Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu-ilmu Hadits
Dosen: Muhamad Ali, S.H.I, M.E.Sy
Disusun Oleh:
1. Annisa Dewi
2. Diana Sari
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul Pembagian Hadits dari segi kuantitas & kualitas sanad ini tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas bapak Muhamad Ali, S.H.I, M.E.Sy pada mata Ilmu-ilmu Hadits. Selain itu,
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Pembagian Hadits
dari segi kuantitas & kualitas sanad bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Muhamad Ali, S.H.I,
M.E.Sy selaku dosen kami yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini.
kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang................................................................................... 4
2. Rumusan masalah............................................................................... 5
3. Tujuan................................................................................................. 5
4. Manfaat............................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Hadits............................................................................... 6
2. Pembagian Hadits dari Segi Kuantitas & kualitas sanadnya.............. 7
1. Kesimpulan......................................................................................... 15
2. Saran................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 16
3
BAB I
PENDAHULUAN
1 Latar Belakang
Hadits yang dipahami sebagai pernyataan, perbuatan, persetujuan dan hal
yang berhubungan dengan Nabi Muhammad saw. Dalam tradisi Islam, hadits
diyakini sebagai sumber ajaran agama kedua setelah al-Quran. Disamping itu
hadits juga memiliki fungsi sebagai penjelas terhadap ayat-ayat al-Qur’an
sebagaimana dijelaskan dalam QS: an-Nahl ayat 44. Hadits tersebut
merupakan teks kedua, sabda-sabda nabi dalam perannya sebagai pembimbing
bagi masyarakat yang beriman. Akan tetapi, pengambilan hadits sebagai dasar
bukanlah hal yang mudah. Mengingat banyaknya persoalan yang terdapat
dalam hadits itu sendiri. Sehingga dalam berhujjah dengan hadits tidaklah
serta merta asal mengambil suatu hadits sebagai sumber ajaran
Adanya rentang waktu yang panjang antara Nabi dengan masa pembukuan
hadits adalah salah satu problem. Perjalanan yang panjang dapat memberikan
peluang adanya penambahan atau pengurangan terhadap materi hadits. Selain
itu, rantai perawi yang banyak juga turut memberikan kontribusi permasalahan
dalam meneliti hadits sebelum akhirnya digunakan sebagai sumber ajaran
agama. Mengingat banyaknya permasalahan, maka kajian-kajian hadits
semakin meningkat, sehingga upaya terhadap penjagaan hadits itu sendiri
secara historis telah dimulai sejak masa sahabat yang dilakukan secara
selektif.
Para muhaddisin, dalam menentukan dapat diterimanya suatu hadits tidak
mencukupkan diri hanya pada terpenuhinya syarat-syarat diterimanya rawi
yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena mata rantai rawi yang teruntai
dalam sanad-sanadnya sangatlah panjang. Oleh karena itu, haruslah
terpenuhinya syarat-syarat lain yang memastikan kebenaran perpindahan
hadits di sela-sela mata rantai sanad tersebut. Makalah ini mencoba
mengelompokkan dan menguraikan secara ringkas pembagian-pembagian
hadits dari segi kuantitas & kualitas sanadnya.
4
2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa itu hadits?
2. Apa saja pembagian hadits dari segi kuantitasnya?
3. Apa saja pembagian hadits dari segi kualitasnya?
3 Tujuan
1. Untuk mengetahui lebih rinci lagi tentang pembagian hadits.
2. Untuk lebih memahami pengertian hadits, pembagian dan syarat-
syaratnya.
4 Manfaat
Memberikan wawasan kepada pembaca tentang pembagian hadits berdasarkan
kuantitas & kualitas sanadnya.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
menurut mereka harus berupa ucapan dan perbuatan beliau serta
ketetapan-ketetapannya. Sedangkan kebiasaan-kebiasaannya, tata cara
berpakaian, cara tidur dan sejenisnya merupakan kebiasaan manusia dan
sifat kemanusiaan tidak dapat dikategorikan sebagai hadits.
7
orang perawi, sebagian yang lain menetapkan 12, 20,40 dan 70
0rang perawi.
3) Jumlah rawi pada setiap tingkatan tidak boleh kurang dari jumlah
minimal, seperti yang ditetapkan pada syarat kedua.
Bila suatu hadits telah memenuhi syarat ketetapan diatas, maka hadits
tersebut dapat dikatakan sebagai hadits mutawatir dan pasti (qath’i) bahwa
Nabi Muhammad SAW benar-benar menyabdakan atau mengerjakan
sesuatu seperti yang diriwayatkan oleh rawi-rawi mutawatir.
