentan terhadap infeksi dan kolonisasi. Penurunan sistem
imun, beberapa komorbiditas, dan penurunan fungsional pada pasien
perawatan jangka panjang akan meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
dan melemahkan pertahanan tubuh melawan infeksi. Pasien perawatan
kesehatan jangka panjang sering menerima pengobatan empiris
dengan antibiotik spektrum luas, ini meningkatkan antibiotic selective
pressure sehingga menimbulkan resistensi.

7. Keganasan hematologi
Pasien dengan keganasan hematologi misalnya leukemia akut
dan neutropenia mempunyai risiko tinggi untuk terkena infeksi.
Bakteri yang menyebabkan infeksi pada pasien neutropenia dan kanker
bisa merupakan bakteri gram negatif (E. coli, P. aeruginosa,
Klebsiella) atau bakteri gram positif (S.Aureus dan Enterococcus).
Neutrofil memegang peranan penting sebagai agen pertahanan tubuh
manusia dalam melawan berbagai bakteri, oleh karena itu penurunan

14
jumlah neutrofil yang ekstrim menyebabkan peningkatan resistensi
bakteri. Kemoterapi dosis tinggi, neutropenia yang parah dan
berkepanjangan, serta profilaksis fluorokuino lon dan trimethoprim-
sulfamethoxazole merupakan pemicu terjadinya infeksi pada pasien
keganasan hematologi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik.

G. Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih


Infeksi saluran kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik
dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui: kontak langsung
dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen.
Ada 2 jalur utama terjadi ISK yaitu asending dan hematogen.
1. Infeksi hematogen (desending)
Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahan
tubuh rendah, karena menderita suatu penyakit kronik, atau pada pasien
yang sementara mendapat pengobatan imunosupresif. Penyebaran
hematogen dapat juga terjadi akibat adanya fokus infeksi di salah satu
tempat. Contoh mikroorganisme yang dapat menyebar secara hematogen
adalah Staphylococcus aureus, Salmonella sp, Pseudomonas, Candida
sp., dan Proteus sp.
Ginjal yang normal biasanya mempunyai daya tahan terhadap infeksi
E.coli karena itu jarang terjadi infeksi hematogen E.coli. Ada beberapa
tindakan yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal yang dapat
meningkatkan kepekaan ginjal sehingga mempermudah penyebaran
hematogen.

2. Infeksi asending
a. Kolonisasi uretra dan daerah introitus vagina
Saluran kemih yang normal umumnya tidak mengandung
mikroorganisme kecuali pada bagian distal uretra yang biasanya juga
dihuni oleh bakteri normal kulit seperti basil difteroid, Streptokokus.
Di samping bakteri normal flora kulit, pada wanita, daerah 1/3 bagian

15
distal uretra ini disertai jaringan periuretral dan vestibula vaginalis
yang juga banyak dihuni oleh bakteri yang berasal dari usus karena
letak usus tidak jauh dari tempat tersebut. Pada wanita, kuman
penghuni terbanyak pada daerah tersebut adalah E.coli di samping
enterobacter dan S.fecalis. Kolonisasi E.coli pada wanita didaerah
tersebut diduga karena :
1) Adanya perubahan flora normal di daerah perineum
2) Berkurangnya antibodi lokal
3) Bertambahnya daya lekat organisme pada sel epitel wanita

b. Masuknya mikroorganisme dalam kandung kemih


Beberapa faktor yang mempengaruhi masuknya mikroorganisme ke
dalam kandung kemih adalah :
1) Faktor anatomi
Kenyataan bahwa infeksi saluran kemih lebih banyak terjadi pada
wanita daripada laki-laki disebabkan karena :
a) Uretra wanita lebih pendek dan terletak lebih dekat anus
b) Uretra laki-laki bermuara saluran kelenjar prostat dan sekret
prostat merupakan antibakteri yang kuat
2) Faktor tekanan urin pada waktu miksi
Mikroorganisme naik ke kandung kemih pada waktu miksi karena
tekanan urin. Selama miksi terjadi refluks ke dalam kandung kemih
setelah pengeluarann urin.
3) Faktor lain, misalnya
a) Perubahan hormonal pada saat menstruasi
b) Kebersihan alat kelamin bagian luar
c) Adanya bahan antibakteri dalam urin
d) Pemakaian obat kontrasepsi oral