8
“Rasulullah SAW tidak mengangkat kedua tangan beliau dalam doa-
doanya selain dalam doa salat istisqa’ dan beliau mengangkat
tangannya, sehingga nampak putih kedua ketiaknya.” (HR. Bukhari-
Muslim).
c. Hadits Mutawatir ‘Amali
Adalah hadits mutawatir yang menyangkut perbuatan Rasulullah
SAW yang disaksikan dan ditiru oleh banyak orang tanpa perbedaan
untuk kemudian dicontoh dan diperbuat tanpa perbedaan oleh banyak
orang dan tanpa perbedaan pada generasi-generasi berikutnya.
2. Hadits Ahad
Menurut bahasa, ahad (dibaca aahaad) adalah kata jamak
dari waahid atau ahad. Bila ahad atau waahid berarti satu maka
aahaad sebagai jamaknya berarti satu-satu. Menurut Istilah hadits
ahad adalah Hadits (khabar) yang jumlah perawinya tidak mencapai
jumlah perawinya hadits mutawatir, baik perawinya itu seorang, dua
orang, tiga orang, empat orang, lima orang dan seterusnya, tetapi
jumlah tersebut tidak memberi pengertian bahwa hadits tersebut
masuk ke dalam hadits mutawatir. Ada juga yang memberikan ta’rif
yaitu hadits yang padanya tidak terkumpul syarat-syarat mutawatir.
Pembagian Hadits Ahad:
a. Hadits Masyhur
Masyhur menurut bahasa berarti yang sudah tersebar atau
yang sudah popular. Sedangkan menurut istilah Hadits Masyhur
adalah hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang rawi atau lebih
dan belum mencapai derajat hadits mutawatir.
Contoh hadits masyhur: Rasulullah SAW bersabda:
ْال ُم ْسلِ ُم َم ْن َسلِ َم ْال ُم ْسلِ ُمونَ ِم ْن ِل َسانِ ِه َويَ ِد ِه
“Seorang muslim adalah orang yang kaum muslimin tidak
terganggu oleh lidah dan tangannya.” (HR. Bukhari, Muslim dan
at-Turmudzi)
9
b. Hadits Aziz
Aziz menurut bahasa adalah mulia atau yang kuat dan juga
dapat berarti yang jarang. Sedangkan menurut istilah ahli hadits
menyebutkan Hadits Aziz adalah hadits yang diriwayatkan oleh
dua orang rawi, kendati dua rawi itu pada satu tingkatan saja dan
setelah itu diriwayatkan oleh banyak rawi.
ة َع ْن َأن َ ٍس قَا َل قَا َل النَّىِب ُّ – صىل هللا عليه وسمل – « َال6َ َو َحدَّ ثَنَا آ َد ُم قَا َل َحدَّ ثَنَا ُش ْع َب ُة َع ْن قَتَا َد
َ َحىَّت َأ ُك6ْ » ي ُ ْؤ ِم ُن َأ َحدُ مُك.
ه َوالنَّ ِاس َأمْج َ ِع َني6ِ ِ َأ َح َّب ل َ ْي ِه ِم ْن َوادِل ِ ِه َو َودَل ون
ِإ
“Tidak sesungguhnya beriman salah seorang dari kamu, sehingga
adalah aku (Nabi) lebih cinta kepadanya daripada ia (mencintai)
bapaknya dan anaknya.”[4]
c. Hadits Gharib
Gharib menurut bahasa berarti jauh, terpisah atau
menyendiri dari yang lain. Hadits gharib menurut bahasa berarti
hadits yang terpisah atau menyendiri dari yang lain. Para ulama
memberi pengertian hadits gharib adalah hadits yang
diriwayatkan oleh satu orang rawi (sendirian) pada tingkatan
manapun dalam sanad.
Contoh hadits Gharib:
Dari Umar bin Khattab, beliau berkata aku mendengar
Rasulullah SAW bersabda:
و إمنا للك امرئ ما نوى عن النيب صىل هللا عليه و سمل إمنا األعامل ابلنية: خرب معر بن اخلطاب: قال أبو بكر.
10
“Amal perbuatan itu hanya (dinilai) menurut niat dan setiap orang
hanya (memperoleh) apa yang diniatkannya.”(HR. Bukhari, Muslim
dan lain-lain).[5]
11
Yaitu hadits yang keshahihannya dibantu oleh adanya keterangan
lain. Hadits ini pada mulanya, memiliki kelemahan pada aspek kedhabitan
perawinya. Diantara perawinya ada yang kurang sempurna kedhabitannya,
sehingga dianggap tidak memenuhi syarat untuk dikategorikan sebagai
hadits shahih. Pada awalnya hanya sampai derajat atau kategori
hadits hasan li-dzatih.
b. Hadits hasan
Kata hasan berasal dari kata hasuna, yahsunu yang menurut bahasa
berarti:
“Sesuatu yang diinginkan dan menjadi kecenderungan jiwa atau
nafsu.”