c. Multiplikasi bakteri dalam kandung kemih dan pertahanan kandung


kemih

16
Dalam keadaan normal, mikroorganisme yang masuk ke dalam
kandung kemih akan cepat menghilang, sehingga tidak sempat
berkembang biak dalam urin. Pertahanan yang normal dari kandung
kemih ini tergantung tiga faktor yaitu :
1) Eradikasi organisme yang disebabkan oleh efek pembilasan dan
pemgenceran urin
2) Efekantibakteri dari urin, karena urin mengandung asam organik
yang bersifat bakteriostatik. Selain itu, urin juga mempunyai
tekanan osmotik yang tinggi dan pH yang rendah
3) Mekanisme pertahanan mukosa kandung kemih yang intrinsik
Mekanisme pertahanan mukosa ini diduga ada hubungannya
dengan mukopolisakarida dan glikosaminoglikan yang terdapat
pada permukaan mukosa, asam organik yang bersifat bakteriostatik
yang dihasilkan bersifat lokal, serta enzim dan lisozim. Selain itu,
adanya sel fagosit berupa sel neutrofil dan sel mukosa saluran
kemih itu sendiri, juga IgG dan IgA yang terdapat pada permukaan
mukosa. Terjadinya infeksi sangat tergantung pada keseimbangan
antara kecepatan proliferasi bakteri dan daya tahan mukosa
kandung kemih.
Eradikasi bakteri dari kandung kemih menjadi terhambat jika
terdapat hal sebagai berikut : adanya urin sisa, miksi yang tidak
kuat, benda asing atau batu dalam kandung kemih, tekanan
kandung kemih yang tinggi atau inflamasi sebelumya pada
kandung kemih.

d. Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal


Hal ini disebabkan oleh refluks vesikoureter dan menyebarnya
infeksi dari pelvis ke korteks karena refluks internal. Refluks
vesikoureter adalah keadaan patologis karena tidak berfungsinya
valvula vesikoureter sehingga aliran urin naik dari kandung kemih ke
ginjal. Tidak berfungsinya valvula vesikoureter ini disebabkan karena:

17
1) Memendeknya bagian intravesikel ureter yang biasa terjadi secara
kongenital
2) Edema mukosa ureter akibat infeksi
3) Tumor pada kandung kemih
4) Penebalan dinding kandung kemih

H. Manifestasi Klinis Infeksi Saluran Kemih


Gejala – gejala dari infeksi saluran kemih secara umum sering meliputi:
1. Gejala yang terlihat, sering timbulnya dorongan untuk berkemih
2. Rasa terbakar dan perih pada saat berkemih
3. Seringnya berkemih, namun urinnya dalam jumlah sedikit (oliguria)
4. Adanya sel darah merah pada urin (hematuria)
5. Urin berwarna gelap dan keruh, serta adanya bau yang menyengat dari
urin
6. Ketidaknyamanan pada daerah pelvis renalis
7. Rasa sakit pada daerah di atas pubis
8. Perasaan tertekan pada perut bagian bawah
9. Demam
10. Pada wanita yang lebih tua juga menunjukkan gejala yang serupa,
yaiu kelelahan, hilangnya kekuatan, demam
11. Sering berkemih pada malam hari

Jika infeksi dibiarkan saja, infeksi akan meluas dari kandung kemih
hingga ginjal. Gejala–gejala dari adanya infeksi pada ginjal berkaitan dengan
gejala pada cystitis, yaitu demam, kedinginan, rasa nyeri pada punggung,
mual, dan muntah. Cystitis dan infeksi ginjal termasuk dalam infeksi saluran
kemih.
Gejala–gejala dari infeksi saluran kemih secara spesifik sering meliputi :
1. Pyelonephritis akut.
Pada tipe ini, infeksi pada ginjal mungkin terjadi setelah meluasnya
infeksi yang terjadi pada kandung kemih. Infeksi pada ginjal dapat

18
menyebabkan rasa salit pada punggung atas dan panggul, demam
tinggi, gemetar akibat kedinginan, serta mual atau muntah.

2. Cystitis.
Inflamasi atau infeksi pada kandung kemih dapat dapat
menyebabkan rasa tertekan pada pelvis, ketidaknyamanan pada perut
bagian bawah, rasa sakit pada saat urinasi, dan bau yang mnyengat
dari urin.

3. Uretritis.
Inflamasi atau infeksi pada uretra menimbulkan rasa terbakar pada
saat urinasi. Pada pria, uretritis dapat menyebabkan gangguan pada
penis.

Tanda dan gejala infeksi saluran kemih berdasarkan rentang usia, meliputi :
1. Gejala pada bayi dan anak
kecil yang sering terjadi, meliputi:
a. Kecendrungan terjadi demam tinggi yang tidak diketahui sebabnya,
khususnya jika dikaitkan dengan tanda – tanda bayi yang lapar dan
sakit, misalnya: letih dan lesu.
b. Rasa sakit dan bau urin yang tidak enak. (orang tua umumnya tidak
dapat mengidentifikasikan infeksi saluran kemih hanya dengan
mencium urin bayinya. Oleh karena itu pemeriksaan medis
diperlukan).
c. Urin yang keruh. (jika urinnya jernih, hal ini hanya mirip dengan
penyakit, walaupun tidak dapat dibuktikan kebenarannya bahwa
bayi tersebut bebas dari Infeksi saluran kemih).

19
d. Rasa sakit pada bagian abdomen dan punggung.
e. Muntah dan sakit pada daerah abdomen (pada bayi)
f. Jaundice (kulit yang kuning dan mata yang putih) pada bayi,
khususnya bayi yang berusia setelah delapan hari.

2. Gejala infeksi saluran kemih pada anak–anak, meliputi:


a. Diarrhea
b. Menangis tanpa henti yang tidak dapat dihentikan dengan usaha
tertentu (misalnya: pemberian makan, dan menggendong)
c. Kehilangan nafsu makan
d. Demam
e. Mual dan muntah
f. Pada anak–anak, mengompol juga menandakan gejala adanya
infeksi saluran kemih.
g. Lemah
h. Adanya rasa sakit pada saat berkemih.

3. Untuk anak-anak yang lebih dewasa, gejala yang ditunjukkan berupa:


a. rasa sakit pada panggul dan punggung bagian bawah (dengan
infeksi pada ginjal)
b. seringnya berkemih
c. ketidakmampuan memprodukasi urin dalam jumlah yang normal,
dengan kata lain, urin berjumlah sedikit (oliguria)
d. tidak dapat mengontrol pengeluaran kandung kemih dan isi perut
e. rasa sakit pada perut dan daerah pelvis
f. rasa sakit pada saat berkemih (dysuria)
g. urin berwarna keruh dan memilki bau menyengat

Gejala infeksi saluran kemih pada orang dewasa, meliputi:

20
1. Gejala yang mengindikasikan infeksi saluran kemih ringan (misalnya:
cystitis, uretritis) meliputi :
a. rasa sakit pada punggung
b. adanya darah pada urin (hematuria)
c. adanya protein pada urin (proteinuria)
d. urin yang keruh
e. ketidakmampuan berkemih meskipun tidak atau adanya urin yang
keluar
f. demam
g. dorongan untuk berkemih pada malam hari (nokturia)
h. tidak nafsu makan
i. lemah dan lesu (malaise)
j. rasa sakit pada saat berkemih (dysuria)
k. rasa sakit di atas bagian daerah pubis (pada wanita)
l. rasa tidak nyaman pada daerah rectum (pada pria)

2. Gejala yang mengindikasikan infeksi saluran kemih lebih berat


(misalnya: pyelonephritis) meliputi:
a. Kedinginan
b. demam tinggi dan gemetar
c. mual
d. muntah (emesis)
e. rasa sakit di bawah rusuk
f. rasa sakit pada daerah sekitar abdomen

I. Pemeriksaan Penunjang Infeksi Saluran Kemih


1. Urinalisis

21
a. Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya
ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang
pandang besar (LPB) sediment air kemih
b. Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment
air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis
baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
a. Mikroskopis
b. Biakan bakteri
3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter
urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter
dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi.
5. Metode tes
a. Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes
Griess untuk pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka
psien mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika
terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.

b. Tes Penyakit Menular Seksual (PMS):


Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal,
klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
c. Tes-tes tambahan:
Urogram intravena (IVU). Pielografi (IVP), msistografi, dan
ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi
akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal
atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau
evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat
dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang
resisten.

22
J. Penatalaksanaan Infeksi Saluran Kemih
Penanganan Infeksi Saluran Kemih yang ideal adalah agens antibacterial
yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek
minimal terhadap flora fekal dan vagina.
Terapi Infeksi Saluran Kemih pada usia lanjut dapat dibedakan atas:
1. Terapi antibiotika dosis tunggal
2. Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari
3. Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu
4. Terapi dosis rendah untuk supresi
Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko
kekambuhan infeksi. Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di
awal infeksi, faktor kausatif (misal: batu, abses), jika muncul salah satu, harus
segera ditangani. Setelah penanganan dan sterilisasi urin, terapi preventif
dosis rendah.
Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin),
trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang
ampicillin atau amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap
bakteri ini. Pyridium, suatu analgesik urinarius juga dapat digunakan untuk
mengurangi ketidaknyamanan akibat infeksi. Dan dianjurkan untuk sering
minum dan BAK sesuai kebutuhan untuk membilas mikroorganisme yang
mungkin naik ke uretra, untuk wanita harus membilas dari depan kebelakang
untuk menghindari kontaminasi lubang uretra oleh bakteri feces.