Secara bahasa dapat dikatakan hadits hasan berarti hadits yang baik,
atau yang sesuai dengan keinginan jiwa.
روى منbb وي،ًاذاbbديثا ً شbb وال يكون ح،كل حديث يروى ال يكون في إسناده من يهتم بالكذب
غير وجه نحو ذلك.
1. Hasan Li-dzatih
Yang dimaksud hadits hasan li-dzatih ialah hadits hasan dengan
sendirinya. Menurut Ibn ash-Shalah, pada hadits hasan li-dzatih para
perawinya terkenal kebaikannya, akan tetapi daya ingatan atau
kekuatan hafalan mereka belum sampai derajat hafalan para perawi
yang shahih. Hadits hasan li-dzatih ini bisa naik kualitasnya menjadi
shahih li-ghairih, apabila ditemukan adanya hadits lain yang
menguatkan kandungan matannya atau adanya sanad lain yang juga
meriwayatkan hadits yang sama (mutabi’ atau syahid).
2. Hasan li-ghairih
12
Yaitu hadits hasan bukan dengan sendirinya, artinya hadits yang
menduduki kualitas hasan karena dibantu oleh keterangan lain, baik
karena adanya syahid atau mutabi’. Dengan pengertian ini jelas,
bahwa hadits hasan li-ghairih kualitas awalnya dibawah hadits hasan,
yakni hadits dhaif.
Adapun kedudukan hadits shahih dan Hasan dalam berhujjah adalah sebagai
berikut:
Menurut kesepakatan ulama ahli ilmu dan fuqaha, sepakat bahwa hadits shahih
dan hasan dapat dijadikan hujjah. Meskipun ada ulama-ulama lain yang
mensyaratkan bahwa hadits hasan dapat digunakan hujjah apabila memenuhi sifat-
sifat yang diterima. Hadits secara umum telah memiliki sifat-sifat yang diterima,
walaupun rawinya kurang dhabith, tetapi masih terkenal sebagai orang yang jujur
dan bersih dari melakukan dosa.
Hadits yang mempunyai sifat-sifat yang diterima sebagai hujjah, disebut hadits
maqbul dan hadits yang tidak mempunyai sifat-sifat yang diterimma disebut
hadits mardud. Yang termasuk hadits maqbul adalah hadits shahih (baik shahih li-
dzatih maupun li-ghairih) dan hadits hasan (baik hasan li-dzatih maupun hasan li-
ghairih).[8]
c. Hadits dlaif
Menurut bahasa dlaif berarti yang lemah, sebagai lawan kata dari
qawi yang kuat. Sebagai lawan kata dari shahih, kata dha’if juga berarti
saqim (yang sakit). Maka hadits dha’if secara bahasa berarti Hadits yang
lemah, yang sakit atau yang tidak kuat.
13
“Hadits yang hilang salah satu syaratnya dari syarat-syarat Hadits
Maqbul.”[9]
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hadist menurut Ahli Hadits, ialah:“Segala perkataan Nabi,
perbuatan,dan hal ihwalnya.” Yang dimaksud dengan hal ihwal
ialah segala yang diriwayatkan dari Nabi SAW. Yang berkaitan
dengan hikmah, karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-
kebiasaan.
Pembagian Hadits dari segi kuantitasnya
1. Hadits Mutawatir
2. Hadits Ahad
Pembagian Hadits dari segi kualitas
1. Hadits Shahih
2. Hadits hasan
3. Hadits dlaif
4. Saran
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan
dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut
dengan berpedoman pada banyak sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun mengenai pembahasan makalah dalam
kesimpulan di atas.
15
DAFTAR PUSTAKA
Referensi:
https://senyumkukarenamu.wordpress.com/2011/06/24/pembagian-hadits-dari-
segi-kualitas-dan-kuantitas/
http://engedubcollection.blogspot.com/2015/08/klasifikasi-hadist-berdasarkan-
kualitas.html
Footnote:
[2] Tim Al-Fath, Lembar Kerja Siswa Al-Fath Al-Qur’an Hadits, (Gresik: CV. Putra Kembar Jaya,
2008), 42.
[7] Ibid, 169.
Iklan
16