K. Pencegahan Infeksi Saluran Kemih


1. Menjaga dengan baik kebersihan sekitar organ intim dan saluran kemih.
2. Pilih toilet umum dengan toilet jongkok. Sebab toilet jongkok tidak
menyentuh langsung permukaan toilet dan lebih higienis. Jika terpaksa
menggunakan toilet duduk, sebelum menggunakannya sebaiknya
bersihkan dahulu pinggiran atau dudukan toilet. Toilet-toilet umum yang

23
baik biasanya sudah menyediakan tisu dan cairan pembersih dudukan
toilet.
3. Jangan membersihkan organ intim di toilet umum dari air yang
ditampung di bak mandi atau ember. Pakailah shower atau keran.
4. Gunakan pakaian dalam dari bahan katun yang menyerap keringat agar
tidak lembab.
5. Minum minimal 8 gelas per hari.
6. Jangan menahan kencing terlalu lama.
7. Untuk wanita membersihkan organ intim dari depan kebelakang untuk
menghindari kontaminasi lubang uretra oleh bakteri feces.

L. Pengertian Glomerolunefritis
Glomerulonefritis adalah suatu terminologi umum yang menggambarkan
adanya inflamasi pada glomerulus, ditandai oleh proliferasi sel–sel
glomerulus akibat proses imunologi. Glomerulonefritis terbagi atas akut dan
kronis. Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal
tahap akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak maupun pada dewasa.
Sebagian besar glomerulonefritis bersifat kronis dengan penyebab yang tidak
jelas dan sebagian besar bersifat imunologis (Noer, 2002).

M. Glomerulonefritis Akut
1. Definisi Glomerulonefritis Akut
Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara
mendadak pada kedua ginjal akibat pengendapan kompleks antigen
antibodi di kapiler-kapiler glomerulus. Kompleks biasanya terbentuk 7-
10 hari setelah infeksi faring atau kulit oleh streptokokus (Arif Muttaqin,
2011).
Glomerulonefritis akut (GNA) ialah suatu reaksi imunologik pada
ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu. Yang sering ialah infeksi
karena kuman streptococcus. Penyakit ini sering ditemukan pada anak

24
berumur 3-7 tahun dan lebih sering mengenai anak pria dibandingkan
dengan anak wanita (Ngastiyah, 1997).
Glomerulonefritis adalah peradangan dari membran kapiler
glomerulus. Glomerulonefritis akut dapat dihasilkan dari penyakit
sistemik atau penyakit glomerulus primer, tapi glomerulonefritis akut
post streptococcus (juga diketahui sebagai glomerulonefritis proliferatif
akut) adalah bentuk keadaan yang sebagian besar terjadi. Infeksi dapat
berasal dari faring atau kulit dengan streptococcus beta hemolitik A
adalah yang biasa memulai terjadinya keadaan yang tidak teratur ini.
Stafilococcus atau infeksi virus seperti hepatitis B, gondok, atau varicela
(chickenpox) dapat berperan penting untuk glomerulonefritis  akut pasca
infeksi yang serupa.

2. Etiologi Glomerulonefritis Akut


Faktor penyebab yang mendasari sindrom ini dapat dibagi menjadi
kelompok infeksi dan noninfeksi:
a. Infeksi
Infeksi streptococcus terjadi sekitar 5-6% pada orang dengan
radang tenggorokan dan 25% pada mereka dengan infeksi kulit.
Penyebab nonstreptococcus meliputi bakteri, virus, dan parasit.

b. Noninfeksi
Penyakit sistemik multisistem seperti pada Lupu Eritematosus
Sistemik (SLE), Vaskulitis, sindrom Goodpasture, granulomatosis
Wegener (Arif Muttaqin, 2011).
Menurut Ngastiyah (1997), Glomerulonefritis akut didahului oleh
infeksi ekstra renal terutama di traktus respiratorius bagian atas dan
kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A tipe
12, 4, 16, 25, dan 29. Hubungan antara glomerulonefritis akut dan
infeksi streptococcus dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada
tahun 1907 dengan alasan  bahwa:

25
1)   Timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina
2)    Diisolasinya kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A
3)    Meningkatnya titer anti- streptolisin pada serum pasien.

Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut


terdapat masa laten selama kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta
hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen daripada yang
lain. Mungkin faktor iklim atau alergi yang mempengaruhi terjadinya
GNA setelah infeksi dengan kuman streptococcus. GNA juga
disebabkan karena sifilis, keracunan, (timah hitam tridion), penyakit
amiloid, trombosis vena renalis, purpura, anafilaktoid, dan lupus
eritematosis.
Menurut penyelidikan klinik-imunologis dan percobaan pada
binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis
sebagai penyebab. Beberapa penyelidik menunjukkan hipotensi
sebagai berikut :
1) Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada
membran basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
2) Proses  autoimun kuman streptococcus yang nefritogen dalam
tubuh menimbulkan badan autoimun yang merusak glomerulus
3) Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus
mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat
anti yang langsung merusak membran basalis ginjal.

Ada beberapa penyebab glomerulonefritis akut, tetapi yang paling


sering ditemukan disebabkan karena infeksi dari streptococcus,
penyebab lain diantaranya:
1) Bakteri              : Streptococcus grup C, meningococcocus,
Sterptoccocus Viridans, Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma
Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll

26
2) Virus                 : Hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus,
parvovirus, influenza, parotitis epidemika dll.
3) Parasit              : Malaria dan toksoplasma

3. Manifestasi Klinis Glomerulonefritis Akut


a. Rasa dingin, demam, sakit kepala, sakit punggung, dan edema
(bengkak) pada bagian muka biasanya sekitar mata (kelopak)
b. Mual dan muntah-muntah
c. Sulit buang air kecil dan air seni menjadi keruh.
d. Penyakit ringan umumnya ditemukan saat dilakukan urinalisis secara
rutin.
e. Proteinuria, Hematuria, dan Oliguria
f. Wajah seperti bulan dan edema pada ekstremitas
g. Lemah dan anoreksia
h. Hipertensi (ringan, sedang, atau berat)
i. Anemia akibat kehilangan sel darah ke dalam urine
j. Dari hasil study klinik kejadian glomerulonefritis akut dapat sembuh
sampai 90%, dengan fugsi ginjal normal dalam 60 hari :

1) Diuresis biasanya mulai satu-dua minggu sesudah serangan


2) Renal clearence  dan konsentrasi urea darah kembali normal
3) Edema dan Hipertensi berkuran
4) Pada pemeriksaan mikroskop proteinuria dan hematuria masih ada
selama beberapa bulan.

4. Patofisiologi Glomerulonefritis Akut


Menurut Smeltzer (2001) patofisiologi dari glomerulonefritis akut
sebagai berikut:
a. Proliferasi Seluler
Peningkatan sel endotelia yang melapisi glomerulus, infiltrasi
leukosit ke glomerulus, dan penebalan membran filtrasi glomerulus

27
atau membran basal menghasilkan jaringan parut dan kehilangan
permukaan penyaring. Pada glomerulonefritis akut, ginjal membesar,
bengkak, dan kongesti. Seluruh jaringan renal-glomerulus, tubulus dan
pembuluh darah-dipengaruhi dalam berbagai tingkat tanpa
memperhatikan tipe glomerulonefritis akut yang ada. Pada banyak
pasien, antigen diluar tubuh (misalnya medikasi, serum asing)
mengawali proses, menyebabkan pengendapan kompleks di
glomerulus. Pada pasien yang lain, jaringan ginjal sendiri berlaku
sebagai antigen penyerang. Elektron-mikroskopis dan analisis
imunogluoresen mekanisme imun membantu identifikasi asal lesi.
Biopsi ginjal diperlukan untuk membedakan berbagai jenis
glomerulonefritis akut.
b. Proliferasi Leukosit adanya neutrofil dan monosit dalam lumen
kapiler dan sering menyertai proliferasi seluler.
c. Penebalan membran basal glomelurus muncul sebagai penebalan
dinding kapiler  baik di sisi endotel atau epitel membran dasar.
d. Hialinisasi atau sklerosis menunjukkan cedera irreversible.

5. Penatalaksanaan Glomerulonefritis Akut


a. Penatalaksanaan gejala dan antihipertensi, obat untuk penatalaksanaan
hiperkalemia (berhubungan dengan insufisiensi renal),
H2Blocker (untuk mencegah ulcer stres), dan agen pengikat fosfat
(untuk mengurangi fosfat dan menambah kalsium)
b. Terapi antibiotik untuk menyembuhkan infeksi (jika masih ada)
c. Pembatasan cairan
d. Diet ketat pembatasan protein jika terdapat oliguria dan BUN
meningkat. Pembatasan perlu diperketat jika mengarah ke gagal ginjal
e. Tingkatkan karbohidrat untuk membantu tenaga dan mengurangi
katabolisme protein.
f. Asupan potasium dan sodium diperketat jika terdapat edema,
hiperkalemia, atau tanda gagal jantung (CHF)

28
g. Terapi untuk mempercepat progresif glomerulonefritis meliputi :
1) Penggantian plasma
2) Pemberian Imunosupressan (corticosterois; cyclopfosphamid
(Cytoxan))

6. Komplikasi Glomerulonefritis Akut


a. Hipertensi, congestive heart failure (CHF),
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit pada fase akut
c. Malnutrisi
d. Hipertensi Encephalopati

7. Pemeriksaan Diagnostik Glomerulonefritis Akut


Menurut Ngastiyah (1997) pemeriksaan diagnostik untuk
glomerulonefritis akut yaitu laju endap darah meninggi, kadar Hb
menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan air). Pada
pemeriksaan urin didapatkan jumlah urin mengurang, berat jenis
meninggi. Hematuria makroskopis ditemukan pada 50 % pasien.
Ditemukan pula albumin (+), eritrosit (+), leukosit (+), silinder leukosit,
eritrosit dan hialin. Albumin serum sedikit menurun, demikian juga
lomplemen serum (globulin beta-IC), ureum dan kreatinin meningkat.
Titer antistreptolisin umumnya meningkat, kecuali kalau infeksi infeksi
streptococcus yang mendahului hanya mengenai kulit saja. Uji fungsi
ginjal normal pada 50% pasien.
Pemeriksaan yang lebih penting dan mendesak adalah urinalisis untuk
mengetahui proteinuria, hematuria dan debri-debri jaringan. BUN dan
kreatinin serum diperiksa untuk mengetahui fungsi ginjal. Pemeriksaan
imunologi seperti titer antigen antibodi dan immunoelectrophoresis
dilaksanakan.

N. Glomerulonefritis Kronis
1. Definisi Glomerulonefritis Kronis

29
 Glomerulonefritis Kronik adalah suatu kelainan yang terjadi pada
beberapa penyakit, dimana terjadi kerusakan glomeruli dan kemunduran
fungsi ginjal selama bertahun-tahun. Glomerulonefritis kronik adalah
kategori heterogen  dari penyakit dengan berbagai kasus. Semua bentuk
gambaran sebelumya dari glomerulonefritis dapat meningkat menjadi
keadan kronik. Kadang- kadang glomerulonefritis pertama dilihat sebagai
sebuah proses kronik.
Pasien dengan penyakit ginjal (glomerulonefritis) yang dalam
pemeriksaan urinnya masih selalu terdapat hematuria dan proteinuria
dikatakan menderita glomerulonefritis kronik. Hal ini terjadi karena
eksaserbasi berulang dari glomerulonefritis akut yang berlangsung dalam
beberapa waktu beberapa bulan/tahun, karena setiap eksaserbasi akan
menimbulkan kerusakan pada ginjal yang berkibat gagal ginjal
(Ngastiyah, 1997).

2. Etiologi Glomerulonefritis Kronis


Penyebabnya tidak diketahui. Pada 50% penderita ditemukan
glomerulopati sebagai penyebabnya, meskipun tidak pernah timbul
gejala-gejalanya.

3. Patofisiologi Glomerulonefritis Kronis


Glomerulonefritis kronik mungkin seperti glomerulonefritis akut
atau tampak sebagai tipe reaksi antigen-antibody yang lebih ringan,
kadang-kadang sangat ringan sehingga terabaikan. Setelah kejadian
berulangnya infeksi ini, ukuran ginjal sedikit berkurang sekitar seperlima
dari ukuran normal dan terdiri dari jaringan fibrosa yang luas. Korteks
mengecil menjasi lapisan yang tebalnya 1 sampai 2 mm atau kurang.
Berkas jaringan parut merusak sisa korteks, menyebabkan permukaan
ginjal  kasar dan irreguler. Sejumlah glomeruli dan tubulusnya berubah
menjadi jaringan parut, dan cabang-cabang arteri renal menebal.

30
Akhirnya terjadi kerusakan glomerulus yang parah, menghasilkan
penyakit ginjal tahap akhir (ESRG) (Smeltzer, 2001).

4. Manifestasi Klinis Glomerulonefritis Kronis


Smeltzer (2001) Gejala Glomerulonefritis kronik bervariasi. Banyak
pasien dengan penyakit yang telah parah memperlihatkan kondisi tanpa
gejala sama sekali untuk beberapa tahun. Kondisi mereka secara
insidental dijumpai ketika terjadi hipertensi atau peningkatan kadar BUN
dan kreatinin serum. Diagnosis dapat ditegakkan ketika perubahan
vaskuler atau perdarahan retina ditemukan selama pemeriksaan mata.
Indikasi pertama penyakit dapat berupa perdarahan hidung, stroke, atau
kejang yang terjadi secara mendadak. Beberapa pasien hanya
memberitahu bahwa tungkai mereka sedikit bengkak dimalam
hari. Mayoritas pasien pasien juga mengalami gejala umum
seperti kehilangan berat dan kekuatan badan, peningkatan iritabilitas, dan
peningkatan berkemih dimalam hari (nokuria), sakit kepala, pusing, dan
gangguan pencernaan umumnya terjadi.
Seiring dengan berkembangnya glomerulonefritis kronik, tanda dan
gejala insufisiensi renal dan gagal ginjal kronik dapat terjadi. Pasien
tampak sangat kurus, pigmen kulit tampak kuning keabu-abuan dan
terjadi edema perifer (dependen) dan periorbital. Tekanan darah mungkin
normal atau naik dengan tajam. Temuan pada retina mencakup hemoragi,
adanya eksudat, arteriol menyempit dan berliku-liku, serta
papiledema. Membran mukosa pucat karena anemia. Pangkal vena
mengalami distensi akibat cairan yang berlebihan. Kardiomegali, irama
galop, dan tanda gagal jantung kongestif lain dapat terjadi. Bunyi krekel
dapat didengar di paru.
Neuropati perifer disertai hilangnya reflek tendon dan perubahan
neurosensori muncul setelah penyakit terjadi. Pasien mengalami konfusi
dan memperlihatkan rentang penyakit yang menyempit. Temuan lain
mencakup perikarditis disertai friksi perikardial dan pulsus paradoksus

31
(perbedaan tekanan darah lebih dari 10 mmHg selama inspirasi dan
ekspirasi).

5. Pemeriksaan Diagnostik Glomerulonefritis Kronis


Menurut Smeltzer (2001) Sejumlah nilai laboratorium abnormal
muncul. Urinalisis  menunjukkan gravitasi spesifik mendekati 1.010,
berbagai proteinuria, dan endapan urinarius (butir-butir protein yang
disekresi oleh tubulus ginjal yang rusak). Ketika gagal ginjal terjadi dan
filtrasi glomerulus menurun di bawah 50 ml/menit, perubahan berikut
dapat dijumpai :
a. Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, masukan dari makanan dan
medikasi, asidosis, dan katabolisme.
b. Asidosis metabolik akibat sekresi asam oleh ginjal dan
ketidakmampuan untuk regenerasi bikarbonat.
c. Anemia akibat penurunan eritropoesis (produksi sel darah merah)
d. Hipoalbuminemia disertai edema akibat kehilangan protein melalui
membran glomerulus yang rusak.
e. Serum fosfat meningkat akibat penurunan ekskresi renal
f. Serum kalsium meningkat (kalsium terikat pada fosfat untuk
mengkompensasi peningkatan kadar serum fosfor)
g. Hipermagnesemia akibat penurunan ekskresi dan ingesti antasid yang
mengandung magnesium
h. Kerusakan antara syaraf akibat abnormalitas elektrolit dan uremia.

Pemeriksaan sinar X pada dada menunjukkan pembesaran jantung dan


edema pulmoner. Elektrokardiogram mungkin normal namun dapat juga
menunjukkan adanya hipertensi disertai hipertropi ventrikel kiri dan
gangguan elektrolit, seperti hiperkalemia dan puncak gelombang T yang
tinggi.

6. Penatalaksanaan Glomerulonefritis Kronis

32
Jika terjadi hipertensi, tekanan darah diturunkan dengan natrium dan
pembatasan cairan. Protein dengan nilai biologis yang tinggi (produk
susu, telur dan daging) diberikan untuk mendukung status nutrisi yang
baik pada pasien. Kalori yang adekuat juga penting untuk menyediakan
protein bagi pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Infeksi traktus
urinarius harus ditangani dengan tepat untuk mencegah kerusakan renal
lebih lanjut.
Jika edema berat terjadi, pasien harus tirah baring. Kepala tempat tidur
dinaikkan untuk kenyamanan dan diuresis. Berat badan harian dipantau,
dan diuretik digunakan untuk mengurangi kelebihan cairan. Masukan
natrium dan cairan disesuaikan dengan kemampuan ginjal pasien untuk
mengekskresi air dan natrium.
Dimulainya dialisis dipertimbangkan diawal terapi untuk menjaga
agar kondisi fisik paien tetap optimal, mencegah ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit, dan mengurangi resiko komplikasi gagal ginjal.
Rangkaian penanganan dialisis sebelum pasien menunjukkan komplikasi
signifikan adalah lambat.

O. Diet pada Penderita Glomerulonefritis


Karena adanya retensi cairan, diet yang pasien lakukan harus rendah
garam. Apabila BUN dan kretinin meningkat, asupan protein juga dibatasi
pada 1-1,2 g/kg per hari. Diet pasien harus mengandung cukup karbohidrat
agar tubuh tidak menggunakan protein sebagai sumber energi untuk
mencegah mengecilnya otot (pelisutan otot) dan ketidakseimbangan nitrogen.
Pasien ini memerlukan 2.500-3.500 kalori per hari. Berat badan ditimbang
setiap minggu untuk memantau penurunan berat badan karena edema
berkurang atau berat badan menurun akibat ada pelisutan otot. Asupan kalium
juga dibatasi apabila laju filtrasi glomerulus kurang dari 19 ml/menit. Kontrol

33
glukosa yang ketat pada penderita diabet terbukti memperlambat atau
mengurangi progres glomerulonefritis.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Sistem perkemihan terdiri atas beberapa organ yaitu ginjal, ureter, vesika
urinaria (kandung kemih), dan uretra.
2. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukkan
keberadaan mikroorganisme dalam urin.
3. Infeksi saluran kemih dibagi menjadi, kandung kemih (sistitis), uretra
(uretritis), dan ginjal (pielonefritis). Infeksi saluran kemih pada usia

34
lanjut dibedakan menjadi, ISK Uncomplicated (simple) dan ISK
Complicated.
4. Perempuan cenderung lebih banyak menderita ISK dibandingkan laki-
laki. ISK berulang pada laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai
faktor predisposisi (pencetus).
5. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain:
Pseudemonas, Proteus,Kklebsiella, dan Escherichia coli.
6. Faktor resiko infeksi saluran kemih antara lain usia, diabetes mellitus,
antibiotic, perawatan di ICU, perawatan kesehatan jangka panjang, dan
keganasan hematologi.
7. Infeksi saluran kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik
dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui: kontak
langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen. Ada 2 jalur
utama terjadi ISK yaitu asending dan hematogen.
8. Gejala–gejala dari infeksi saluran kemih secara umum meliputi: oliguria,
hamaturia, demam, rasa sakit pada daerah di atas pubis, urin berwarna
gelap dan keruh, serta adanya bau yang menyengat dari urin.
9. Pemeriksaan penunjang infeksi saluran kemih adalah urinalisis,
bakteriologis, kultur urine, hitung koloni, dan metode tes.
10. Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens
antibacterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus
urinarius dengan efek minimal terhadap flora fekal dan vagina.
11. Pencegahan infeksi saluran kemih menjaga kebersihan organ intim
saluran kemih, banyak minum, dan jangan menahan kencing terlalu lama.
12. Glomerulonefritis adalah suatu terminologi umum yang menggambarkan
adanya inflamasi pada glomerulus, ditandai oleh proliferasi sel–sel
glomerulus akibat proses imunologi.
13. Glomerulonefritis akut adalah peradangan glomerulus secara mendadak
pada kedua ginjal akibat pengendapan kompleks antigen antibodi di
kapiler-kapiler glomerulus. Penyebabnya dibedakan menjadi dua yaitu
terinfeksi dan non infeksi. Gejalanya mual, muntah, demam, proteinuria,

35
hematuria, oligosuria, hipertensi, dan edema pada daerah mata.
Penatalaksanaannya meliputi diet rendh natrium, terapi antibiotik, dan
pembatasan cairan bila terdapat edema.
14. Glomerulonefritis kronik adalah suatu kelainan yang terjadi pada
beberapa penyakit, dimana terjadi kerusakan glomeruli dan kemunduran
fungsi ginjal selama bertahun-tahun. Patofisiologi glomerulonefritis
kronik seperti glomerulonefritis akut atau tampak sebagai tipe reaksi
antigen-antibody yang lebih ringan. Gejalanya kehilangan berat badan,
peningkatan iritabilitas, dan nokuria. Penatalaksanaannya meliputi
pembatasan cairan dan natrium, tirah baring serta diuresis.
15. Diet pada penderita glomerulonefritis adalah diet rendah garam, cukup
karbohidrat, serta pembatasan kalium dan natrium.

B. Saran
Dalam upaya pencegahan infeksi saluran kemih dan glomerulonefritis,
hendaknya seseorang menerapkan pola hidup bersih pada organ intim.
Contohnya pada wanita membersihkan dari depan kebelakang. Minum
minimal delapan gelas per hari dan jangan menahan kencing terlalu lama.

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif. 2011. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Glomerulonefritis


Akut. Jakarta : Salemba Medika.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : ECG

Nguyen, H.T. 2004. Bacterial Infection of the Genitourinary Tract In : Tanagho


E.,A., McAnnich J.W. Editor: Smith’s General Urology. Singapore :
McGraw-Hill Companies.

36
P, Renica. 2013. Glomerulonefritis pada Anak Usia Sekolah. Volume 1, Nomor 4.
Juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medulla/article/view/124/122, diakses
3 Juni 2015.

Rissa Anggarini, Fellecia. 2013. Faktor Risiko Infeksi Saluran Kemih oleh Multi
Drug Resistant Organisms pada Pasien yang Dirawat di Rsup Dr Kariadi.
www.ejournal-S1.undip.ac.id/index.php/medico/article/view/4920/4746,
diakses 3 Juni 2015.

Sjaifullah Noer, Muhammad, Niniek Soemyarso. 2002. Glomerulonefritis Akut


Paska Streptokokkus. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddart. Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC.

Sukandar, E. 2004. Infeksi Saluran Kemih pada Pasien Dewasa dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Edisi IV. Jakarta : FKUI.

Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi
Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.

37

Anda mungkin juga menyukai